Share

Bab 4. Fokus Pada Tujuan

Author: Dacytta-Peach
last update Last Updated: 2025-01-20 16:11:42

Bab 4. Ditertawakan Keluarga

Melihat bagaimana Nisa diremehkan berulang kali oleh keluarganya sendiri mendadak tekat Bram semakin bulat. Bram yang semula hanya pengangguran dan memilih leha-leha di rumah serta memanfaatkan uang kerja Nisa kini berencana ingin membantu Nisa dengan mencari pekerjaan.

Pada awalnya Nisa ragu, namun tidak pantas bagi dirinya untuk menghancurkan keinginan sang suami untuk bekerja. Seperti pasutri pada umumnya, Nisa hanya bisa mendoakan dan menyemangati pria itu untuk pergi bekerja.

"Hati-hati di jalan ya Mas, cari kerja apa aja nggak pa-pa yang penting halal," ucap Nisa diambang pintu kamar.

"Ya kalo bisa yang gajinya lumayan Nis," jawab Bram seraya menenteng map dan berkas-berkas lamaran.

"Mau kerja apa, ijasahmu aja cuma sampai SMP Mas." Nisa memperingatkan membuat Bram terdiam lalu menatap berkasnya sejenak.

"Eh, iya ya." Bram menyeringai, ia kembali merapikan kerah baju putihnya yang bersih dan kinclong.

"Yang penting kerjanya halal Mas, kamu nggak nganggur lagi. Kalo kamu kerja, berapa pun hasilnya aku ikut seneng." Nisa membuka pintu kamar lantas keluar bersama-sama menuju ke ruang tengah dimana keluarga besar Nisa tengah berkumpul sambil melihat tayangan televisi.

Melihat baju Bram yang rapi, mata Eyang Harun memicing. Ia bahkan berkali-kali membetulkan kaca mata tebal yang sudah bertahun-tahun lamanya menggantikan penglihatannya yang mulai kabur.

"Mau kemana kamu? Tumben pakai kemeja putih dan rapi," ucap Eyang Harun kembali julid terhadap pasangan cucunya tersebut.

Bram menoleh sekilas ke arah Nisa, ia enggan menjawab hingga Nisa sendirilah yang menjawab.

"Mas Bram mau cari pekerjaan Eyang," jawab Nisa apa adanya.

Tiba-tiba tawa membahana di ruangan itu. Sari yang sedari tadi menonton televisi tak kuat menahan tawanya lalu beranjak berdiri mendekati Nisa dan Bram.

"Apa? Pekerjaan? Apa nggak salah denger aku?" Sari mulai mengejek, ia menatap sinis pada keduanya lalu tersenyum miring. Tak lupa juga, kedua tangan ia lipat di depan dada dengan begitu angkuh.

"Mau kerja apa? Emang kamu lulusan apa?" Sari kembali mengolok-olok dengan mata menatap naik turun ke arah tubuh Bram seolah menyepelekan.

"Haha ... paling juga balik ke jalanan buat minta-minta kayak kemarin," timbal Melani sambil melirik ke arah Bram lalu pura-pura mengganti channel televisi.

"Oh, iya ya." Sari memekik heboh dengan mata melebar, ia lalu terkikik senang. "Ah, aku lupa. Kemarin di foto itu dia pakai pakaian kotor dan compang-camping kan?! Hmm ... baru ingat aku."

Melani tersenyum tipis, ia menatap Bram dan Nisa penuh kebencian. Perlahan bangkit, kali ini ia berjalan mendekati Sari.

"Kalo hanya mau jadi pengemis, kamu tak perlu bawa-bawa map segala. Nggak guna," ucap Melani seraya merampas map itu dan membuangnya di lantai.

Aksi tersebut membuat Sari kembali tertawa kegirangan. Bram mencuramkan alis, ia kesal bukan main. Jika tidak ingat posisi Nisa dan dirinya sekarang, sudah pasti Bram melakukan hal yang tidak mengenakkan jauh lebih kejam daripada ini.

"Jangan menghina suamiku Tant," tegur Nisa tidak berkenan. Ia lalu berjongkok dan mengambil map tersebut dan menyerahkannya pada Bram yang berdiri di sampingnya.

"Setidaknya kami berusaha untuk bekerja," bela Nisa dengan mata menyorot tajam. "Kami tidak seperti kalian. Tiap hari di rumah dan menghabiskan harta orangtua aja."

