Pendekar muda yang lahir dari tanah Jawa itu sebenarnya sudah yatim piatu ketika ditemukan oleh pendekar buta dari kaki gunung Lawu. Suro Gendeng masih terlalu muda untuk berkelana menghadapi banyak tantangan dari pendekar yang berjiwa iblis. Beruntung ia memiliki bakat baik sehingga Si Mata Malaikat yang buta itu mampu mengangkatnya menjadi seorang pendekar yang sangat mumpuni. Dalam perjalanan Suro bertemu dengan ular naga raksasa penunggu goa Selarong yang menghalangi langkahnya. Ular itu bisa bicara seperti manusia sehingga meminta agar Suro membunuhnya, atau akan menjadi santapannya.
Dalam pertarungan yang sangat dahsyat dan menguras semua ilmu yang didapat dari gurunya, Suro berhasil membunuh ular naga itu yang kemudian menjelma menjadi sebuah kapak yang kini dijadikan pusaka Suro Gendeng. Pusaka yang tidak lain adalah jelmaan dari Naga Api raksasa itulah yang memberi kekuatan gaib bagi Suro Gendeng untuk melawan pendekar iblis atau siluman. BeriDesa Karang Wungu geger ketika pasukan dari Mojopahit yang dipimpin Giling Kebo melemparkan obor api ke atap rumah penduduk hingga terjadi kebakaran. Penduduk berhamburan keluar menyelamatkan diri dari kobaran api yang melalap rumah mereka. Sedang para wanitanya yang keluar ditangkapi oleh para prajurit sambil mengayunkan pedang menyerang pensuduk yang melawan. "Serbuuuuu!!!!" "Toloooong!!!" Suro Gendeng sontak bergegas melompar ke arah sumber suara jeritan penduduk. Dari jauh saja sudah terlihat kepulan asap hitam membubung tinggi hingga menembus langit. "Glegeerrrrr!!!" Ledakan yang sangat dahsyat terdengar ketika Suro Gendeng melompat dan mengacungkan kapak diatas langit. Dari kapak pusaka itu terlihat cahaya biru yang sangat terang benderang dan membelah mendung diatas langit. Hujan deras disertai badai yang sangat dahsyat memadamkan kobaran api diatas rumah penduduk. Penduduk yang sudah berlarian kelu
Wiro Sabrang baru sadar jika ia telah salah sangka kepada Suro Gendeng yang tampak seperti pemuda kampung yang culun, ternyata seorang pendekar yang sangat mumpuni. Wiro Sabrang yang berniat meligat bekas kerajaan Singosari yang telah runtuh, bertemu dengan Suro Gendeng yang telah menyelamatkan rakyat di kaki gunung Bromo. "Terima kasih kisanak, engkau telah selamatkan Singosari dari ancaman raja iblis." "Singosari?" tanya Suro Gendeng sambil memandang wajah Wiro. "Iya. Yang sekarang direbut raja iblis itu Singosari." "Bukan, Yang diduduki Calonarang adalah areal Kali Brantas, kakanda. Singosari sudah hancur lebur saat terjadi perang besar." Sejak kepergian Wiro Sabrang ke gunung Barat tanah Pasundan semua sudah berubah. Sebenarnya ia ingin melihat bekas Kraton itu, tapi Suro Gendeng sudah menjelaskan bila Singosari telah hancur. Wiro Sabrang heran kepada pendekar muda itu,kenapa mengetahui lebih banya
Singoyudo terlihat lebih liar dan gesit tidak seperti seorang pangeran yang bodoh seperti saat pertama kali bertemu Wiro Sabrang. Pastilah karena pusaka Nogososro itu yang memberinya energi kekuatan dan gairah bertarung melawan Wiro Sabrang. Tatapan mata Singoyudo telah berubah seperti tatapan mata Muninggar yang penuh dendam kepada Wiro Sabrang, bukan kepada Batari Durga, karena sejak pertemuannya di Lemah Putih itu sudah bersumpah ingin mengikuti pendekar yang telah mengalahkan wanita pendekar itu. Kalau akhirnya Wiro Sabrang malah meninggalkan keris pusaka pindah ke tangan Kertajaya, kemudian kini dipegang Singoyudo. "Hiiiiiaaaaatttt" "Hop hop Hep hep." "Heeeeaaaahhh " Wiro Sabrang merasa sedang berhadapan dengan seorang wanita cantik yang lemah gemulai sehingga tidak tega untuk menyakiti gadis itu. Sedang ia terdesak hingga berpuluh langkah mundur. Singoyudo dan dua sahabatnya yang tidak lain adalah Parikesit dan J
