"Apa kamu yang sudah menolongku?" tanya Rey ketika ia telah berhasil menguasai dirinya yang sejak tadi terus menatap takjub pada Alina.
Dalam waktu cepat, Alina sudah bisa menguasai diri, karena sebelumnya dia cukup terkejut ketika mendengar suara pria berdehem di belakangnya. Semula gadis itu gugup, tapi ketika melihat pria yang ditolongnya sudah bisa berjalan, membuat gadis itu sedikit merasa lega.Setidaknya tugasnya sudah selesai dan dia bisa secepatnya pulang. Namun, sebelum itu, ia harus memastikan sekali lagi bahwa pria tersebut benar-benar sudah pulih."Ya, begitulah. Bagaimana keadaanmu? Apakah sudah lebih baik?" tanya Alina kepada pria yang masih berdiri di ambang pintu ruangan."Ya, aku sudah jauh lebih baik," angguk Rey pada gadis bercadar di hadapannya."Oh, syukurlah. Kalau begitu aku permisi pulang dulu. Ini sudah terlalu malam dan orang tuaku juga sudah menunggu aku di rumah," pamit Alina kepada Rey, karena kini dia yakin bahwa kondisi pria itu sudah lebih baik.Akan tetapi, saat Alina ingin membalikkan tubuhnya, tiba-tiba saja Rey mencegah langkahnya."Tunggu dulu! Mmm, siapa kamu? Kenapa kamu membawaku ke rumah sakit ini?" tanya Rey yang sudah dilanda rasa penasaran."Kebetulan aku sedang lewat dan aku melihat kamu terkapar di sisi jalan. Sepertinya lukamu cukup parah, karena itulah aku memutuskan untuk membawa kamu ke rumah sakit agar bisa secepatnya mendapat pertolongan," jawab Alina sembari menundukkan wajahnya, tak ingin jika pandangannya sampai ternoda karena makhluk tampan di hadapannya itu.Mendengar jawaban dari Alina tersebut, membuat Rey merasa semakin kagum pada gadis bercadar di hadapannya. Entah kenapa rasa kagum itu semakin bertambah besar.Selama ini Rey memang hanya dekat dan kenal dengan banyak wanita yang memakai pakaian seksi serta wajah dengan make up tebal. Sementara gadis yang sudah menolongnya adalah gadis pertama dengan penampilan yang berbeda. Namun, gadis itu sama sekali tak terlihat takut padanya."Aku harus secepatnya pulang, karena aku tidak bisa berlama-lama di sini. Aku lihat kondisi kamu juga sudah mulai membaik. Kalau begitu, aku permisi dulu. Assalamualaikum." Alina kembali berpamitan dan kali ini ia mengucapkan salam di hadapan Rey.Mendengar salam yang diucapkan oleh Alina, sontak membuat Rey merasa kebingungan harus menjawab apa. Karena sama sekali tak mengerti, ia pun akhirnya memutuskan untuk diam saja dan hanya menganggukkan kepalanya saat melihat Alina pergi dari rumah sakit itu.Sebuah senyum tiba-tiba saja mengembang di bibirnya. Ditatapnya kepergian gadis bercadar itu hingga lenyap dari pandangan matanya."Astaga, karena begitu terpana pada gadis bercadar itu, aku bahkan sampai lupa tidak menanyakan siapa namanya. Aku juga tidak sempat mengucapkan terima kasih padanya. Arggh, pria macam apa aku ini?" kesal Rey penuh sesal, lalu dia pun memutuskan untuk kembali masuk ke ruang rawatnya.Tak lama, ia pun segera meraih ponselnya yang tergeletak di atas nakas. Wajah pria itu tampak memerah, ketika dia mengingat bagaimana para teman-temannya meninggalkannya tadi.Rey tampak segera menelpon seseorang, dan tak lama terdengar sahutan dari seberang telpon."Halo, Bos," sapa suara seorang pria di seberang sana yang merupakan salah satu anak buah Rey."Dimana kalian sekarang? Kenapa