"Apa kau bilang?!" Melani melotot, ia menjadi marah manakala Nisa mengatainya demikian. "Siapa bilang?! Aku juga bekerja kok."

"Bekerja apa?" sela Nisa seraya menatap mata Melani. "Menunggu orderan tiap malam lalu minum-minum?"

"Jaga ucapanmu!" Melani terbakar, ia menghardik keponakannya dengan amarah yang mulai berkobar. Nisa hanya tersenyum, ia kembali menatap tantenya tersebut dengan keberanian yang ia punya.

"Kenapa marah? Jika tidak benar, Tante tidak perlu marah kan?!"

"Kau—"

"Sudah, sudah. Pagi-pagi tidak baik ribut-ribut," tukas Eyang Harun ikutan kesal. Ia mendengkus berat lalu menatap Melani. "Sudah, jangan urusi mereka. Mau bekerja, mau ngemis, terserah mereka. Biarkan saja, kita tidak perlu mengurusinya."

Nisa menarik napas, ia lantas pergi meninggalkan ruang tengah dengan menggandeng tangan Bram menuju ke teras rumah.

"Sudah jangan pikirkan hinaan mereka," hibur Nisa berbalik menatap Bram yang sedari tadi hanya diam menahan emosi. "Yang penting kita berusaha untuk bekerja."

Bram turut menarik napas, ia menganggukkan kepala lantas berpamitan untuk berangkat mencari pekerjaan.

"Ya sudah, aku cari kerja dulu ya. Kamu kalo mau berangkat kerja hati-hati juga," pesan Bram seraya mengulurkan tangan ke arah Nisa.

"Iya Mas," angguk Nisa dengan patuh. Wanita itu menerima uluran tangan Bram lalu menciumnya.

Ya, kendati mereka hanya pasutri pura-pura mereka tetap menjalankan syariat berumah tangga sesuai ajaran nabi kecuali untuk tidur bersama atau melakukan hubungan lawan jenis, mereka berkomitmen untuk tidak melakukannya hal tersebut.

"Assalamualaikum," salam Bram sebelum benar-benar pergi dari teras rumah.

"Wa'alaikum salam," jawab Nisa dengan lembut. Bram tersenyum tipis, ia lantas pergi meninggalkan halaman rumah untuk mencari angkot yang kebetulan lewat di depan rumah keluarga besar Nisa.

Setelah menunggu beberapa menit, sebuah angkot warna hijau berhasil ia stop. Masuk ke dalam angkot, jarak beberapa meter Bram mengeluarkan ponsel lantas mencari nomer kontak yang ada dalam ponselnya tersebut. Bram melakukan panggilan telepon dengan segera.

"Halo, Alex, tolong atur jadwalku untuk bertemu dengan papa di kantor," instruksi Bram dengan serius. "Aku harus bertemu dengannya siang ini. Jadi ... siapkan tiket penerbanganku pagi ini juga."

_______

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • GELANDANGAN YANG KUBELI TERNYATA KONGLOMERAT   Bab 5. Menerima Kemarahan Papa

    Bab 5. Menerima Kemarahan PapaAlex adalah kaki tangan Bram selama berada di dunia luar. Ya selama ini ia memilih hidup lontang-lantung di jalanan bukan karena tanpa sebab.Satrio Wiryoningrat—papanya yang tinggal di Kalimantan menjadi mafia perkebunan cengkeh di sana. Bram sendiri memilih pergi ke pulau Jawa lantaran kesal pada sang papa yang terus mendesaknya untuk menggantikan posisinya di perusahaan sekaligus memintanya untuk mencari pendamping.Bramantyo, pria bertubuh tinggi dan memiliki berat badan ideal tersebut memiliki azas bebas tak mau dikekang, memilih pergi meninggalkan tanah kelahirannya dan mengejar kebebasannya."Baik Tuan, saya akan pesankan Anda tiket penerbangan hari ini." Alex menjawab dengan sigap siaga.Bram mengangguk, ia menatap keadaan sekitar dengan penuh waspada. "Aku tunggu di hotel. Jangan lama-lama karena ini darurat.""Baik Tuan."Setelah Alex menyatakan kesanggupannya untuk menyediakan tiket pagi ini, Bram lantas mematikan panggilan telepon. Ia menata

