“Vier, mana ibu dan saudara kembarmu? Apa mereka ada di dalam kamar?” tanya Oliver dengan nada penuh semangat. Laki-laki itu bahkan sudah tidak sabar ingin bertanya banyak hal kepada Sonya.Oliver segera berlari ke dalam dan membuka pintu kamar Oliver. Namun, laki-laki itu tampak terkejut ketika tidak menemukan sosok yang dicarinya di sana.“Vier, mana bunda dan kedua saudaramu? Kenapa mereka tidak ada di sini?” tanya Oliver dengan tatapan lekat. Laki-laki itu bahkan sudah tidak sabar mendengar jawaban dari putranya.“Mereka tidak ada dan aku datang ke sini sendirian,” jawab Vier dengan nada lirih. Ia takut kalau Oliver akan marah kepadanya dan mengembalikan dirinya ke tempat Sonya.“Sendirian? Kamu datang ke sini sendirian tanpa bunda dan kedua saudaramu?” tanya Oliver dengan wajah terkejut. Laki-laki itu bahkan tidak menyangka kalau Vier berani datang ke apartemennya sendirian.Vier mengangguk dan meneteskan air mata. Anak itu tampak ketakutan dan enggan membuka suara. Hal itu membu
“Vier, apa yang sedang kamu pikirkan?” tanya Oliver dengan penuh kelembutan. Laki-laki itu sengaja berjongkok di hadapan putranya yang masih tertunduk dalam di hadapan Oliver.Vier menggeleng dan berjalan meninggalkan Oliver. Anak itu berusaha menyembunyikan perasaannya di hadapan ayahnya.Oliver hanya menghela napas dan mendekat ke arah Vier yang sudah lebih dulu naik ke atas ranjang. Ia tahu kalau putranya sedang tidak baik-baik saja dan kini menyimpan sesuatu di dalam hatinya.“Vier, apa yang kamu pikirkan? Apa kamu sedang mencemaskan sesuatu?” tanya Oliver dengan tatapan penuh arti. Laki-laki itu merengkuh tubuh Vier yang tengah berbaring membelakangi dirinya.Vier masih terdiam dengan napas naik turun. Anak itu sepertinya tengah menahan tangis di hadapan Oliver untuk menyembunyikan perasaannya. Ia tidak mau ayahnya tahu kalau Vier tengah merindukan ibu dan kedua saudara kembarnya.“Vier, apa kamu merindukan bunda? Kalau benar, besok kita jemput bunda, ya!” ucap Oliver dengan nada
“A-apa maksudmu?” tanya Sonya dengan bibir bergetar. Ia tidak paham dengan arah pembicaraan Rafael.“Maksudku, bisa saja Vier pergi ke rumah ayah kandungnya. Apa kamu setuju dengan pendapatku?” ucap Rafael dengan nada serius.DEG!Sonya terdiam dengan wajah pias. Apa mungkin Vier berani pergi ke apartemen Oliver? Sedangkan jarak rumah Rafael cukup jauh dari apartemen laki-laki itu. Lalu, di mana Vier sekarang? Wanita itu masih terdiam dengan jantung yang berdetak semakin kencang.“Sonya, apa kamu tahu di mana rumah laki-laki itu? Kita bisa mencarinya ke sana dan bertanya mengenai keberadaan Vier. Anak itu mungkin ingin menemui ayahnya dan nekad pergi dari sini.” Rafael berbicara dengan tatapan lekat. Laki-laki itu beranggapan Vier ingin menemui ayah kandungnya.“T-tapi Vier tidak mungkin berani ke sana. Jarak dari sini ke apartemen laki-laki itu cukup jauh. Aku tidak yakin kalau dia pergi ke sana.” Sonya berbicara dengan tubuh bergetar. Wanita itu membayangkan kemurkaan Oliver karena
