Kalimat yang terlontar dari bibir Lazuarrdi membuat Shasy terhenyak. Dia berusaha untuk duduk, walau perutnya masih terasa nyeri dan perih.
"Lazuarrdi lihatlah aku!"
Lelaki tampan itu berbalik. Dan berjalan mendekat.
"Ada apa Shas? Setiap ucapan kamu bikin kepala aku makin pusing."
"Maaf, Lazuarrdi. Aku cuman pengen tau, dari mana kamu tau tentang wanita itu?!"
"Maksud kamu Kazumi? Atau Karmila?"
Dua pertanyaan itu semakin membuat Lazuarrdi bertambah pusing.
"Apa ada dua orang wanita?"
"Iya. Kazumi dan Karmila."
"Dari mana kamu mengenal mereka semua?"
Lazuarrdi terdiam tak menjawab. Dia sendiri semakin bertambah penasaran dengan semua teka teki ini.
"Kamu enggan bilang sama aku?"
"Bukan begitu Shas. Kepala terasa pusing. Aku kepikiran sama Eyang dengar omongan kamu tadi."
"Ma-maaf, Ardi. Bener-bener aku minta maaf."
"Enggak apa-apa, Shas."
Tangannya membelai lembut rambut Shasy.
Antara sadar dan mimpi. Dia seperti mendengar suara wanita yang tengah memanggil dirinya. "Lazuarrdiii ...." Suara itu kembali terdengar lamat-lamat. Membuat kedua matanya mengerjap beberapa kali. "Apa aku ini mimpi? Atau--" Belum selesai dia berkata. Lazuarrdi merasa ada orang lain yang berada dalam kamarnya. Saat dia memaksa kedua matanya terbuka lebar. Sosok Karmila telah terlihat di dekat pintu. "Ka-Karmila?" Sosok wanita itu hanya diam. Raut wajahnya terlihat pucat. Dengan tatap mata yang kosong. "Kamu, menemui aku di sini, kenapa? Tolong katakan, siapa kamu sebenarnya?" "Segera bawa pulang pedang itu ke sini!" "Iya, pasti itu. Tapi menunggu semua urusan aku selesai. Pedang itu benar-benar mengganggu aku, Karmila!" "Segera bawa pulang pedang itu ke sini!" Kembali sosok wanita itu, mengulang lagi kalimatnya. Lazuarrdi berpikir keras. Apa maksud dari Karmila sebenarnya? "Ka
Seketika tangan Lazuarrdi bergerak mematikan kran shower. Dia seperti mendengar suara seseorang yang berteriak melengking tinggi. Sangat terdengar jelas di telinga.Membuat Lazuarrdi mengedarkan pandangannya lagi. Tak terlihat siapa-siapa. Jantungnya kembali berdegup lebih kencang dari semula."Suara apa tadi?"Dia pun segera menyelesaikan kegiatan mandi. Bergegas dia keluar dan segera berganti pakaian. Sejenak dia masih terdiam dengan pandangan yang mengarah pada kamar mandi."Aneh. Lagi-lagi kejadian aneh."Lalu dia keluar kamar. Langkahnya bergerak cepat menuruni anak tangga. Aroma kopi wangi begitu menyengat hidungnya. Bagai menyambut kedatangan Lazuarrdi yang berjalan mengarah pada ruang makan."Woooiii, Bro! Sorry gue nangkring duluan di sini.""Santai, Bro."Keduanya menikmati roti dan kopi yang masih panas. Kemudian Lazuarrdi mengamati kawan baiknya itu. Yang lahap menyuapkan roti ke mulutnya."Lu lapar?"
Seketika Danang mengerutkan keningnya. Dengan sorot mata yang tajam, mengarah pada Lazuarrdi yang seperti sudah malas untuk bercerita."Kapanlah gue ceritain. Yang jelas Kazumi penampakan seorang wanita Jepang berpakaian kimono berwarna hijau. Cantik tapi penuh misteri."Buru-buru Danang mengeluarkan ponsel. Dan menunjukkan sebuah foto pada Lazuarrdi."Apakah ini?"Dia menyodorkan ponselnya. Seketika Lazuarrdi yang melihat penampakan foto itu terperanjat."Dari mana lu dapat?""Ini sudah pembesaran beberapa kali Bro. Biarpun samar tapi sosoknya masih kelihatan. Iya 'kan?"Tanpa bersuara, Lazuarrdi hanya manggut-manggut. Namun pandangannya tak lepas dari foto yang dia lihat di ponsel Danang. Apa yang dikatakan Danang ternyata benar. Sosok yang terpampang samar ini memang terlihat sebagai Kazumi."Bagaimana menurut lu, Bos? Lu juga bisa melihatnya 'kan?""Yup, lu benar. Kalau cuman melihat asal, tak begitu terlihat, Nang.