kalian meninggalkanku begitu saja, hah? Kalian pasti tahu kan kalau aku terluka di pinggir jalan?" Nada suara Rey meninggi. Terdengar jelas bahwa ia sedang marah-marah kepada anak buahnya itu. Sebab tidak ada satupun dari mereka yang menolongnya saat terjadi keributan sore tadi."Maafkan kami, Bos. Kami lari karena takut ditangkap oleh polisi. Kami sampai lupa kalau Bos ternyata masih tertinggal di sana. Lalu sekarang Bos ada di mana?" tanya anak buahnya dengan meringis karena baru saja dimarahi oleh bosnya itu.Menjadi seorang bos mafia, membuat Rey cukup disegani dan ditakuti oleh orang-orang kalangan bawah juga preman-preman yang ada di beberapa tempat. Sehingga tidak heran lagi saat dia merasa ada yang mengusik usahanya. Sudah pasti Rey dan beberapa anak buahnya akan turun tangan menghabisi mereka semua, termasuk kejadian sore tadi dengan beberapa orang dari klan lain."Aku sedang berada di rumah sakit, karena tadi aku ditolong oleh seorang gadis bercadar. Namun, aku belum sempat mengucapkan terima kasih kepadanya dan juga menanyakan namanya. Sekarang kalian cari identitas gadis bercadar itu dan secepatnya berikan aku kabar serta informasi yang akurat." Rey kemudian memerintahkan kepada anak buahnya agar mereka bisa secepatnya bergerak dan mencari tahu tentang identitas Alina, gadis bercadar yang sudah menolongnya."Baik, Bos. Kita bergerak sekarang juga." Dengan patuh mereka mengiyakan perintah dari Rey.Setelah memberikan tugas pada anak buahnya untuk mencari identitas tentang Alina, Rey kemudian segera menghubungi anak buahnya yang lain. Sebab ada hal penting yang harus dia ketahui."Halo, Andre. Bagaimana dengan bisnis obat-obatan itu? Apakah semuanya berjalan lancar?" tanya Rey melalui sambungan telfon dengan anak buahnya yang bernama Andre.Obat-obatan yang dimaksud oleh Rey tentu adalah obat terlarang, sebab ia memang berbisnis dengan berbagai macam obat terlarang dan juga yang bersangkutan dengan hal itu.Bergelut di dunia hitam sebagai ketua geng mafia yang namanya sudah tidak asing lagi di kalangan mereka, nama Rey cukup diperhitungkan sebagai salah satu ketua pimpinan mafia yang ditakuti oleh orang banyak. Sehingga dia tidak hanya bekerja dan melancarkan bisnisnya seorang diri, melainkan melibatkan banyak orang di beberapa bagian."Ada sedikit masalah, Bos. Pria yang tadi berkelahi dengan kita, ternyata dia adalah rival dari perusahaan kita, dan ternyata pimpinan mereka menginginkan untuk mendapatkan rahasia dari obat-obatan yang ada di perusahaan milik Bos Rey, karena selama ini hanya obat-obatan dari perusahaan kita yang banyak diminati." Andre memberitahukan alasan terjadinya perkelahian mereka sore tadi.Mendengar semua itu, tentu membuat Rey seketika merasa kesal. Ia bahkan sampai meremas ponselnya, karena tidak menyangka bahwa orang-orang yang tadi berkelahi dengannya dan juga anak buahnya itu ternyata adalah anak buah dari rival perusahaannya.Bahkan Rey sampai terluka oleh sayatan pisau yang menggores perutnya. Beruntung dia diselamatkan oleh gadis bercadar itu. Jika tidak, mungkin Rey akan bernasib naas dan masuk ke dalam jeruji besi karena ditangkap oleh polisi."Kurang ajar! Ini tidak bisa dibiarkan. Berani sekali mereka menyerangku," gumam Rey dengan terpaksa melepaskan jarum infus yang menancap di