Aku melihat, biola berbalik, dan kentara rasa kecewa di matanya. Apa salah, jika aku mencium suami sendiri? Apa aku tak boleh bermanja-manja dengan suamiku? Memikirkan ini, kurasa Biola ingin mendapat ciuman manja dariku. Aku meloncat dari pangkuan Gerald. Kembali ke ruang tengah, para keluarga bule berkumpul.
"Biola mana?" tanyaku, ketika keluarga Gerald tertawa, dan memegang masing-masing anggur ri tangan mereka.
"Biola? Oma nggak punya biola." tanya oma heran. Keceplosan. Aku menutup mulutku dan menggeleng. Bisa-bisanya keceplosan sebut nama orangm nanti dikira, aku manusia tak sopan. Walau begitu kenyataan. Aku ingin menjaga image terbaik di hadapan mertua, mereka begiti baik padaku, peduli padaku.
"Kalau Winola mana?" Baru pertama kali, aku menyebut nama wanita gila ini. Beruntung aku masih mengingat namanya. Karena ku mengingat lagi ke belakang. Biola-Viola-Winola. Yeah, all correct. C
Aku tidak pasti bangun jam berapa, tapi perutku meraung minta makan.Aku berusaha bangun, dan merasa-rasa apakah perutku masih terasa sakit. Syukurnya tidak.Untung saja, aku bukan orang yang pendendam. Jika tidak, sudah kupastikan akan menjambak rambut biola saiko sampai botak. Apalagi terjadi apa-apa terhadap anakku. Aku akan menjadi seperti induk ayam yang galak, ketika menjaga anak-anaknya. Aku akan menyerunduknya menggunakan apapun yang aku bisa.Aku menurunkan kakiku dari ranjang dan berusaha berdiri, bokongku luar biasa sakit. Bokongku tidak bengkak bukan? Aku belum pernah mendengar kasus bokong bengkak. Rasanya bokongku luar biasa sakit. Jangan-jangan aku tidak bisa jalan?Aku berdiri dan menutup mataku, menimbang harus jalan atau kembali berbaring. Perutku makin berbunyi.
Tahun baru.. malamnya.Begitu antusiasme orang Jerman mau menyambut tahun baru. Meski, di Indonesia juga sama. Tapi, tidak seheboh dan semeriah di sini.Terlalu banyak tradisi warga Jerman menyambut tahun baru. Tapi, aku malas untuk mengikuti tradisinya. Aku hanya ingin, melihat kembang api, setelah itu membuat daftar yang akan kujalani di tahun berikutnya. Karena, tahun berikutnya, aku akan mengemban, tanggung jawab yang sangat besar menjadi seorang ibu. Semoga, aku bisa menjadi ibu yang bertanggung jawab terhadap anakku dan tidak lupa melimpahkan kasih sayang terhadap anakku. Aku akan memastikan anakku tidak kekurangan satu apapun, apalagi menyangkut kasih sayang.Sakit di bokongku, masih sedikit kurasakan. Walau pada saat digarap sakit itu hilang sekejap, setelah selesai sakit itu kembali.
Memasuki bulan ke 7 kehamilan. Dua bulan lagi, dan aku benar-benar akan menjadi seorang ibu. Perutku makin membesar. Karena badanku mungil, tubuhku tidak terlalu seperti domba bulat. Walau perutku membesar dan membulat. Aku juga bisa melihat, ada urat-urat kecil menjalar di sepanjang perutku. Setelah melahirkan, perutku akan mengkerut dan bervarises. Semoga, Gerald tidak ilfeel lagi dengan tubuhku. Lagian, ini sudah menjadi kodrat setiap wanita yang melahirkan. Aku berencana melahirkan normal. Berharap saja lancar. Aku sudah menantikan detik-detik melahirkan. Hari ini jadwal pemeriksaan, sekalian mengetahui posisi bayi. Semoga, sudah pada posisi yang semestinya. Aku takut, banyak drama seperti pengelaman ibu-ibu yang lain. Apalagi ini pengelaman pertamaku, yang bisa membuat aku tak bisa berbuat banyak kecuali pasrah dengan keadaan.
