Junot kembali ke kantor dengan wajah kusut. Dia benar-benar tidak bersemangat hari ini.Bahkan dirinya membiarkan Asisten Eki yang memimpin rapat kali ini, sementara dia hanya menjadi pendengar setia.Junot malah asyik melihat-lihat ponselnya yang berisikan foto Lilian.Asisten Eki memperhatikan tingkah Junot yang tidak fokus tersebut. Padahal ini adalah meeting yang sangat penting."Tuan Muda, bagaimana pendapat Anda tentang penjelasan saya tadi?" tanya Asisten Eki kepada Junot selaku CEO di perusahaan itu."Mantap dan ok banget! Saya sangat setuju, Asisten Eki! Silakan lanjutkan lagi meeting nya." seru Junot asal. Padahal sebenarnya dia tidak tahu sama sekali mengenai apa yang sedang dibahas di ruang meeting tersebut.Asisten Eki dan beberapa orang di ruang meeting itu seketika melongo mendengar jawaban Junot yang tidak nyambung sama sekali.Junot yang langsung tahu jika dia salah ngomong langsung berbicara lagi, "Apakah saya salah ngomong, ya?" Dia, malah balik bertanya."Maaf,
"Cih! Tapi kan gue baru kali ini gue nggak fokusnya!" ujar Junot mencoba membela diri."Justru karena Anda berubah seperti ini, makanya mereka menjadi berubah juga Tuan Muda." tutur Asisten Eki."Makanya tadi saya katakan tolong Anda bisa memilah-milah dan bisa memisahkan mana yang menjadi prioritas dalam perusahaan dan mana yang tidak," lanjut, Asisten Eki.Junot terdiam sambil memegang kepalanya yang tiba-tiba terasa pusing."Lilian, ternyata kehilanganmu sangat menyakitkan bagiku, tapi aku harus bangkit! Aku tidak mau terpuruk terus seperti ini!" tegasnya, dalam hati."Asisten Eki, apakah masih ada jadwal meeting untuk sore ini?" tanyanya, kepada asistennya. "Ada Tuan Muda, meeting sore ini terkait dengan kerjasama kita dengan perusahaan yang berasal dari China." ujarnya, menjelaskan."Siapkan mobil ke lokasi meeting. Kita berangkat sekarang," seru Junot."Tuan Muda, apa Anda yakin akan menghadiri meeting sore ini?" tanya Asisten Eki kepada Junot."Tentu saja! Ayo buruan nanti kit
"Cepat katakan di mana alamat rumah bordil itu berada!" teriak, Asisten Eki.Keduanya terdiam dan saling melirik. "Kami tidak tahu apa-apa, Tuan." ujar keduanya, takut."Oh, jadi kalian tidak mau jujur juga?" tanyanya, tajam."Pengawal, hajar mereka!" Beberapa orang mulai memberi pelajaran bagi keduanya karena memilih untuk diam. Namun salah satu dari antara mereka, mulai menyerah."Tuan, tolong jangan pukul saya lagi. Saya mau jujur tentang semuanya," lirihnya, sambil menahan sakitnya pukulan-pukulan dari para pengawal itu.Lalu dengan cepat, orang itu memberitahukan di mana alamat rumah bordil itu berada.Asisten Eki segera mencatat alamat yang mereka katakan."Coba jelaskan secara detail, di mana letaknya dan bisnis itu khusus untuk siapa?" tanya Asisten Eki, lagi.Karena sudah kepalang basah, keduanya pun kembali jujur.Salah satu diantara mereka, mengatakan jika rumah bordir itu, berada di salah satu perumahan mewah sehingga tidak ada yang curiga jika di dalamnya ada perbudakan
