"Lihatlah, Putri kita begitu cantik, Kamu sudah memiliki nama untuk bayi kita?" ucap Abimanyu pada Ratih yang hanya diam di sisinya."Tentu, dia cantik seperti Arin, bukan?" Abimanyu lantas memandang ke arah istrinya, dari nada bicaranya ada yang tidak beres."Sayang, kita tidak perlu membahas sesuatu yang sudah kita tahu. Bayi ini memang Arin yang melahirkannya, tapi Mas yakin dia akan memiliki hati yang sangat seperti hatimu." Ratih hanya tersenyum tidak membalas lagi ucapan sang suami. Hatinya kini sangat sakit setelah di beritahu oleh dokter Utari tadi."Ayo segera berbaring, ibu pasti sebentar lagi tiba, jangan sampai dia curiga." Sang ibu mertua tengah datang kemari, sangat bahagia ketika dikabari anak Abimanyu telah lahir. Arin? Dia berada di ruangan berbeda dan jauh dari kamar Ratih."Aku harus mencaritahu kebenaran yang sesungguhnya. Jika sampai Mas Abi benar mencintai Arin....Aku bisa gila." Ucap dalam hati Ratih.Wanita paruh baya yang sangat di hormati oleh Abimanyu itu
Setelah bertemu dengan Direktur perusahaan tempat Arin bekerja, Arin sama sekali tidak bisa fokus. Bagaimana tidak? Direktur itu adalah mantan suaminya. Sudah 2 tahun tidak ada kabarnya kini tiba-tiba menjadi begitu dekat. Pikiran Arin menjadi begitu kacau. Ini adalah pekerjaan yang sulit dia dapat. Tidak mungkin dia harus mengundurkan diri hanya karena seorang Abimanyu. Arin membutuhkan biaya untuk hidupnya bersama ayah dan adiknya. Uang pemberian Abimanyu walau banyak tapi jika selalu di gunakan pasti akan habis juga. Harus ada pemasukan untuk menutupi kekurangan itu. Ketika Arin di kantor Abimanyu.... Arin begitu terkejut mendapati Direktur perusahaan itu adalah Abimanyu, "Mas Abi?" Sebaliknya dari Arin, Abimanyu justru merasa senang melihat mantan istri mudanya itu, "Apa kabar Arin, senang bertemu denganmu lagi." "Apa kamu sengaja, Mas? Mempekerjakan aku disini?" Arin menengok kanan kiri takut ada yang mendengar percakapan mereka berdua, "apakah kamu sengaja ingin men
"Cukup Mas, hentikan!" Arin mendorong tubuh Abi menjauh, "Kita tidak bisa melakukan ini lagi, Mas." "Kenapa? Bukankah kita saling menginginkan hal yang sama?" "Mas, sadarlah. Kita bukan suami istri lagi!" Abimanyu mengacak rambutnya dengan putus asa. Hasratnya pada Arin sungguh tidak terbendung lagi. Ingin segera di lampiaskan, tapi dirinya sadar, sudah tidak memiliki hak untuk meminta jatah pada Arin.Abi lantas menatap tajam kepada Arin yang tengah memberikan kancing kemejanya, "Menikahlah denganku lagi." Sontak Arin menatap Abi, "Apa? Menikah lagi?" "Iya, kita menikah lagi dan mas tidak akan melepaskanmu lagi.""Kamu sudah gila, Mas? Bagaimana dengan istrimu itu, hah?" Oo"Kita bisa diam-diam agar tidak ketahuan oleh Ratih." Arim kembali merasakan kekecewaan yang sama, Abi hanya bernafsu kepadanya, tidak sepenuhnya mencintai Arin, "Kamu masih sama saja seperti dulu, mas."Merasa begitu muak dengan sikap Abi yang pecundang, Arin lebih memilih untuk pergi. Tapi Abimanyu kembal
