Amira segera melarikan diri ke teras rumah. “Pa ... apa Ami akan tetap aman terus tinggal di sini? Tapi Ami harus tinggal di mana lagi. Rumah papa yang dulunya aman sekarang jadi tidak aman karena mama ....” Amira merengek pada bayangan ayahnya. Satu-satunya foto Bagas hanya yang tertempel di dinding kamarnya maka gadis ini tidak bisa menatap ayahnya walau hanya menatap sang ayah dalam potret lawasnya.Sementara, Erzhan barusaja meneguk tiga gelas air putih sebagai upayanya menstabilkan kondisi tubuhnya kini. Tarikan udara panjang diambilnya perlahan hingga berhasil mengikis semua rasa tabu ini. Selama beberapa saat pria ini tetap berada di ruang makan, hingga akhirnya mencoba mencari Amira untuk meminta maaf.Hendak naik ke lantai dua, tetapi Erzhan mendengar tangisan sesenggukan dari arah luar villa maka langkahnya segera menuju sumber suara. “Hei.” Suaranya dibuat biasa saja, tetapi Amira terperanjat hingga mundur beberapa langkah.“Jangan menatapku seperti itu, orang lain akan sal
Prasangkan Erzhan berlangsung hingga pagi hari, tepatnya pukul enam pagi karena dia yakin Amira sudah kembali ke villa. Namun, hasil panggilannya masih sama seperti kemarin. “Astaga, dia betah sekali berada di rumah oranglain sampai melupakan rumahnya sendiri!” Gelengan kepala Erzhan seolah tidak dapat memberikan toleransi untuk kedua kalinya. Maka, pria ini meminta satpam untuk menyuruh adik perempuannya kembali ke villa karena terdapat hal penting yang harus dibicarakan.Kini, satpam segera mengetuk pintu keluarga Barack. Cindy yang membukanya karena kebetulan dirinya akan meninggalkan rumah orangtuanya hari ini. “Iya, ada yang bisa kami bantu?” sapa hangatnya.Satpam tersenyum ramah saat memberikan jawaban, “Maaf Nyonya jika saya mengganggu pagi Nyonya sekeluarga.”“Tidak apa, ada apa ya Pak ...,” santun Cindy yang menyambut pria tinggi besar ini.“Barusaja tuan Erzhan meminta tolong pada saya untuk menyuruh adik perempuannya kembali ke villa,” kekehnya.“Heuh?” Tentu saja dahi Cin
Erzhan segera mengunjungi kediaman orangtuanya Amira di sore hari karena dirinya tidak tahu kemana lagi harus mencari Amira walaupun kemungkinan gadis itu di sini sangat minim, bahkan mungkin nol persen. “Permisi Bu ..., Amira di sini?” Terang-terangan pria ini bertanya pada Fatma saat wanita itu membukakan pintu untuknya setelah selesai mengetuk.‘Pria kaya raya. Lihat saja dari stelannya. Ini pasti pelanggannya Ami!’ Seringai Fatma segera berkibar walau hanya di dalam hati seiring memerhatikan pernampilan Erzhan. “Oh ... mencari Ami ya?” ramah nan hangatnya.Namun, sejak tadi Erzhan hanya tersenyum kecil. “Iya Bu, saya mencari Amira.”“Silakan masuk.” Pintu segera dibuka lebar oleh Fatma bersama senyuman ramahnya yang selalu terdapat udang di balik batu.“Terimakasih Bu, tapi tidak perlu karena saya sedang terburu-buru. Jika Ami di dalam bisa tolong dipanggilakan. Oh iya, sebelumnya perkenalkan, nama saya Erzhan.” Kini Erzhan memasang sikap santun walau sebenarnya sangat tidak ingin
Sekitar satu jam setengah Erzhan mengendarai mobilnya hingga akhirnya tiba di gedung tempat Tasya trainee. Farhan segera berkata, “Saya tidak punya nomor kak Tasya, tapi saya pernah ikut mengantar kak Tasya kesini.”“Jadi sekarang bagaimana?” Erzhan tidak ingin mendengarkan penjelasan berbelit-belit. Dirinya lebih suka langsung ke intinya, apalagi ini termasuk saat yang genting. Amira harus segera ditemukan.“Masuk saja, kita langsung ke nomor kamar kak Tasya.” Keputusan terbaik menurut Farhan. Apalagi saat ini perannya sedang sangat diandalkan oleh Erzhan yang tidak tahu apapun tentang gedung ini dan tidak mengenal Tasya sama sekali. “Iya sudah.” Jadi, keduanya keluar dari mobil. Gedung ini dihuni oleh banyak orang, bahkan halamannya saja dipenuhi dengan team stasion televisi. Erzhan berjalan tegap bersama wibawanya, jadi dia lolos dari pertanyaan satpam yang mengira Erzhan adalah orang penting di sini. Begitupun Farhan yang berjalan bersisian dengan Erzhan.‘Sensasi berjalan dengan
“Iya, tapi Kakak bersembunyi saja di sini. Abaikan saja pria hidung belang itu!” Frontal Tasya yang masih menanamkan prasangka jika Amira adalah pekerja sexual.Saat ini Amira dibuat tabu oleh kalimat Tasya. “Eu-Kakak tidak tahu sih Erzhan pria hidung belang atau bukan, tapi sepetinya bukan,” celetuknya yang sudah tinggal dengan Erzhan selama beberapa lama. Dia pikir pria itu adalah pria baik-baik walaupun ketidak yakinannya sangat besar.“Astaga, Kak ....” Tasya merasa heran berkali lipat pada tanggapan Amira karena sudah jelas seorang pria bernama Erzhan adalah pria yang suka memesan wanita malam, tapi Amira menyebutnya bukan pria hidung belang. Namun, sejurus kemudian anggapan gadis ini berganti. ‘Mungkin maksud kakak, Erzhan itu cuma mau dilayani sama kakak jadi tidak pernah membeli gadis malam lainnya.’ Tasya merasa dunia ini tidak layak untuk Amira tinggali karena kakak perempuannya adalah sosok yang baik, jangankan terjun ke dunia kelam seperti itu, bergaul saja sangat pemilih.
