Sudah lewat dua minggu Lizie tinggal bersama Sky dan sudah hampir sekarat karena bosan. Dia hanya dikurung sendirian sedangkan Sky terlalu sibuk dengan dunianya sendiri.
Lizie sudah ribut dan mengerutu untuk diijinkan keluar tapi Sky tetap tegas melarangnya.
"Apa kau juga tidak akan keluar di hari Libur?" pancing Lizie yang sudah bosan duduk di sofa seperti orang bodoh tanpa kegiatan berguna.
"Aku akan menemanimu," kata Sky tapi masih sambil mencermati layar ponselnya dan tidak menghiraukan Lizie yang sudah nyaris mati karena diabaikan.
"Menemani duduk diam! "sarkas Lizie untuk mengkritik keacuhan Sky.
"Baiklah apa yang kau mau?" baru Sky meletakkan ponselnya kemudian menoleh pada Lizie.
Lizie juga langsung berpikir memang apa yang bisa dia lakukan, sementara Sky tetap tidak akan mungkin mengijinkannya keluar rumah.
"Bagaimana jika kita berenang!"
"Berenang!" kaget Sky.
"Kita taruhan berenang!" tegas Lizie sambil mengang
"Sky aku mau keluar...." Lizie semakin sering merengek untuk diijinkan keluar karena sudah benar-benar bosan nonton film dan berenang di balkon sementara Sky tetap saja sibuk sendiri dan susah ditemui jika Lizie tidak bangun pagi-pagi. Akhirnya seperti hari ini, masih pagi dan Sky baru bangun ketika Lizie sudah mengekor di belakangnya seperti anak balita yang sedang rewel. "Nanti gurumu akan mulai datang." "Aku tidak mau!" keras Lizie yang merasa terus diabaikan pendapatnya. Sky langsung berhenti karena sepertinya Lizie tetap bersikeras akan semaunya sediri. "Sebaiknya kita membuat peraturan!" Sky menjentikkan jari telunjuknya di depan Lizie ."Aku akan mengajakmu keluar satu kali dalam sebulan jika kau bisa menyelesaikan pelajaranmu dengan tertib!" "Satu kali seminggu !" tawar Lizie. "Tidak, hanya satu kali sebulan!" tegas Sky. "Aku juga tidak sepenganguran itu hingga bisa mengajakmu keluar tiap akhir pekan!" "Baiklah,
Keesokan harinya Sky benar-benar mengirim guru laki-laki untuk Lizie. Bukanya senang Lizie justru semakin kesal. Lizie langsung menjatuhkan gelas di tangannya yang masih berisi air mineral ketika melihat pria botak berkacamata yang baru dia persilahkan masuk itu tersenyum padanya dengan kawat gigi berkilau. Pipinya terlalu montok untuk ukuran orang dewasa tapi perutnya terlalu buncit untuk ukuran anak-anak yang cuma sekedar hobi makan. Bahkan tingginya tidak sampai sebahu Lizie. Secara keseluruhan dia benar-benar bulat, dan mungkin akan mengapung jika Lizie mendorongnya ke kolam. [Sky kenapa kau mengirim pelampung kemari!] Lizie langsung mengirim pesan kepada Sky. [Itu tetap laki-laki seperti yang kau minta] [Dia juga pandai berenang!] tambah Sky sebelum langsung mematikan ponselnya dan memasukkannya ke dalam laci. Sepertinya masalah Sky tidak berhenti sampai di situ karena beberapa menit kemudian Celine Dawson tiba-tiba sudah berdiri
"Cepat buat aku hamil! " Celine menyeret Damian Marfield yang baru masuk ke apartemennya.Pria itu juga segera mendorong Celine dengan tidak sabaran. Damian melepas ikat pinggang dan resleting celananya sambil berjalan. Bibir mereka sudah saling bertautan seperti hendak menelan satu sama lain seperti dua orang yang sedang kelaparan. Celine yang sudah siap dengan lingerie tanpa pakaian dalam membuat pria itu lebih mudah untuk segera memasukinya. Celine juga sedang tidak ingin bermain dengan pengaman dan tidak ada pria yang tidak menyukai hal itu."Oh! " pekik Celine yang sepertinya juga sangat menyukai rasanya.Damian Marfield memiliki otot keras seperti torpedo dan mengisinya dengan sesak ketika pria itu melakukan penetrasi sambil berdiri.Damian mendesak tubuh Celine ke dinding terus memompanya seperti ketika dirinya sedang push-up di lantai gym. Celine Dawson juga wanita yang tidak kalah nikmat. Wanita yang serba mahal tentu juga memberikan kenikmatan g