punggung tangan kirinya.Dengan cepat, ia menuliskan beberapa jumlah nominal dalam selembar cek, lalu meninggalkannya begitu saja di atas brankar rumah sakit."Jemput aku sekarang juga di lobi rumah sakit. Alamatnya sudah aku kirim. Cepatlah!" Rey berseru, memberi perintah pada anak buahnya dengan penuh penekanan."Baik, Bos."Tanpa sepengetahuan suster atau dokter yang menangani, Rey keluar dari rumah sakit setelah dia menghubungi anak buahnya untuk datang menjemputnya. Masih dengan keadaan luka di perutnya yang belum sepenuhnya sembuh, ia berjalan tergesa dengan raut wajah penuh kemarahan pada seseorang yang sudah memerintahkan untuk menyerangnya.Rey harus membuat perhitungan pada seseorang yang ternyata menginginkan resep obat-obatan yang dimiliki oleh perusahaannya, dan tentu saja hal tersebut memancing kemarahannya.Tak lama, ia pun akhirnya tiba di lobi rumah sakit. Dimana sudah ada Andre yang datang menjemputnya."Cepat pergi ke tempat yang tadi sudah aku sebutkan. Aku akan memberi pelajaran pada pria itu, karena sudah berani-beraninya menggangguku," perintah Rey pada anak buahnya."Siap, Bos."Rasa sakit akibat luka sayatan di perutnya, seolah sudah tidak terasa lagi setelah dia mendapatkan kabar dari anak buahnya tentang beberapa orang-orang suruhan dari perusahaan lain yang ternyata adalah rival dari perusahaannya. Selama ini memang sudah tidak asing lagi kehidupan di dunia hitam yang selalu saja terjadi saling baku hantam serta saling serang menyerang.Akan tetapi, mengetahui tentang orang-orang yang sempat berkelahi dengannya adalah suruhan dari perusahaan saingannya, membuat Rey menjadi geram dan akan membuat perhitungan."Jangan pernah berani macam-macam denganku, apalagi sampai melibatkan bisnisku. Aku tidak akan membiarkan siapapun bisa ikut campur. Susah payah aku menjalani bisnis ini hingga berada di posisi sekarang, tapi dengan seenaknya saja mereka memerintahkan orang-orang untuk mengambil alih apa yang aku miliki." Rey bermonolog dengan dirinya sendiri. Informasi yang diberikan oleh anak buahnya itu sungguh mengingatkannya dengan kejadian beberapa jam lalu sampai membuatnya harus tergeletak di sisi jalan.Hal tersebut membuat Rey sangat marah. Jika saja dia tidak terlibat perkelahian dengan beberapa orang dari kelompok yang sebenarnya sama seperti kalangannya, yaitu mereka yang berkecimpung di dunia mafia serta kehidupan dunia hitam, mungkin ia tak akan mengalami kejadian seperti ini. Akan tetapi, ia benar-benar tidak mengira bahwa orang-orang itu memang disuruh oleh rival perusahaannya, karena mereka menginginkan resep obat yang dibuat di perusahaan miliknya.Mobil masih melaju menuju tempat di mana musuh Rey berada. Pria itu sudah mengetahui lokasi di mana orang-orang itu biasanya berkumpul. Ada markas khusus yang hanya diketahui oleh mereka yang sesama mafia, sehingga tidak ada satupun anggota kepolisian yang bisa mendeteksi keberadaan mereka semua.Namun, ketika di tengah perjalanan sebelum Rey sampai di tempat tujuan, tiba-tiba ponselnya berdering. Ada panggilan masuk dari salah satu anak buahnya yang diperintahkan untuk melakukan tugas serta perintah dari Rey tadi."Halo, ada kabar apa? Aku harap kalian tidak membawa kabar buruk ataupun kabar yang bisa membuatku marah." Jawaban Rey terdengar dingin, sebab