"Ok, Rara yang mutusin duluan. Ayo kita pisah!"Detik selanjutnya, aku menyadari kebodohanku."Aku nggak mau pisah!" Aku dan Gerald,bicara bersama. Menit berikutnya, kami sama-sama menyadari dan ngakak bersama. Bisa dibilang, kami pasangan sinting. Aku memang menyadari, jika aku dan Gerald adalah pasangan tak beres, seperti yang sering Aldo sebutkan. Awalnya kukira, Aldo iri, tapi melihat kelakuan absurd kami, ternyata Aldo benar. Hm... aku merindukan cecungut satu itu.Tup!Gerald menepuk mulutku."Nih mulut, memang luar biasa. ucapan itu doa, mau nangis kejer? Mau jadi janda? Mau anak kita tak punya ayah?" tanya Gerald, bertubi-tubi. Aku hanya mengerucutkan bibirku. "Rara bercanda doang ngomongnya. Kita itu pasangan abadi, takkan berpisah selamanya.""Romeo dan Juliet?""Mau bangat, jadi pasangan itu? Hidup mereka
Aku menangis setelah kepergian Gerald. Menyesal pasti ada, tapi yang lebih membuatku merana adalah, aku tidak punya uang untuk kembali.Mau jalan kaki, aku tidak tahu persis ini dimana dan membutuhkan waktu berapa lama agar sampai di apartemen. Aku sudah tidak mempunyai handphone semenjak insiden ponselku dihempaskan Gerald di mobil. Selama mengenal Gerald, sudah tiga handphone-ku tewas. Aku menyeka air mataku, dan memutar otak bagaimana caranya, agar sampai di apartemen.Aku tak mungkin jalan kaki. Bagaimana, kalau aku melahirkan disini? Karena, jika ibu hamil sering berjalan, maka proses kelahirannya lebih cepat.Gerald sialan! Ok, aku yang salah. Apa aku naik taksi baru bayar di rumah? Aku tidak tahu persis budaya disini bagaimana caranya. Sambil berjalan, aku merapatkan jaketku. Gerald tega, seharusnya dia
"Maafkan aku." kalimat itu meluncur begitu saja, dari mulut Gerald. Dia menatapku serius, dengan tatapan penuh penyesalan. Mungkin dia menyesal meninggalkanku sendirian, dan sekarang ia sadar."Kamu nggak perlu minta maaf, yang salah disini aku. Maaf, aku terlalu kasar. Mulut aku memang harus diberi bon cabe atau dijahit biar gak bicara kasar dan menyakiti Gerald.""Aku tahu, aku juga terkadang menyebalkan." aku Gerald."Tuh kamu nyadar." niatnya untuk bercanda. Karena terkadang Gerald serius rasanya sangat aneh."Kamu sayang sama aku 'kan?" tanya Gerald serius. Tanda tanya besar, merasuk dalam pikiranku. Aku mengangkat alisku. "kau nggak kerasukan 'kan?""Jangan merusak suasana." jawab Gerald dengan jengkel. Aku menarik napas panjang.