"Kau yakin tidak apa-apa?" Sky memeriksa tubuh Lizie lebih teliti."Tidak, karena kau segera datang." Lizie menatap Sky yang sedang membenahi bahu gaunnya yang miring karena sedikit koyak."Sungguh maafkan aku, Lizie.""Aku tidak apa-apa.""Lain kali kau boleh memilih kemana ingin keluar." Sepertinya Sky masih merasa sangat bersalah karena kejadian tadi."Akan kuingat yang ini!" Lizie berusaha menanggapinya dengan santai agar Sky tidak terus mencemaskannya dengan berlebihan. "Ingat saja baik-baik lain kali kau akan mengajakku keluar dan aku boleh memilih!"Sky mengangguk, sepertinya Sky juga baru sadar jika menjaga gadis muda tidak
Sepertinya Lizie juga tidak kehabisan cara untuk membalas Sky, Dia mulai bertingkah seenaknya sendiri dan mengabaikan semua aturan, termasuk tentang larangan memakai pakaian renang. Lizie sengaja berenang hanya dengan menggunakaan bikini. Kebetulan di rumah siang itu hanya ada dirinya dan Emma yang dari tadi cuma duduk di sofa karena mereka tidak saling bertegur sapa. Sebenarnya Emma sudah beberapa kali menyapa lebih dulu tapi Lizie terang-terangan menolaknya. Lizie memang bukan gadis yang bisa berbasa-basi dia akan menyampaikan apapun yang tidak dia suka. Jadi dari tadi Emma juga hanya sesekali memperhatikan Lizie yang sedang berenang dan seketika tidak bisa membayangkan bagaimana Sky sudah tinggal dengan gadis muda seperti itu setiap hari. Walaupun masih sangat muda Lizie sudah memiliki tubuh yang sangat sempurna sebagai wanita. Mustahil Sky samasekali tidak memiliki pikiran apa-apa jika melihat gadis muda dengan bikini berkeliaran di rumahnya. Emma sangat paham se
"Aku menginginkanmu, Sky! untuk diriku sendiri!" Sky langsung mengangkat tubuh Lizie ke tepi kolam dan menindihnya di sana. Menaut kembali bibir Lizie yang sempat lepas sejenak darinya. Lizie menerima sapun bibir Sky yang terasa basah tapi panas dan balas mengigitnya lagi. Lizie mulai sibuk melepas kancing kemeja Sky yang tadi belum sempat pria itu lepas ketik ikut menceburkan diri ke dalam air. Dadanya hangat, berdegup kencang ketika Lizie merabanya hingga ke bawah pusar. Lizie juga tidak masalah ketika Sky mulai meremas buah dadanya dengan kencang. "Sky... " Sky sedang sama sekali tidak mau menghiraukan rintihan Lizie dan justru malah merampas bibir gadis itu agar tidak banyak bicara. Sky mendorong tubuh Lizie yang hendak bangkit dan menghimpit pinggul gadis itu untuk menghadapinya. Lizie sudah tahu pergulatan mereka kali ini akan berakhir seperti apa, tapi Lizie juga tidak ingin Sky berhenti. Pinggul Lizie semakin bergerak-gerak gelisah dan mul
Sky menemani Lizie sampai gadis itu benar-benar tertidur dan masih memperhatikan wajah polosnya yang tidak berdosa untuk terlibat dengan semua masalah ini. Sky tidak pernah ingin mengambil hak anak itu dia hanya ingin mengendalikannya, karena kalau tidak musuh-musuhnya pasti akan dengan senang hati memanfaatkan gadis itu untuk menjatuhkan dirinya. Tapi sepertinya Sky juga mulai sadar jika musuh terbesarnya ternyata adalah perasaanya sendiri. Perasaan, yang kadang tidak bisa memilih akan peduli pada siapa. Setelah kembali ke kamarnya sendiri ternyata Sky tetap juga tidak bisa memejamkan mata. Dia tidak hanya ingat dengan apa yang telah dilakukan gadis muda itu terhadap dirinya tapi dia juga ikut tidak terima mengetahui Lizie telah dibiarkan tumbuh di lingkungan yang sangat tidak sehat macam itu walau nyatanya Sky juga ikut-ikutan memanfaatkan kepolosan gadis tersebut. Lizie sedang membuat sarapan ketika Sky menghampirinya di pagi hari. Sky baru ikut duduk ketika ponse
