"Hai, Nabila. Aku keluar dulu!" Noah kembali menuruni tangga sambil mengayun-ayunkan kunci mobil di tangannya. "Jemput teman." Noah tersenyum sambil mengedip.Nabila cuma menganggu ketika membalas senyum keponakan Marko yang sedang bersemangat."Bangunkan saja!" saran Noah menunjuk Marko yang sedang tidur di sofa dengan tubuh besar melintang."Biarkan saja." Nabila tidak keberatan menunggu."Aku akan pindah dari sini jika nanti kalian sudah menikah."Sepertinya Noah juga tidak tahu jika hubungan Nabila serta Marko sedang bermasalah. Noah kembali melambai pada Nabila sebelum keluar dari pintu. Tinggal Nabila sendirian dan dua orang yang sedang tidur di sofa. Nabila memang tidak akan tega mengusik tidur mereka.Nabila menarik botol Bagas yang terjepit di pinggang Marko, mengambilnya hati-hati agar mereka berdua tidak terbangun kemudian membawa botol kotor itu ke pantry untuk dia cuci. Nabila berusaha untuk tidak menciptakan suara berisik karena pantry yang tidak bersekat.Semua di lantai
"Ini baru jam berapa?" kaget Elice melihat Noah sudah berdiri di depan pintu apartemennya."Ini kencan pertama kita secara resmi!"Tidak tahu kenapa istilah kencan tetap terdengar sangat menggelikan di telinga Elice."Aku tidak mau pergi ke bioskop lagi!" tegas Elice setelah tragedi kemarin yang untungnya mereka masih belum ketahuan. "Aku mau tempat yang privat!""Itu mahal, kau tau Marko belum memberiku pekerjaan sampai nanti aku lulus.""Oh, ya Tuhan ... bagaimana aku bisa bertemu pemuda miskin sepertimu!""Aku hanya belum bekerja!" Noah mengoreksi.Elice kembali memperhatikan Noah yang masih berdiri di ambang pintu. Semua bencana ini berawal saat mereka terjebak hujan bersama dan Noah membiarkan tubuhnya basah kuyup demi memayungi Elice dengan payung kecil yang dia pinjam dari anak-anak kampung. Diam-diam Elice malah mulai memperhatikan dada bidang Noah yang tercetak lekat oleh kemeja basah, Noah adalah tipe pemuda penuh kelenjar calon play boy persis seperti pamannya. Noah yang mem
Nabila sengaja membuat janji untuk bicara dengan Elice di jam makan siang, Nabila sudah datang lebih dulu ketika Elice bergabung di mejanya."Kenapa denganmu?" tanya Elice begitu menangkap lapisan senyum tipis Nabila yang keruh sama seperti isi kepalanya."Aku sudah coba bicara dengan Marko." Nabila langsung membuka pembicaraan dengan serius."Oh, kuharap kalian telah menemukan jalan keluar." Elice menghela napas sambil memanjatkan doa untuk sahabatnya yang memang sangat layak untuk bahagia bersama pria yang tepat."Aku ingin memberi kesempatan untuk Marko tapi aku tidak tahu bagaimana caranya."Nabila terlihat sedang meremasi telapak tangannya sendiri di atas meja, menggambarkan pilihan sulitnya yang sama-sama berat."Kenapa tida kalian jalani saja dulu jangan beri tahu Moy!" saran Elice setelah memperhatikan Nabila dengan seksama hingga akhirnya berni memberi saran untuk mengabaikan semuanya dulu meski Moy juga sahabat mereka."Moy ingin bertemu denganku sore ini. Aku benar-benar cem