pria itu memang sedang dalam keadaan marah besar terhadap satu informasi yang kembali memancing kemarahannya dan juga sisi bengisnya."Tenang saja, Bos. Justru kami membawa kabar gembira untuk Bos Rey. Kami sudah berhasil mendapatkan alamat si gadis bercadar itu sesuai dengan permintaan bos, dan kami sudah melaksanakan tugas dengan baik." Suara seorang pria di seberang sana terdengar gembira saat menyampaikan informasi tersebut kepada Rey."Benarkah? Kerja yang sangat bagus. Kirimkan alamat rumahnya sekarang juga. Untuk bonusnya, nanti akan aku transfer supaya kalian bisa beli minuman segar." Rey tersenyum senang. Kabar bahagia yang baru saja dia dapatkan seolah-olah menyingkirkan kemarahannya kepada orang yang sudah membuatnya terluka hari ini."Baiklah, Bos. Saya akan kirim segera."Ting.Satu buah pesan terkirim ke layar ponselnya. Pria itu bergegas membukanya dan membaca tentang alamat di mana gadis bercadar itu tinggal. Rey kembali tersenyum bahagia.Ia pun memutuskan untuk memutar arah dan membatalkan tujuannya ke tempat musuhnya itu."Andre, ganti arah tujuan kita. Kita harus pergi ke alamat ini sekarang juga," perintah Rey kepada Andre yang sedang fokus dengan jalanan di hadapannya."Baik, Bos." Pria itu menganggukan kepalanya dan segera memutar arah tujuan mobilnya menuju ke alamat yang baru saja ditunjukkan oleh Rey padanya.Mobil pun segera melesat menuju ke salah satu kompleks perumahan yang merupakan alamat tempat tinggal si gadis bercadar, wanita yang sudah membuat Rey takjub dan terpesona. Bukan hanya karena dia yang sudah menolongnya, tapi karena ada dorongan kuat yang membuat Rey untuk secepatnya datang menemuinya. Entah dorongan apa itu, Rey sama sekali tak tahu."Gadis bercadar, aku datang," ujar Rey dengan senyum riang, seolah dia baru saja mendapatkan uang yang berlimpah, bahkan sebenarnya lebih dari itu."Aku sudah tidak sabar lagi ingin secepatnya bertemu denganmu, padahal beberapa menit yang lalu kamu baru saja berpamitan padaku." Senyum Rey menyeringai.Ia benar-benar merasa bahagia, karena sebentar lagi ia pasti akan bertemu dengan gadis bercadar yang sudah menolong dan menyelamatkan hidupnya.Malam ini, jalanan terlihat begitu sepi dan tak seramai biasanya. Setelah melalui perjalanan yang cukup melelahkan, akhirnya Alina tiba juga di rumah utamanya, yang letaknya bersebelahan dengan pondok pesantren milik abinya.Hari sudah larut malam, sehingga ia yakin jika abi dan uminya pasti begitu mencemaskannya, karena tidak biasanya Alina pulang selarut ini.Alina menarik nafasnya panjang. Ia sudah siap menghadapi kedua orang tuanya yang pasti akan menegurnya karena telat pulang, meskipun tadi ia sudah memberitahu jika dirinyanada di rumah sakit menemani temannya. Namun, Alina sudah mengetahui seperti apa orang tuanya yang tidak bisa semudah itu menerima alasan darinya."Assalamualaikum," ucap Alina sembari membuka pintu rumahnya dan melangkahkan kaki masuk ke dalamnya."Waalaikumsalam," sahut dua orang pria dan wanita bersamaan, saat Alina baru saja masuk ke dalam rumah.Kyai Usman dan juga ummi Anita langsung berdiri ketika melihat putrinya yang baru saja sampai di rumah. Alina g