Di suatu pagi,Dahlia keluar dari kamar mandi dengan wajah pucat. Baru saja dirinya memuntahkan semua yang dia makan.Akhir-akhir ini, gadis itu sering merasakan tubuhnya sangat lemah yang kadang disertai mual dan muntah. Tapi anehnya, hal tersebut hanya terjadi di pagi hari sedangkan menjelang siang, dia terlihat mulai membaik."Nona, apakah Anda yakin, Anda baik-baik saja?" tanya Dita, khawatir. Dia mendengar semuanya saat Dahlia mulai muntah-muntah di dalam kamar mandi Toserba tersebut."Aku baik-baik saja kok, Mbak. Tolong jangan katakan apapun kepada Mas Noah.""Tapi, Nona ...." Dita ingin sekali menceritakan kondisi Dahlia kepada Noah. tapi gadis itu, malah melarangnya."Saya mohon, Mbak. Saya tidak mau lagi berurusan dengannya!" tegas, sang gadis.Dahlia sudah mengambil tekad dalam hatinya untuk melupakan Noah yang menurutnya pria yang tidak bertanggung jawab.Hari ini hari Sabtu, kampus Dahlia libur. Dia pun memutuskan untuk bekerja full time di hari ini. Dahlia sengaja mengh
Walaupun jauh dari dalam lubuk hati Tuan Abian, dia memiliki kekhawatiran tingkat tinggi dengan apa yang akan terjadi selanjutnya.Sehari sebelumnya, di kediaman keluarga Jhon.Tuan Jhon terlihat meremas hasil test DNA yang menyatakan jika Lastri, 99,9 % bukanlah keturunannya.Bersamaan dengan itu, Tuan Jhon juga mendapatkan bukti perselingkuhan istrinya dengan Abian, sahabatnya sendiri.Belum lagi dia dikejutkan dengan hasil laboratorium yang menyatakan jika dirinya mandul dan tidak dapat memiliki anak.Semakin besarlah kecurigaannya jika Lastri bukanlah darah dagingnya.Dengan hati yang sangat kacau, Tuan Jhon perlahan masuk ke dalam kamar pribadi Lastri, putri yang sangat dia sayangi dari segenap apapun di dunia ini. Putri yang Tuan Jhon kira adalah anak kandungnya. Namun hasil pemeriksaan DNA menjawab semua jika Lastri, bukanlah putri kandungnya.Tuan Jhon memandang wajah Lastri yang sedang tertidur dengan sangat nyenyak saat ini."Maafkan Papa, Lastri." ujarnya, lalu membelai le
"Bu, Ibu sebenarnya mau ngomong apa, sih? Tolong jangan buat aku menjadi semakin takut, Bu," seru Lilian, lagi."Baiklah, Lil. Ibu akan jujur. Sebenarnya saat ini Dahlia sedang hamil lima minggu," ujar Bu Jayanti hati-hati."A ... apa?" Lilian benar-benar kaget mendengar kabar itu dari Bu Jayanti. Bukan apa-apa, tadi pagi juga dia melihat pemberitaan tentang Noah. Kabar menghebohkan itu, juga dilihat oleh Lilian dari layar televisi."Ibu harap kamu bisa bijak menyikapi masalah yang sedang menimpa Dahlia. Anak dalam kandungannya tidak memiliki dosa apa-apa. Kita sama-sama sangat menyayangi dirinya. Menurut Ibu, kita tidak berhak untuk menghakiminya," nasihat Bu Jayanti.Lilian tidak kuasa menahan air matanya mendengar nasib yang menimpa saudaranya itu.Lilian pun masuk ke dalam ruangan di mana Dahlia dirawat."Lilian..." lirihnya saat melihat saudaranya masuk.Keduanya pun saling berpelukan menangisi nasib satu sama lain. Hidup mereka mulai hancur karena laki-laki. Keduanya sedikit lup
Kembali kepada Dahlia yang sedang dirawat di rumah sakit."Bu, Pak, Lilian … untuk sementara aku akan tinggal bersama Mbak Dita," tutur Dahlia kepada semua orang yang ada di dalam ruangan itu."Lho Dahlia, kok begitu?" tanya Lilian bingung."Kamu tahu kan Lilian, bagaimana para tetangga kita? Tukang gosip semua. Jadi untuk menghindari semua itu. Terpaksa aku harus pindah," serunya, menjelaskan."Menurut Ibu pilihan Dahlia itu adalah yang terbaik saat ini, bagaimana menurut Bapak?" tanya Bu Jayanti kepada suaminya."Bapak juga setuju. Nanti Ibu dan Bapak akan sering mengunjungimu dan juga cucu kami. Iya kan, Bu?""Tentu saja, Pak." jawab, Bu Jayanti.Akhirnya Lilian pun setuju. Dahlia pindah ke apartemen milik Noah."Bu Jayanti, nanti jika Ibu pulang, saya ikut ya Bu? Saya ingin mengemasi barang-barang Nona Dahlia untuk dibawa ke apartemen," seru Dita.Sementara Silvi sudah pulang dari tadi karena di jemput suaminya."Bu, bagaimana kalau pulangnya, numpang di mobil saya saja, sekalian