"Silakan ikuti saya, Tuan Lazuarrdi.""Ka-kamu juga tahu nama saya?" tanya Lazuarrdi terbata.Wanita itu hanya tersenyum, sembari berkata,"Tuan Roy Kenzo sudah menunggu anda Tuan Lazuarrdi.""Ohhh, kamu sekretaris Tuan Roy ya?"Dia hanya tersenyum. Wanita cantik dengan tubuh tinggi semampai itu, berjalan cepat mendahului Lazuarrdi."Pintar sekali Tuan Roy mencari sekretaris. Sangat cantik dan menarik," gumam Lazuarrdi.Sampai wanita itu berhenti di depan sebuah kamar presidential suite."Silakan masuk, Tuan Lazuarrdi.""Terima kasih, Miss."Wanita itu pun menuntunnya menuju sebuah sofa mewah yang menghadapa arah jendela. Terdapat beberapa sofa lengkap dengan meja serta nakas.Terdengar derap langkah yang berjalan mengarah pada Lazuarrdi. Betapa terkejutnya dia, saat melihat sosok Roy Kenzo yang ternyata sudah berusia tua. Mungkin seumuran kakeknya."Tuan Lazuarrdi!"
Entah mengapa, kedua matanya membulat lebar. Seakan terkejut oleh foto-foto yang diperlihatkan oleh Lazuarrdi."A-ada apa Tuan? Apa saya salah?"Lelaki itu masih saja terdiam."Siapa yang menyimpan pedang itu?" tanya Roy Kenzo. Dia tak bisa menyembunyikan keterkejutannya."Dulu Kakek, Tuan Roy. Dan sekarang pun masih di rumah Nenek saya."Dari kilatan matanya menggambarkan sesuatu yang aneh. Dia terlihat seperti benar-benar terkejut. Yang tak bisa dia sembunyikan perubahan pada wajahnya. Azuna bisa menangkap hal itu."Papa, ada apa?"Lelaki itu hanya menggeleng."Bisa kau tinggalkan sebentar kami berdua?""Ohhh, baik Pa.""Gadis baik. Dia anak bungsu saya. Disaat usia istri saya hampir lima puluh tahun. Hamil Azuna. Anak gadis satu-satunya.""Iya, dia sosok gadis yang sangat baik.""Lazuarrdi apa yang sebenarnya ingin kamu ketahui?"Sejenak lazuarrdi terdiam."Banyak sih Tua
"Kamu seperti ingin bilang sesuatu Lazuarrdi?""Maafkan aku sebelumnnya. Apa kamu tahu soal pedang samurai ini?""Maksud kamu?"Ting!Suara pintu lift yang terbuka. Lazuarrdi mempersilakan wanita cantik itu untuk megikutinya."Pedang apa Lazuarrdi?""Kita lanjutkan setelah sampai cafe. Oke, Azuna?""Oke."Mobil pun mulai merayap memecah keramaian kota malam ini."Apa jauh kah?""Tak terlalu jauh. Hanya saja macet yang bikin lama."Kembali wanita cantik ini tersenyum. Membuat Lazuarrdi betah bincang santai bersamanya. butuh waktu lima belas menit. Akhirnya mereka sampai di sebuah cafe yang terkenal dengan penyajian kopi yang sangat menarik, dengan beberapa pilihan menu beragam."Aku mau coffee latte saja Lazuarrdi.""Banyak snack yang mungkin kamu sukai di sini.""Kamu pesan saja Lazuarrdi. Kalau enak aku suka."Lazuarrdi segera memilih beberapa dishes. Kemudian berbincang s
Saat kakinya mulai menapak ruangan itu. Tercium aroma melati yang sangat wangi. Namun kelamaan berubah menjadi aroma yang busuk."Bau apa ini? Kok tiba-tiba gue merinding kayak gini ya?"Danang yang penasaran semakin memberanikan dirinya untuk menjelajahi ruangan yang disebut sentong.Tangannya menyapu debu yang berada di atas nakas. Yang terletak di samping ranjang.Kemudian langkahnya kembali bergerak. Hingga berhenti tepat di depan kotak seperti tempat harta karun. Saat dia mencoba untuk membukanya. Seperti terkunci. Danang kembali mengusap pelan, gambar seperti sebuah logo yang berbentuk matahari di bagian penutup atas."Hemmm, sepertinya ada hal yang penting di dalam sini. Apa Ardi tak mengetahuinya?"Sejenak dia terdiam. Danang terpikirkan untuk menelepon Lazuarrdi. Buru-buru dia mengeluarkan ponsel di saku kemeja.Cukup lama hingga deringa terkahir, barulah Lazuarrdi mengangkat teleponnya."Hallo!""Ada apa, Nang?"