    Last Updated : 2025-01-20
  • GELANDANGAN YANG KUBELI TERNYATA KONGLOMERAT   Bab 6. Mengancam Papa

    Bab 6. Mengancam Papa"Tidak-tidak, ini tidak seperti yang Papa pikirkan," sanggah Bram saat ia bisa mengartikan bagaimana cara papanya menatap."Semuanya terjadi begitu saja jadi kumohon Papa tidak berpikir yang macam-macam soal pernikahanku," tegas Bram dengan pandangan serius."Kenapa? Kau salah meniduri anak orang?" tanya Satrio mencuramkan alis."Bukan, bukan begitu Pa." Bram menggeleng, ia lalu memegangi pelipisnya lalu memijitnya pelan."Lalu apa? Kau ... One Night Stand dengan perempuan nakal?""Duh, bukan.""Lalu apa?""Aku ... aku dibeli dua puluh lima juta sama wanita itu," ujar Bram bingung untuk menjelaskan."Apa? Dibeli?" Satrio terkaget-kaget, "kamu dibeli? Kamu ... kamu jual diri?""Bukan, maksudku ... wanita itu meminta pertolonganku untuk menikahinya dan dia membayar jasaku sebanyak dua puluh lima juta."Satrio mengerutkan kening, mencerna penjelasan Bram yang terdengar grasak-grusuk."Jadi dia hamil dan membelimu untuk pertanggungjawaban, begitu? Bram, mana harga di

    Last Updated : 2025-01-20
  • GELANDANGAN YANG KUBELI TERNYATA KONGLOMERAT   Bab 7. Tak Sesuai Harapan

    Bab 7. Tak Sesuai Harapan"Enak aja nyuri," tandas Bram mendadak kesal. Pria berkemeja putih itu lantas turun dari motor lalu berkacak pinggang."Walau aku miskin, aku tidak mungkin mencuri motor," tambahnya lagi dengan mencuramkan alis.Eyang Harun terdiam, ia mengamati motor yang dibawa suami Nisa tersebut. Dari pengamatannya, mana mungkin Bram yang mereka kenal pengangguran bisa memiliki motor mahal lagi mewah seperti itu.Ratih—ibunda Nisa yang terkenal lebih banyak pendiam kini maju ke depan. Ia menatap anggota keluarganya sekilas lalu kembali memandang Bram."Nak, dari mana kau dapatkan motor itu? Di mata kami, motor yang kau bawa itu bernilai ratusan juta." Ratih tampak cemas, ia takut jika apa yang diomongkan ibu kandungnya adalah benar."Jadi Ibu juga mengira aku mencuri, begitu?" Bram menyipitkan mata, mendadak kesal dengan wanita yang sudah melahirkan istrinya tersebut."Bukan, bukan begitu. Tapi ....""Aku mendapat pekerjaan Bu, aku melamar jadi ojol. Karena aku nggak puny

    Last Updated : 2025-01-20
  • GELANDANGAN YANG KUBELI TERNYATA KONGLOMERAT   Bab 8. Kecurigaan

    "Kenapa? Kamu juga berpikir sama dengan mereka?" tanya Bram saat menatap bola mata Nisa yang dipenuhi dengan banyak tanda tanya."Bukan tapi ini —""Yang jelas aku tidak mencuri Nis, uang ini halal." Bram meyakinkan, matanya menyiratkan ketulusan yang Nisa sendiri tahu akan hal itu.Menghela napas, Bram lantas menoleh ke arah jam dinding yang terpajang di tembok. Sudah saatnya bagi mereka untuk pergi bekerja pagi itu. Seraya menggandeng tangan Nisa, pria yang lambat laun terlihat tampan itu memberi pengertian pada Nisa."Ayo kita pergi bekerja, jangan sampai telat hanya gara-gara ini." Bram tersenyum, ia lantas pergi meninggalkan ruang tengah yang dipenuhi dengan orang-orang julid yang kini sedang terpukau dengan pundi-pundi uang yang sudah Bram keluarkan."Kamu ... kamu nggak ingin menjelaskan sesuatu gitu sama aku?" ucap Nisa saat Bram terus menggandengnya menuju ke motor yang akan mereka tumpangi.Bram berhenti, ia menoleh ke arah Nisa. Sambil menatap dengan pandangan lembut, Bram

    Last Updated : 2025-02-08
  • GELANDANGAN YANG KUBELI TERNYATA KONGLOMERAT   Bab 9. Firasat