Arin sedang sibuk membuat laporan di komputernya. Segelas kopi hangat di berikan di hadapannya. Terkejut dengan itu, Arin segera melihat siapa yang memberinya segelas kopi. "Dimas?" Arin terkejut, tenyata orang yang memberinya kopi adalah Dimas, "sedang apa kamu disini?" Dimas merenggangkan kedua tangannya, Dimas sudah berpakaian dengan rapih, setelan kemeja berwarna biru langit dan celana kain berwarna hitam tidak lupa nametag bertuliskan karyawan PT Huwain tergantung di lehernya. "Aku bekerja disini, Rin. Masa mau bermain?" "Benarkah? Wow.. kebetulan sekali, senang bekerja denganmu," Arin menyodorkan tangannya, "sepertinya kita satu tim disini." Arin bekerja di bagian pemasaran, begitu pula Dimas, dia juga berada di bagian pemasaran juga. Sebuah kebetulan yang tidak di sangka-sangka. Keduanya lalu terlibat obrolan yang seru hingga tertawa bersama, Abimanyu yang berada di dalam ruangan melihat keakraban Dimas dan Arin sangat tidak menyukainya. Sampai-sampai Abimanyu memat
CEO perusahaan PT Huwain, Pak Herlambang tengah bersiap untuk menemui pemilik perusahaan. Tidak seperti biasanya pemilik perusahaan ingin menemuinya. Khawatir jika dia melakukan kesalahan yang tidak di sengaja."Masuklah pak Herlambang," titah pemilik ruangan dari dalam ruangan setelah pak Herlambang mengetuk pintu."Saya menghadap Tuan, apakah ada yang perlu saya bantu?"Pemilik kursi mewah segera memutar kursi menghadap pak Herlambang. Dimas, pria muda yang selalu mendekati Arin adalah pemilik PT Huwain. Menatap Pak Herlambang dengan tajam."Tadi siang ada yang meminta saya untuk pindah dari bagian pemasaran. Apakah kamu yang memintanya?"Pak Herlambang sedikit gugup, tetap menundukkan kepalanya, "Bu..bukan saya yang meminta hal itu, Taun. Saya merekomendasikan anda sesuai permintaan Anda." "Lalu siapa yang begitu berani ingin memindahkan saya ke bagian lain?""Saya akan cari tahu, Tuan."Dimas bangkit dari duduknya lalu mendekati Pak Herlambang, "Cari tahu saja.. tapi ingat, janga
"Kenapa dia ingin memindahkan aku?" Dimas mengeryitkan jidatnya. Abimanyu, direktur perusahaan yang sudah berusaha memindahkannya ke divisi lain. "Dari laporan bagian humas, katanya anda hanya bermain-main saja ketika bekerja, jadi Pak Abimanyu tidak menyukai hal itu." Jelas pak Herlambang lagi. Dimas termenung sejenak, Abimanyu hanya menjalankan tugasnya sebagai pemimpin. Dimas juga sadar, saat bekerja dirinya hanya fokus memandangi Arin saja. "Baiklah pak Herlambang. Terima kasih atas infonya. Anda boleh kembali ke tempat Anda." Herlambang memberi hormat kepada Dimas lalu menuruti perintah sang pemilik perusahaan. "Jadi aku harus bersikap layaknya karyawan biasa seperti pada umumnya, tidak boleh terlalu frontal menunjukkan ketertarikanku pada Arin." Gumam Dimas lirih. Kini Dimas berperilaku seperti karyawan pada umumnya. Tiba di kantor sebelum jam 7 pagi dan melakukan pekerjaan dengan baik. "Rin, ayo kita makan siang." ajak Dimas pada Arin yang masih saja sibuk
"Maukah kamu menjadi kekasihku, Rin?" Dimas bersimpuh tepat di hadapan Arin. Setelah mengantar Arin sampai rumah, Dimas meminta waktu untuk berbicara empat mata. Dimas mengungkapkan isi hatinya selama ini. Arin adalah cintanya sedari kecil hingga sekarang. Bukannya menjawab Arin malah membantu Dimas untuk bangun. "Jangan lakukan ini, Kak." Kini Arin memanggil Dimas dengan sebutan Kakak Setelah Dimas protes tidak ingin di panggil Mas. Arin menggenggam tangan Dimas lembut, kedua matanya berusaha menahan tangisan. Arin sangat menyadari jika Dimas menyukainya. Tapi Arin selalu menyangkalnya sendiri dan menganggap Dimas sebagai saudaranya. Dimas pria baik dan bermartabat. Dimas begitu tampan, dengan tingginya yang melebihi pria lain. Sikap lembutnya, pasti wanita manapun akan jatuh hati padanya. "Kamu menolakku, Rin? Tapi apa alasannya?" "Kak, Aku tidak layak untukmu. Kamu Pria yang baik dan tampan. Kamu pasti akan mendapatkan wanita yang jauh lebih baik dariku." D