Niat Rey yang baru saja ia sampaikan kepada Alina dan kedua orang tuanya, membuat mereka semua tentu terkejut bukan main. Sebab baru kali ini Kyai Usman kedatangan tamu seperti Rey, dan pria itu langsung menyatakan niatnya untuk melamar Alina."A … apa-apaan ini?" tanya Alina lirih, sembari menatap tak percaya pada Rey dari balik cadarnya.Kedua matanya masih berkaca-kaca menatap bergantian pada abi dan uminya dengan penuh ketakutan. Kyai Usman pun nampak terbelalak mendengar niat pria asing bernama Rey, yang tiba-tiba datang untuk melamar Putri mereka."Alina, apa maksud semua ini?" Kyai Usman menoleh pada Alina dengan sorot mata penuh murka.Alina bingung sekaligus ketakutan, tak tahu apa yang harus dia katakan kepada abinya mengenai sosok Rey yang tiba-tiba datang dan berniat melamarnya. Alina memeluk Umi Anita yang sedang berdiri di sampingnya dengan air mata yang sudah berderai. Sedangkan Umi Anita hanya bisa menangis dan membalas pelukan putrinya itu, mengusap punggungnya denga
Baik Alina maupun Umi Anita sama-sama terbelalak kaget dan menggeleng tak percaya, begitu mereka mendengar pernyataan dokter mengenai keadaan Kyai Usman. Air mata kedua wanita berhijab lebar itu tak bisa dibendung lagi, menangisi keadaan imam mereka yang sedang terbaring lemah di dalam sana."Astaghfirullahaladzim, abi," pekik Alina dan Umi Anita bersamaan.Kedua wanita itu kembali berpelukan untuk saling menguatkan. Saat ini mereka sedang dalam musibah yang sangat besar, dan bahkan mungkin ini adalah cobaan terberat yang mereka alami. Alina dan uminya benar-benar hancur dan terluka, saat mendengar tentang kondisi Kyai Usman yang memburuk.Namun, lain halnya dengan yang dirasakan oleh Rey. Pria yang merupakan ketua mafia itu nampak tersenyum puas dengan apa yang dialami oleh Kyai Usman. Tentunya bukan tanpa sebab ia berbuat demikian, tetapi karena dengan tak adanya Kyai Usman, maka menurutnya hal itu akan lebih memudahkannya untuk memperistri Alina, tanpa harus susah payah mendapatkan
Merasa penasaran dengan apa yang terjadi kepada para anak buahnya, membuat Rey pun akhirnya mengurungkan niatnya untuk pulang. Ia bergegas turun dari mobil dan segera berlari menghampiri kerumunan tersebut. Sayup-sayup ia mendengar suara para pria itu yang sedang beradu mulut."Brengsek! Rupanya kalian yang sudah berusaha untuk mencelakai Bos Rey." Suara Andre, anak buah Rey terdengar sangat marah."Aku hanya menjalankan perintah dari bosku saja. Itulah akibatnya karena bosmu yang sombong itu tidak mau memberikan formula rahasia dari obat buatannya itu," sentak pria yang kerah bajunya sedang dicengkeram oleh Andre."Sialan! Tentu saja Bos Rey tidak akan pernah mau memberikannya, karena itu adalah rahasia dari perusahaan kami.""Tapi bosku menginginkannya, dan dia akan melakukan apapun untuk bisa mendapatkan formula rahasia itu, termasuk juga jika harus menghabisi nyawa bosmu yang keparat itu!" sentak pria yang merupakan musuh dari anak buah Rey itu dengan senyum smirk di wajahnya.Rey
