Masih di hari yang sama namun di tempat yang berbeda, terlihat Sekretaris Ang memasuki mobilnya dan Yuri segera menyusul setelah berpamitan pada kedua orang tuanya dan Jihan.Setelah membantu acara pindahan keluarga Yuri, dan tentunya Sekretaris Ang sudah memastikan keadaan baik untuk keluarga Kuncoro itu, mereka memutuskan untuk pulang kembali ke rumah tuan muda mereka.Sekretaris Ang mulai menjalankan mobilnya setelah melirik Yuri yang sudah duduk dengan nyaman di sebelah joknya."Ah... akhirnya lega sekali. Ayah dan Ibu sepertinya sudah mulai sadar akan kesalahannya. Tapi Jihan, sepertinya belum mau berubah," ucap Yuri sambil merentangkan tangannya.Menoleh ke samping, yang ditoleh sama sekali tak menggubris. Tersenyum saja pun tidak."Tuan Sekretaris, Anda tidak mendengar saya bicara?""Oh, kamu sedang berbicara padaku?""Anda pikir sedang berbicara dengan siapa, hah! Memangnya ada orang lain di dalam mobil ini selain Anda dan saya?" ucap Yuri, kesal."Ya, siapa tahu kamu sedang c
"Aku lapar," jawab Ang, langsung saja melangkah masuk. Tentu saja, Yuri segera mengekor.Sekretaris Ang memilih sebuah meja, menarik kursi kemudian duduk. Yuri pun melakukan hal yang sama.Tak lama, makanan lezat sudah tersaji. Tanpa berbicara sepatah kata pun, Sekretaris Ang melahap makanannya.Yuri tak mau ketinggalan. 'Mumpung ada kesempatan,' pikirnya, lalu menunduk untuk menikmati makanan di piringnya.Sampai terdengar suara Sekretaris Ang bertanya, "Apa yang kamu beli tadi?""Anda ingin melihatnya?" Yuri bersemangat mengangkat kantong yang dari tadi dibawanya."Tidak, tidak. Aku hanya sekadar bertanya.""Oh. Tapi saya membelikan sesuatu untuk Anda, Tuan Sekretaris."Sekretaris Ang mendongak, tanpa menyahut."Boleh pinjam HP Anda, Tuan?"Entah kenapa, Sekretaris Ang menurut saja. Dia mengulurkan HP miliknya pada Yuri yang langsung menerimanya.Sekretaris Ang penasaran dengan apa yang akan dilakukan Yuri pada HP-nya.Yuri mengambil sesuatu yang ia beli dari mall tadi. Sepasang aks
Hah! Mata Yuri terbelalak. Nyalinya langsung menciut. Sekretaris Ang mulai menggerakkan wajahnya, mendekat, dan mengarahkan bibirnya.“Tidak...!!” Yuri langsung menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Otomatis HP milik Ang berada di depan wajahnya. Ang segera meraihnya dan langsung menarik tubuhnya untuk kembali ke posisinya, lalu mengantongi HP-nya, sambil menenangkan jantungnya yang berdebar tak stabil.Dia menoleh ke arah Yuri yang masih mengatur napas karena takut. Takut dicium oleh pria es batu. Wajahnya terlihat begitu memerah.Sekretaris Ang tersenyum. “Tidak mau mengaku jika kamu masih bocah?”Yuri meringsut dengan mulut cemberut.“Bocah akan takut dengan sebuah ciuman pria dewasa! Kamu paham!”“Diam...!!!”Sekretaris Ang tergelak, lalu kembali menghidupkan mobilnya dan melaju pelan, masih terdengar tertawa.“Berhenti menertawakan saya, Tuan. Atau saya akan mengambil benda itu lagi?”“Lakukan saja kalau kamu bisa.” Sekretaris Ang kemudian memindahkan HP-nya dari kantong baju