“Daddy Oliver, jangan tinggalkan kami lagi. Kami sangat mencintaimu!” ucap Rafael dengan nada penuh permohonan.DEG!“Oliver? Apa laki-laki itu bernama Oliver?” lirih Rafael sambil mengepalkan tangannya kuat-kuat.Rafael segera bangkit dan duduk di tepi ranjang. Laki-laki itu bergegas merapikan selimut Bian dan Biya. Pikirannya seketika berkelana mencoba mencari-cari sosok bernama Oliver. Apa istimewanya laki-laki itu sehingga membuat Sonya tergila-gila? Apa dia sosok yang sangat berpengaruh atau bahkan sebaliknya? Dengan langkah bergetar, Rafael mendekat ke koper milik Bian. Laki-laki itu mencoba mencari petunjuk di sana sebelum Sonya masuk ke kamar.Dengan gerakan cepat, ia membongkar koper milik Bian dan Biya. Laki-laki itu tengah mencari jawaban atas pertanyaan yang terus berkecamuk di dalam hatinya. Siapa Oliver? Kenapa laki-laki itu selalu saja mendapatkan tempat yang begitu istimewa di dalam hati Sonya? Apa laki-laki itu adalah pria istimewa? Tidak, Sonya pasti salah. Dirinya a
Vier terbangun ketika hari sudah pagi. Anak itu tampak tersenyum melihat Oliver yang masih terlelap di sampingnya. Menurut Vier, ayahnya adalah sosok yang tampan dan memiliki pesona tersendiri. Wajar saja ibunya jatuh hati kepada pria sepertinya dan ia merasa beruntung memiliki ayah yang begitu penyayang seperti sang pengacara muda.“Ayah, apa kita jadi pergi mencari bunda?” bisik Vier di telinga ayahnya. Ia bahkan sengaja membangunkan ayahnya yang masih terlelap.“Hmm, ya.” Oliver menjawab singkat dan mengerjapkan matanya. Laki-laki itu terkejut ketika mendapati Vier yang tengah tersenyum ke arahnya.“Kamu sudah bangun sepagi ini,” kekeh Oliver dengan senyum lebar. Laki-laki itu mengacak puncak kepala putranya dan mengecup pipi Vier.“Ayah, aku sudah tidak sabar menemui bunda. Aku rindu dengan bunda,” ucap Vier dengan tatapan lekat. Anak itu tampak mencurahkan isi hatinya kepada Oliver. Ia bahkan merasa sedih karena harus berpisah dengan Sonya.“Baiklah, kita mandi dulu dan bersiap-s
“Cklek!” Tiba-tiba pintu terbuka dan membuat Oliver tampak terdiam dengan wajah tegang.Seorang perempuan tampak keluar dari dalam dan tersenyum hangat kepada Oliver dan Vier.“Selamat pagi, ada yang bisa saya bantu, Tuan,” ucap wanita itu dengan nada ramah. Kalau dilihat dari pakaiannya, wanita itu sepertinya bekerja sebagai pelayan di rumah ini.“Maaf, apa saya bisa bertemu dengan Sonya?” tanya Oliver dengan tatapan penuh harap. Laki-laki itu yakin kalau Sonya masih berada di sana.“Maaf, sepertinya Anda salah alamat, Tuan. Di sini tidak ada yang namanya Sonya. Mungkin Anda salah bisa mencarinya di tempat lain.” Pelayan itu berbicara dengan nada sopan. Ia bahkan meminta Oliver mencari Sonya di tempat lain.“Aku yakin kalau aku tidak salah, Anda jangan coba-coba mempermainkan aku!” Oliver tampak marah ketika mendengar penurutan pelayan itu.“Maaf, saya tidak bermaksud mempermainkan Anda. Saya hanya berusaha untuk jujur dan saya berkata apa adnya.”Oliver tampak kesal ketika mendengar
“Rafael, tolong biarkan aku pergi dari sini. Aku harus segera mencari Vier. Bagaimanapun, dia adalah anakku dan aku tidak akan tenang sebelum aku menemukan keberadaannya.” Sonya berbicara dengan netra berkaca-kaca. Ia meminta Rafael untuk membantu menemukan putranya.“Sonya, kamu bersabarlah. Aku pastikan kalau anakmu akan baik-baik saja. Sekarang, kamu makan dulu bersama Bian dan Biya. Pelayan sudah memasak untuk kalian.” Rafael berbicara dengan penuh kelembutan. Laki-laki itu sengaja mengajak Sonya mengungsi ke apartemennya. Ia tahu kalau Oliver cepat atau lambat pasti akan mendatangi rumahnya. Apa lagi, orang kepercayaannya mengatakan bahwa Vier berada bersama ayah kandungnya.“Rafael, bagaimana aku bisa makan kalau Vier sekarang entah berada di mana? Aku tidak lapar dan aku hanya ingin bertemu Vier,” ucap Sonya dengan penuh permohonan.“Sonya, apa kamu tidak percaya dengan ucapanku? Vier itu baik-baik saja dan apa kamu tahu? Sekarang anakmu sedang bersama ayah kandungnya.” Rafael
