Singoyudo terlihat lebih liar dan gesit tidak seperti seorang pangeran yang bodoh seperti saat pertama kali bertemu Wiro Sabrang. Pastilah karena pusaka Nogososro itu yang memberinya energi kekuatan dan gairah bertarung melawan Wiro Sabrang. Tatapan mata Singoyudo telah berubah seperti tatapan mata Muninggar yang penuh dendam kepada Wiro Sabrang, bukan kepada Batari Durga, karena sejak pertemuannya di Lemah Putih itu sudah bersumpah ingin mengikuti pendekar yang telah mengalahkan wanita pendekar itu. Kalau akhirnya Wiro Sabrang malah meninggalkan keris pusaka pindah ke tangan Kertajaya, kemudian kini dipegang Singoyudo.
"Hiiiiiaaaaatttt" "Hop hop Hep hep." "Heeeeaaaahhh " Wiro Sabrang merasa sedang berhadapan dengan seorang wanita cantik yang lemah gemulai sehingga tidak tega untuk menyakiti gadis itu. Sedang ia terdesak hingga berpuluh langkah mundur. Singoyudo dan dua sahabatnya yang tidak lain adalah Parikesit dan J"Sebenarnya Keluarga Kertajaya sudah dibunuh oleh pangeran Singoyudo dengan kekuatan gaib." bisik Batari Durga. "Tapi bukankah kekuatan gaib itu adalah keberadaan Muninggar di dalam keris Nogososro?" "Tidak. Dia membunuh tidak dengan keris Nogososro, melainkan pedang yang diisi roh jahat dari Calonarang." kata Muninggar. Berarti benar kata Suro Gendeng bila kekuasaan Calonarang sudah melebar sampai seluruh kerajaan di tamah Jawa. Gumam Wiro Sabrang dalam hati. "Hiiiiiaaaaaaatttt!!" Kertajaya yang sudah tua itu kini punya kekuatan lipat ganda dari yang sebenarnya. Ia mampu mengangkat meja kayu jati yang sangat besar dan berat itu dilemparkan ke tubuh Wiro Sabrang. "Uhhh..hhheeeaaaaa" "Brakk !" Meja besar yang biasa digunakan untuk pesta itu hancur berkeping setelah berbentur dengan pilar istana. Wiro Sabrang mengelak dengan bersalto dan kembali berdiri di depan Ker
Wiro Sabrang yang makin bingung menghadapi kesaktian Calonarang bermeditasi untuk minta petunjuk kepada sang hyang Wenang penguasa kehidupan. Tetapi Antaboga sudah berbisik kepadanya agar meminta kepada Batari Durga atau Muninggar saja untuk mengalahkan raja iblis itu. Calonarang tidak akan mampu menandingi lawan pendekar wanita. Apalagi Batari Durga atau Muninggar adalah putri dedemit pula. "Yayi ratu Batari Durga dan Muninggar,keluarlah dan petangi raja iblis ini," Ketika Wiro Sabrang ayunkan golok Setan ke arah Calonarang, maka keluarlah dua bayangan pendekar wanita yang sangat cantik menghadapi Calonarang sambil mengacungkan pedang. Tentu saja Calonarang sangat terkejut melihat ada dua orang putri yang sangat cantik berdiri di hadapannya. Apalagi dua putri cantik itu mengenakan pakaian ratu yang mewah bersulam emas dan mahkota kerajaan, jelas wanita itu turunan bangsawan. "He he he..siapa gerangan paduka Raden ayu hingga berkenan ra
Suro Gendeng telah dinobatkan menjadi raja di Mojopahit sebagai kerajaan terbesar di tanah Jawa di bagian timur yang membawahi lebih dari lima wilayah kadipaten. Suro Gendeng yang berjuluk sebagai Kanjeng Gusti Suro Menggolo masih didampingi Wiro Sabrang karena masih terlalu muda. Sedang begawan Sindukawi yang ditunjuk Wiro Sabrang sebagai sesepuh atau menasehat raja dalam hal membuat peraturan dan mengadili para rakyat petani. Hari itu Suro Gendeng mulai mengadakan pertemuan bagi para Adipati dan ponggawa istana untuk reformasi. "Berilah petunjuk paman begawan, jika ada ponggawa yang masih bisa diajak bersatu dan membantu para petani, bukan malah memeras atau menindas." kata Wiro Sabrang kepada begawan Sindukawi. "Hamba kira masih ada ponggawa yang tidak setuju dengan raden Suro Menggolo sebagai raja Mojopahit." "Yah.. tunjuk saja siapa mereka dan ada di kabupaten mana? Biar nanti aku yang copot atau maunya bagaimana?" kata Wiro Sab
Pengawal Sarwendo sudah tiba di lokasi dimana para begal itu sedang memaksa para saudagar yang melintas perbatasan menggunakan perahu atau kuda menyerahkan uang. Ternyata benar yang dikatakan petani, bila jumlah para begal itu lebih banyak dan memakai seragam prajurit dari Mojopahit. "He heh.. bubar bubar!"kata Sarwendo yang mengendalikan kuda diikuti tiga prajurit dari Mojopahit asli. "Huh, kalau kalian mau tangkap aku, majulah." jawab begal itu sambil mengacungkan pedang. "Kamu siapa heh?kamu kan prajurit Mojopahit, sama dengan aku. Tolong jangan lakukan itu kalau masih mau kuingatkan" "Kalau tidak mau?" "Sekarang bukan lagi raja Calonarang iblis itu raja kita. Sudah ganti seorang pendekar sakti yang telah membunuh Calonarang." kata Sarwendo. "Bohong! Tidak mungkin Gusti Calonarang bisa mati. Kau pikir aku bodoh percaya omongan kalian ?" "Kurang ajar!!"