“Baiklah, kalau itu maumu, kita akan berusaha bersama,” jawab Saka lembut sambil menarik Wulan ke dalam pelukannya. Malam itu pun berlanjut dengan kehangatan cinta mereka, dan segalanya terasa begitu indah. Tetapi setelah mereka terlelap usai perjuangan panjang, Wulan tiba-tiba terbangun lagi.Ia kembali mencium wajah Saka, merayapi lehernya, dada, dan meninggalkan jejak merah di mana-mana. Saka, yang setengah terjaga, merasa terkejut. “Wulan, apa yang kamu lakukan?” tanyanya sambil menatap istrinya yang sudah mulai beraksi lagi.“Mau mengulanginya lagi,” bisik Wulan lembut, masih menciumi suaminya.“Kamu akan lelah nanti,” Saka mencoba menolak halus, tetapi sentuhan Wulan sudah mulai membuatnya kehilangan kendali.“Aku nggak akan lelah,” jawab Wulan yakin, terus melanjutkan aksinya.“Tapi Bang Saka lelah…” protes Saka, meskipun mulai merasa terbawa suasana.“Sekali lagi ya?” pinta Wulan dengan lembut, matanya menatap Saka penuh harap.Saka menghela napas panjang, akhirnya menyerah. “
Yuri membanting diri di kasur. Sesenggukan menangis meratapi Nasib diri. Bagaimana tidak!Berhari hari Yuri mengumpulkan keberanian diri. Terus membulatkan hati untuk berterus terang pada Sekretaris Ang. Tapi malam ini, sakit hatinya. Hancur harapan nya. Saat penolakan halus dari Sekretaris Ang , sungguh meluluh lantahkan jiwa Yuri.Yuri bangkit, membawa langkahnya ke cermin besar milik kamarnya. Menatap diri di sana. Berlama lama.Ada penyesalan kenapa lahir Menjadi anak terakhir. Kenapa masih berumur belasan. Kenapa lama sekali menunggu genap Dua puluh tahun saja.Lalu protes.'Apa salahnya dengan umur...! Aku sudah dewasa. Aku sudah bisa merasakan apa nama nya cinta. Aku sudah merasakan Jatuh cinta!!'"Hiks...hiks...! Aku salah. Aku bodoh. Kenapa jatuh cinta pada pria dewasa Seperti Ang. Ang.. Ang siapa sih. Nama panjang nya siapa ya..??" di sela isakan nya masih sempat memikirkan nama panjang sekretaris Ang."Angkara murka. Atau Angkatan bersenjata.. Hihi.. lucu. Lucu sekali. Meng
Yuri mundur, nyalinya seketika menciut saat menatap wajah marah sekretaris Ang."Kenapa mundur? Kamu takut!" Brak..!!Ang menutup pintu, menguncinya. Lalu melangkah mendekati Yuri."Tuan.. Tuan.. Sabar dulu!""Apa?? Sudah berani menantangku.??""Bukan begitu!! Saya saya.. tadi itu hanya bercanda kok. Hehe.. ""Kamu kenapa ? Takut!" makin mendekat."Saya. Saya tidak mau makan banyak. Saya .. saya tidak mau tumbuh besar. Saya.. takut gendut!"Ang terus mendekat. Yuri mundur , terus mundur. Punggung nya membentur tembok.'Dia marah.. dia marah. Wulan.. Wulan .. Tuan muda.. Tolong..?' Yuri menjerit tanpa suara."Tuan, saya janji tidak akan marah. Saya janji akan tersenyum! Mohon ampuni saya!""Tidak semudah itu! Kamu sudah menguras rasa sabarku!" Ang mendekat, sudah sangat dekat. Sekarang tidak berjarak lagi."Buktikan nyalimu. Jika kamu bukan bocah lagi!"Bruk!!Tangan kiri Ang menabrak tembok. Tangan kanannya menarik tengkuk Yuri."Taun.. Tuan...!"Plup...!!"Em..em..!" suara Yuri terce
"Bang Saka mau apa?""Mau lagi," jawab Saka menciumi dada Wulan."Jangan. Kan mau ada pertemuan penting?"Saka mendongak. Tanpa melepaskannyasatu tangannya dari tubuh Wulan, tangan satunya cepat meraih ponsel. Menekan tombol panggilan."Ang, mundurkan jadwal pertemuan kita.""Baik pak!"Saka melempar ponsel sembarangan, lalu menunduk lagi."Iya… ya… Bang Saka? Besok kamu capek?" tanya Wulan."Sudah capek dari kemarin. Sekali lagi buat penawarannya."Wulan tak bisa lagi mencari alasan. Saka sudah menarik semua pakaiannya.Wulan meraba-raba selimut. Hampir kena, tapi kaki Saka segera menyingkirkan benda itu dari ranjang."Ah..." Wulan hanya bisa mengeluh merdu. Pagi ini, Saka kembali mendapatkan apa yang dia inginkan.Di bawah, Sekretaris Ang masih duduk dengan tenang di depan laptop nya. Sambil menyeruput kopi hitam di cangkir.Melirik jam,Menoleh ke arah tangga.Kemudian menelpon seseorang."Mundurkan satu jam lagi."Huh, menghela nafas. Lalu menutup laptopnya dan beranjak. Melangka
