"Apa yang terjadi?"Itulah yang menjadi pertanyaan semua orang saat ini.Apalagi ketika ledakan tadi, seluruh stadion terasa berguncang cukup hebat, lalu kabut menutupi pemandangan semua orang.Wosh!Para tetua menggunakan kekuatannya, dengan satu kibasan tangan, kabut yang menutupi seluruh stadion berhasil di sapu bersih.Saat ini, di tengah stadion ada dua tubuh yang sama-sama terbaring dengan jarak yang cukup berjauhan. "Oh, tidak!" Seru Andini terkejut. Ia melihat Awan terbaring dengan kondisi begitu menggenaskan, dua puluh meter dari posisi batu kalam berada."Apa pusaka raja menolaknya?" Jantung Andini seakan berhenti berdetak karena saking terkejutnya.Awan sudah cukup cerdik dengan mengecoh Juna untuk mendapatkan pusaka raja. Siapa sangka, jika pada detik terakhir, usaha tersebut ternyata gagal total.Awan mengalami cidera yang sangat parah. Sulit untuk menebak, apa ia masih hidup atau sudah mati dengan cidera separah itu. Karena, hampir semua pembuluh darahnya pecah dan seku
Datuk Taring Putih mengusap jengot putihnya pelan. Sekarang, ia tidak memiliki pilihan lebih baik selain apa yang dikemukakan oleh Datuk Paneh Jobang."Baiklah! Juna, segera ambil pusaka raja harimau dan klaim kekuatannya. Kamu akan berdiri di baris terdepan, menghadapi Samba dan kroni-kroninya. Selain itu, sampai raja Gumara terlahir kembali, Juna akan menjadi pemimpin bangsa harimau."Pernyataan Datuk Taring Putih disambut senang oleh sebagian besar penduduk bangsa harimau. Kecuali, Puty Ambun Malam, Datuk Belang Perak, Datuk Cakar Putih dan tentu saja Andini, mereka tampat berada dalam dilema yang cukup berat berat.Namun, pilihan apa yang mereka miliki saat ini? Tidak ada, karena Awan yang mereka harapkan untuk dapat mengklaim pusaka raja, pada kenyataannya telah tumbang. Pusaka raja harimau menolaknya dan bahkan menghancurkan seluruh inti kekuatannya. Para tetua dengan mata dewa mereka, bahkan tidak bisa memastikan bagaimana kondisi Awan saat ini, apa ia masih hidup atau sudah ma
Tanpa mereka ketahui, saat Awan terluka parah sebelumnya dan emosinya bangkit, itu memicu beberapa kekuatan yang terpendam di dalam tubuhnya. Kemampuan pemulihan Huo dengan cepat meregenerasi sel-sel yang yang telah rusak di dalam tubuh Awan."Tidak ada yang boleh menyakiti keluargaku.""Siapapun yang menyakiti orang-orang yang ku sayangi, harus mati."Awan bersuara dan mengucapkan kalimat yang sama sebanyak dua kali. Saat selanjutnya, ia mengangkat wajahnya dan matanya terbuka sepenuhnya, tampak pupil matanya telah berubah warna menjadi kuning keemasan."Itu, mata raja!" Seru khalayak terpana.Para tetua, juga tidak kalah tercengang, mereka sangat kenal dengan pemilik mata tersebut.Bukankah spirit Gumara sudah lenyap dari dalam tubuh Awan? Lalu, bagaimana bisa mata itu bangkit kembali? Seluruh tubuh Datuk Taring Putih bergetar hebat karena saking senangnya. Lalu, dengan penuh kesadaran, ia turun dari kursi kebesarannya dan berpindah tempat ke dekat Awan.Melihat dari dekat mata ema
Kejadian yang terpampang di depannya saat ini adalah Aldo dan Fadhil yang sedang berjuang menghadapi dua orang berbadan besar. Kekuatan mereka begitu mengerikan dan dua teman Awan tampak sudah terluka. Fadhil bahkan lebih parah, ia hanya bisa bertarung dengan satu tangannya saat ini. Awan bisa melihat, jika lengan kiri Fadhil patah dan tidak bisa digunakan. Sementara itu, dua sosok yang sudah dikenal Awan, sudah terbaring di atas tanah dengan seluruh tubuh penuh luka. Mereka adalah Angku Rahmad dan Angku Jaludin. Meski status mereka sebagai guru Aldo dan Fadhil, namun secara kemampuan, dua sahabatnya itu sudah melampaui kemampuan dua mantan Seventh Devil ini. Itu karena Aldo dan Fadhil telah mendapat bimbingan dari dewa perang sekte Flamis. Melihat dari dua lawan Aldo dan Fadhil saat ini, sepertinya mereka memiliki kemampuan sedikit di atas mereka. Selain itu, para jawara Kampung Tuo juga terlihat sedang berjuang mati-matian menghadapi para penyerang yang jumlahnya dua kali lipat