Sky dan Lizie sedang duduk di balkon menikmati udara malam dengan atap yang terbuka. Malam ini sedang cerah walau mereka tetap tidak akan bisa melihat bintang. Sudah Seharian Sky menemani Lizie dan malam harinya Lizie masih membujuk Sky untuk mengijinkanya membuka botol Wine. "Kau sudah sangat baik sepanjang hari ini jadi sempurnakan saja kemurahan hatimu sebelum mungkin besok kau akan kembali menjadi seperti gozila." "Kau pikir aku seperti itu!" "Kadang." Lizie mengayunkan kakinya sambil mengerakkan kursi ayunan gantung yang dia duduki di tepi kolam. Sesekali Lizie menyaruk kaki Sky membujuknya agar segera berdiri. "Ayolah, Sky...." Akhirnya lama-lama Sky tidak tahan juga dengan rengekan gadis itu dan berdiri. Baru saja Sky membuka kunci lemari, ternyata Lizie malah langsung berdiri naik di atas meja pantry untuk menagmbil botol sampanye dari rak paling atas. "Aku mau sampanye," kata gadis itu sambil memeluk botol samp
"Selamat ulang tahun. " Di musim semi ulang tahun Lizie yang ke sembilan belas. Sky mengangkat Lizie untuk duduk di atas pangkuannya, mereka hanya berdua memandang ke luar dari jendela kaca besar yang menghadap langsung ke sisi pegunungan Alpen. "Aku ingin kita seperti ini dulu," bisik Sky ketika mempererat lengannya di pinggang Lizie dan menghirup puncak kepalanya dengan tarikan napas dalam. "Aku ingin memilikimu untuk diriku sendiri." Sky menyarukkan rahangnya yang terasa kasar dan menggelitik sisi leher gadis mudanya yang hangat dan lembut. "Aku adalah milikmu, kau boleh memilikiku sesuka hatimu." Sentuhan Sky adalah apa yang juga akan selalu Lizie inginkan.
Walaupun tangan kirinya masih di perban tapi Sky bersikeras bisa menyetir sendiri untuk membawa lizie pulang bersamanya. Sky memang keras kepala, padahal Tobias sudah sengaja datang pagi-pagi untuk mengantarkan mereka pulang. Lizie terpaksa masuk ke dalam mobil Sky dan melambai pada Tobias Harlot untuk sekaligus minta maaf. Lizie benar-benar merasa tidak enak karena bagaimanapun selama ini Tobias sudah sangat baik pada mereka. "Tulangku hanya retak bukan cacat!" kata Sky setelah Lizie duduk di sampingnya. "Ya, aku percaya." Lizie pilih setuju saja dibanding harus berdebat karena dia tahu Sky tidak suka diremehkan dan hal itu sudah jadi sifat dasarnya yang sulit dirubah. Sky memang masih bisa mengemudi dengan baik, lengan kirinya j
Tobias Harlot sudah coba menjelaskan dengan tenang tapi nyatanya air mata Lizie tetap merembas hangat dari masing-masing sudut matanya. Lizie meraba kembali perutnya yang sudah kembali rata dengan jemari tangannya yang agak kurus. Rasanya tetap pedih walaupun sudah tidak ada yang terasa perih lagi. "Jadi bayiku tidak selamat? " Tobias hanya berani mengangguk pelan. "Anak-anak akan berada di surga kau tidak perlu cemas." "Aku bahkan tidak sempat melihatnya." "Kau sudah berjuang dengan hebat, Sky pasti juga akan tetap bangga padamu." Lizie mulai menunduk dan terisak pelan.
Sky berjalan kembali ke mobilnya, berusaha mencengkram kemudinya dengan mantap untuk menguatkan langkahnya. Sky tidak boleh menyerah karena Lizie juga sudah berjuang dengan sangat keras. Sky menoleh pada buket bungan matahari di samping tempat duduknya dan kembali menghela napas dalam untuk memenuhi paru-parunya yang sesak. Sky sudah bersumpah pada Gerald untuk menjaga putrinya. Walaupun mungkin sahabatnya itu sudah lebur bersama tanah tapi sumpah Sky akan tetap berlaku untuknya. Sky tidak akan menyerah dia harus tetap hidup demi Lizie dan demi putri mereka yang sudah pergi tanpa sempat menangis. Sky berjalan melalui lorong dingin yang juga sudah dia lalui setiap hari tanpa pernah berubah. Semuanya masih sama, tidak ada perubahan berarti sejak dua bulan berlalu. Sky mengganti bunga matahari di dalam vas kaca dengan yang baru dia bawa,
