Di sebuah ruangan kantor, terdengar sepasang suami istri yang sedang berbicara pada seseorang dengan nada memohon.Mereka adalah orang tua Wulan, gadis malang yang kerap kali diperlakukan berbeda."Tolong kami, Tuan! Pilihlah Wulan, putri kami. Dia bisa menjadi istri yang baik dan patuh untuk keponakan anda. Saya berani menjamin untuk itu," ucap sang istri sambil menarik lengan suaminya untuk memberi kode agar sang suami ikut memohon juga."Kenapa kamu sangat yakin, Nyonya?" tanya tuan kaya raya itu, menatap wanita di depannya sambil mengerutkan keningnya."Karena kami mendidik putri kami dengan baik dari kecil, hingga dia tumbuh menjadi gadis yang patuh dan penurut." Ada senyum penuh arti di sudut bibir si tuan kaya raya sebelum akhirnya dia menjawab, "Baiklah, dua hari lagi kami akan menjemput putrimu. Kalian akan mendapatkan imbalan seperti apa yang sudah kami janjikan."**"Yang kita lakukan ini, apa tidak keterlaluan, Bu? Selama ini, kita tidak pernah menyayangi Wulan dengan baik.
"Kamu lambat sekali, sih! Calon keluarga pengantinmu sudah menunggumu. Tidak sabar untuk membawamu menemui calon suami cacatmu itu." Begitu Wulan turun, makian langsung terdengar dari adiknya, Jihan. Dia diam saja, tidak ingin melayani adiknya, yang satu ayah dan lain ibu itu."Lihatlah, Yuri. Belum apa-apa dia sudah sombong. Mau jadi istri pangeran cacat saja sudah berani sama kita. Aku ingin sekali mencekiknya." Tambah Jihan, kini mengajak adik bungsu mereka untuk turut berada di pihaknya."Sudah biarkan saja. Sebentar lagi dia akan pergi dari sini. Jangan mengganggu kak Wulan lagi." Kata Yuri, seolah ingin melindungi Wulan."Maaf, aku harus segera menemui ayah. Paham kan, ayah dan ibu akan marah kalau aku terlambat." Ucap Wulan melangkah kembali, meninggalkan dua adiknya itu."Dasar anak haram! Tidak tau diri!" Umpat Jihan.Wulan tidak mendengar, terus melangkah dan menghampiri orang tuanya yang sudah menunggu di ruang tamu.Dia bisa melihat, dua orang asing di depannya. Salah sat
Wulan sudah berada di kamar sementaranya. Dia juga tidak paham kenapa dia tidak dipertemukan dengan calon suaminya.Hanya saja menurut beberapa pelayan yang melayaninya, Tuan muda Saka, walaupun lumpuh dia tidak bisa sembarangan ditemui dan disentuh oleh siapapun. Hanya satu pelayan saja yang boleh melayaninya yaitu Bu Asri. Dan dua pelayan pria pilihan Tuan Abraham yang mendapat tugas untuk mengantarkan makanan dan keperluan tuan muda Saka ke kamarnya.Dan, waktu yang menegangkan bagi Wulan itu akhirnya benar-benar tiba. Hal yang sebenarnya tidak diinginkannya dan bahkan tidak pernah diimpikan seumur hidupnya, ternyata begitu menggetarkan hati gadis itu.Terdengar suara seseorang mengetuk pintu kamar sementaranya."Nona, silahkan berganti baju dahulu. Saya akan menunggu di sini." Kata sekretaris Ang yang sudah berdiri di depan pintu bersama seorang pelayan wanita.Wulan hanya diam saja, dia tidak menjawab dan tidak mengangguk.Pelayan wanita itu masuk ke dalam kamarnya dan sekretaris
Wulan sedikit bingung, tapi dia segera mengingat ucapan Bu Asri, jika Tuan Muda Saka tidak mau sembarangan disentuh oleh siapapun."Tuan, sekarang saya istri anda. Jadi tugas saya adalah melayani Tuan dan mengurus Tuan. Tidak apa-apa ya?" Kata Wulan dengan hati-hati. Dia yakin kalau Saka bisa mendengar ucapannya.Perlahan Wulan memegang kerah baju Saka kembali. Pria itu kini diam, meski pandangannya tertuju ke samping, tidak menatap Wulan.Wulan membuka kemeja Saka dengan lembut dan menggantinya dengan baju yang dia ambil dari lemari.Lalu dia kembali membuka lemari sebelah, berniat mencari celana untuk Saka, tapi dia melihat lemari itu penuh baju wanita. "Ini baju siapa?" Tanyanya, entah bertanya pada siapa."Itu baju anda, Nona. Saya yang menyiapkannya semalam." Wulan menoleh. Tiba-tiba Bu Asri sudah ada di belakangnya. "Bu?" "Maaf mengganggu. Saya mengantar makanan untuk kalian, Nona." Bu Asri meletakkan baki di atas meja."Terima kasih, Bu." Jawab Wulan yang langsung melangkah