Saat dia perhatikan dengan seksama lagi. Danang bergerak mundur. Dalam penglihatannya. Seraut wajah itu seperti melayang."Ba-badannya ke mana?" Suara Danang terdengar bergetar."Aku ... di sini Mas Danang!""Haaaaaahhh!" teriak Danang. Dia menoleh ke belakang. Tak terlihat siapa-siapa. Dia kembali memberanikan diri melihat cermin. Seketika kedua kakinya tak bisa bergerak. Dianang langsung terduduk lemas."Saaaat ... Satriyooo!" Dia berteriak kencang. Akan tetapi tak ada suara yang keluar dari bibirnya. Danang kembali berteriak. "Satriyooo!" Tetap saja suara nya masih tak terdengar.Aroma anyir dan amis mulai merasuk ke rongga hidungnya. Danang pun mulai berani mendongak. Mengarah pandangannya pada pedang samurai itu.Kedua bola mata membulat lebar. Dengan mulu terperangah. Danang sampai tak bisa berkata-kat. Dari manik mata yang membulat, dia melihat tetesan darah segar yang mengalir. Berasal dari pedang itu."Busyet, dah! Itu, darah
Tepat pukul dua belas siang. Mereka baru terbangun. Dan bergegas berkemas. Annisa yang sudah sedari tadi siapa sedang berjongkok di makam Kazumi atau Karmila.Dia membacakan Yasin dan doa untuknya. Dari ambang pintu Lazuarrdi melihat ke arahnya dengan wajah yang segar. Lalu berjalan mendekati Annisa."Maaf, enggak bisa seperti rencana semula Nis.""Enggak apa-apa kok Mas Ardi. Saya juga baru bangun kok. Buru-buru mandi terus ke sini sebentar.""Berarti belum makan?"Annisa menggeleng."Yuk, makan dulu. Kayaknya Marni sudah siapkan semuanya.""Baik, Mas."Langkah keduanya menuju ruang makan. Terlihat Marni yang sibuk menata piring."Kamu masak apa beli, Mbak?""Saya beli nasi padang Mas. Takut kalau di warung yang lain, Mas Ardi enggak suka. Soalnya agak manis masakannya."Apa yang dikatakan Marni dibenarkan Lazuarrdi. Segera dia duduk dan memanggil Satriyo yang sibuk memasukkan barang-barang."Kamu m
Hampir satu jam mereka merawat jasad yang sudah jadi tengkorak itu. Tepat pukul tiga pagi. Mereka kembali mengebumikan Kazumi atau Karmila."Innalillahi Wainna Ilaihi Rojiun!" ucap para warga serempak."Bahwa apa yang berasal dari-Nya. Pasti akan kembali kepada pemilik-NYa."Setelah prosesi pemakaman selesai. Beberapa warga beristirahat dengan suguhan yang dibikin oleh Marni."Annisa! Apa yang sebenarnya terjadi saat di dekat sungai tadi?""Maksud Mas Lazuarrdi?""Apa benar Kazumi meminta kamu mencari Kenanga?"Cukup lama Annisa terdiam."Kenapa kamu diam?""Ehhh ...."Wanita cantik menghela napas panjang. Lalu mengangguk."Tapi saya tak mau berjanji padanya. saya sudah tegaskan itu Mas. Akan semakin panjang kalau kita mencari Kenanga. Kita enggak tau harus bermulai dari mana juga 'kan?""Cuman yang aku takutkan, suatu saat nanti. Dia akan menganggu kita lagi, dengan meminta janji itu.""Mas,