Sementara, malamnya Amira diisi dengan kuliner karena Tasya mengajaknya ke sebuah mall. “kakak tidak punya uang. Uang Kakak cuma sedikit,” aku Amira saat adiknya membawanya ke sebuah restoran yang ada di dalam mall besar ini.“Tenang saja, ini teraktiran dari Tasya. Tasya baru saja mendapatkan uang. Hihi ....” Gadis ini memang sangat berniat mengajak Amira makan enak karena mungkin kakaknya belum pernah merasakan makanan manusia elit karena keseharian Amira hanya di dalam rumah.“Thank ya, Kakak tidak tahu harus membalasnya dengan apa.”“Ish, sudahlah ... jangan dipikirkan!” tulus Tasya.Amira berencana membicarakan tawaran Erlangga, kebetulan Tasya mengajaknya pergi berdua saja maka gadis ini bisa bicara dengan leluasa. “Tadi Kakak sudah selesai wawancara.”“Oh iya, Tasya baru ingat belum menanyakan itu. Jadi bagaimana hasilnya, Kakak diterima kan? Karena tidak mungkin pak Erlangga tidak menerima Kakak. Kakak keluarganya Tasya.” Gadis ini sangat yakin.“Kakak mencoba melamar jadi cle
Erzhan kembali ke ruangannya. Segera, dua orang utusannya diperintah untuk mencari Amira, membawa gadis itu ke villa dengan cara yang lembut dan baik-baik karena Erzhan tidak ingin terkesan seperti penculik di mata kekasih pura-puranya. “Aku hanya punya waktu siang ini karena malamnya aku harus membawa Amira,” desah bingungnya.Tadi, Erzhan tidak menolak tawaran Cakrawala untuk mengundang Amira karena dia ingin membuat kesan jika hubungannya dengan si gadis selalu baik-baik saja dengan komunikasi yang sangat lancar, tetapi untuk berjaga-jaga pria ini mengatakan akan mengabari ayahnya lagi karena mungkin Amira sibuk dikarenakan kegiatannya sebagai mahasiswi.Sementara, gadis yang dicarinya sudah menandatangani kontrak dengan perusahaan entertaimen yang kini menaunginya, dia sudah resmi menjadi trainee di sana. Segera, Amira mendapatkan jadwal yang harus dilakukannya setiap hari, tentu saja di ruangan yang berbeda dengan adiknya walaupun kamar yang dihuninya masih bersama Tasya.Amira m
Erzhan menunggu Amira hingga dua jam lamanya, pria ini tidak pernah beranjak dari lorong karena tidak ingin kehilangan kesempatan bertemu Amira, sedangkan Riska tidak mengatakan sepatah kata pun tentang kedatangan Erzhan, hingga Amira keluar meninggalkan ruangan begitu saja.“Ami,” panggilan Erzhan yang segera membuat Amira menoleh di tengah beberapa orang yang keluar ruangan besamaan dengannya.“Erzhan ....” Amira tidak menyangka sama sekali jika Erzhan akan menemukannya di sini, tetapi kemudian melirik ke arah Riska yang barusaja keluar dari ruangan. Riska hanya mengangguk kecil hingga akhirnya Amira mengerti jika wanita itu yang memberi tahukan Erzhan tentang keberadaannya.Erzhan melangkah mendekati tempat Amira berpijak. “Aku ingin bicara.” Pria ini tidak basa-basi karena harus memanfaatkan kesempatan ini sebaik mungkin.“Tapi setelah ini aku harus ke ruang latihan berikutnya.” Amira mencoba menolak dengan menggunakan kegiatannya.“Hanya sebentar.” Erzhan memaksa karena dia harus