“Kami setuju, tapi kami ingin ayah berada di sini bersama kami,” jawab Biya dengan nada merajuk.DEG!Sonya tampak tersenyum dengan penuh kecanggungan. Wanita itu mengusap lembut puncak kepala Biya dan memilih diam untuk sesaat.“Bunda, kenapa Bunda diam? Apa Bunda tidak sayang ayah?” Biya tampak memonyongkan bibirnya dan memasang wajah cemberut. Ia merasa kecewa ketika Sonya tidak merespon permintaannya.“Biya, Bunda bukannya tidak sayang dengan kalian. Asal kalian tahu, Bunda sangat menyayangi kalian dan suatu saat kalian pasti tahu kenapa Bunda bersikap seperti ini,” ucap Sonya dengan tatapan penuh kelembutan.“Bunda jahat. Ternyata benar, Bunda tidak sayang sama ayah!” ucap Biya sambil berlari meninggalkan Sonya. Anak itu bahkan terlihat sangat kecewa dengan ucapan ibunya.“Biya tunggu!” seru Sonya dengan tatapan terluka. Tiba-tiba, Rafael datang dan menyentuh bahu wanita itu. Ia meminta Sonya tetap berada di sana dan Biya akan menjadi urusannya.“Sonya, biarkan ini menjadi urusan
“D-datang bulan?” tanya Sonya dengan tatapan terkejut. Seketika ia sadar kalau dirinya sudah terlambat datang bulan.“Ya, kapan Anda terakhir datang bulan?” ucap Dokter Shesa dengan senyum di wajahnya.“Awal bulan lalu,” jawab Sonya dengan tatapan cemas. Apa pelayan di rumahnya benar, kalau dirinya kini tengah mengandung? Kalau benar, ini adalah kabar bahagia untuk keluarga besar mereka. Namun, kalau kabar ini salah, pasti Oliver akan kecewa.“Kenapa kamu diam saja? Apa kepalamu masih pusing?” tanya Oliver dengan penuh kelembutan.“T-tidak, aku hanya khawatir kalau kamu akan marah padaku,” jawab Sonya dengan wajah tertunduk dalam.“Marah? Kenapa aku harus marah?” tanya Oliver dengan tatapan penuh rasa penasaran.“Aku takut mengecewakanmu. Kalau aku tidak hamil bagaimana?” lirih Sonya dengan nada penuh kegelisahan.“Sonya, kamu bicara apa? Kalau kamu tidak hamil, bagiku tidak masalah. Apa kamu lupa kalau kamu sudah memberikanku ketiga anak-anak hebat yang melengkapi kebahagiaan rumah t
Tiga bulan kemudian“Hoek! Hoek! Hoek!” Sonya kembali memuntahkan isi perutnya dengan kepala yang berdenyut hebat. Wanita itu merasa aneh dengan rasa mual yang beberapa hari ini kerap menyerang dirinya. Padahal akhir-akhir ini, ia merasa kondisinya baik-baik saja. Namun, rasa mual itu membuatnya semakin tersiksa.“Sonya, apa kamu baik-baik saja?” seru Oliver dengan nada cemas. Laki-laki itu tampak gelisah ketika menunggu Sonya yang tidak kunjung keluar dari kamar mandi.“Y-ya, aku baik-baik saja.” Sonya menjawab dengan nada lemah. Wanita itu tampak menyadandarkan dirinya ke dinding kamar mandi sambil memijit pelipisnya yang berdenyut.Oliver yang tampak cemas, segera membuka pintu dan masuk ke dalam. Laki-laki itu sangat terkejut ketika mendapati istrinya tengah bersandar di dinding dengan wajah pucat pasi.“Sonya, apa yang terjadi? Apa kamu sedang sakit?” tanya Oliver dengan tatapan penuh kekhawatiran. Ia dengan sigap menggendong tubuh istrinya dan membawanya keluar dari sana.Dengan
