"Jangan kasih makan ikan seperti ini! Bapak tidak suka, apakah kamu mau menyakiti Bapak mertuamu sendiri?" pekik Yu Sarni saat melihat ada ikan asin di dapur. Dilemparnya ikan asin yang baru saja dibeli Lek Ningsih dari tukang sayur keliling.Lek Ningsih memang sengaja membelinya supaya Pak Sugi tidak lagi menggerutu tentang makanan lagi. Sudah cukup Lek Ningsih merasakan sakit hati karena di bicarakan di belakangnya.Mau berkeluh kesah, namun, takut jika nanti di adukan malah masalah besar yang tercipta. Sedang hal seperti itu tidaklah diinginkan oleh Lek Ningsih.Dia tidak tahu mana yang baik di depan juga belakang dan mana yang hanya baik di depannya saja. Sebab, dia orang jauh dari sanak dan keluarga. Sejak bapak mertua serta kakak iparnya membicarakannya di belakang, Lek Ningsih lebih berhati-hati lagi dalam berbicara dan berbuat."Lha terus mau apa, Yu?" tanya Lek Ningsih lembut."Kemarin bukannya sudah diberitahu sama Yu Surti kalau bapak itu maunya makan sama ayam dan daging,
"Aku mau pulang saja, pulang!" pekik Lek Ningsih dengan sekuat tenaga dan air mata berderai tanpa bisa di bendung."Kamu kenapa? Ada apa?" tanya Lek Pri kebingungan.Istrinya yang dahulu kala lembut dan penyayang kini berubah layaknya seorang monster. Mata merah nyalang dan tenaga yang dua kali lipat kuatnya. Perubahan yang sama sekali tidak pernah terpikirkan oleh Lek Pri."Kamu kemarin pergi ke rumah pacar kamu, 'kan? Daripada aku sakit hati di sini, mendingan aku pulang saja! Sudahi pernikahan ini, pulangkan aku pada orang tuaku!" teriak Lek Ningsih dengan sorot mata yang marah.Lek Pri menyugar rambutnya kasar, di usapnya berkali-kali wajahnya. Bingung akan sikap istrinya yang tiba-tiba berubah. "Halah, biarkan saja kalau mau pulang. Biarkan pulang sendiri, Pri! Kayak nggak ada perempuan lain yang lebih cantik saja," timpal Yu Sarni dengan mata melirik."Yu!" bentak Lek Pri. Sedang Yu Sarni yang mendengar bentakan dari adiknya langsung melirik tajam dan mengerucutkan bibirnya hi
"Hati-hati di jalan, ya, nanti kabari kalau sudah sampai sana!" Yu Mini memeluk Lek Ningsih dengan penuh deraian air mata.Semua yang melihat kepergian Lek Pri beserta keluarga kecilnya itu menatap dengan penuh kesedihan dan iba. Apalagi jika melihat bayi perempuan mungil yang masih dibedong itu, siapapun yang melihatnya pasti tak kuasa untuk tidak menangis.Pak Sugi dan Yu Sarni tidak ikut mengantar kepergian mereka, padahal mobil travel itu berhenti di depan rumah Pak Sugi juga Lek Pri. Entah apa alasannya semua orang pun tidak ada yang tahu, hingga Kang Tarjo hanya menggelengkan kepala melihat Bapaknya dari balik jendela yang terlalu tega dengan bayi yang tidak berdosa itu.Kalau memang marah dan benci dengan menantunya, apa salahnya melihat sekejap saja cucu yang masih berwarna merah nan mungil itu? Ah, semua hanya mimpi buruk bagi Lek Ningsih dan putri kecilnya."Bujuk rayu Mini hebat, hingga melihat tampang cucunya saja, Mbah Sugi enggan. Keterlaluan sangat-sangat keterlaluan,"
Semua tertawa bahagia karena lelucon dari Reni membuat menggelegarnya suara Kang Tarjo yang menggaung di seantero rumah bilik bambu itu. Seketika terdiam saat melihat adik dari Kang Tarjo, Yu Surti dengan suaminya datang tanpa mereka undang. Dalam hati, Reni membatin, ada apa gerangan hingga istana bambu mereka di sambangi oleh orang yang konon mengatasnamakan diri mereka kaya."Kang besok ke rumahku ya, Purwo mau nikahan. Kamu juga, Yu, malamnya datang sekedar melekan bareng-bareng! Aku tadi juga sudah ke rumah Kang Joko," pinta Yu Surti saat bertandang ke rumah Kang Tarjo."Iya, kami pasti datang kok, hari apa hajatannya?" "Besok hari kamis, lalu jumat nya kita pergi ke tempat pengantin perempuan, ikut ya, jangan khawatir tentang kendaraan. Karena kami sudah menyewa beberapa mobil," terang Yu Surti dengan semangat."Tyo nggak pulang, Ti?" tanya Yu Mini basa-basi."Baru saja pergi kok pulang, ya nggak lah," balas Yu Surti."Lho, kakaknya mau nikah kok nggak pulang?" tanya Reni den