Abimanyu Permana yang terbiasa di panggil Abi adalah pria berusia 40 tahun, Dia sedang menunggu di meja restoran yang sudah di booking olehnya untuk satu malam penuh. Hari ini adalah Anniversary pernikahannya dengan Ratih Indira yang ke 15 Tahun, Abimanyu ingin merayakan hari jadi mereka dengan makan malam romantis dan berdansa sepuasnya.Sebagai tanda cintanya kepada sang istri, Abimanyu selalu memberi kejutan spesial di hari jadi pernikahan mereka, Abimanyu pria yang sangat bertanggung jawab dan setia. Walau dirinya menjadi CEO di perusahaannya sendiri yang di bangun dari nol hingga tumbuh pesat karena keuletannya dan dukungan dari Ratih. Pria yang menjadi idaman para wanita tentunya, namun hanya ada Ratih di hati Abi.Namun kali ini Abimanyu seolah kehilangan kata-kata kepada istrinya yang selalu mendesaknya untuk menikah lagi. Pernikahan kami yang sudah cukup lama, 15 tahun sudah kami mengarungi biduk rumah tangga ini tetapi Tuhan belum mempercayai kami untuk memiliki seorang ana
"Maukah kamu menjadi kekasihku, Rin?" Dimas bersimpuh tepat di hadapan Arin. Setelah mengantar Arin sampai rumah, Dimas meminta waktu untuk berbicara empat mata. Dimas mengungkapkan isi hatinya selama ini. Arin adalah cintanya sedari kecil hingga sekarang. Bukannya menjawab Arin malah membantu Dimas untuk bangun. "Jangan lakukan ini, Kak." Kini Arin memanggil Dimas dengan sebutan Kakak Setelah Dimas protes tidak ingin di panggil Mas. Arin menggenggam tangan Dimas lembut, kedua matanya berusaha menahan tangisan. Arin sangat menyadari jika Dimas menyukainya. Tapi Arin selalu menyangkalnya sendiri dan menganggap Dimas sebagai saudaranya. Dimas pria baik dan bermartabat. Dimas begitu tampan, dengan tingginya yang melebihi pria lain. Sikap lembutnya, pasti wanita manapun akan jatuh hati padanya. "Kamu menolakku, Rin? Tapi apa alasannya?" "Kak, Aku tidak layak untukmu. Kamu Pria yang baik dan tampan. Kamu pasti akan mendapatkan wanita yang jauh lebih baik dariku." D
"Kenapa dia ingin memindahkan aku?" Dimas mengeryitkan jidatnya. Abimanyu, direktur perusahaan yang sudah berusaha memindahkannya ke divisi lain. "Dari laporan bagian humas, katanya anda hanya bermain-main saja ketika bekerja, jadi Pak Abimanyu tidak menyukai hal itu." Jelas pak Herlambang lagi. Dimas termenung sejenak, Abimanyu hanya menjalankan tugasnya sebagai pemimpin. Dimas juga sadar, saat bekerja dirinya hanya fokus memandangi Arin saja. "Baiklah pak Herlambang. Terima kasih atas infonya. Anda boleh kembali ke tempat Anda." Herlambang memberi hormat kepada Dimas lalu menuruti perintah sang pemilik perusahaan. "Jadi aku harus bersikap layaknya karyawan biasa seperti pada umumnya, tidak boleh terlalu frontal menunjukkan ketertarikanku pada Arin." Gumam Dimas lirih. Kini Dimas berperilaku seperti karyawan pada umumnya. Tiba di kantor sebelum jam 7 pagi dan melakukan pekerjaan dengan baik. "Rin, ayo kita makan siang." ajak Dimas pada Arin yang masih saja sibuk