Sky menoleh kembali tempat tidur di sampingnya yang kosong dan dingin, hampir tiga bulan berlalu tapi rasanya masih sulit dipercaya ia harus menjalani hidup seperti ini. Ini adalah musim dingin paling beku di sepanjang hidupnya . Sky tidak pernah tahan tiap kali mulai memikirkannya, hidup tanpa Lizie dan tanpa bayi mereka. Sky masih tertelungkup di atas tempat tidurnya setelah semalam Tobias menyeretnya pulang dari kekacauan yang dia buat di klub. Tobias sampai harus memukul Sky karena Celine menemukanya mabuk di klub dan berkelahi. Ternyata bukan hanya kesendiriannya yang sulit untuk dijalani, tapi kewarasannya juga semakin sulit untuk dijaga belakangan ini. Sky benar-benar tidak sanggup menjalani hidup seperti ini. Seolah dia hanya berjalan dan bernapas tanpa pernah benar-benar bisa hidup lagi. Sky masih ingat di mana dia menyimpan senjata apinya yang selalu siap sedia untuk mengakhiri segala penderitaan, godaan itu semakin menggoda untuk dituruti dan akan segera menjadikannya pen
Selama Mark bicara dengan Lizie, Sky sudah membuat keributan. Sky mengancam akan menuntut pihak rumah sakit jika mereka tidak segera mengambil tindakan. Tapi pihak rumah sakit juga tidak bisa melakukan pembedahan paksa tanpa persetujuan pasien. Sky tahu Lizie memanggil Mark Walder untuk meminta pertolongannya dan Sky sudah benar-benar kehilangan akal karena sikap keras kepala Lizie. Begitu melihat Mark baru keluar dari kamar Lizie Sky langsung menghampiri pria itu dan memukulnya. Sky memukul cukup keras sampai sudut bibir Mark langsung berdarah. Mark tidak membalas pukulan Sky karena dia tahu pemuda itu sedang sinting. Mungkin dia pun juga akan demikian jika berada di posisi Sky sekarang. "Jangan pernah merasa kau bisa menjadi pahlawan untuk Lizie ku!" ancam Sky sambil menunjuk Mar
Persis seperti yang dikhawatirkan Sky, kondisi Lizie menurun dengan begitu cepat, Lizie tidak akan sanggup menunggu dua minggu lagi. Lizie sudah tidak bisa mengkonsumsi makanan, tidak bisa beristirahat, tenaganya juga habis untuk menahan rasa sakit yang tidak kunjung usai. Nutrisi tubuhnya hanya didapatkan dari selang infus yang tidak akan pernah cukup untuk dirinya sendiri apalagi bayinya. Dua minggu tidak akan membawa perubahan untuk bayi mereka kecuali hanya akan membunuh Lizie pelan-pelan. Sudah tiga hari berlalu dan kondisi Lizie masih juga belum membaik sama sekali, dia masih terus mengalami kontraksi. Lizie tidak akan kuat menanggungnya hingga dua minggu lagi sementara kondisi fisik Lizie juga semakin tidak berdaya. Lizie sudah tidak diijinkan turun dari ranjang, dia harus istirahat total. Sky sudah nyaris gila menghadapi sikap keras kepala Lizie yang tetap bersikukuh untuk
Sky baru kembali dari menemui Tobias Harlot ketika melihat apartemennya yang sunyi. Rasanya agak aneh karena biasanya Lizie akan langsung menyambut di depan pintu tiap kali Sky pulang. "Lizie," panggil Sky masih belum terlalu khawatir karena mengira Lizie hanya sedang tidur lebih awal atau mendengarkan musik dari ponselnya seperti yang sering dia lakukan akhir-akhir ini untuk mengusir rasa mual. "Lizie," Sky kembali memanggil karena tidak melihat Lizie di kamarnya. Sky buru-buru memeriksa di balkon yang ternyata juga tidak ada siapa-siapa. Malam sudah gelap dan mustahil Lizie keluar sendiri tanpa meminta ijin atau memberitahunya. Sky kembali ke kamar dan saat itu dia baru sadar jika lampu kamar mandinya sedang menyala. Sky segera memeriksa dan terkejut melihat Iizie yang sedang bere
Walau masih malas bergerak tapi seperti Lizie mulai terlihat gelisah, tidurnya semakin tidak tenang akhir-akhir ini. "Sky, " gumam Lizie. "Hemm .... " Sky merapatkan lengannya untuk menarik tubuh Lize. "Aku mual." Lizie semakin mendesak dan menenggelamkan wajahnya ke dada Sky. Tubuh Lizie terasa lembut dan hangat, bergelung meringkuk seperti bayi trenggiling kecil yang kedinginan. Rasanya memang sedang tidak nyaman bagi Lizie. "Apa kau mau kubuatkan minuman hangat?" Lizie menggeleng, Lizie juga sudah tidak mau minum susu lagi tiga hari terakhir ini karena susu justru membuatnya semakin mual. Memasuki trimester pertama Lizie mulai mengalami peningkatan hormon yang membuat tubuhnya semakin sensitif dan rewel karena tidak bisa sembarangan menelan makanan. "Kau mau apa akan kubuatkan." "Aku bel