Yuri berontak, "Lepas.!" terlepas dan segera menjauh dari sekretaris Ang."Kamu ini! Kenapa mencegahku? Oh.. aku tau. Kamu sungguh takut aku mengadu pada Nyonya muda dan Tuan muda atas perlakuanmu ya?" seru Yuri menunjuk dada Sekretaris Ang."Aku akan mengadukanmu.!" Yuri melangkah kembali."Eh, eh, Yuri. Jangan, jangan." sekretaris Ang cepat mencegahnya."Awas minggir!" jerit Yuri."Kamu sangat takut ya? Hahaha.. Kau rupanya takut jika Wulan dan Tuan muda Saka mengetahui perlakuan bejat mu semalam padaku ya.!""Sutttt......Bukan itu, bukan itu. Aku tidak takut." elak Sekretaris Ang."Lalu apa? Wajahmu saja sepanik itu!""Tidak, ini bukan masalah takut. Hus..hus.. Jangan ke sana ,jangan ke sana." merentangkan kedua tangan nya."Hah, tidak takut? Kalau begitu minggir! Sebentar lagi kau akan Hancur!" Yuri memaksa menerobos benteng pertahanan Panglima es. Hingga tubuh sekretaris Ang terpelanting ke samping."Busyet...Ni anak kecil kecil kuat juga tenaganya. Aduh... gawat!""Yuri!" tak a
"Ya Tuhan, AngSaka?? Nama yang bagus. Tapi di panggil Ang, begitu ganjil. Ternyata begitu cerita nya. Padahal, aku sempat penasaran setengah mati siapa nama panjang Kakak! Aku tidak pernah berpikir jika nama kakak ternyata begitu mudah. Tapi aku susah menebak. Hihi.. " Yuri tertawa."Semua orang tidak menyangka, tapi pasti adalah salah satu dari mereka yang sudah menebak jika namaku adalah AngSaka."Keduanya kini tertawa tawa kecil.Lalu Ang mengajak Yuri untuk kembali ke mobil."Kita harus pulang sebelum sore.""Iya Kakak." Yuri segera bangun. Mereka melangkah ke mobil dengan bergandengan tangan. Lalu masuk ke dalam mobil dan duduk dengan tenang."Yuri, tolong ambilkan sapu tangan ku di laci itu." ucap sekretaris Ang menunjuk laci mobilnya.Yuri mengangguk, mengulur kan tangannya untuk meraba."Tidak ada!" ucap Yuri merasa tidak menemukan sapu tangan milik sekretaris Ang."Ada! Cari yang benar!"Yuri kembali meraba. Tapi benar benar tidak ada yang ia cari, jemari Yuri malah menyentuh
" Ayah..! Maafkan aku, jika aku akan menikahi gadis kecil. Aku tidak bisa menjaga pesan Ayah untuk tidak mengikuti jejak Ayah. Aku tidak bisa lagi menahan perasaanku. Aku terlanjur jatuh cinta padanya Ayah."" Aku kemari ingin meminta restu pada kalian. Minggu ini aku akan menikahinya.Tapi Ayah dan ibu jangan khawatir. Aku akan menjaga menantu kalian dengan nyawaku. Dengan badanku, percaya lah Ayah, kisah kalian tidak akan terulang pada kami. Ayah harus percaya itu. Tenanglah kalian di sana. Aku akan sering sering kemari bersama menantu kalian nantinya." ucap Sekretaris Ang, menoleh pada Yuri yang masih menatapnya.Tak ada suara dari mulut Yuri. Seperti nya hati gadis kecil itu ikut merasakan kepedihan hati kekasih nya, meskipun pria itu tak menunjukkan sedikitpun rasa sedihnya."Yuri, ucapkan sesuatu pada kedua calon mertuamu.""Ah, iya kakak." Yuri tergagap lalu menoleh kepada dua batu nisan itu secara bergantian.Ia sempat membaca nama yang terukir di sana.'Anggita dan Sebastian!'