Dahlia dan Lilian adalah dua orang gadis cantik asal Bogor yang tinggal bersama sang nenek. Mereka adalah anak korban perceraian dari kedua orangtuanya yang menikah lagi dan telah memiliki pasangan masing-masing serta tinggal di kota lain.Sehingga sejak kecil, mereka diasuh oleh nenek Rukmini di sebuah rumah yang sangat sederhana.Dahlia berwatak keras, sembrono, dan sedikit tegas. Sedangkan Lilian berwatak lembut, pemalu, dan ramah. Saat ini, keduanya telah duduk di bangku SMA kelas tiga dan beberapa bulan lagi akan menamatkan pendidikan mereka di sana.Usia sang nenek sudah sangat renta dan sering sakit-sakitan. Selama ini, Nenek Rukmini menghidupi kedua cucunya dengan berjualan keripik talas khas camilan daerah Bogor dengan cara berkeliling kampung. Dahlia dan Lilian juga membantu Nenek Rukmini dalam mengolah dan menjual keripik tersebut. Meskipun sudah tua, Nenek Rukmini selalu berusaha kuat dan sehat demi kedua cucunya tercinta.Hari Senin yang cerah di sebuah SMA Negeri Bogor,
Kembali kepada Dahlia yang sedang dirawat di rumah sakit."Bu, Pak, Lilian … untuk sementara aku akan tinggal bersama Mbak Dita," tutur Dahlia kepada semua orang yang ada di dalam ruangan itu."Lho Dahlia, kok begitu?" tanya Lilian bingung."Kamu tahu kan Lilian, bagaimana para tetangga kita? Tukang gosip semua. Jadi untuk menghindari semua itu. Terpaksa aku harus pindah," serunya, menjelaskan."Menurut Ibu pilihan Dahlia itu adalah yang terbaik saat ini, bagaimana menurut Bapak?" tanya Bu Jayanti kepada suaminya."Bapak juga setuju. Nanti Ibu dan Bapak akan sering mengunjungimu dan juga cucu kami. Iya kan, Bu?""Tentu saja, Pak." jawab, Bu Jayanti.Akhirnya Lilian pun setuju. Dahlia pindah ke apartemen milik Noah."Bu Jayanti, nanti jika Ibu pulang, saya ikut ya Bu? Saya ingin mengemasi barang-barang Nona Dahlia untuk dibawa ke apartemen," seru Dita.Sementara Silvi sudah pulang dari tadi karena di jemput suaminya."Bu, bagaimana kalau pulangnya, numpang di mobil saya saja, sekalian
"Bu, Ibu sebenarnya mau ngomong apa, sih? Tolong jangan buat aku menjadi semakin takut, Bu," seru Lilian, lagi."Baiklah, Lil. Ibu akan jujur. Sebenarnya saat ini Dahlia sedang hamil lima minggu," ujar Bu Jayanti hati-hati."A ... apa?" Lilian benar-benar kaget mendengar kabar itu dari Bu Jayanti. Bukan apa-apa, tadi pagi juga dia melihat pemberitaan tentang Noah. Kabar menghebohkan itu, juga dilihat oleh Lilian dari layar televisi."Ibu harap kamu bisa bijak menyikapi masalah yang sedang menimpa Dahlia. Anak dalam kandungannya tidak memiliki dosa apa-apa. Kita sama-sama sangat menyayangi dirinya. Menurut Ibu, kita tidak berhak untuk menghakiminya," nasihat Bu Jayanti.Lilian tidak kuasa menahan air matanya mendengar nasib yang menimpa saudaranya itu.Lilian pun masuk ke dalam ruangan di mana Dahlia dirawat."Lilian..." lirihnya saat melihat saudaranya masuk.Keduanya pun saling berpelukan menangisi nasib satu sama lain. Hidup mereka mulai hancur karena laki-laki. Keduanya sedikit lup