"Rasakan ini!"Bugh! Bugh! Bugh!"Kau juga rasakan ini!"Keributan antar dua kelompok pemuda membuat arus lalu lintas terhambat. Para pemuda tersebut memenuhi jalanan dengan saling serang dan juga saling pukul. Mereka berkelahi tanpa memperdulikan orang-orang di sekitarnya yang terganggu akibat perbuatan mereka. Hingga akhirnya, salah seorang pria yang terkena sayatan pisau di perutnya tidak bisa lagi melawan dan saat itu pula tubuhnya pun ambruk ke tanah.Dia adalah Rey, pemimpin dari salah satu kelompok yang terlibat perkelahian itu.Tiba-tiba suara sirine mobil polisi mulai datang menghampiri kerumunan tersebut untuk melerai perkelahian di antara mereka. Sementara teman-teman Rey masih saling berkelahi dengan musuh, sehingga mereka tak menyadari jika polisi sudah sampai di lokasi tersebut."Gawat! Polisi datang! Bubar bubar!" seru salah seorang pemuda yang lantas berteriak kencang kepada teman-teman lainnya.Melihat tiga mobil polisi yang mulai mendekat ke arah lokasi perkelahian me
Merasa penasaran dengan apa yang terjadi kepada para anak buahnya, membuat Rey pun akhirnya mengurungkan niatnya untuk pulang. Ia bergegas turun dari mobil dan segera berlari menghampiri kerumunan tersebut. Sayup-sayup ia mendengar suara para pria itu yang sedang beradu mulut."Brengsek! Rupanya kalian yang sudah berusaha untuk mencelakai Bos Rey." Suara Andre, anak buah Rey terdengar sangat marah."Aku hanya menjalankan perintah dari bosku saja. Itulah akibatnya karena bosmu yang sombong itu tidak mau memberikan formula rahasia dari obat buatannya itu," sentak pria yang kerah bajunya sedang dicengkeram oleh Andre."Sialan! Tentu saja Bos Rey tidak akan pernah mau memberikannya, karena itu adalah rahasia dari perusahaan kami.""Tapi bosku menginginkannya, dan dia akan melakukan apapun untuk bisa mendapatkan formula rahasia itu, termasuk juga jika harus menghabisi nyawa bosmu yang keparat itu!" sentak pria yang merupakan musuh dari anak buah Rey itu dengan senyum smirk di wajahnya.Rey
Baik Alina maupun Umi Anita sama-sama terbelalak kaget dan menggeleng tak percaya, begitu mereka mendengar pernyataan dokter mengenai keadaan Kyai Usman. Air mata kedua wanita berhijab lebar itu tak bisa dibendung lagi, menangisi keadaan imam mereka yang sedang terbaring lemah di dalam sana."Astaghfirullahaladzim, abi," pekik Alina dan Umi Anita bersamaan.Kedua wanita itu kembali berpelukan untuk saling menguatkan. Saat ini mereka sedang dalam musibah yang sangat besar, dan bahkan mungkin ini adalah cobaan terberat yang mereka alami. Alina dan uminya benar-benar hancur dan terluka, saat mendengar tentang kondisi Kyai Usman yang memburuk.Namun, lain halnya dengan yang dirasakan oleh Rey. Pria yang merupakan ketua mafia itu nampak tersenyum puas dengan apa yang dialami oleh Kyai Usman. Tentunya bukan tanpa sebab ia berbuat demikian, tetapi karena dengan tak adanya Kyai Usman, maka menurutnya hal itu akan lebih memudahkannya untuk memperistri Alina, tanpa harus susah payah mendapatkan
Niat Rey yang baru saja ia sampaikan kepada Alina dan kedua orang tuanya, membuat mereka semua tentu terkejut bukan main. Sebab baru kali ini Kyai Usman kedatangan tamu seperti Rey, dan pria itu langsung menyatakan niatnya untuk melamar Alina."A … apa-apaan ini?" tanya Alina lirih, sembari menatap tak percaya pada Rey dari balik cadarnya.Kedua matanya masih berkaca-kaca menatap bergantian pada abi dan uminya dengan penuh ketakutan. Kyai Usman pun nampak terbelalak mendengar niat pria asing bernama Rey, yang tiba-tiba datang untuk melamar Putri mereka."Alina, apa maksud semua ini?" Kyai Usman menoleh pada Alina dengan sorot mata penuh murka.Alina bingung sekaligus ketakutan, tak tahu apa yang harus dia katakan kepada abinya mengenai sosok Rey yang tiba-tiba datang dan berniat melamarnya. Alina memeluk Umi Anita yang sedang berdiri di sampingnya dengan air mata yang sudah berderai. Sedangkan Umi Anita hanya bisa menangis dan membalas pelukan putrinya itu, mengusap punggungnya denga