Semenjak orangtuanya meninggal, Saka tidak pernah mendapatkan kasih sayang, kecuali dari sang kakek dan neneknya yang sekarang sedang ada di rumah sakit luar negri. Apalagi setelah dia sakit. Baru kali ini dia bisa merasakan kehangatan hati dari seseorang. Tidak disadari, Saka tersentuh hatinya dan menatap wajah ayu Wulan. Yang ditatap tidak sengaja juga menatapnya. Kedua mata mereka saling memandang. Bibir Saka bergerak, seperti ingin berbicara, tapi hanya sekilas, lalu pria itu mengalihkan pandangannya.Bu Asri bicara kembali. "Nona, pesan saya hanya satu. Jangan mudah percaya dengan siapapun. Dan maaf, saya sudah banyak berbicara dengan anda." Ucap Bu Asri, melirik Saka yang tersenyum tipis padanya.Bu Asri berdiri dan berpamitan. "Cepat sembuh ya, Tuan Muda. Kami semua merindukan Tuan Muda yang dulu." Ucap Bu Asri pada Saka.Setelah Bu Asri pergi, Wulan membantu Saka untuk berbaring diranjang. Dia menambah bantal untuk pinggang Saka dan memposisikan kepala Saka di sandaran ranja
"Apa mungkin maksud Bu Asri,.. Tuan Abraham mempunyai niat tertentu dengan pernikahan ini?" Gumamnya. "Hah!" Saat menyadari sesuatu yang salah, Wulan segera menutup mulutnya dengan telapak tangannya. Dia menoleh dan menatap Saka yang masih setia memandangnya. "Tuan Abraham… mengincar harta keluarga ini? Dan pernikahan ini hanyalah dijadikan sebagai alat?" Wulan yang bodoh seperti berusaha untuk menebak. "Aku harus menyelidikinya. Jika benar begitu, aku akan menyelamatkan harta yang seharusnya milik Tuan muda Saka. Benar begitu, kan Tuan Muda?" Wulan bertanya pada Saka. Saka hanya tersenyum lagi. Kali ini matanya tidak lepas dari wajah gadis itu. Yang dipandang jadi tersipu malu. "Kenapa menatapku seperti itu, Tuan? Aku jelek ya?" Wulan menggulung-gulung rambutnya dengan jari. Saka mengangguk, membuat Wulan langsung cemberut. "Namanya juga orang susah, Tuan. Tidak punya modal untuk skincare. Mahal, Tuan? Saya diberi makan saja, sudah untung." Wulan malah curhat. Sedangkan Saka
"Saka mencari kakek ke mana-mana." Pria itu segera menghampiri dan memeluk si kakek. "Kenapa keluar rumah sendirian, Kek?" Pria yang ternyata Saka itu bertanya khawatir pada kakeknya."Maaf, Saka. Kakek pikir, tidak akan tersesat. Untung ada gadis baik ini yang mau menolong kakek saat jatuh di sana tadi." Jawab Kakek Abian menoleh pada Wulan. Wulan hanya menunduk tanpa melihat wajah Saka. Meski melihat pun, saat itu juga percuma, dia tidak akan bisa mengenali wajah Saka yang memakai masker hitam. Itu memang biasa dilakukan Saka saat di luar rumah. "Ya Tuhan, Kakek? Saka panik mencari Kakek. Kakek tidak apa-apa tapi, kan?" Tanya Saka. "Sudah, tidak apa-apa. Gadis itu menolong kakek dan memijat kaki kakek yang sakit." Saka menoleh dan menatap Wulan. "Terima kasih sudah menolong kakekku."Wulan hanya mengangguk. Dengan melihat keharmonisan mereka berdua, dia bisa langsung paham jika pria itu adalah cucu sang kakek. "Lain kali, jangan keluar rumah sendiri, walaupun hanya berolahrag
"Maafkan ibu ya, sayang? Sana masuk. Belanjaan nanti biar Ibu yang beresin." Suara lembut Tiara sambil mengelus punggung Wulan. 'Ibu?' Saka terbengong mendengar Tiara menyebut ibu. Wulan yang ketakutan, langsung memilih masuk tanpa berkata apapun pada mereka. "Apa dia juga anak Nyonya?" Karena penasaran, Saka bertanya. "Ah, iya Tuan. Tapi hanya anak tiri. Anaknya memang sedikit bodoh dan liar. Suka membuat masalah dan mengesalkan. Tapi tidak apa-apa. Sudah dari kecil memang begitu. Saya memakluminya." Jawab Tiara. 'Maklum katamu? Memaklumi kok marah sampai mau memukul.' Maki Saka di dalam hati. "Oh, baiklah Nyonya. Jangan memarahinya lagi. Tadi dia menolong kakek saya yang jatuh di jalan. Dan kami mengantarnya pulang. Takut dia semakin terlambat dari belanja sayurannya." Kata Saka. "Iya, Tuan. Terima Kasih sudah mengantar anak saya. Bagaimana kalau Tuan masuk dulu dan minum?" Tawar Tiara. Saka berpikir sejenak. "Sepertinya saya tidak bisa Nyonya, saya harus mengantar k