“Bibi, apa aku bisa bertemu dengan ayah?” tanya Vier dengan tatapan polosnya. Ada kerinduan yang begitu besar tergambar jelas di balik netranya.“Vier, tentu saja Bibi akan mengizinkanmu bertemu dengan Tuan Oliver. Sekarang, masuklah dan lekas ganti pakaianmu. Bibi takut kamu akan sakit,” ucap sang pelayan itu dengan penuh kelembutan. Ia segera membawa Vier masuk ke dalam dan menyiapkan baju ganti untuk anak itu.Setelah Vier membersihkan diri, pelayan itu bergegas membuatkan segelas susu hangat untuk putra tuannya. Ia tahu kalau anak itu tengah kedinginan setelah guyuran air hujan membasahi tubuhnya.“Vier, sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa kamu malam-malam pulang sendirian? Di mana bunda dan kedua saudaramu? Apa mereka tidak mencemaskan kepergianmu?” pelayan itu tampak penasaran dengan sikap Vier. Tidak biasanya anak itu pergi sendirian tanpa Sonya dan kedua saudara kembarnya.“Mereka sedang bersama bunda,” jawab Vier dengan nada singkat. Ia segera menghabiskan segelas susu buatan
“Oliver kamu mau ke mana? Siapa Vier?” tanya Alia dengan tatapan menyelidik. Wanita itu bahkan menuntut jawaban dari putranya.DEG!“Bu, minumlah obatnya. Hari sudah larut dan Ibu harus segera beristirahat!” Oliver membujuk ibunya untuk meminum obat. Laki-laki itu tersenyum lembut sambil membuka botol obat yang ada di meja.“Oliver, jangan mengalihkan pembicaraan. Siapa Vier dan kenapa kamu harus pergi malam-malam begini? Apa dia sangat penting untukmu? Atau ada sesuatu yang kamu sembunyikan dariku?” Alia tampak tidak mengabaikan ucapan putranya. Ia bahkan terus bertanya mengenai sosok Vier yang tadi disebut melalui telepon.Oliver mengembuskan napas kasar dan mendekati Alia. Laki-laki itu tersenyum dan meminta wanita itu untuk tidak memikirkan hal yang tidak-tidak.“Bu, minumlah obatnya. Setelah itu, aku akan menjelaskan siapa Vier.” Laki-laki itu berusaha meyakinkan Alia. Ia tidak ingin wanita itu terus menerus memikirkan Vier.Alia menggeleng dan tetap memaksa putranya untuk menjaw
“Vier, mana ibu dan saudara kembarmu? Apa mereka ada di dalam kamar?” tanya Oliver dengan nada penuh semangat. Laki-laki itu bahkan sudah tidak sabar ingin bertanya banyak hal kepada Sonya.Oliver segera berlari ke dalam dan membuka pintu kamar Oliver. Namun, laki-laki itu tampak terkejut ketika tidak menemukan sosok yang dicarinya di sana.“Vier, mana bunda dan kedua saudaramu? Kenapa mereka tidak ada di sini?” tanya Oliver dengan tatapan lekat. Laki-laki itu bahkan sudah tidak sabar mendengar jawaban dari putranya.“Mereka tidak ada dan aku datang ke sini sendirian,” jawab Vier dengan nada lirih. Ia takut kalau Oliver akan marah kepadanya dan mengembalikan dirinya ke tempat Sonya.“Sendirian? Kamu datang ke sini sendirian tanpa bunda dan kedua saudaramu?” tanya Oliver dengan wajah terkejut. Laki-laki itu bahkan tidak menyangka kalau Vier berani datang ke apartemennya sendirian.Vier mengangguk dan meneteskan air mata. Anak itu tampak ketakutan dan enggan membuka suara. Hal itu membu
“Vier, apa yang sedang kamu pikirkan?” tanya Oliver dengan penuh kelembutan. Laki-laki itu sengaja berjongkok di hadapan putranya yang masih tertunduk dalam di hadapan Oliver.Vier menggeleng dan berjalan meninggalkan Oliver. Anak itu berusaha menyembunyikan perasaannya di hadapan ayahnya.Oliver hanya menghela napas dan mendekat ke arah Vier yang sudah lebih dulu naik ke atas ranjang. Ia tahu kalau putranya sedang tidak baik-baik saja dan kini menyimpan sesuatu di dalam hatinya.“Vier, apa yang kamu pikirkan? Apa kamu sedang mencemaskan sesuatu?” tanya Oliver dengan tatapan penuh arti. Laki-laki itu merengkuh tubuh Vier yang tengah berbaring membelakangi dirinya.Vier masih terdiam dengan napas naik turun. Anak itu sepertinya tengah menahan tangis di hadapan Oliver untuk menyembunyikan perasaannya. Ia tidak mau ayahnya tahu kalau Vier tengah merindukan ibu dan kedua saudara kembarnya.“Vier, apa kamu merindukan bunda? Kalau benar, besok kita jemput bunda, ya!” ucap Oliver dengan nada