Malam ini, jalanan terlihat begitu sepi dan tak seramai biasanya. Setelah melalui perjalanan yang cukup melelahkan, akhirnya Alina tiba juga di rumah utamanya, yang letaknya bersebelahan dengan pondok pesantren milik abinya.Hari sudah larut malam, sehingga ia yakin jika abi dan uminya pasti begitu mencemaskannya, karena tidak biasanya Alina pulang selarut ini.Alina menarik nafasnya panjang. Ia sudah siap menghadapi kedua orang tuanya yang pasti akan menegurnya karena telat pulang, meskipun tadi ia sudah memberitahu jika dirinyanada di rumah sakit menemani temannya. Namun, Alina sudah mengetahui seperti apa orang tuanya yang tidak bisa semudah itu menerima alasan darinya."Assalamualaikum," ucap Alina sembari membuka pintu rumahnya dan melangkahkan kaki masuk ke dalamnya."Waalaikumsalam," sahut dua orang pria dan wanita bersamaan, saat Alina baru saja masuk ke dalam rumah.Kyai Usman dan juga ummi Anita langsung berdiri ketika melihat putrinya yang baru saja sampai di rumah. Alina g
"Apa kamu yang sudah menolongku?" tanya Rey ketika ia telah berhasil menguasai dirinya yang sejak tadi terus menatap takjub pada Alina.Dalam waktu cepat, Alina sudah bisa menguasai diri, karena sebelumnya dia cukup terkejut ketika mendengar suara pria berdehem di belakangnya. Semula gadis itu gugup, tapi ketika melihat pria yang ditolongnya sudah bisa berjalan, membuat gadis itu sedikit merasa lega.Setidaknya tugasnya sudah selesai dan dia bisa secepatnya pulang. Namun, sebelum itu, ia harus memastikan sekali lagi bahwa pria tersebut benar-benar sudah pulih."Ya, begitulah. Bagaimana keadaanmu? Apakah sudah lebih baik?" tanya Alina kepada pria yang masih berdiri di ambang pintu ruangan."Ya, aku sudah jauh lebih baik," angguk Rey pada gadis bercadar di hadapannya."Oh, syukurlah. Kalau begitu aku permisi pulang dulu. Ini sudah terlalu malam dan orang tuaku juga sudah menunggu aku di rumah," pamit Alina kepada Rey, karena kini dia yakin bahwa kondisi pria itu sudah lebih baik.Akan t
"Rasakan ini!"Bugh! Bugh! Bugh!"Kau juga rasakan ini!"Keributan antar dua kelompok pemuda membuat arus lalu lintas terhambat. Para pemuda tersebut memenuhi jalanan dengan saling serang dan juga saling pukul. Mereka berkelahi tanpa memperdulikan orang-orang di sekitarnya yang terganggu akibat perbuatan mereka. Hingga akhirnya, salah seorang pria yang terkena sayatan pisau di perutnya tidak bisa lagi melawan dan saat itu pula tubuhnya pun ambruk ke tanah.Dia adalah Rey, pemimpin dari salah satu kelompok yang terlibat perkelahian itu.Tiba-tiba suara sirine mobil polisi mulai datang menghampiri kerumunan tersebut untuk melerai perkelahian di antara mereka. Sementara teman-teman Rey masih saling berkelahi dengan musuh, sehingga mereka tak menyadari jika polisi sudah sampai di lokasi tersebut."Gawat! Polisi datang! Bubar bubar!" seru salah seorang pemuda yang lantas berteriak kencang kepada teman-teman lainnya.Melihat tiga mobil polisi yang mulai mendekat ke arah lokasi perkelahian me