"Sekali kali manja pada istri sendiri tidak apa apa kek. Kenapa di permasalahkan? Kakek ini, Aku sedang menderita begini masih saja dimarahi terus!""Lagian , tangan masih berfungsi juga. Jangan jadikan alasan ngidammu buat bermanja manja pada istrimu. Kasian dia, dia bukan pelayanmu. Dan kamu harus ingat, dulu Wulan sudah puas mengurusmu , memandikanmu dan menyuapmu sebelum tanganmu bisa berfungsi." ucap Kakek Abian semakin sewot."Hehe, Iya kek. Maaf maaf. Wulan, maafkan bang Saka. Bang Saka akan makan sendiri saja." Saka malu, segera mengambil alih mangkok di tangan Wulan .Tapi Wulan buru-buru mencegahnya."Tidak apa Bang Saka, Wulan senang kok menyuapi bang Saka. Memang menyuapi bang Saka harus karena tangan bang Saka tidak berfungsi? Ini tanda nya romantis . Begitu kek, bukan karena bang Saka manja. Bang Saka juga sering menyuapi Wulan, kan?" sahut Wulan , menoleh pada Kakek Abian dan Saka."Tuh, kakek dengar sendiri. Jangan terus menyalahkan Saka. Kita ini pasangan yang romanti
"Saya mengerti, Nyonya. Saya mengerti. Mohon maafkan saya, Nyonya. Bukan tidak percaya kepada Nyonya, tapi saya mohon, izinkan kali ini saya mendampingi Tuan Muda di setiap keadaannya. Saya hanya ingin menebus kesalahan saya di hari kemarin, yang terlalu sibuk dengan perusahaan hingga mengabaikan keamanan dan kesembuhan Tuan Muda. Saat ini saya hanya ingin memastikan jika Tuan Muda akan terus baik-baik saja, dan tidak mengulangi kesalahan saya yang kemarin," jawab Sekretaris Ang, menunduk. Tidak berani membalas tatapan sangar milik Wulan."Lalu bagaimana dengan ayah dan ibuku? Apa kamu tidak memikirkan itu, Tuan Ang? Apa kamu tahu, jika mereka sudah menyiapkan pesta kecil di rumahnya untuk kalian? Bahkan mereka sudah membagi sedekah pada para mantan tetangganya dulu di komplek kumuh itu, dan meminta doa mereka untuk hari pernikahan kalian yang sudah ditentukan? Mereka pasti akan kecewa hatinya, walau bibir mereka tidak akan berani mengatakan itu."Sekretaris Ang terkejut, mendongak. M
"Saya tidak mengatakan itu, tapi jika Anda ingin begitu, tidak masalah. Demi Tuan Muda, saya akan melakukan apa pun! Saya akan sangat senang, tidak harus bersusah payah, saya sudah akan mendapatkan bayi.""Dasar, gila kamu ya? Kamu pikir aku sapi atau bagaimana? Kamu ini, sudah dapat adiknya mau kakaknya juga. Langkahi dulu mayatku, Ang!"Ang tergelak melihat emosi Saka yang meluap."Kamu tahu tidak, aku sudah payah menanam benih, kamu yang enak mau mengambil untungnya. Aha... tidak mungkin terjadi. Wulan dan bayinya itu milikku. Jika kamu mau bayi, usaha sendiri. Cepatlah menikah dan membuatnya, kamu akan mengalami seperti aku juga." Saka menendang tangan Ang yang masih tergelak."Hanya bercanda, Tuan Muda! Mana saya berani. Mendapatkan Yuri saja sudah membuat saya beruntung. Habisnya Tuan Muda tidak bisa bersabar. Padahal tadinya Tuan Muda sendiri yang mengatakan jika akan rela menanggung derita ini setahun sekali pun," jawab Ang, masih dengan tertawa."Diam, bedebah! Kamu terus saj