"Sungguh aku tidak tahu jika Clavin adalah mantan suami Elice.""Memangnya di mana kalian bertemu?""Clavin bergabung di grup beberapa bulan lalu, Sunan yang mengajaknya bergabung.""Oh, Tuhan!"Bagaimana mereka bisa lupa jika Sunan sudah lama bersahabat dengan mantan suami Elice. Bukan hal yang aneh jika Sunan bakal mengajak temannya yang juga sedang menduda untuk ikut bergabung, entah cuma sekedar iseng atau dari pada jadi duda nganggur."Kami cuma iseng berkencan dan tidak menyangka jika ternyata bisa cocok."Sebenarnya juga bukan hal yang mengejutkan jika Moy bakal mengajak kencan anggota grup baru yang dia anggap potensial. Masalahnya yang Moy ajak kencan kali ini adalah mantan suami sahabatnya. Meski Elice dan Clavin sudah resmi berpisah tapi rasanya tetap kurang etis."Kami mulai semakin sering bertemu dan jadi seperti ini ...."Pernikahan Elice dan Clavin tidak berhasil karena mungkin mereka sama-sama sibuk dan kaku untuk mau saling mengalah, intinya mereka adalah dua orang ya
"Jadi kalian setuju akhir bulan depan?" tanya Bang Togar. "Ya!" Marko yang menjawab sambil menggenggam tangan Nabila. Karena Nabila tidak protes, artinya dia juga sudah setuju. "Aku akan menyuruh EO untuk mengurus semuanya, Bang Togar tidak perlu repot." Marko memang sudah sangat bersemangat karena Nabila setuju. "Aku ingin yang sederhana saja, tidak perlu pesta." Nabila malu, bukan cuma karena dia sudah janda tapi lebih karena dia sudah menjadi seorang ibu. "Malu sama Bagas, Mas." "Terserah kalian saja, yang penting keluarga bisa ikut menyaksikan," Bang Togar menambahkan. Setelah sepakat mengenai hari pernikahannya, Marko ngotot mengantar Nabila pulang. Jadi Nabila harus meninggalkan mobilnya di rumah Bang Togar. Karena kecapean bermain dan sudah terlanjur ketiduran, Mbak Fitri juga melarang Nabila membawa Bagas pulang. "Kenapa harus akhir bulan depan?" tanya Marko setelah mereka berada di jalan. "Aku tidak tahu, bukankah tadi kau sudah setuju?" "Tapi itu terlalu lama aku mau
Sudah hampir satu jam Elice menunggu di loby dan masih belum ada satupun yang muncul. Tiba-tiba sebuah pesan malah berkedip di layar ponselnya.[Maaf aku tidak bisa ikut hadir dalam meeting, karena harus menyelesaikan beberapa urusan untuk persiapan pernikahanku dengan Nabila. Cukup kau saja yang nanti mewakiliku memimpin meeting] pesan yang baru dikirim Marko setelah membuat Elice menunggu sampai kering karena sebelumnya mereka sudah janjian untuk datang bersama."Dasar laki-laki tidak ada yang bisa diandalkan!" geram Elice langsung melempar ponsel ke dalam tas jinjingnya.Elice sudah berniat untuk pergi sendiri ketika melihat Sunan baru muncul di pintu Loby."Apa saja yang kalian lakukan? sudah satu jam aku menunggu kalian!" Elice langsung mengomel sambil berkacak pinggang."Sorry, tadi aku harus kembali pulang dulu karena putraku yang kecil mendadak agak demam.""Oh ... " akhirnya Elice cuma bisa mendesah pasrah. "Ayo!"Elice juga langsung berjalan mendahului Sunan karena mereka mem
Tadinya Sunan mengira Elice masih berhubungan dengan Clavin paska mereka bercerai, karena itu Sunan sempat mengira Elice sedang hamil anak dari Clavin. Selama ini Clavin dan Elice adalah pasangan yang sangat serasi, apa lagi mereka berdua juga berpisah bukan karena sudah tidak saling cinta. Sunan jadi benar-benar tidak habis pikir jika wanita seperti Elice bisa dibuat hamil oleh pemuda ingusan. "Apa kau tidak akan memberitahunya?" tanya Sunan. Elice cuma menggeleng kemudian langsung menunjukkan foto dari layar ponselnya. Foto di media sosial milik Noah yang baru pemuda itu upload beberapa jam lalu. Nampak di sana Noah sedang berfoto bersama teman-teman kuliahnya di sebuah klub malam. "Aku yakin dia belum pernah berpikir bagaiman harus mengisikan susu bayi ke dalam botol, dia juga tidak bakal tahu cara melepas perekat popok bayi!" tegas Elice yang jelas tidak akan butuh peran dari anak muda seperti Noah. "Saat seusia dia, aku juga masih suka keluyuran belum berpikir untuk bertanggung