Betapa sangat terkejut pengawal begal yang masih duduk dipunggung kuda menyaksikan pertarungan Suro Gendeng dengan anak buahnya yang berakhir dua orang begal roboh berlumur darah. Warok Aran yang bertubuh besar dan penuh tatto itu melintir kumisnya sambil membulatkan mata menatap Suro Gendeng. "Bedebah! Mau mampus kamu. Hiiiiaaaattt!!" gertak Warok sambil melompat dan menikam Suro Gendeng dengan pedang dan tendangan sangat kuat. Suro Gendengpun dengan cepat mengelak sambil menebaskan kapak ke kaki kuda lawan hingga putus. "Hiat hiat hiat hiiaaat" " Brakk !!" "Greeekkkgg!" Kaki Warok Aran yang bersalto dan kembali menginjak tanah hingga seperti menikam ke dalam bumi. "Ha ha ha..Suro Gendeng, apakah kamu masih gendeng bocah ?" Melihat lawannya berilmu cukup tinggi Suro Gendengpun mengerahkan Aji Bayu saketi dan mendorong kan ke arah tubuh Warok Aran yang sombong itu. Dua pendeka
WIRO SABRANG pendekar Golok setan yang namanya sudah legenda di seluruh dunia persilatan sehingga keberadaannya selalu diburu para pendekar yang penasaran. Penasaran terhadap kesaktiannya dan kekuatannya yang dikenal tak tertandingi oleh semua pendekar bumi. Bahkan pendekar langit pun banyak yang dikalahkan karena ia memiliki pusaka Golok Setan yang sangat ditakuti oleh pasukan iblis. Kembar dari negeri Siyam sudah melakukan perjalanan melintas tujuh puluh gunung dan tiga samodra hanya untuk bertemu dengan pendekar Golok Setan . Sangat lega hati mereka berdua yang kini berdiri di pinggir pagar panggung sebelah luar untuk menyaksikan jalannya pertarungan. Gagak Putih adalah pelatih bela diri milik Mojopahit yang sudah mengalahkan dua petarung dari desa kini sudah kedatangan seorang setengah tua dengan tongkat di tangan melompat ke depan Gagak. "Kesuwen! Main kayak anak kecil saja. Ayo pukul aku, cepattt!!" kata pendekar tua itu sambil berdiri tegak dengan ton
Wiro Sabrang terkejut menerima tantangan dari dua orang asing yang sangat sopan diatas panggung. Tapi Suro Gendeng tentu tersinggung karena ia menganggap Wiro Sabrang adalah saudara tua yang dihormati dalam istana itu langsung menyambung. "Maaf kisanak, kalau kalian ingin bertarung,jangan dengan kakanda Wiro Sabrang, tetapi dengan aku dulu " "Huh, buat apa aku bertarung denganmu? Memang kamu siapa?" "Tapi beliau tidak akan melayani bertarung dengan para pelamar kerja di kerajaan ini, kisanak. Tolong jangan paksa aku marah!" kata Suro Gendeng. "Marahlah kalau mau marah." jawab Kembar sambil membentak dan melotot kepada Suro Gendeng. Suro jadi naik putam dibentak orang yang belum dikenalnya itu. Tapi si Kembar pun mulai menggerakkan dua tangannya mengambil jurus paku bumi. "Hiaaahh!" Seketika panggung terasa roboh karena tanah amblas hingga satu meter, dan tubuh Suro Gendeng terlempar kelua
Wiro Sabrang yang sedang memandang kedua lawannya si kembar dari negeri Gajah Putih itu, yang ternyata sangat bijak dalam merangkai persaudaraan ketika sudah dikalahkan. Kedua pendekar golok Emas itu memeluk Wiro Sabrang bahagia sambil berbisik. "Sangat senang hatiku bisa melihat engkau kisanak, semoga misimu akan sukses memelihara kedamaian dan persaudaraan ksatria bumi" kata pendekar itu. "Terima kasih." "Mohon pamit" "Selamat jalan kisanak" Akhirnya kedua Kembar dari Siyam atau pendekar golok Emas itu pulang ke negaranya setelah puas bisa bertarung dengan Wiro Sabrang. Sementara itu seorang pendekar yang baru saja datang memanggil nama Wiro Sabrang dengan sabar menunggu di belakang pendekar sakti itu. "Kalingga!"Gumam Wiro sambil mulai tersenyum menatap mata pendekar yang telah lama ia kenal itu. "10 abad kita tidak pernah bertemu Wiro" kata Kalingga yang akhi