    "Hati-hati selama bekerja ya, aku mau lanjut kerja dulu." Bram berpesan pada Nisa yang baru saja ia turunkan di depan toko tempat Nisa bekerja.Wanita itu mengangguk sambil melepas helm. Wajahnya masih menyiratkan kebingungan, bagaimana pun tidak mungkin Bram yang semula hanya seorang gelandangan tiba-tiba memiliki uang tabungan berjuta-juta jumlahnya."Kenapa? Kok wajahmu seperti itu?" tanya Bram seolah paham kenapa wajah istrinya tampak murung. "Masih memikirkan yang tadi?"Nisa mendongak, memandang mata Bram sejenak lalu mengangguk. Ia tidak bisa berbohong, daripada kepikiran mungkin ada baiknya ia utarakan saja sekalian.Bram tersenyum, ia menatap ke sisi lain sambil menggeleng."Jangan terlalu meremehkan aku, Nis. Nanti kamu kaget," peringatnya. "Setidaknya dengan uang itu, keluargamu tidak akan lagi memandang remeh kepada dirimu.""Tapi ....""Sudahlah, percaya saja padaku. Sumpah, aku tidak nyolong dimana pun." Br

    Last Updated : 2025-02-09
  • GELANDANGAN YANG KUBELI TERNYATA KONGLOMERAT   Bab 10. Dilaporkan Polisi

    Berbeda dengan keluarga orang lain, keluarga Nisa memang ajaib bin unik. Setiap kali ada anggota keluarga yang memiliki kelebihan, alih-alih turut bahagia, mereka justru iri dan diam-diam mencari kesalahan.Begitu pun dengan eyang Harun, Melani, Sari, dan juga ibunya. Alih-alih merasa senang mendapatkan anggota keluarga yang terindikasi kaya, mereka bahkan sibuk mencari nomer polisi dan memanggilnya ke rumah untuk memenjarakan Bram.Baru kali ini mereka berebut untuk melapor, seolah-olah apa yang mereka temukan adalah hal luar biasa dan juga langka di dunia.Setelah melaporkan kejadian itu, polisi datang dan melihat barang bukti. Dengan dakwaan mencuri sertifikat tanah di beberapa tempat dan menyimpan uang puluhan juta, ditambah lagi foto-foto saat Bram menggembel mereka berhasil membuat polisi yakin dan bersedia untuk menangkap Bram.Sore itu selepas menjemput Nisa di tempat kerja, Bram kembali ke kandang macan. Tak disangka, rumah yang sepi tern

    Last Updated : 2025-02-10
  • GELANDANGAN YANG KUBELI TERNYATA KONGLOMERAT   Bab 11. Terbongkar

    Buah jatuh tak jauh dari induknya. Penggambaran ini layak diberikan pada pasangan ayah-anak, Bram dan Satrio. Jika Bram tergolong keras kepala, papanya juga demikian. Hanya saja keduanya memiliki jenis keras kepala yang berbeda.Mendengar Bram berkata demikian, hati orangtua mana yang tidak mendidih. Satrio bahkan harus mengurut dada setiap kali menghadapi sikap Bram yang begitu seenaknya. Jika tidak ingat almarhum papanya, Satrio sudah pasti akan merujak bocah itu hingga ke dasar sumsum tulangnya."Belikan aku tiket penerbangan ke Jawa," titah Satrio pada sekretarisnya yang bernama Lukman."Aku ingin menghajar putraku di sana," imbuhnya lagi sambil mengepalkan kedua tangan.Sang sekretaris yang hafal betul bagaimana watak Satrio hanya menganggukkan kepala dan segera melaksanakan titah. Ia tahu jika atasannya marah maka akan berimbas pada hal lain di kantornya tersebut jadi daripada harus menanggung kemarahan berlarut-larut ada baiknya melaksanaka

    Last Updated : 2025-02-11
  • GELANDANGAN YANG KUBELI TERNYATA KONGLOMERAT   Bab 12. Tunjukkan Taringmu