“A-apa maksudmu?” tanya Sonya dengan bibir bergetar. Ia tidak paham dengan arah pembicaraan Rafael.“Maksudku, bisa saja Vier pergi ke rumah ayah kandungnya. Apa kamu setuju dengan pendapatku?” ucap Rafael dengan nada serius.DEG!Sonya terdiam dengan wajah pias. Apa mungkin Vier berani pergi ke apartemen Oliver? Sedangkan jarak rumah Rafael cukup jauh dari apartemen laki-laki itu. Lalu, di mana Vier sekarang? Wanita itu masih terdiam dengan jantung yang berdetak semakin kencang.“Sonya, apa kamu tahu di mana rumah laki-laki itu? Kita bisa mencarinya ke sana dan bertanya mengenai keberadaan Vier. Anak itu mungkin ingin menemui ayahnya dan nekad pergi dari sini.” Rafael berbicara dengan tatapan lekat. Laki-laki itu beranggapan Vier ingin menemui ayah kandungnya.“T-tapi Vier tidak mungkin berani ke sana. Jarak dari sini ke apartemen laki-laki itu cukup jauh. Aku tidak yakin kalau dia pergi ke sana.” Sonya berbicara dengan tubuh bergetar. Wanita itu membayangkan kemurkaan Oliver karena
“Daddy Oliver, jangan tinggalkan kami lagi. Kami sangat mencintaimu!” ucap Rafael dengan nada penuh permohonan.DEG!“Oliver? Apa laki-laki itu bernama Oliver?” lirih Rafael sambil mengepalkan tangannya kuat-kuat.Rafael segera bangkit dan duduk di tepi ranjang. Laki-laki itu bergegas merapikan selimut Bian dan Biya. Pikirannya seketika berkelana mencoba mencari-cari sosok bernama Oliver. Apa istimewanya laki-laki itu sehingga membuat Sonya tergila-gila? Apa dia sosok yang sangat berpengaruh atau bahkan sebaliknya? Dengan langkah bergetar, Rafael mendekat ke koper milik Bian. Laki-laki itu mencoba mencari petunjuk di sana sebelum Sonya masuk ke kamar.Dengan gerakan cepat, ia membongkar koper milik Bian dan Biya. Laki-laki itu tengah mencari jawaban atas pertanyaan yang terus berkecamuk di dalam hatinya. Siapa Oliver? Kenapa laki-laki itu selalu saja mendapatkan tempat yang begitu istimewa di dalam hati Sonya? Apa laki-laki itu adalah pria istimewa? Tidak, Sonya pasti salah. Dirinya a
Vier terbangun ketika hari sudah pagi. Anak itu tampak tersenyum melihat Oliver yang masih terlelap di sampingnya. Menurut Vier, ayahnya adalah sosok yang tampan dan memiliki pesona tersendiri. Wajar saja ibunya jatuh hati kepada pria sepertinya dan ia merasa beruntung memiliki ayah yang begitu penyayang seperti sang pengacara muda.“Ayah, apa kita jadi pergi mencari bunda?” bisik Vier di telinga ayahnya. Ia bahkan sengaja membangunkan ayahnya yang masih terlelap.“Hmm, ya.” Oliver menjawab singkat dan mengerjapkan matanya. Laki-laki itu terkejut ketika mendapati Vier yang tengah tersenyum ke arahnya.“Kamu sudah bangun sepagi ini,” kekeh Oliver dengan senyum lebar. Laki-laki itu mengacak puncak kepala putranya dan mengecup pipi Vier.“Ayah, aku sudah tidak sabar menemui bunda. Aku rindu dengan bunda,” ucap Vier dengan tatapan lekat. Anak itu tampak mencurahkan isi hatinya kepada Oliver. Ia bahkan merasa sedih karena harus berpisah dengan Sonya.“Baiklah, kita mandi dulu dan bersiap-s
“Cklek!” Tiba-tiba pintu terbuka dan membuat Oliver tampak terdiam dengan wajah tegang.Seorang perempuan tampak keluar dari dalam dan tersenyum hangat kepada Oliver dan Vier.“Selamat pagi, ada yang bisa saya bantu, Tuan,” ucap wanita itu dengan nada ramah. Kalau dilihat dari pakaiannya, wanita itu sepertinya bekerja sebagai pelayan di rumah ini.“Maaf, apa saya bisa bertemu dengan Sonya?” tanya Oliver dengan tatapan penuh harap. Laki-laki itu yakin kalau Sonya masih berada di sana.“Maaf, sepertinya Anda salah alamat, Tuan. Di sini tidak ada yang namanya Sonya. Mungkin Anda salah bisa mencarinya di tempat lain.” Pelayan itu berbicara dengan nada sopan. Ia bahkan meminta Oliver mencari Sonya di tempat lain.“Aku yakin kalau aku tidak salah, Anda jangan coba-coba mempermainkan aku!” Oliver tampak marah ketika mendengar penurutan pelayan itu.“Maaf, saya tidak bermaksud mempermainkan Anda. Saya hanya berusaha untuk jujur dan saya berkata apa adnya.”Oliver tampak kesal ketika mendengar