"Kok, baru pulang, Mas?" sambut Novie di depan pintu. "Aku ada meeting." "Meeting apa sampai jam dua belas malam Mas?" "Kenapa? kau mulai curiga lagi?" ketus Riko dengan nada tidak suka jika banyak ditanya. "Aku capek!" Riko menguraikan kancing kemeja teratasnya, menggulung lengan tanpa berganti pakaian dan langsung menjatuhkan diri tertelungkup di atas tempat tidur. Padahal Novie sudah sengaja menunggunya, Novie juga rindu untuk sekedar ditengok oleh suaminya. Sudah hampir dua minggu Riko tidak menyentuhnya sama sekali dan jikapun sedang mengajaknya melakukan hubungan intim biasanya Riko juga buru-buru seperti cuma ingin menuntaskan kebutuhannya sendiri karena kepepet. Walaupun harus kembali kecewa Novie tetap ikut naik ke atas Ranjang dan berbaring di samping Riko. Pernikahan mereka menjadi semakin dingin dengan Riko yang selalu beralasan capek jika Novie mulai memberi inisiatif untuk mengajaknya bercinta. Samar-samar Novie mencium aroma sampo asing dari rambut suaminya yang
Ketika Sunan masuk, dia syok melihat kehebohan tangis dua bayi sekaligus. Sunan malihat Elice sudah menggendong bayinya demikian pulan dengan Marko. Elice melahirkan di atas ranjang dan Nabila melahirkan di sofa."Apa yang terjadi?""Nabila ikut melahirkan karena stres melihat kondisi Elice." Moy yang menjawab sementara Marko masih gemetaran menggendong bayinya."Oh Tuhan!""Dia sehat." Elice tersenyum menunjukkan bayinya dan ternyata Sunan menangis meski tanpa suara isakan.Sunan segera memeluk Elice serta bayinya yang masih kemerahan."Biarkan Nabila yang memberi Nama.""Ya." Sunan terus mengangguk karena tidak perduli dengan apapun asal istrinya selamat."Bagaiman ini?" Marko bingung melihat bayinya menangis masih dengan tali plasenta yang membuat dia takut."Berikan padaku!" Moy meminta bayinya untuk dibawa pada bidan.Setelah memberikan bayinya pada Moy, Marko segera memeluk Nabila dan menciuminya sejadi-jadinya. Rasanya masih sulit dipercaya jika dia sendiri yang baru membantu pe
Nabila sedang melakukan panggilan video dengan Moy dan bayinya yang sekarang sudah berumur tiga bulan. Bayi cantik yang Elice beri nama Moza itu sudah pintar tersenyum dan membalas suara orang dewasa dengan dengungan. Nabila benar-benar gemas hingga tidak sabar menunggu kelahiran bayinya sendiri."OH ... anak perempuan memang mengemaskan!" Nabila melayangkan kecupan pada bayi montok yang menyeringaikan tawa di layar ponselnya."Tapi sepertinya ini laki-laki." Marko meraba perut Nabila yang kebetulan ada di sampingnya."Ini anak perempuan, aku bisa merasakannya!" Nabila ngotot.Setelah memiliki Bagas, sangat wajar jika Nabila sedang sangat menginginkan anak perempuan meski sampai sekarang Nabila sengaja belum mau mengetahui jenis kelamin bayinya."Apa Moza sudah bisa tengkurap?" Nabila melanjutkan obrolannya dengan Moy walaupun Marko terus mengganggu."Baru miring belum bisa terbalik.""Lihat Marko dia tersenyum padamu!" Nabila menghadapkan kameranya ke arah Marko yang sedang memangku l