Walaupun jauh dari dalam lubuk hati Tuan Abian, dia memiliki kekhawatiran tingkat tinggi dengan apa yang akan terjadi selanjutnya.Sehari sebelumnya, di kediaman keluarga Jhon.Tuan Jhon terlihat meremas hasil test DNA yang menyatakan jika Lastri, 99,9 % bukanlah keturunannya.Bersamaan dengan itu, Tuan Jhon juga mendapatkan bukti perselingkuhan istrinya dengan Abian, sahabatnya sendiri.Belum lagi dia dikejutkan dengan hasil laboratorium yang menyatakan jika dirinya mandul dan tidak dapat memiliki anak.Semakin besarlah kecurigaannya jika Lastri bukanlah darah dagingnya.Dengan hati yang sangat kacau, Tuan Jhon perlahan masuk ke dalam kamar pribadi Lastri, putri yang sangat dia sayangi dari segenap apapun di dunia ini. Putri yang Tuan Jhon kira adalah anak kandungnya. Namun hasil pemeriksaan DNA menjawab semua jika Lastri, bukanlah putri kandungnya.Tuan Jhon memandang wajah Lastri yang sedang tertidur dengan sangat nyenyak saat ini."Maafkan Papa, Lastri." ujarnya, lalu membelai le
Di suatu pagi,Dahlia keluar dari kamar mandi dengan wajah pucat. Baru saja dirinya memuntahkan semua yang dia makan.Akhir-akhir ini, gadis itu sering merasakan tubuhnya sangat lemah yang kadang disertai mual dan muntah. Tapi anehnya, hal tersebut hanya terjadi di pagi hari sedangkan menjelang siang, dia terlihat mulai membaik."Nona, apakah Anda yakin, Anda baik-baik saja?" tanya Dita, khawatir. Dia mendengar semuanya saat Dahlia mulai muntah-muntah di dalam kamar mandi Toserba tersebut."Aku baik-baik saja kok, Mbak. Tolong jangan katakan apapun kepada Mas Noah.""Tapi, Nona ...." Dita ingin sekali menceritakan kondisi Dahlia kepada Noah. tapi gadis itu, malah melarangnya."Saya mohon, Mbak. Saya tidak mau lagi berurusan dengannya!" tegas, sang gadis.Dahlia sudah mengambil tekad dalam hatinya untuk melupakan Noah yang menurutnya pria yang tidak bertanggung jawab.Hari ini hari Sabtu, kampus Dahlia libur. Dia pun memutuskan untuk bekerja full time di hari ini. Dahlia sengaja mengh
"Cepat katakan di mana alamat rumah bordil itu berada!" teriak, Asisten Eki.Keduanya terdiam dan saling melirik. "Kami tidak tahu apa-apa, Tuan." ujar keduanya, takut."Oh, jadi kalian tidak mau jujur juga?" tanyanya, tajam."Pengawal, hajar mereka!" Beberapa orang mulai memberi pelajaran bagi keduanya karena memilih untuk diam. Namun salah satu dari antara mereka, mulai menyerah."Tuan, tolong jangan pukul saya lagi. Saya mau jujur tentang semuanya," lirihnya, sambil menahan sakitnya pukulan-pukulan dari para pengawal itu.Lalu dengan cepat, orang itu memberitahukan di mana alamat rumah bordil itu berada.Asisten Eki segera mencatat alamat yang mereka katakan."Coba jelaskan secara detail, di mana letaknya dan bisnis itu khusus untuk siapa?" tanya Asisten Eki, lagi.Karena sudah kepalang basah, keduanya pun kembali jujur.Salah satu diantara mereka, mengatakan jika rumah bordir itu, berada di salah satu perumahan mewah sehingga tidak ada yang curiga jika di dalamnya ada perbudakan
"Cih! Tapi kan gue baru kali ini gue nggak fokusnya!" ujar Junot mencoba membela diri."Justru karena Anda berubah seperti ini, makanya mereka menjadi berubah juga Tuan Muda." tutur Asisten Eki."Makanya tadi saya katakan tolong Anda bisa memilah-milah dan bisa memisahkan mana yang menjadi prioritas dalam perusahaan dan mana yang tidak," lanjut, Asisten Eki.Junot terdiam sambil memegang kepalanya yang tiba-tiba terasa pusing."Lilian, ternyata kehilanganmu sangat menyakitkan bagiku, tapi aku harus bangkit! Aku tidak mau terpuruk terus seperti ini!" tegasnya, dalam hati."Asisten Eki, apakah masih ada jadwal meeting untuk sore ini?" tanyanya, kepada asistennya. "Ada Tuan Muda, meeting sore ini terkait dengan kerjasama kita dengan perusahaan yang berasal dari China." ujarnya, menjelaskan."Siapkan mobil ke lokasi meeting. Kita berangkat sekarang," seru Junot."Tuan Muda, apa Anda yakin akan menghadiri meeting sore ini?" tanya Asisten Eki kepada Junot."Tentu saja! Ayo buruan nanti kit