"Sebenarnya Keluarga Kertajaya sudah dibunuh oleh pangeran Singoyudo dengan kekuatan gaib." bisik Batari Durga. "Tapi bukankah kekuatan gaib itu adalah keberadaan Muninggar di dalam keris Nogososro?" "Tidak. Dia membunuh tidak dengan keris Nogososro, melainkan pedang yang diisi roh jahat dari Calonarang." kata Muninggar. Berarti benar kata Suro Gendeng bila kekuasaan Calonarang sudah melebar sampai seluruh kerajaan di tamah Jawa. Gumam Wiro Sabrang dalam hati. "Hiiiiiaaaaaaatttt!!" Kertajaya yang sudah tua itu kini punya kekuatan lipat ganda dari yang sebenarnya. Ia mampu mengangkat meja kayu jati yang sangat besar dan berat itu dilemparkan ke tubuh Wiro Sabrang. "Uhhh..hhheeeaaaaa" "Brakk !" Meja besar yang biasa digunakan untuk pesta itu hancur berkeping setelah berbentur dengan pilar istana. Wiro Sabrang mengelak dengan bersalto dan kembali berdiri di depan Ker
Wiro Sabrang yang makin bingung menghadapi kesaktian Calonarang bermeditasi untuk minta petunjuk kepada sang hyang Wenang penguasa kehidupan. Tetapi Antaboga sudah berbisik kepadanya agar meminta kepada Batari Durga atau Muninggar saja untuk mengalahkan raja iblis itu. Calonarang tidak akan mampu menandingi lawan pendekar wanita. Apalagi Batari Durga atau Muninggar adalah putri dedemit pula. "Yayi ratu Batari Durga dan Muninggar,keluarlah dan petangi raja iblis ini," Ketika Wiro Sabrang ayunkan golok Setan ke arah Calonarang, maka keluarlah dua bayangan pendekar wanita yang sangat cantik menghadapi Calonarang sambil mengacungkan pedang. Tentu saja Calonarang sangat terkejut melihat ada dua orang putri yang sangat cantik berdiri di hadapannya. Apalagi dua putri cantik itu mengenakan pakaian ratu yang mewah bersulam emas dan mahkota kerajaan, jelas wanita itu turunan bangsawan. "He he he..siapa gerangan paduka Raden ayu hingga berkenan ra
Suro Gendeng telah dinobatkan menjadi raja di Mojopahit sebagai kerajaan terbesar di tanah Jawa di bagian timur yang membawahi lebih dari lima wilayah kadipaten. Suro Gendeng yang berjuluk sebagai Kanjeng Gusti Suro Menggolo masih didampingi Wiro Sabrang karena masih terlalu muda. Sedang begawan Sindukawi yang ditunjuk Wiro Sabrang sebagai sesepuh atau menasehat raja dalam hal membuat peraturan dan mengadili para rakyat petani. Hari itu Suro Gendeng mulai mengadakan pertemuan bagi para Adipati dan ponggawa istana untuk reformasi. "Berilah petunjuk paman begawan, jika ada ponggawa yang masih bisa diajak bersatu dan membantu para petani, bukan malah memeras atau menindas." kata Wiro Sabrang kepada begawan Sindukawi. "Hamba kira masih ada ponggawa yang tidak setuju dengan raden Suro Menggolo sebagai raja Mojopahit." "Yah.. tunjuk saja siapa mereka dan ada di kabupaten mana? Biar nanti aku yang copot atau maunya bagaimana?" kata Wiro Sab
Pengawal Sarwendo sudah tiba di lokasi dimana para begal itu sedang memaksa para saudagar yang melintas perbatasan menggunakan perahu atau kuda menyerahkan uang. Ternyata benar yang dikatakan petani, bila jumlah para begal itu lebih banyak dan memakai seragam prajurit dari Mojopahit. "He heh.. bubar bubar!"kata Sarwendo yang mengendalikan kuda diikuti tiga prajurit dari Mojopahit asli. "Huh, kalau kalian mau tangkap aku, majulah." jawab begal itu sambil mengacungkan pedang. "Kamu siapa heh?kamu kan prajurit Mojopahit, sama dengan aku. Tolong jangan lakukan itu kalau masih mau kuingatkan" "Kalau tidak mau?" "Sekarang bukan lagi raja Calonarang iblis itu raja kita. Sudah ganti seorang pendekar sakti yang telah membunuh Calonarang." kata Sarwendo. "Bohong! Tidak mungkin Gusti Calonarang bisa mati. Kau pikir aku bodoh percaya omongan kalian ?" "Kurang ajar!!"
Betapa sangat terkejut pengawal begal yang masih duduk dipunggung kuda menyaksikan pertarungan Suro Gendeng dengan anak buahnya yang berakhir dua orang begal roboh berlumur darah. Warok Aran yang bertubuh besar dan penuh tatto itu melintir kumisnya sambil membulatkan mata menatap Suro Gendeng. "Bedebah! Mau mampus kamu. Hiiiiaaaattt!!" gertak Warok sambil melompat dan menikam Suro Gendeng dengan pedang dan tendangan sangat kuat. Suro Gendengpun dengan cepat mengelak sambil menebaskan kapak ke kaki kuda lawan hingga putus. "Hiat hiat hiat hiiaaat" " Brakk !!" "Greeekkkgg!" Kaki Warok Aran yang bersalto dan kembali menginjak tanah hingga seperti menikam ke dalam bumi. "Ha ha ha..Suro Gendeng, apakah kamu masih gendeng bocah ?" Melihat lawannya berilmu cukup tinggi Suro Gendengpun mengerahkan Aji Bayu saketi dan mendorong kan ke arah tubuh Warok Aran yang sombong itu. Dua pendeka