Brama terkejut ketika petugas memberi tahu bahwa seseorang datang mengunjunginya, ia tidak memiliki sanak saudara yang cukup dapat di andalkan di situasi seperti ini. jadi, mustahil ia mendapat kunjungan.
“Cepatlah, pekerjaanku juga banyak.”
Brama mendesis kesal pada perlakuan kasar penjaga yang menuntunnya.
“Pak Brama.”
Brama mengerutkan kening, ia benar-benar tidak mengenal lelaki berpakaian formal yang menunggunya di bilik kunjungan.
“Syukurlah keadaan Anda masih cukup baik.
“Siapa kamu?” Brama tidak ingin basa basi.
Tetapi pertanyaannya justru dijadikan tertawaan oleh lelaki muda tersebut.
“Siapa saya tidak terlalu penting, Pak Brama. Lebih baik Anda mengajukan pertanyaan lain,” lelaki muda itu terlihat sedang memikirkan sesuatu. “Apa keperluan saya di sini, misalnya?”
“Persetan. Aku tidak akan terjebak ke dalam lubang yang sama, jadi pergilah. A
Galahan masih terus memberontak meski tiga orang pengawas sudah memegangi tubuhnya, sementara satu pengawas yang lain memeriksa Brama. Lelaki tua bangka itu tidak sadarkan diri, petugas bergegas memberikan kode kepada salah satu rekannya untuk bergegas membawa Brama ke ruang kesehatan.“Berhentilah bertengkar, kamu bisa membunuhnya jika terus seperti itu.” tegur salah satu pengawas.“Aku memang berniat membunuhnya.”“Jangan konyol,” penjaga mulai beranjak. “Kamu pasti tidak ingin membuat putrimu semakin kecewa, iya kan?”Tangan Galahan terkepal, lelaki itu sibuk memikirkan ucapan Brama.“Apa keparat itu akan dibebaskan? Ada seseorang yang menjaminnya?”Petugas tertawa. “Jangan mimpi, kejahatan kalian terlalu besar untuk bisa dibebaskan dengan mudah.”Galahan membiarkan petugas meninggalkan selnya sembari menggelengkan kepala, lelaki itu terus memikirkan ucapan Bra
Yuda melambaikan tangan pada penjaga yang membuka portal, lelaki itu menyelipkan selembar uang sebelum melajukan mobilnya ke jalanan yang tampak tidak rata. Tujuannya hanya satu, rumah tua di ujung jalan sana.“Wah, Anda sedang berpesta rupanya,” Yuda mengambil gelas tinggi dan mengulurkannya ke hadapan Anggela. “Apa ada kabar baik?”“Berhenti berpura-pura bodoh,” Anggela menggerutu meski tetap mengisi gelas Yuda dengan wine. “Kamu pasti sudah dengar beritanya.”Yuda tertawa. “Ayo lah, aku sedang memberimu kesempatan untuk menyombongkan diri.”“Simpan kesombongan kamu itu sampai kita benar-benar berhasil meraih apa yang kita inginkan, Alisha masih bisa bernapas dengan tenang di luar sana.”“Tidak akan lama lagi, Anggela. Setelah kamu keluar dari rumah pengasingan ini, putri dari Galahan Erlang itu akan membayar semua kesalahannya.”“Bagaimana dengan, Br
“Dia siapa, Pa?”Aditama menyeret putranya ke dalam kamar. “Stt! Kamu tidak perlu tahu, Yuda. Sana, pergi temani Wilya.”“Tapi, Pa.”“Stt! Pergi. Papa dan tamu Papa ada pembicaraan penting.”ayahnya kelihatan resah, Yuda bisa merasakannya. Tetapi anak lelaki berusia tujuh tahun ini tidak lagi memaksa, anak lelaki itu pergi sembari menenteng adik perempuannya yang baru berusia tiga tahun ke taman belakang.“Anak-anakku masih kecil, Galahan. Kamu harus mengerti!”Yuda bisa mendengar suara ayahnya menggelegar hingga ke taman belakang, anak lelaki itu mulai merasa takut sekaligus penasaran.“Wilya tunggu di sini dulu sebentar, ya.”Yuda membiarkan adiknya bermain bola di dalam kolam bereng karet yang tidak di isi air.“Justru karena mereka masih kecil, kamu bisa melakukannya dengan mudah.” Galahan mendekat. “Pergi, Adi. Pergi sebelum me
Arjuna merasa suntuk, belakangan ini lelaki itu lumayan banyak pikiran. Karena itu, hari ini ia merasa membutuhkan sedikit hiburan. Arjuna berjalan menuju lemari wine dan mengambil satu botol anggur langka hadiah dari salah satu kolega yang senang dengan hasil pelelangan terakhir.“Anda terlihat lelah,” Anggela memijat bahu Arjuna dari belakang. “Apa aku perlu menyiapkan air hangat untuk berendam?”Arjuna meremas tangan Anggela di pundaknya, lewat gerak mata lelaki itu meminta perempuan itu untuk duduk di pangkuannya.“Kamu ingin berendam?” Arjuna bertanya lirih.“Jika tuan menginginkannya.”Arjuna berpikir sebentar, kemudian menggeleng. Perasaannya masih kacau, ia sedang tidak ingin melakukan apa pun selain menghabiskan koleksi wine mahalnya di lemari.“Aku mendengar cerita yang menarik selama di rumah pengasingan.”“Oh ya?” Arjuna menyesap wine