Sejak hari itu, hubunganku tidak lagi baik-baik saja. Hubunganku gersang, dan kering. Aku dan Gerald tidak lagi bertegur sapa. Walau seatap. Dia tidak menegurku, dan banyak menghabiskan waktunya di luar. Dia hanya pulang untuk membelikan stok makanan, setelah itu pergi lagi tanpa sepatah kata. Terkadang aku ingin menangis, dan menahan dirinya untuk tinggal, tapi kami mempertahankan sifat egois kami masing-masing. Sampai aku sudah pada tahap jenuh dan bodo amat.Aku tidak mempedulikan Gerald, terserah dia mau ingin berbuat apa. Yang penting, aku bisa makan, dan ada tempat menginap menurutku semuanya sudah lebih dari cukup. Walau menahan sesak di dada, yang setiap saat bisa meledak. Tapi aku bertahan demi anakku.Usia kandunganku sudah memasuki 8 bulan. Perutku semakin membengkak, kakiku juga ikut membengkak. Tendangan di perutku semakin saja kurasakan. Hanya aku yang bis
Berjuang sendirian itu, rasanya tidak bisa digambarkan. Sedih, kecewa, ingin mengamuk, ingin marah, benci, emosi, frustasi. Tapi pada siapa?Yang membuatku risau, sudah tiga minggu lebih dari perkiraan dokter. Dan aku tak kunjung melahirkan. Walau aku sering mengalami, konstraksi. Tapi, air ketuban tak kunjung pecah sampai sekarang. Dan lebih naasnya, aku punya suami yang selalu kelayapan. Aku benar-benar tidak dianggap lagi. Hubungan yang dulunya hambar, sekarang ibarat pasang-surut bahkan surutnya sampai keterusan sampai tak tak tahu kemana arah jalan pulang. Gerald tidak pernah lagi makan di rumah. Walau, makanannya sudah kusediakan. Ujung-ujungnya, aku yang menghabiskan makanan itu. Dia pulang membelikan makan, setelah itu buru-buru pergi. Walau kadang, ia mendapatiku sedang kesakitan menahan rasa mules di perut. Di mata Gerald, aku tak ada lagi.Aku menangis, menghadapi nasib sialku. Harusnya, aku ke dokter a
Kuperhatikan wajah kedua putriku. Wajahnya mirip, orang tidak akan salah menduga mereka saudara kandung. Kelsea manis, Verena juga. Tapi, rambut Verena diambil dari mana, rambutnya sedikit bergelombang dan coklat tembaga. Padahal rambutku dan rambut Gerald lurus. Ah, mana saja yang penting anak-anakku sehat.Dari rambutnya yang bergelombang sudah bisa dipastikan bulu mata Verena lentik. Verena dan Asher mempunyai bulu mata yang cantik. Yang paling kusuka dari Kelsea, senyumannya. Walau, dia cemberut saja, masih terlihat manis. Anakku, yang satu itu tidak bosan dipandang. Wajahnya cantik, begitu cantik. Terkadang aku tak percaya punya anak secantik ini, walau kelakuannya bikin geleng-geleng.Apalagi Kelsea, orang yang suka merenggut masam.Kelsea lebih dominant, gen milikku. Namun, masih terlihat blasteran. Verena, lebih banyak bulenya. Asher, tidak terlihat genku sama seka
Aku melihat anak gembulku, yang sedang sibuk bermain. Jika, dia sudah bermain tidak akan mempedulikan sekeliling, dan suka bicara sendiri sambil menunjuk mainannya. Seolah mainan itu lawan bicara.Aku hanya duduk memperhatikan, sambil menvideo. Sebagai dokumentasi ketika dia sudah dewasa. Kalau kecilnya, begitu menggemaskan."Asher.." Aku menegurnya. dia menoleh, dan tetap bermain. Aku ingin kesana, dan merengkuh tubuhnya. Aku tidak menyangka, mempunyai anak yang begitu menggemaskan. Dengan mendekat, aku masih merekam, dan melihat mata tajam Asher. Matanya persis seperti ayahnya. Oh iya, aku sudah sering bilang jika Asher dan Gerald seperti pinang dibelah sepuluh hasilnya tetap sama. Senyum mereka, tertawa, mata, hidung, pipi, rambut, bahkan jari-jarinya sama."Boleh peluk mommy?" Asher bangun, dan memelukku. Aku begitu geram terhadapnya, aku memeluk tubuh kecilnya. Rasanya tak permah puas untuk mencium atau
"Anak mommy yang cantik." Verena berlari ke arahku, dan langsung mau manja-manja sama aku. Asher kalau lihat, pasti ngamuk. Aku mengelus, kepala Verena dengan sayang. Anakku, hadirnya ia yang menyatukan aku dan daddy-nya. Verena penyelamat buat semuanya."Kenapa sayang?" Verena hanya menatapku, dengan mata beningnya. Cantik sekali. Ya, aku sangat bersyukur semua anakku, cantik-cantik. Ia tersenyum, aku juga ikut tersenyum. Ini anak kenapa? Tingkahnya aneh sekali. Verene masih menatapku dan tersenyum, aku hanya terbengong sambil tersenyum, tingkahnya sangat aneh. Apa dia mau minta sesuatu? Padahal tinggal mereka sebutkan dan memang tidak bertentangan, aku langsung memenuhi keinginan mereka."Mommy.""Apa nak?""Love you mommy." Hatiku meleleh. Aku tersenyum lebar, sambil mengelus rambut Verena."Love you more baby.""Mommy cantik.""Iya."