    "Ayolah Papa, jangan perhitungan dengan anak sendiri. Bagaimana pun tanpa adanya aku, mana mungkin almarhum kakek mau memberimu warisan melimpah ruah," bujuk Bram dengan wajah dibuat memelas."Kau—" Satrio melotot geram, ia mengangkat tangan ingin memukul namun diurungkannya dengan cepat. Mendesah berat, pria paruh baya itu menggeleng sambil memijit pelipisnya."Harusnya dulu aku berdoa meminta keturunan perempuan saja daripada laki-laki tapi selalu bikin gula darahku naik. Hmm ...."Mendengar keluhan itu Bram hanya meringis, ia tahu kelemahan papanya sehingga ia dengan mudah mengambil hati pria paruh baya tersebut. Ditambah lagi ia sudah tidak memiliki ibu jadi wajar jika papanya tidak akan mungkin menindak dirinya seperti yang digembar-gemborkan."Ayolah Pa, kita tunjukkan taring kita. Biar mereka tahu siapa Bram ini dan siapa Satrio yang sebenarnya," ucap Bram kembali membujuk. Kali ini pria bertubuh atletis tersebut sengaja menepuk bahu papany

    Last Updated : 2025-02-12

Latest chapter

  • GELANDANGAN YANG KUBELI TERNYATA KONGLOMERAT   Bab 60. Kepulangan Yang Manis (Ending)

    Suasana di ruangan itu terasa berat, namun seiring dengan kata-kata Nisa, beban itu perlahan menguap. Setelah beberapa saat, mereka pun pamit, meninggalkan penjara dan orang-orang yang pernah mencelakakannya.*Dalam perjalanan pulang, Nisa meminta Bram untuk berhenti sebentar di bendungan yang tak jauh dari sana. Bendungan itu memiliki tempat khusus di hatinya. Dulu, sewaktu kecil, ia sering bermain di sini bersama teman-temannya, menikmati masa-masa yang penuh kebebasan dan tawa. Kini, setelah semua yang ia lewati, tempat ini memberinya ketenangan.Mereka duduk di tepi bendungan, melihat air yang berkilauan di bawah sinar matahari sore. Suara gemericik air yang mengalir membawa damai, seolah membersihkan sisa-sisa ketegangan yang tadi masih menggantung."Aku senang semuanya udah selesai," kata Nisa sambil menatap pemandangan di depannya.Bram tersenyum, melingkarkan lengannya di bahu Nisa. "Sekarang kita bisa fokus ke masa depan, tanpa ada beban."Nisa mengangguk, merasakan kedamaia

  • GELANDANGAN YANG KUBELI TERNYATA KONGLOMERAT   Bab 59. Menjenguk Keluarga

    Setelah seminggu berada di Kalimantan, Nisa dan Bram bersiap kembali ke Jawa. Mereka baru saja melewati minggu pertama sebagai pengantin baru, penuh kebahagiaan dan keintiman. Namun, di balik senyum Nisa, ada perasaan tak sabar yang menggelayut di hatinya.Ia merindukan rumah, lebih tepatnya, merindukan bertemu dengan orang tuanya, ayah dan ibunya yang sudah menanti kepulangannya. Baginya, tidak ada tempat yang lebih nyaman selain berada di dekat mereka, terutama setelah semua yang terjadi pada dirinya. Namun, perasaan lain yang tak kalah kuat adalah keinginan Nisa untuk segera bertemu dengan mereka—musuh-musuh dalam keluarganya. Eyang Harun, Ranti, Sari, dan yang paling dia ingat dengan tajam, Tante Melani.Mereka semua kini berada di penjara, setelah kasus besar yang menimpa keluarga mereka terbongkar. Nisa tak pernah membayangkan dirinya akan menghadapi mereka dalam situasi seperti ini.Dulu, ia selalu menjadi objek ejekan, terutama dari Melani yang tak henti-hentinya menghina Nis

  • GELANDANGAN YANG KUBELI TERNYATA KONGLOMERAT   Bab 58. Rencana Selanjutnya

    Malu rasanya saat harus keluar dari kamar dalam keadaan tidak baik-baik saja. Ya, sudah bangun kesiangan, keduanya justru membuat satu keluarga harus menunda makan pagi demi menunggu mereka keluar.Nisa menahan rasa sungkan, ia keluar setelah berhasil melepaskan diri dari Bram lewat jendela kamar. Tentu saja adegan itu direkam bersama-sama seluruh keluarga mengingat kamar pengantin terlihat jelas dari ruang makan."Kau ... baik-baik saja, Nis?" tanya Harun saat melihat Nisa keluar dari jendela dengan mengendap-endap. "Ada apa dengan pintunya? Kenapa tidak lewat pintu saja?"Nisa menoleh ke arah ruang makan, wajahnya langsung memerah padam mengingat mata seluruh keluarga tertuju ke arahnya."Ehm, anu Pak, pintunya—""Sebaiknya kau segera membersihkan diri di kamar tamu. Di sana ada kamar mandi di dalam," potong Satrio tak kalah merasa malu. Ya, sudah jelas jika Nisa berbuat demikian karena ulah anaknya."Mari kita makan terlebih dahulu, biarkan mereka mengurusi kebutuhan mereka sendiri