Yura melangkah dengan wajah tertunduk. Sesekali wanita itu menggenggam erat tangan ayahnya. Ada kegelisahan yang terpancar jelas di wajahnya.“Jangan takut, semua akan baik-baik saja!” ucap Tuan Yoshio dengan penuh kelembutan. Laki-laki itu segera mengantarkan putrinya menuju ke pelaminan. Di sana Zack sudah menunggu sang mempelai dengan senyum yang tergambar jelas di wajahnya.Tuan Yoshio mengantarkan Yura ke pelaminan. Laki-laki itu menyerahkan tanggung jawabnya kepada Zack, pria yang kelak akan mendampingi putrinya dalam suka maupun duka.“Zack, aku serahkan putriku padamu dan aku harap, kamu tidak akan menyakiti atau menyia-nyiakan dia!” ucap Tuan Yoshio dengan netra mengembun. Untuk pertama kalinya laki-laki itu merasakan kesedihan yang begitu besar di dalam hidupnya. Melepaskan Yura adalah hal terberat di dalam hidupnya.“Tuan, saya akan menjaga Yura sebaik-baiknya.” Zack berbicara dengan tatapan lekat. Laki-laki itu tahu kalau Tuan Yoshio sangat mencintai putrinya.Setelah berb
“James, waktuku sepertinya telah tiba,” lirih Alia dengan tatapan menerawang.“Tidak Alia, kamu pasti akan sembuh. Jangan berbicara seperti itu!” ucap Tuan James dengan tatapan yang begitu lekat.Namun, genggaman tangan Alia semakin melemah. Wanita itu hanya berbisik pelan kepada James untuk kembali kepada Dayana.“J-james, kembalilah kepada Dayana dan hiduplah bersamanya,” bisik Alia dengan tatapan sendu. Wanita itu seakan ingin menebus kesalahannya kepada Dayana.“Ya, aku akan hidup bersamanya, namun berjanjilah untuk terus berjuang. Kamu pasti akan sembuh dan kita dapat hidup bersama-sama.” Tuan James menggenggam erat tangan Alia. Laki-laki itu takut terjadi apa-apa dengan istrinya.Wajah Oliver tampak pucat pasi. Laki-laki itu tidak menyangka kalau kondisi Alia akan memburuk. Tadi, mereka sempat berbincang panjang lebar mengenai asal usul dirinya. Alia bahkan meminta Oliver untuk berbakti kepada ibu kandungnya. Wanita itu meminta sang putra untuk memaafkan apa pun kesalahan ibu ka
“Bu, apa yang Ibu katakan? Kenapa Ibu menangis?” tanya Zack dengan penuh rasa penasaran. Ia takut telah terjadi sesuatu pada ibu kandungnya.Nyonya Prita hanya tersenyum dan mengusap air matanya. Wanita itu menggeleng pelan dan meminta putranya untuk tetap fokus mengemudi.“Zack, jangan mencemaskanku. Aku baik-baik saja,” jawab Nyonya Prita dengan senyum di wajahnya. Wanita itu kembali terdiam dengan tatapan sendu. Entah kenapa, dadanya berdebar hebat ketika membayangkan sosok Oliver yang akan ditemui olehnya. Wanita itu hanya berharap kalau Oliver mau menerima dirinya sebagai seorang ibu yang telah melahirkan laki-laki itu ke dunia.Setelah menempuh perjalanan, akhirnya mereka sampai di rumah sakit yang dituju. Nyonya Prita segera turun dengan langkah tergesa. Wanita itu seakan sudah tidak sabar ingin bertemu dengan sosok yang sangat dirindukannya.“Bu, tunggu!” seru Zack dengan nada cemas. Ia merasa aneh dengan gerak-gerik ibu kandungnya. Namun, Bibi Weni segera menghentikan langkah
“Zack, ayo cepat bersiap-siap. Setelah selesai sarapan, kita akan pergi!” ucap Nyonya Prita dengan nada serius. Wanita itu meminta putranya untuk segera bersiap-siap.“Pergi? Kita akan pergi ke mana Bu? Apa kita ada agenda bertemu seseorang?” tanya Zack dengan kening mengernyit. Laki-laki itu tampak keheranan mendengar ucapan ibunya.“Cepatlah bersiap-siap, kita akan segera sarapan!” jawab Nyonya Prita dengan tatapan lekat. Wanita itu tampak sibuk menyiapkan menu makanan di meja makan.Bibi Weni mendekat dan menatap kakak perempuannya dengan perasaan campur aduk. Wanita itu tahu kalau Prita tengah larut dalam kegelisahan di dalam dirinya.“Prita, apa kamu sudah siap untuk menemui Oliver?” tanya Bibi Weni dengan tatapan penuh perhatian.“Ya, tadi Tuan James menghubungiku. Dia memintaku untuk segera datang ke rumah sakit karena Alia memintaku untuk segera datang ke sana.” Nyonya Prita berbicara dengan nada serius. Wanita itu memang sempat beberapa kali berkomunikasi dengan Tuan James da