Di hari di mana Saka diperiksa oleh sang dokter, di hari di mana Wulan dinyatakan positif hamil oleh dokter spesialis kandungan, di hari itu juga mereka sudah diperbolehkan pulang. Tak perlu menginap, tak perlu dirawat inap, kata sang dokter. Sebab keadaan Saka murni dinyatakan sebagai Sindrom Suami Ngidam atau Sindrom Couvade.Saka mengalami kehamilan simpatik, di mana istrinya yang tengah hamil, namun Saka yang menanggung masa ngidam istrinya.Sejak hari itu, sejak masuk ke dalam kamar mereka, Saka yang tadinya laki-laki tangguh dan kuat mendadak menjadi laki-laki lemah yang sensitif.Manja melebihi balita.Mual dan muntah pun terus berlanjut. Bukan hanya itu, Saka mulai tidak menyukai bau-bau wangi, seperti sabun, parfum, dan pewangi ruangan. Hari-harinya juga terlihat menyedihkan karena Saka hanya bisa meminum air teh manis hangat dan memakan buah saja. Jika ada minuman atau makanan lain yang ia telan, perut Saka langsung menolak.Bukan hanya itu, baik kamar dan seluruh ruangan ya
"Wulan," Saka bangun dan duduk. Wulan langsung menubruknya dan tersedu."Bang Saka, kamu menakutiku, bagaimana keadaanmu sekarang? Apa yang masih Bang Saka rasakan?""Wulan, jangan menangis lagi. Aku tidak apa-apa, hanya masih sedikit pusing dan sedikit mual. Sebentar lagi akan hilang. Dokter sudah memberiku obat anti muntah tadi," ucap Saka mengelus lembut kepala Wulan."Dokter, sebenarnya apa yang terjadi pada Tuan Muda Saka?" tanya Sekretaris Ang.Dokter itu menarik napas."Menurut hasil pemeriksaan, Tuan Muda baik-baik saja. Lambung, usus, dan semua organ di tubuh Tuan Muda tidak ada gangguan. Tidak juga keracunan," jawab sang dokter."Baik-baik saja bagaimana? Tuan Muda terlihat sakit parah sampai pingsan, kamu bilang baik-baik saja. Kamu ini bisa memeriksa tidak! Kamu mau bermain-main denganku, hah!" bentak Sekretaris Ang."Tuan Sekretaris, tolong tenanglah. Dokter kandungan sebentar lagi akan datang dan kita akan segera tahu penyebab sakit Tuan Muda.""Apa kamu bilang? Tuan Mud
"Benar, Ayah. Itu biar menjadi urusan mereka. Sekarang, mari kita membahas tanggal pernikahan," sahut Saka.Sekretaris Ang mengangguk. "Lebih cepat lebih baik, Tuan Gani. Saya ingin segera menghindari fitnah atau hal-hal yang tidak diinginkan.""Apa akhir minggu ini terdengar baik untuk Anda?" tanya Gani Harmoko.Sekretaris Ang menoleh pada Yuri. "Apa kamu setuju, sayang?""Iya, aku ikut keputusan Kakak saja," jawab Yuri dengan senyuman."Baiklah, Tuan Gani. Saya akan mempersiapkan semuanya untuk akhir minggu ini," balas Ang.Rencana PernikahanSemua sepakat. Mereka memutuskan pernikahan sederhana yang dilakukan di bawah tangan karena usia Yuri yang masih belum mencapai 19 tahun. Sekretaris Ang memahami konsekuensi pernikahan dini dan berjanji untuk menjaga Yuri dengan baik.Setelah obrolan selesai, mereka melanjutkan makan siang bersama. Yuri, Wulan, Jihan, dan Tiara sibuk menyiapkan hidangan, sementara para pria melanjutkan pembicaraan ringan.Saat semua sudah siap, Yuri memanggil c
"Dulu saya bertemu dengan ibunya Wulan. Gadis yang membuat saya jatuh cinta. Padahal saat itu keluarga saya sudah berencana untuk menjodohkan saya dengan istri saya ini.""Saya melakukan hal terlarang pada ibu Wulan, dan saya meninggalkannya karena terpaksa harus menikahi wanita pilihan orang tua saya. Saya tidak pernah tahu jika pada saat itu ibu Wulan mengandung benih saya. Saya sempat mencarinya ke mana-mana, namun saya gagal menemukannya karena ternyata ibu Wulan dibawa keluarganya pulang ke kampung. Hingga suatu hari, seorang famili ibu Wulan mengantar bayi merah kepada saya beserta selembar surat. Dia mengatakan bahwa ibu dari bayi itu sudah meninggal dunia beberapa jam setelah melahirkan." Kini air mata Gani yang tadi sudah kering kembali menetes. Tepukan-tepukan halus Tiara mengusap punggungnya."Sudah, Yah. Itu masa lalu. Tidak akan terjadi pada anak cucu kita. Cukup, Ayah. Cukup kita yang berbuat salah," ucap Tiara.Gani mengangguk, melirik wajah Wulan yang memerah dan teris