  • GELANDANGAN YANG KUBELI TERNYATA KONGLOMERAT   Bab 57. Jangan Mengelak Lagi

    "Sah!" seru beberapa orang laki-laki di tempat itu dengan lantang. Seruan mereka menandakan bahwa hubungan yang saat ini terjalin sudah sah di mata hukum maupun agama.Kendati mereka sudah pernah ijab kabul, perasaan berdebar masih saja terasa di dalam dada. Saling berpandangan, Bram melempar senyum ke arah Nisa lalu mengikuti arahan sang penghulu untuk bertukar cincin bersama-sama.Setelah menyematkan cincin emas dua puluh empat karat seberat tiga gram di jari manis masing-masing, keduanya lantas berdoa untuk kesejahteraan bersama."Malam ini kau takkan bisa lolos lagi," bisik Bram setelah mereka berdoa dan berpindah tempat ke kursi pelaminan.Nisa hanya diam, pura-pura tak mendengar dengan wajah bersemu merah. Alih-alih menanggapi bisikan Bram yang terdengar mengerikan, ia sengaja mengabaikan dan justru tersenyum pada para tamu yang menyapa dirinya di depan kursi pelaminan."Selamat untuk kalian berdua ya. Semoga hubungan kalian sakinah mawadah warahmah hingga kakek-nenek," ucap seo

  • GELANDANGAN YANG KUBELI TERNYATA KONGLOMERAT   Bab 56. Akhirnya Kita Menikah

    "Maaf, Ayah terlalu terharu." Harun melepas pelukan putrinya lalu menyeka airmata yang jatuh di pipi. Ia mencoba tersenyum lalu menyapa Bram dan juga Alex yang berdiri tak jauh dari sisi putrinya."Hai, jumpa lagi dengan kamu," sapa Harun seraya mendekat ke arah Bram lalu menepuk bahunya. Pria paruh baya itu tersenyum tipis, "tak disangka kita jumpa lagi di tempat ini.""Iya Pak," angguk Bram sedikit enggan untuk berbasa-basi.Suasana sore menjelang malam itu terasa begitu syahdu. Warung gorengan yang ia buka pun lebih ramai daripada biasanya."Bu, saya beli gorengannya dong Bu. Udah habis nih di nampan," protes salah satu pelanggan pada Ratih yang sibuk menyongsong kebahagiaan di dalam keluarganya."Oh, iya, Pak. Tunggu sebentar ya," ucap Ratih menyadari perbuatannya. Wanita itu tersenyum lalu menatap Harun, Nisa, Bram, dan juga Alex secara bergantian."Kalian lanjut ngobrol di teras rumah ya, Ibu mau bikin gorengan dulu buat pelanggan." Ratih berpamitan, ia tersenyum tipis lalu mene

  • GELANDANGAN YANG KUBELI TERNYATA KONGLOMERAT   Bab 55. Gayung Bersambut

    Nisa tak menjawab, meski hatinya cukup berdesir saat Bram mengatakan demikian, ia tidak akan goyah dengan keputusan awal."Oh, ya, Pah, aku akan balik ke pulau Jawa untuk menuntaskan misi yang sudah Nisa beri. Misal nanti sudah complete dan tercapai, Papa bersedia ya menghadiri ijab kabul kami," ucap Bram mengalihkan pandangan ke arah Satrio yang masih sibuk dengan menu makan siangnya."Ijab kabul?" ulang Satrio mengerutkan kening. "Bukankah kalian ini sudah sah nikah?"Bram tersenyum, ia menoleh sekilas ke arah Nisa lalu kembali melabuhkan pandangan ke arah papanya."Nisa minta ijab kabul-nya diulang Pa. Katanya kalo aku berhasil menemukan ayahnya maka ia bersedia menjalankan tugasnya sebagai seorang istri," cerita Bram dengan riang membuat Nisa mendadak salah tingkah. "Tolong Pa, iyakan saja. Papa tahu 'kan rasanya jadi pria dewasa yang merindukan lautan asmara sekian lamanya."Satrio manggut-manggut, ia menunduk lagi sambil menikmati makanannya. "Lakukan saja, aku akan mendukungmu