“Hey ada apa?”Raina mengulas senyum tipis, perempuan itu mengusap rahang kekasih barunya. Seorang mahasiswa yang kekurangan uang, Raina benar-benar menghamburkan sisa-sisa harta kekayaannya untuk bersenang-senang.“Biasalah, anak manja itu sedang berulah.”“Jangan cemberut begitu.”Raina tertawa geli karena kekasihnya menciumi wajahnya bertubi-tubi.“Kita kan mau bersenang-senang.”Raina mengangguk. “Mana barangnya?”Si lelaki menyeringai, ia mengeluarkan bubuk berwarna putih yang dibungkus plastik obat. Raina menunggu kekasihnya menyiapkan segalanya, perempuan itu tetap diam dan pasrah ketika lelaki itu mulai menyuntikan benda terlarang itu ke dalam tubuhnya.Raina merasa tubuhnya melayang, perempuan itu merasa senang sebelum tubuhnya mengejang dan ia menutup mata untuk selamanya.***Regina menatap gundukan tanah basah di hadapannya dengan tatapan data
Brama tidak bisa berhenti tersenyum, lelaki itu senang karena hari yang sudah lama ditunggunya akhirnya tiba. Galahan yang melihat tingkah teman satu selnya mengerutkan kening keheranan, di dalam hatinya Galahan mencoba menebak-nebak apa gerangan yang membuat Brama kelihatan senang. Lelaki tua itu bahkan sedari pagi sudah berdandan, mencukur kumis, janggut dan bahkan merapikan rambutnya.”Kamu pasti akan merindukanku kawan, tetapi jangan khawatir. Aku akan sering datang mengunjungimu, aku juga akan menjenguk Alisha dan melaporkan keadaan anak perempuan kesayanganmu itu.” Brama tertawa keras, lelaki bahkan sampai terbatuk. ”Aku tidak akan melupakanmu kawan, aku berharap kamu juga sama. Ingat aku sebagai mimpi buruk yang akan terus menghantui hidup putrimu.”Galahan tidak tahan lagi, lelaki itu menarik kerah pakaian Brama dengan kasar. ”Tutup mulutmu tua bangka! Aku sedang tidak ingin mendengar mulut besarmu itu berbicara.”&rdq
Sebastian berdiri diam, kepala pelayan itu sama sekali tidak dapat melakukan apa pun saat ini. Arjuna sedang gelap mata, lelaki itu sejak tadi tidak bisa berhenti meneguk winenya sembari berkeliling menghampiri para koleganya. Bukan untuk membicarakan pekerjaan, malainkan memamerkan mainan barunya.”Benar-benar luar biasa, Pak Arjuna. Anda bahkan bisa mendapatkan Regina.”Arjuna memberikan senyum kecil, lelaki berperut buncit di hadapannya ini sama sekali tidak menutupi kekagumannya pada Regina yang memang terlihat menawan dengan gaun malamnya.“Anda harus menghubungi saja jika ingin mengirim Regina ke area pelelangan.”Arjuna terlihat berpikir. ”Entah lah, Pak Rudi. Sepertinya kali ini Anda harus menunggu cukup lama karena aku ternyata merasa sangat puas dengan apa yang sanggup Regina berikan kepadaku.” Arjuna mendekatkan wajah ke telinga koleganya yang sudah berusia tujuh puluh tahun lebih. ”Saya takut Anda tida
Sebastian menyambut Ruben dengan langkah memburu, kepala pelayan itu memang menghubungi Ruben begitu menemukan Arjuna terkapar di ruang kerjanya di antara belasan botol wine.“Tuan Arjuna ada di kamarnya.”Ruben mengangguk, tanpa kata lelaki itu membuka pintu lebar yang cukup sering ia masuki. Ruben mendengus, melihat Arjuna dengan wajah pucatnya di kelilingi oleh Anggela dan Regina yang hanya mengenakan pakaian tidur tipis dan kekurangan bahan.”Pergi! aku harus memeriksanya,” usir Ruben tanpa takut.”Kami hanya khawatir, Tuan Arjuna tiba-tiba saja menghilang dan di temukan pingsan di ruang kerja. Padahal sebelumnya kami sedang bersenang-senang.” Regina mengusap dada Arjuna dengan pelan. “Aku enggak mau pergi sebelum memastikan Tuan Arjuna baik-baik saja.”Ruben mendengus. “Jangan khawatir, ini hanya masalah usia.”“Ya!” protes Arjuna tidak terima. ”Pergilah, aku