CEO perusahaan PT Huwain, Pak Herlambang tengah bersiap untuk menemui pemilik perusahaan. Tidak seperti biasanya pemilik perusahaan ingin menemuinya. Khawatir jika dia melakukan kesalahan yang tidak di sengaja."Masuklah pak Herlambang," titah pemilik ruangan dari dalam ruangan setelah pak Herlambang mengetuk pintu."Saya menghadap Tuan, apakah ada yang perlu saya bantu?"Pemilik kursi mewah segera memutar kursi menghadap pak Herlambang. Dimas, pria muda yang selalu mendekati Arin adalah pemilik PT Huwain. Menatap Pak Herlambang dengan tajam."Tadi siang ada yang meminta saya untuk pindah dari bagian pemasaran. Apakah kamu yang memintanya?"Pak Herlambang sedikit gugup, tetap menundukkan kepalanya, "Bu..bukan saya yang meminta hal itu, Taun. Saya merekomendasikan anda sesuai permintaan Anda." "Lalu siapa yang begitu berani ingin memindahkan saya ke bagian lain?""Saya akan cari tahu, Tuan."Dimas bangkit dari duduknya lalu mendekati Pak Herlambang, "Cari tahu saja.. tapi ingat, janga
Arin sedang sibuk membuat laporan di komputernya. Segelas kopi hangat di berikan di hadapannya. Terkejut dengan itu, Arin segera melihat siapa yang memberinya segelas kopi. "Dimas?" Arin terkejut, tenyata orang yang memberinya kopi adalah Dimas, "sedang apa kamu disini?" Dimas merenggangkan kedua tangannya, Dimas sudah berpakaian dengan rapih, setelan kemeja berwarna biru langit dan celana kain berwarna hitam tidak lupa nametag bertuliskan karyawan PT Huwain tergantung di lehernya. "Aku bekerja disini, Rin. Masa mau bermain?" "Benarkah? Wow.. kebetulan sekali, senang bekerja denganmu," Arin menyodorkan tangannya, "sepertinya kita satu tim disini." Arin bekerja di bagian pemasaran, begitu pula Dimas, dia juga berada di bagian pemasaran juga. Sebuah kebetulan yang tidak di sangka-sangka. Keduanya lalu terlibat obrolan yang seru hingga tertawa bersama, Abimanyu yang berada di dalam ruangan melihat keakraban Dimas dan Arin sangat tidak menyukainya. Sampai-sampai Abimanyu memat
"Cukup Mas, hentikan!" Arin mendorong tubuh Abi menjauh, "Kita tidak bisa melakukan ini lagi, Mas." "Kenapa? Bukankah kita saling menginginkan hal yang sama?" "Mas, sadarlah. Kita bukan suami istri lagi!" Abimanyu mengacak rambutnya dengan putus asa. Hasratnya pada Arin sungguh tidak terbendung lagi. Ingin segera di lampiaskan, tapi dirinya sadar, sudah tidak memiliki hak untuk meminta jatah pada Arin.Abi lantas menatap tajam kepada Arin yang tengah memberikan kancing kemejanya, "Menikahlah denganku lagi." Sontak Arin menatap Abi, "Apa? Menikah lagi?" "Iya, kita menikah lagi dan mas tidak akan melepaskanmu lagi.""Kamu sudah gila, Mas? Bagaimana dengan istrimu itu, hah?" Oo"Kita bisa diam-diam agar tidak ketahuan oleh Ratih." Arim kembali merasakan kekecewaan yang sama, Abi hanya bernafsu kepadanya, tidak sepenuhnya mencintai Arin, "Kamu masih sama saja seperti dulu, mas."Merasa begitu muak dengan sikap Abi yang pecundang, Arin lebih memilih untuk pergi. Tapi Abimanyu kembal
Setelah bertemu dengan Direktur perusahaan tempat Arin bekerja, Arin sama sekali tidak bisa fokus. Bagaimana tidak? Direktur itu adalah mantan suaminya. Sudah 2 tahun tidak ada kabarnya kini tiba-tiba menjadi begitu dekat. Pikiran Arin menjadi begitu kacau. Ini adalah pekerjaan yang sulit dia dapat. Tidak mungkin dia harus mengundurkan diri hanya karena seorang Abimanyu. Arin membutuhkan biaya untuk hidupnya bersama ayah dan adiknya. Uang pemberian Abimanyu walau banyak tapi jika selalu di gunakan pasti akan habis juga. Harus ada pemasukan untuk menutupi kekurangan itu. Ketika Arin di kantor Abimanyu.... Arin begitu terkejut mendapati Direktur perusahaan itu adalah Abimanyu, "Mas Abi?" Sebaliknya dari Arin, Abimanyu justru merasa senang melihat mantan istri mudanya itu, "Apa kabar Arin, senang bertemu denganmu lagi." "Apa kamu sengaja, Mas? Mempekerjakan aku disini?" Arin menengok kanan kiri takut ada yang mendengar percakapan mereka berdua, "apakah kamu sengaja ingin men