Junot kembali ke kantor dengan wajah kusut. Dia benar-benar tidak bersemangat hari ini.Bahkan dirinya membiarkan Asisten Eki yang memimpin rapat kali ini, sementara dia hanya menjadi pendengar setia.Junot malah asyik melihat-lihat ponselnya yang berisikan foto Lilian.Asisten Eki memperhatikan tingkah Junot yang tidak fokus tersebut. Padahal ini adalah meeting yang sangat penting."Tuan Muda, bagaimana pendapat Anda tentang penjelasan saya tadi?" tanya Asisten Eki kepada Junot selaku CEO di perusahaan itu."Mantap dan ok banget! Saya sangat setuju, Asisten Eki! Silakan lanjutkan lagi meeting nya." seru Junot asal. Padahal sebenarnya dia tidak tahu sama sekali mengenai apa yang sedang dibahas di ruang meeting tersebut.Asisten Eki dan beberapa orang di ruang meeting itu seketika melongo mendengar jawaban Junot yang tidak nyambung sama sekali.Junot yang langsung tahu jika dia salah ngomong langsung berbicara lagi, "Apakah saya salah ngomong, ya?" Dia, malah balik bertanya."Maaf,
“Dahlia, gue ... gue sangat menyesal telah melakukan pemaksaan itu kepada Lilian! Gue khilaf! Gue juga sangat menyesalinya.Tolong sampaikan permohonan maaf gue kepada Lilian. Please, tolong bantu gue kali ini." lirih Junot, sambil memelas."Ha-ha-ha, Lo pikir Lilian akan semudah itu memaafkanmu? Tidak segampang itu! Saat ini dia sangat terluka dengan apa telah Lo lakukan, kepadanya!" cecar Dahlia."Untuk itu, Lo bantu gue, Dahlia. Please ... Lo tahu kan, gue sangat menyayangi Lilian.""Bulshit! Jika Lo memang benar-benar menyayanginya, Lo tidak mungkin memaksanya melakukan apa yang tidak dia sukai! Asal Lo tahu, Lilian sangat trauma saat ini! Dan semua gara-gara, Lo!" hardik Dahlia lagi."Sial! Sial! Sial!" Junot merutuki perbuatan jahatnya kepada Lilian."Dahlia, menurut Lo apa yang harus gue lakukan sekarang?""Gue nggak tahu dan nggak mau tahu lagi! saran gue cuma satu, tolong jangan dekati Lilian lagi, lupakan dirinya! Jangan buat dia semakin membenci Lo!" seru Dahlia lantang.
"Papa dan Mama, kok tega banget sih!" kesal Sherly dalam hatinya."Maafkan aku, Sherly. Untuk sementara aku belum bisa memperjuangkanmu." gumam Doan, dalam hati."Sudah, kita jangan memikirkan hal itu dulu. Untuk sementara aku akan fokus untuk membesarkan perusahanku, sehingga tidak ada satu pun yang menganggap ku remeh lagi! Termasuk keluargamu!" tegas, Doan.Keluarga Sherly memang tidak menyetujui hubungan Doan dan Sherly karena pria itu berasal dari keluarga sederhana, sementara keluarga Sherly tergolong berasal dari keluarga berada. Untuk itu, Doan telah bertekad untuk membalas perbuatan keluarga Sherly yang merendahkannya, dengan kesuksesan yang pelan-pelan mulai diraih olehnya saat ini."Ayo, aku antar kamu," ucap Doan kepada sang pacar."I ... ya, Doan." Keduanya pun meninggalkan apartemen itu dengan perasaan yang berkecamuk.Sepanjang perjalanan keduanya terdiam dan sibuk dengan pikiran masing-masing. Tak terasa mobil sampai tepat di depan kantor Sherly."Doan, aku masuk du