“Ayah, apa dia…?” lirih Yura dengan wajah gugup.Tuan Yoshio hanya mengangkat bahu dan segera berjalan menuju ke ruang tamu. Laki-laki itu sudah tidak sabar melihat sosok yang tengah bertamu ke kediamannya.Dengan tatapan lekat, laki-laki itu mendekat ke sebuah ruangan yang tampak megah. Tubuhnya seketika menegang saat menyadari sosok yang tengah berada di ruang tamu rumahnya.“Weni,” lirih Tuan Yoshio dengan tatapan terkejut. Ia tidak menyangka kalau wanita itu berada di sana.Bibi Weni tampak tersentak, ia tidak pernah menduga kalau dirinya kembali akan dipertemukan dengan sosok yang sangat dikenalnya di masa lalu.“Weni, itukah kamu?” lirih Tuan Yoshio dengan tatapan lekat. Laki-laki itu mendekat ke arah Bibi Weni yang tengah duduk di samping Zack.“Tuan, apa Anda dan bibiku saling mengenal?” tanya Zack dengan tatapan keheranan. Selama ini, Bibi Weni tidak pernah bercerita apa pun tentang Tuan Yoshio. Wanita itu bahkan terlihat sangat canggung ketika bertatap muka dengan laki-laki
Zack segera meraih sebuah kotak cincin yang ada di tangan ibunya. Laki-laki itu tampak terharu ketika bersiap menyematkan sebuah cincin berlian di jari manis Yura.“Yura, will you marry me?” ucap Zack dengan tatapan penuh harap. Laki-laki itu tengah menatap wanita yang tengah duduk di hadapannya.Yura terdiam dengan tatapan lurus ke depan. Wanita itu masih ragu dengan jawaban yang ingin dilontarkan kepada pria yang selama ini telah membersamainya.“Yura, ikuti kata hatimu,” ucap Nyonya Prita sambil mengusap lembut bahu wanita yang masih tertunduk di hadapannya.Zack tampak terdiam dengan dada yang berdegup kencang. Ia bahkan sudah siap dengan segala jawaban yang akan diberikan oleh Yura.Tiba-tiba, Yura mengangkat wajahnya dan mengangguk pelan. Ya, dia menerima lamaran Zack dan membuat laki-laki itu terdiam beberapa detik.“B-benarkah kamu mau menerima lamaranku?” tanya Zack dengan tatapan terkejut. Laki-laki itu seketika tersenyum penuh keharuan ketika melihat Yura menganggukkan kepa
“A-apa menikah?” tanya Yura dengan wajah pias. Ia tidak menyangka kalau Nyonya Prita akan berbicara seperti itu kepadanya.“Ya, menikah. Bukankah hubungan kalian sudah sangat jauh. Apa lagi kalian sebentar lagi akan menjadi orang tua. Jadi, sudah sepantasnya kalian segera menikah demi kebaikan anak yang ada di dalam kandunganmu. Ibu tidak ingin cucuku terlahir tanpa orang tua yang lengkap.” Nyonya Prita berbicara dengan tatapan penuh kelembutan. Wanita itu ingin Yura dan Zack segera menikah.“A-apa Nyonya berbicara serius?” tanya Yura dengan tatapan terkejut. Ia tidak menyangka kalau Nyonya Prita akan berbicara hal yang sangat penting kepadanya.“Tentu saja aku serius. Kalian harus segera menikah dan tidak ada yang perlu ditunggu-tunggu lagi. Kapan aku bisa bertemu dengan keluargamu?” Nyonya Prita menatap lembut wajah Yura. Wanita itu sudah tidak sabar ingin menemui keluarganya.Yura hanya tersenyum dengan wajah gugup. Ia benar-benar tidak menyangka kalau Zack akan mengajaknya menikah