Entah, kenapa rasanya aku ingin bermanja-manja sama suamiku. Anak-anakku, belum bangun. Hari minggu, aku membiarkan mereka untuk beristirahat. Dan hari ini juga, magernya luar biasa. Aku ingin seharian di kasur. Dilayani, atau dimanja dan diberi pelayanan terbaik dari suami dan mungkin anak-anak. Karena biasanya aku yang selalu memanjakan mereka."Daddy, jangan beranjak dari kasur. Mommy mau peluk." Kataku pelan dan masih menutup mata.Gerald merapatkan lagi tubuhnya dan semakin memelukku erat. "Bolekah, hari ini kita berduaan aja?" pintaku lagi."Yaudah, nanti anak-anak aku suruh oma jemput."Aku mengangguk. Sesekali tidak apa-apa. Biasanya, aku yang melarang anak-anak dibawa oma karena, akan merepotkan. Aku juga tidak bisa berjauhan lama-lama dengan anak-anakku. Semenit rasanya sudah rindu sekali. Tapi, hari ini aku ingin kesendirian dan juga memanjak
"Ya Allah nak!" Aku sudah berteriak. Bayangkan saja, Verena dan Asher baru selesai mandi. Dan mereka memakai satu handuk. Tarik-tarikan, sambil tertawa. Badan mereka basah, bisa lantai licin dan mereka terjatuh. Aku heran anak-anak Gerald mau mandi, selesai mandi pasti heboh dan teriak-teriak. Setelah selesai, pasti mereka akan berlarian sepanjang rumah dengan tubuh telanjang."Gerald, anaknya!" Aku berteriak lagi. Verena itu perempuan, harusnya tidak seperti ini. Walau mereka masih kecil, aku takutnya akan menjadi kebiasaan sampai besar, bagaimana jika Verena dan Asher telanjang saat besar. Walau pasti mereka akan sadar, tapi aku tak ingin mereka terbiasa.Gerald datang, dengan membawa handuk Asher. Anak-anak, sudah mengelilingi rumah. Kejar-kejaran."Jangan lari nak, nanti kalian jatuh!" teriakku lagi. Sekarang, tiada hari tanpa teriak.Aku mengangkat Asher. Dia malah tidak mau. Menendang-nendang di udar
Dua hari, suamiku tidak pulang. Rasa tak karuan menyergap dalam dadaku. Aku trauma sejujurnya, aku takut—.Baiklah, tolong hilangkan rasa takut ini dalam dadaku. Nyatanya, kejadian beberapa tahun silam, sangat membekas. Semuanya tidak bisa dilupakan begitu saja dengan mudah.Air mataku turun, dan berdoa tidak mengalami kejadian buruk lagi. Cukup sudah jiwaku terguncang, aku tidak kuat untuk mendapatkan masalah berat lagi. Aku menutup mataku sambil terisak, kenapa harus seperti ini lagi? Selama ini, aku selalu menghibur diriku dan menutup semua lukaku, dengan menyibukkan diri dan mengurus anak. Anak adalah satu-satunya alasanku bertahan. Tapi, jika aku sendirian, aku akan ketakutan sendirian, di luar dia—, dia akan—, banyak pikiran buruk menyerang diriku. Dan biasanya aku selalu berusaha postifi, tapi kali ini tidak.Dengan semua perasaan, yang berkecamuk dalam dadaku, aku terduduk di tempat tidur yang luas ini.