"Mas Satriyo! Bisakah ambilkan dua lembar daun itu?""Bisa, Mbak. Sebentar!"Kedua kakinya berlari kecil meninggalkan Annisa dan Lazuarrdi yang masih terduduk di tanah."Kenapa perasaan aku sedih sekali, Nis? Seperti hancur, gelap, tak berdaya. Seolah hidup aku ini tak ada artinya lagi.""Mas Ardi banyak istigfar ya. Terus baca aya Qursi tiga kali, serta surat pendek tiga Qul. Mas Ardi bisa?"Lelaki tampan menggeleng dengan pandangan yang mengarah pada Annisa."Kalau begitu sholawat yang banyak saja Mas. Sama istigfar ya, biar perasaan Kazumi enggak terbawa Mas Lazuarrdi.""Baik, Nis."Tak lama. Satriyo sudah datang dengan memebawa dua lembvar daun keladi. Lantas memberikan pada Annisa.Sebelum mengambil kepala Kazumi, Annisa membaca doa terlebih dahulu. Setelah selesai. Dia memungut dengan kedua tangan beralaskan daun talas."Biar saya yang bawa!" tegas Annisa.Mereka pun berjalan pulang menuju rumah
"Kazumi sangat terluka. Aku kesakitan bukan saja raga aku. Tapi, jiwa aku. Apalagi saat aku mendengar kabar, Hayato membunuh semua keluargaku. Saat itu kehidupanku seperti runtuh. Aku ingin mati ... aku ingin mati! Apalagi Takashimo yang menyayangi aku penuh ketulusan. Dibunuh oleh bajingan laknat itu! Belum lagi Kenanga. Di manakah Kenanga berada? Sampai kematian aku pun tak mendapatkan lagi kabar tentang dia. Di mana diaaa ... Kenanga saat itu masih berumur muda sekali. Dan Hayato sudah menjadikannya Jugun Ianfu. Karena kemarahannya padaku," isak tangis Lazuarrdi dengan suara yang berbeda. "Apa aku salah membunuhnya dengan keji?!"Kali ini Lazuarrdi yang duduk bersimpuh menoleh perlahan ke arah Annisa yang berdiri di sampingnya. Sorot matanya tajam, menatap Annisa dengan berurai air mata."Jika memang kau ingin memakamkan aku dengan layak. Ada satu syarat yang aku pinta!"Annisa yang masih terperanjat tak langsung menjawab. Dia masih terpaku dengan mata yang m
"Ke-kenapa, Mas?"Dia terus menggeleng dengan raut wajah yang sangat tegang. Tarikan napasnya terdengar memburu. Lazuarrdi ikut merebahkan tubuhnya di sebelah Annisa yang terus menatap lelaki tampan itu."Mas Ardi kenapa sih?""A-aku lihat dia Nisa.""Terus?""Awalnya dia terlihat layaknya seorang wanita berkimono. Tapi ... tiba-tiba, kepalanya kayak terpenggal begitu saja. Dan jatuh ke tanah."Sontak mendengar penjelasan seperti itu. Annisa langsung berusaha bangkit dari tempat dia berbaring. Membuat Lazuarrdi menatap tajam ke arahnya, dengan pandangan heran."Mau ke mana kamu?""Ayo, Mas! Aku sudah tau di mana letak kepalanya.""Maksud kamu?""Ayo, Mas!"Dibantu Lazuarrdi, Annisa berjalan lembat menuju pohon gayam itu. Diikuti oleh Satriyo yang terus menyorot ke arah mereka."Tunjukkan di mana Kazumi berdiri Mas!""Di tempat aku berdiri sekarang.""Oke, tunggu bentar Mas!"Anni
Dia mengangkat botol yang diberikan Mbah Sukro. Lalu mulai memercikkan air di sekitaran pohon gayam yang terlihat kokoh beridri di hadapan mereka.Saat Annisa sibuk mengucurkan air. Dedaunan pohon gayam seperti bergerak-gerak. Sampai menjatuhkan dedaunan yang kering.Sontak ketiganya melihat ke atas. Mereka seperti melihat dua titik cahaya merah. Seperti bola mata yang terus menatap ke arah mereka."I-itu ... apa Mbak Annisa?" teriak Satriyo membuat mereka berlari sedikit menjauh. Diikuti Annisa.Saat Annisa mendongak, dua titik berwarna kemerahan tak lagi terlihat."Aku masih belum selesai Mas. Kurang sisi utara aja," bisik Annisa."Ayo, kita kembali ke pohon itu!" ajak Lazuarrdi.Suasana benar-benar mencekam. Angin semakin berembus kencang."Bismillah, ya Allah bantu kami," bisik Annisa.Saat mereka kembali mendekati pohon gayam itu. Annisa merasa ada seseorang yang tengah memandang mereka. Sontak dia