"Kau tidak akan percaya jika sebenarnya sudah sejak lama aku menatapmu!"Elice berhenti mengunyah makanannya untuk balas menatap Sunan."Aku hanya tidak pernah berani berpikir kau akan mau menikah dengan pria sepertiku, mengandung darah dagingku, dan menghabiskan sarapan bersamaku."Dari dulu Sunan hanya standar, tidak sejenius Clavin yang dapat menahlukkan Elice."Kenapa kau berpikir seperti itu?" Elice juga masih kaget."Aku merasa bukan tipemu.""Siapa yang perduli!" tegas Elice persis seperti gayanya dari dulu.Elice memang tidak akan bertele-tele seperti kebanyakan wanita yang suka main perasaan. Tapi bukan berarti hati Elice tidak tersentuh dengan perhatian tulus yang selama ini diberikan Sunan. Elice hanya tidak pernah membahasnya.Mereka masih saling menatap sampai kemudian Elice kembali bicara lebih dulu."Boleh aku minta brokolimu?" Elice menunjuk potongan brokoli di piring Sunan yang belum dimakan."Kemari, biar kusuapkan." Sunan tersenyum sambil menepuk pahanya agar Elice d
Kehamilan Moy sudah memasuki bulan ke sembilan dengan perut bulat besar dan buah dada makin memadat kencang. Kehamilan anak perempuan ternyata justru membuat wanita terlihat semakin cantik. Moy sedang berbaring lembut di atas ranjang ketika Clavin bantu menarik melepas sisa gaun malamnya yang berbahan ringan. Mereka sedang disarankan untuk lebih banyak berhubungan intim mendekati masa-masa persalinan. "Apa kau tidak kesulitan bergerak?" Clavin ikut merangkak naik ke atas ranjang kemudian menyentuh lembut pada gumpalan buah dada wanitanya yang sedang membengkak penuh. "Tidak, ini masih nyaman." Moy juga mempersilahkan lelaki itu membuka kakinya untuk direntangkan. Clavin memperhatikan Moy sejenak, kemudian membelai ke lipatan lembutnya yang semakin hari semakin sesak untuk dimasuki pria. Clavin terus mengulas-ngulas puncak wanitanya sampai melembut hangat dan tiba-tiba menurunkan kepala untuk menyesap puncak kecilnya hingga mengejang. "Oh ...." Moy melenguh panjang. Rasanya sangat
Kehamilan Moy membuat kedua orang tua Clavin yang sudah lama menunggu keturunan dari putra tunggalnya ikut sangat bahagia dan tidak sabar. Kehamilan Moy sudah memasuki bulan ke enam dengan jenis kelamin bayi perempuan. Setelah resmi menikah bersama Clavin Moy juga selalu dimanja oleh keluarga suaminya. Moy merupakan anak tunggal yang dibesarkan oleh seorang janda, ayah Moy sudah tidak pernah perduli dengan kehidupan sulit mereka sejak bercerai dengan ibunya. Ibu Moy meninggal beberapa tahun lalu, Moy tidak punya sanak saudara lagi di ibukota. Moy berjuang sendiri untuk menjadi wanita mandiri meski dia cuma lulusan SMU dan berhasil sukses. "Istirahatlah jika kau capek." Clavin tahu Moy sudah sibuk dengan keluarganya sejak siang. "Biar aku saja yang menemani tamu." "Aku mau menunggu Nabila dulu." "Apa masih lama?" Clavin menengok arloji di pergelangan tangannya. "Sebentar lagi mereka sudah di jalan." "Jangan terlalu capek." Clavin menggosok puncak perut Moy yang makin membulat besa
"Bagaimana?" Marko sudah tidak sabar menunggu dua garis merah pada benda pipih yang sedang dipegang Nabila."Tunggu sebentar."Mereka sama-sama tegang setelah usaha keras siang dan malam penuh perjuangan."Ya!" Nabila segera menunjukkan dua garis merah yang langsung membuat Marko melompat untuk mengangkatnya."Oh, Tuhan ... terima kasih .... terimakasih ..." Marko terus menciumi perut Nabila yang dia angkat cukup tinggi seperti benda enteng kemudian membawanya berputar."Hentikan Marko! nanti anakmu pusing!"Marko masih terlalu bahagia hingga tidak bisa berhenti tersenyum bangga dengan dirinya sendiri."Terima kasih karena telah menjadikanku seorang ayah." Marko menurunkan Nabila untuk dia cium."Dia masih jentik kecil," Nabila mengingatkan."Berapa kira-kira usianya?" marko meraba perut Nabila."Mungkin sudah memasuki bulan ke dua."Nabila sudah terlambat satu bulan sejak menikah dua bulan lalu."Bagas harus tahu jika akan punya adik!" Marko menangkup pipi Nabila kemudian menciumnya