Air mataku sudah turun. Gerald tega memang.Tiba-tiba Gerald keluar dari restoran tersebut. Dia memakai kacamata dan topi. Huwah.... suamiku makin tampan. Kenapa aku baru sadar? Bukan, aku sadar maksudnya kenapa hari ini meningkat drastis? Apa ini salam perpisahan, dan membuatku tak bisa melupakan dirinya.Aku berlari ke arahnya, tidak peduli mau dijual. Aku hanya ingin, memeluknya sebentar."Gerald, Rara sayang sama Gerald. Mommy sayang sama daddy selamanya." Aku memeluknya. Badannya semakin kekar Gerald menunduk melihatku, mungkin dia heram melihatku. Jangan-jangan aku kesurupan."Rara, nggak kesurupan. Rara beneran tulus dan cinta mati sama Gerald. Kamu jangan jual aku ya? Nanti, anak kita sama siapa? Anak kita banyak, kamu pasti nggak sanggup ngurus sendirian." Gerald masih diam, memperhatikan aku yang curhat kepadanya. Dia membalas pelukanku, ah... sangat nyaman sekali.
Hari ini, sengaja Gerald izin kerja. Karena mau berduaan saja. Gila memang. Tapi, aku suka bersamanya jika hanya berduaan. Karena, waktunya buatku memanja-manjakan diri.Hari ini, vater dan Aunty Meiland datang dan mereka ingin mengajak anak-anak jalan-jalan. Gerald dengan senang hati, mengizinkan. Aku, setengah berat. Karena, akan merepotkan. Apalagi, anak lelakiku yang kecil dan anak perempuanku yabg kecil, mereka suka risih kalau jalan-jalan. Banyak permintaan, banyak bertanya, jadi kadang kita yang capek sendiri melayani. Aunty dan vater begitu sayang anak, kurang bersyukur apa hidupku jika mendapat orang-orang baik dan support seperti mereka. Aku bahagia dengan keluargaku.Sebenarnya, aunty Meiland sering minta. Agar, anak-anakku tinggal sama mereka. Aku tidak mungkin, mengizinkan anak-anakku tinggal dengan orang lain. Walau itu, kakek dan nenek mereka sendiri. Aku tidak mau merepotkan orang, dan aku senang
Flashback Rara hamil Asher. Bagaimana dia sudah hamil lagi, disaat usia baby Verena masih 4 bulan. _________________________"Says, mommy's pregnant!" "Mommy's pregnant." Orang-orang yang kusayang, sedang berdiri di depan, seolah, aku mau foto mereka padahal aku sedang memvideo mereka. Gerald sedang mengendong Kelsea dan Skye. Baby Verena sedang tidur, di kamar bayi. Wajahnya lucu-lucu, dan membuat kenangan tersendiri buatku yang takkan pernah kulupakan hingga nanti. Mereka sangat mengemaskan."Mommy's pregnant." ulang Gerald menggeleng. Aku tersenyum."Are you?" Aku mengangguk. "Yes daddy." "No way! You kidding." "No. I'm serious." Gerald menurunkan Kelsea dan Skye. Ia menuju ke arahku, air mataku tidak berhenti menetes dari awal. Aku senang dan sedih. Aku senang, karena akan menambah a