"Lihatlah, Putri kita begitu cantik, Kamu sudah memiliki nama untuk bayi kita?" ucap Abimanyu pada Ratih yang hanya diam di sisinya."Tentu, dia cantik seperti Arin, bukan?" Abimanyu lantas memandang ke arah istrinya, dari nada bicaranya ada yang tidak beres."Sayang, kita tidak perlu membahas sesuatu yang sudah kita tahu. Bayi ini memang Arin yang melahirkannya, tapi Mas yakin dia akan memiliki hati yang sangat seperti hatimu." Ratih hanya tersenyum tidak membalas lagi ucapan sang suami. Hatinya kini sangat sakit setelah di beritahu oleh dokter Utari tadi."Ayo segera berbaring, ibu pasti sebentar lagi tiba, jangan sampai dia curiga." Sang ibu mertua tengah datang kemari, sangat bahagia ketika dikabari anak Abimanyu telah lahir. Arin? Dia berada di ruangan berbeda dan jauh dari kamar Ratih."Aku harus mencaritahu kebenaran yang sesungguhnya. Jika sampai Mas Abi benar mencintai Arin....Aku bisa gila." Ucap dalam hati Ratih.Wanita paruh baya yang sangat di hormati oleh Abimanyu itu
9 bulan lebih 10 hari kini Arin sudah mengandung bayi dari seorang Abimanyu. Gelombang cinta yang di berikan oleh jabang bayi itu sudah sedari subuh tadi, bercak darah dan kontraksi yang semakin lama semakin intens, Arin sudah bersiap di ruang bersalin untuk melahirkan."Ka...hmmmpp.. rasanya sakit sekali.." Pekik Arin merasakan kesakitan kala kontraksi itu muncul.Keringat dingin bercucuran di kening Arin, raut wajah kesakitan begitu kentara. Perjuangan melahirkan seorang anak emang tidak mudah.Ratih yang berada di sisi Arin juga ikut panik, tapi berusaha untuk tidak memperlihatkan gurat kepanikannya. Agar Arin bisa lebih tenang."Tarik nafas perlahan, Dek," ucap Ratih sembari mencontohkannya pada Arin, lantas Arin mengikuti instruksi Ratih.Ratih sudah banyak tahu tentang cara mengatasi sakit akibat kontraksi saat hendak melahirkan lewat buku-buku ibu hamil, walau keinginan dirinya untuk melahirkan tidak terwujud, tapi kini ilmu itu bermanfaat.Arin terlihat lebih bisa menahan rasa
"Arin! Jangan diluar batas!" Abi mulai emosi karena Arin menyebut Ratih wanita tua."Kalau begitu pergilah!" ucap Arin datar lalu mulai menutup pintu.Abimanyu hanya bisa mematung di depan pintu kamar Arin, hatinya panas karena pujaan hatinya marah setelah melihat dirinya bercinta dengan Ratih. Di satu sisi , Abimanyu tidak ingin menyakiti Ratih yang sudah begitu setia menemaninya selama 15 tahun karna kini Abi telah membagi hatinya untuk wanita lain.Abi segera mencekal pintu itu agar tidak tertutup, Arin berusaha sekuat tenaga mendorong pintu itu agar bisa tertutup, tapi usahanya sia-sia, tenaganya tidak sebanding dengan seorang Abimanyu.Melihat kesempatan untuk bisa masuk, Abi segera meraih tangan Arin dan segera memeluknya walau Arin memberontak."Pergi! Jangan dekati Aku lagi!" Pekik Arin sembari mencoba melepas pelukan suaminya. "Maafkan Aku, sayang. Maaf!" Permintaan maaf yang tulus dari suaminya mampu meredakan emosi yang meledak-ledak di sanubari Arin."Kamu tega, Mas! Hi