[Lusa aku akan kembali ke New York, apa malam ini aku boleh menginap?] pesan yang dikirim Noah untuk Elice tapi kebetulan Sunan yang membacanya. [Jangan ganggu istriku!] tegas Sunan dengan kalimat singkat. Mungkin karena kaget, Noah langung beralih menelpon. Sunan juga tidak segan untuk langung menjawab panggilan dari anak muda itu. "Di mana Elice?" tanya Noah begitu mendengar suara pria dewasa yang menjawab panggilan teleponnya. "Dia masih mandi." Sunan tidak berbohong. "Kau siapa?" Noah bertanya lagi karena masih penasaran. "Aku suaminya!" "Mustahil!" Noah tidak percaya. "Elice tidak pernah memberitahuku jika dia sudah menikah." "Sekarang aku yang memberitahumu!" Sunan terus mempertegas tanpa basa-basi. "Siapa?" tanya Elice yang baru keluar dari bilik kamar mandi dan melihat Sunan sedang menjawab panggilan teleponnya. "Keponakan Marko!" Sunan yakin Noah juga ikut mendengar percakapan mereka dari seberang telepon. "Berikan padaku?" Elice meminta ponselnya tapi tidak Sunan b
Tiba-tiba ponsel Nabila berbunyi dengan sebuah notifikasi pesan. "Moy, membubarkan grupnya!" Nabila terkejut. "Kenapa?" tanya Marko. "Aku tidak tahu, biar nanti aku telepon." Nabila memang tidak tahu dengan apa yang sedang bergulir, dia cuma terkejut jika Moy sampai membubarkan grup kesayangannya. "Bukankah kau ada meeting siang ini?" Nabila mengingatkan Marko. "Aku tidak akan lama dan akan segera pulang," Marko berbisik sambil memeluk Nabila dari belakang dan tidak berhenti menciumi sisi kening serta lehernya. Mereka berdua sedang berdiri di depan cermin meja wastafel setelah mandi bersama di tengah hari mumpung Bagas sedang tidur siang. "Cepatlah berpakaian, nanti kau terlambat." Nabil menoleh agar Marko bisa menggapai bibirnya. Mereka bertukar lumatan lembut saling mengais dan semuanya sedang terasa sangat manis untuk dinikmati. Marko dan Nabila adalah pasangan pengantin baru yang sedang lengket-lengketnya tidak ingin terpisah meski cuma sejengkal, tapi Elice tetap memaksa
Clavin benar-benar syok melihat Elice ada di apartemen Sunan, hari masih pagi, Elice kelihatan baru bangun dengan kemeja pria milik Sunan."Bagaimana kau bisa ada di sini?"Tatapan Clavin terus mengoreksi penampilan mantan istrinya sementara otak Elice sudah benar-benar padam tidak bisa berpikir. Clavin jelas melihat jejak cupang merah kemerahan bekas hisapan pria di kulit leher Elice. "Siapa yang datang?" tanya Sunan yang baru ikut menyusul ke depan dan langkahnya terhenti mendadak begitu melihat Clavin sudah berdiri di ambang pintu. Sunan masih menggenggam ponsel yang baru dia matikan dan cuma memakai celana pendek pria tanpa pakaian yang lain. "Apa yang kalian lakukan?" Elice dan Sunan benar-benar sudah tertangkap basah tidak bisa mengelak. Clavin segera menerobos masuk dan melihat celana dalam Elice yang masih tergeletak di samping sofa. Otak Clavin ikut padam membayangkan mantan istrinya telah dicumbu oleh sahabatnya sendiri. "Beri aku alasan yang masuk akal dengan semua in