  • GELANDANGAN YANG KUBELI TERNYATA KONGLOMERAT   Bab 54. Jodoh Takkan Ke mana

    "Kamu nggak bisa kembali segampang itu Mas," tandas Ratih dengan tatapan serius. "Aku ini bukan permen yang bila kamu ingin, kamu bisa memakaiku kembali kapanpun kamu mau."Harun terdiam, ia mengusap wajahnya dengan satu tangan. Ada perasaan menyesal yang kini terlihat di wajahnya."Meski aku belum mengajukan gugatan tapi ... kau pergi selama lima tahun Mas," ucap Ratih. "Selama itu kamu sama sekali tidak mengabarkan kami dan juga tidak memberi nafkah. Menurutmu, apa pantas kamu kembali dengan mudah?!"Harun masih diam, ia mencerna semua ucapan Ratih dengan seksama. Kali ini ia merasa malu karena sudah menelantarkan keluarganya sedemikian jauh."Aku minta maaf Rat," ucap Harun lirih sambil tertunduk. "Awalnya aku hanya ingin menghindari utang berikut bunganya tapi ... sepertinya kekhilafanku sudah telanjur jauh."Ratih mengalihkan pandangan ke sisi lain, tak ada ucapan yang ia katakan. Keduanya diam beberapa saat seolah-olah mencari jalan keluar atas apa yang sudah mereka bahas kali i

  • GELANDANGAN YANG KUBELI TERNYATA KONGLOMERAT   Bab 53. Rujuk

    Sementara itu Ratih yang sendirian di rumah tetap berusaha untuk menjalankan bisnis gorengan yang selama ini sudah ia rintis. Walau tidak ada Nisa, ia yakin bahwa ia mampu menjalankan warungnya dengan lancar tanpa ada gangguan dari siapa pun.Karena Ratih dan Nisa cukup ramah di lingkungan itu, sudah pasti mereka sangat dikenal warga sekitar. Tak hanya itu, kepribadian yang baik mengantarkan mereka hidup rukun dan juga saling tolong menolong satu sama lain.Sore itu, seperti biasa Ratih menggoreng beberapa jenis makanan di wajan besar yang sudah dipenuhi dengan minyak goreng panas. Satu per satu adonan pisang ia masukkan, beberapa orang yang jajan pun mulai merapat di warung kecil tersebut."Bu, beli gorengan dong." Seorang pria datang dengan memakai masker dan topi hitam. Ia juga memakai jaket kulit berwarna serupa."Iya Pak, gorengan apa?" tanya Ratih sambil menatap pria itu. Sayangnya ia tertunduk dan tertutup topi sehingga Ratih sendiri tidak begitu memperhatikannya."Pisang sama

  • GELANDANGAN YANG KUBELI TERNYATA KONGLOMERAT   Bab 52. Persyaratan

    "Dasar bocah tengik!" Satrio menghardik sambil menoyor kepala Bram sedikit lebih keras. Pria itu datang tiba-tiba, membuat Bram mengaduh kesakitan lalu melepaskan tubuh Nisa hingga terhuyung mundur."Tak seharusnya kamu melakukan hal ini di ruang makan," tukasnya lagi sambil berjalan menuju ke salah satu kursi di ruang makan. "Tahan dirimu untuk beberapa jam lagi. Dasar anak muda!"Bram mengusap kepalanya sementara itu Nisa hanya tertunduk dengan wajah merona merah."Ayo duduk, mau tunggu siapa lagi, hah?!" Satrio menginstruksi, meminta keduanya agar berkumpul di meja makan.Bram dan Nisa lantas menghampiri Satrio dan duduk di sampingnya. Beberapa pelayan mendatangi mereka dan mulai melayani apa saja yang menjadi kebutuhan mereka."Jadi ... apa rencana kalian setelah ini?" tanya Satrio seraya memotong steak daging sapi kualitas premium di piringnya."Pulang—""Liburan—"Nisa dan Bram saling pandang, mereka mengucapkan kata-kata hampir bersamaan. Hal itu membuat Satrio mendongak lalu m

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status