Rupa-rupanya sosok hitam pekat itu, kembali akan melayangkan hantaman untuk yang keempat kalinya. Namun, sekilas cahaya putih menangkis serangan itu. Cahaya berbentuk butiran-butiran kecil menyerupai tasbih, menghalangi tubuh Mbah Sukro dari kekuatan hitam.Dalam genggaman tangan Mbah Sukro, dia terus menggulirkan tasbih yang sedari tadi dipegangnya. Terdengar lelaki itu mulai bergumam lirih. Dia terus berdzikir menghadapi serangan makhluk iblis itu.Sontak membuat kedua bayangan hitam itu, menghentikan serangannya dan mundur. Mbah Sukro memejamkan kedua mata dengan rapat. Tak henti bibirnya berdzikir. Walau tubuh tua terasa sakit akibat serangan itu. Dia terus berusaha untk membantu Annisa. Yang jauh darinya."Semoga kamu segera menemukannya, Nduk! Mbah akan mengawal kamu dari sini dengan doa."***Terlihat Annisa masih duduk dengan tafakur. Tiba-tiba dalam bayangan yang samar. Dirinya seperti melihat cahaya kemerahan yang berkelebat melintas Seir
Hanya dalam hitungan sekian detik. Sosok wanita itu sudah berdiri di hadapan lelaki itu. Wajah mereka begitu dekat. Tanpa jeda. Sampai Mbah Sukro bisa mencium embusan napas makhluk yang berada di hadapannya.Manik mata mereka salling beradu. Hingga sorot mata yang tajam tak bisa membuat Mbah Sukro tunduk.Tiba-tiba, di alam yang nyata. Pintu rumah terbuka lebar dengan sendirinya. Bagai ada seseorang yang telah membuka dengan paksa. Namun, tak terlihat siapa pun juga."Mau apa kamu ke rumahku? Kedatanganmu, secara paksa seperti ini apa maksudnya?" Mbah Sukro dengan mata yang terpejam."Hentikan pencarianmu! Atau kau akan mati! Sama seperti mereka semua." Terlihat bayanganhitam yang tak tampak perwujudannya.Masih dengan mata yang terpejam, Mbah Sukro melempar kembang-kembang itu dengan pelan."Mrene ... mrene! Ini makanan kamu!" seru Mbah Sukro.(Mrene = ke sini)Tampak gumpalan asap yang menyerupai sosok seorang lak
Seketika Satriyo mengarahkan senter yang ada di tangannya. Saat cahaya mulai menerangi pohon itu. Sontak dia melemparkan senter jumbo ke tanah. Dengan tubuh yang hampir terjungkal. Untung Lazuarrdi menahan keseimbangan tubuhnya, dengan menarik lengan Satriyo."Aaaaarghhhh!"Tubuh Satriyo akhirnya terduduk di dekat kaki Lazuarrdi. Napasnya tersengal-sengal."A-ada apa kamu?""Ayo, Mas. Kita pergi dari sini. Ini lebih seram dari rumah kita, Mas!" tegas Satriyo."Memangnya apa yang kamu lihat?"Satriyo tak mau menjawab. Dia menggeleng kuat-kuat. Lazuarrdi mengambil senter jumbo yang terbalik dan mati. Sekali tekan dan sedikit mengguncang akhirnya, senter menyala lagi.Lazuarrdi kembali menyorotkan cahaya pada pohon kelapa yang tak jauh dari mereka. Tak terlihat apa pun. Lalu dia menundukkan kepala."Kamu kenapa Sat? Coba bilang!""Ta-tanyakan Mbak Annisa, Mas!" Dengan suara bergetar dan tubuh Satriyo seperti orang yang kedi