"Dapat beras banyak tidak?" Yu Surti datang ke rumah Kang Tarjo dengan melihat-lihat ke belakang.Sesudah pesta pernikahan Reni, Yu Sarni bercerita kepada kakaknya kalau untung dari Kang Tarjo sangat banyak. Sehingga mendapatkan uang dan beras serta gula yang tidak sedikit.Hati Yu Surti semakin menjadi kesal, bagaimana bisa orang yang di nilainya lebih dari seorang kuli saja bisa punya tamu sebanyak itu. Tidak masuk akal, begitu pikirnya.Dengan melangkah mengitari isi rumah Kang Tarjo, Yu Surti semakin jengkel dibuatnya. "Memangnya tamunya banyak atau ini beli hasil hutang, Kang?" tanya Yu Surti dengan mata menelisik tajam."Ini, Dek. Bawalah, buat bikin kopi di rumah!" Yu Mini mengulurkan tiga kilo gula beserta kopi kemasan dan beras. "Nggak, aku dah punya banyak," jawabnya ketus. Jauh di dalam hati sebenarnya ingin menerima, namun, rasa gengsi yang mengelabui hatinya mendekam setia dan menolak rezeki yang datang. Senyumannya miring seolah ingin mengejek kakak iparnya itu. Ingi
Rumah Kang Tarjo sekarang menjadi jauh lebih baik dari sebelumnya. Sama seperti layaknya rumah-rumah tetangga depan belakangnya. Kebahagiaan terpancar dari keluarga yang sederhana itu. Pak Sugi, selama Kang Tarjo mendirikan bangunan rumah tidak pernah menampakkan batang hidungnya. Meski sesekali saja, itupun nggak pernah. Yu Sarni yang selalu membersamainya memang melarang supaya jangan sampai menginjakkan kaki di rumah anak lelakinya itu."Sudah diam saja di rumah, kalau mau ke sawah tinggal ke sawah saja. Nggak usah nengok-nengok, nanti besar kepala anakmu itu!" ujar Yu Sarni saat pagi tiba.Pak Sugi masih terlihat kuat meski raganya sudah tidak muda lagi. Setiap pagi pergi ke sawah, menjelang siang akan pulang. Saat pulang selalu mendapati meja makannya kosong tanpa ada isi. Pak Sugi hanya bisa meminum air putih sebanyak-banyaknya untuk mengurangi rasa lapar yang mendera.Seperti itulah kebiasaan Yu Sarni. Dia pun menikmati waktunya di sawah hingga adzan dzuhur barulah pulang lalu
Sekian lama seiring berjalannya waktu, Pak Sugi sudah terbiasa datang ke rumah Kang Tarjo. Tidak ada yang namanya sungkan ataupun yang lainnya. Meski dulu maju mundur jika mau ke rumah anak lelakinya yang terdekat itu. Dengan alasan tidak mau merepotkan atau yang lainnya. Tahun berganti terlalu cepat, kesehatan Pak Sugi semakin menurun. Usia yang tidak lagi muda membuatnya sering sakit-sakitan. Berbagai macam obat selalu di konsumsinya supaya badan terasa tidak pegal. Iya, Pak Sugi selalu mengeluh akan badannya yang pegal-pegal sehingga membuat pendengarnya semakin tidak baik. Setiap orang yang mengajak bicara pasti akan meninggikan intonasinya bagaikan orang yang tengah bertikai.Meski telinganya bermasalah akan tetapi penglihatan Pak Sugi masih normal walaupun saat malam hari. Dia akan tetap mengenali siapa saja yang dilihatnya. Yu Surti pun sering kali mengunjungi Bapaknya itu kadang dua Minggu sekali atau sesuka hatinya. Jika ke sawah yang di dapat dari warisan Pak Sugi, maka s
Terima Kasih sudah mampir, jangan lupa tinggalkan komen dan tap love sebagai bentuk dukungan untuk saya yang pemula ini. ☀️☀️☀️☀️☀️Siang hari cuaca panas terasa menyengat di kulit. Udara yang berubah menjadi sangat ekstrim itu membuat banyak orang enggan untuk keluar. Situasi rumah Pak Sugi terdengar ramai, gegas pasangan suami istri dari belakang rumah Pak Sugi berlarian kecil menuju lokasi. Suara semakin riuh setelah jarak semakin dekat. "Ya Allah, Yu, apa kabarnya?" pekik Yu Mini saat melihat kakak ipar terduduk santai di lantai.Yu Mini memeluk erat karena kangen yang membuncah, belasan tahun tidak pernah bersua membuat rasa yang bersemayam dalam dada seakan ingin terlepas dari tempatnya. Begitu pula Kang Tarjo, rintik air mata mengalir saat melihat raga sang kakak yang hanya tinggal tulang. Wajah ayu dengan kulit yang bersih dulu kini berubah menjadi keriput dan rambut penuh uban. Mereka saling berpelukan diiringi deraian air mata yang semula di tahan oleh masing-masing netr