"Hahaha, aku suka dengan keberanianmu, cantik!""Baiklah, karena kamu tidak mau ikut denganku dengan cara baik-baik, maka aku tidak memiliki pilihan lain selain memaksamu. Aku akan menjadikanmu koleksi keduaku.""Kenapa kedua, tuanku? Bukannya anda belum punya koleksi satupun sebelum ini?" Tanya Dubalang yang berdiri di belakang Samba, bertanya dengan bingung.Samba langsung melirik Dubalangnya itu dengan ekspresi kesal, 'Sempat-sempatnya dia menanyakan hal itu sekarang.'"Bodoh! Koleksi pertama, tentu saja wanita berkerudung putih yang ada di dalam sana."Dubalang langsung garuk-garuk kepala dan menyadari kebodohannya, "Hehehe, maaf bos!"Chiya terkejut ketika mendengar orang di depannya itu ternyata menargetkan Annisa. Chiya berkata dengan marah, "Singkirkan pikiran kotormu itu, bajingan! Selama aku berada di sini, jangan pernah berharap bisa menyentuh Annisa-san!""Hehehe, kalau begitu cobalah bertahan dari seranganku dan kita akan membicarakan hal ini lagi setelahnya, apa aku bisa
Annisa segera meraih tubuhnya dan menempatkan tubuh Chiya ke dalam pangkuannya. Baju kurung Annisa yang berwarna putih, kini penuh di banjiri oleh warna merah, darahnya Chiya."Annisa-san, ma-maaf a,aku tidak melindungimu." Ucap Chiya dengan napas tersengal. Ia tidak berdaya menghadapi Samba, karena itu Chiya merasakan perasaan sangat bersalah saat ini. Ia sangat malu dan menganggap dirinya telah gagal melindungi Annisa.Annisa yang panik langsung terisak, ia tidak tega melihat kondisi Chiya, sementara Chiya justru malah memikirkan keselamatan dirinya."Chiya, tolong jangan bicara seperti itu! Kamu sudah melakukan apa yang kamu bisa." Ujar Annisa sedih. "Hahaha, sekarang saatnya bermain denganmu cantik!" Dari depan rumah terdengar tawa keras Samba yang sedang menatap punggung Annisa. Samba melangkah masuk ke dalam rumah dari bagian celah dinding yang hancur, matanya tidak bisa menyembunyikan hasratnya terhadap Annisa.Wanita di depannya itu begitu cantik dengan baju kurung putihnya.
Ketika Awan membuka matanya, ia mendapati dirinya sedang berada di tengah lapangan stadion yang berbentuk colosseum. Sekelilingnya terdapat banyak pasang mata yang sedang menatapnya dalam hening dan penasaran. Awan dengan cepat menganalisis keadaan yang sedang terjadi, selama ia berada dalam alam jiwanya. Awan dengan segera menyadari situasi yang sedang terjadi begitu melihat ke dalam ingatannya. Ditambah dengan Gundala yang saat ini menjadi asisten ghoibnya. Awan melihat, jika tangannya saat ini sedang memegang sebuah pisau belati kecil dengan gagang berwarna keemasan dan dua belas permata berwarna cerah menghiasi gagangnya. Lalu, ada sebuah permata yang berbentuk seperti mata berwarna kuning keemasan terletak ditengah gagang. Terbukanya mata sejata pusaka tersebut, menandakan kekuatannya sudah terbangun. "Gundala, apa ini wujudmu?" Tanya Awan penasaran begitu melihat pusaka tersebut. "Benar, tuanku. Mulai saat ini, aku akan menjadi senjatamu." Setelah mengucapkan kalimat ters
Jakun Samba turun naik, begitu matanya melihat pemandangan mulus yang terbentang di depannya. Samba sudah tidak sabar untuk segera memetik dara yang masih sangat murni seperti Annisa. Hanya dengan melihat bagian bahunya yang terbuka saja, sudah membuat Samba hampir hilang kendali. Apalagi jika ia bisa melihat seluruh tubuh polos Annisa secara utuh.Annisa dalam ketidakberdayaannya, hanya bisa menatap Samba dengan tatapan penuh kebencian. Andai tatapannya bisa membunuh, bisa dipastikan Samba sudah mati berulang kali seketika itu juga. Namun, apa daya! Annisa hanyalah seorang gadis lemah, di bawah tekanan tubuh Samba yang besar, Annisa hanya bisa pasrah menunggu nasib malangnya.Napas Samba sudah memburu dan tidak sabar untuk segera menikmati trofinya. Tangannya segera mengulur ke bawah dan hendak meraih tepian dalaman Annisa. Dengan sekali tarik, maka penutup tubuh bagian atas Annisa akan segera terbuka dan memperlihatkan keindahan yang ada dibaliknya.Samba sudah tidak sabar!Namun, b