Junot hanya bisa melihat kepergian perempuan yang sudah mencuri hatinya itu memasuki kampus tempat dia menimba ilmu.Setelah sang pria mengetahui jika Lilian sudah semakin memasuki area kampusnya. Dia pun memutuskan untuk meninggalkan tempat itu dengan perasaan sesak di dadanya.Sementara Harjo mulai melancarkan aksinya. Dia pun pura-pura menabrak Lilian. "Ma ... maaf," ucap Lilian, kepada Harjo."Maaf, Mbak. Saya yang salah. Ini buku-buku, Anda." Dia lalu menyerahkan beberapa buku milik Lilian yang ikut terjadi saat mereka tabrakan tadi."Iya, terima kasih." ujar sang gadis lalu mencoba berlalu dari hadapan Harjo."Mbak, maaf bolehkah saya bertanya?" serunya, sopan."Iya, silakan. Anda mau nanyain, apa?" Jawabnya, datar."Perpustakaan di sebelah mana, ya?" "Oh perpustakaan, itu ...." Lilian pun memberitahukan arah di mana perpustakaan kampus terletak. "Terima kasih, Mbak." tutur Harjo sopan."Sama-sama," jawab Lilian lalu kembali melangkah menuju ke perpustakaan.Harjo yang juga h
"Ting-ting-ting ...." Lilian terpaksa mendentingkan sendoknya di gelas. Karena jika tidak, Harjo dan Puput akan terus saling menatap."Halo? Saya masih ada di sini! Apakah kalian mendengar saya?" tanyanya kepada keduanya yang membuat mereka bergantian melihat ke arah Lilian."He-he-he. Sorry, Lil. Sungguh gue terpesona dengan temanmu ini!" seru Puput tanpa rasa malu.Lalu ketiganya pun memulai pembicaraan seputar perkuliahan.Lilian mencoba untuk fokus kuliah walaupun terkadang, dia masih mengingat tentang Junot dan ada sedikit kerinduan untuk pria itu. Sudah hampir sebulan lebih komunikasi diantara mereka sudah tidak ada lagi. Lilian sengaja memblokir nomor ponsel Junot. Dia ingin menata kembali hatinya untuk tetap tegar.Saat berada di kampus,Ponsel Harjo bergetar, di jam kuliah sedang berlangsung. Dia diam-diam melirik ponselnya. Ternyata dari Tante Belva. Untung saja jam, perkuliahan baru saja selesai, dia pun segera pamit keluar ruangan untuk menjawab telepon dari tante kesayan
Noah terpaksa harus menelan rasa kecewa untuk kesekian kalinya karena penolakan dari Dahlia. Padahal dia sangat berkeinginan untuk memasuki gadis itu.Tujuannya hanya satu, Noah ingin memiliki anak dari Dahlia sebelum dia akan pergi jauh untuk menyelamatkan Lastri, adiknya dari ibu yang berbeda.Namun apa daya, Dahlia tetap tidak mau. Dia masih tetap mempertahankan kesuciannya. Noah sadar betul idenya untuk mengambil mahkota Dahlia adalah suatu keegoisan dalam dirinya. Namun sang pria tidak mau kecolongan. Noah tidak ingin kisah cinta antara ayah dan ibunya dulu yang berakhir tragis, terjadi kepadanya. Noah tidak ingin selama dia pergi, ada pria lain dalam hidup Dahlia. Dia tidak mau jika itu terjadi.Namun beda halnya jika Noah yang sudah merenggut kesucian Dahlia. Karena Noah yakin betul jika sang gadis akan menunggunya pulang atau pun bisa saja Dahlia pasti tidak akan mau mengenal pria lain selain dirinya."Aku harus mencari cara, agar Dahlia mau menyerahkan dirinya kepadaku!" L
"Ha-ha-ha. Kok Mbak bisa berpikiran begitu?" tanya Noah, penasaran."Habisnya Mbaknya sama Masnya serasi banget dan sangat romantis. Sampai-sampai beli baju saja harus couple-an.""Tentu saja, Mbak! Kami adalah pasangan teromantis, abad ini!" seru Noah, lagi.Dahlia hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah kekasihnya itu.Namun tanpa keduanya sadari, ada seseorang yang mengabadikan kebersamaan mereka secara diam-diam melalui foto dan video."Tuan Besar pasti senang melihat semua ini," ujarnya, lalu diam-diam berlalu dari tempat itu.Setelah selesai berbelanja beberapa dress, Noah lalu membawa Dahlia ke sebuah salon ternama di Mall itu."Sayang ... kita ke salon dulu, ya? Sekalian, aku juga mau pangkas rambut. Supaya penampilanku rapi sedikit gitu, lho." ujarnya, sambil tersenyum."Hi-hi-hi, Mas baru nyadar ya dengan penampilan Mas selama ini, yang terkesan urakan?" tutur Dahlia seketika."Darling, walaupun penampilanku seperti ini, tapi kamu tetap suka kan? Hayo ... ngaku." god
"Dahlia ...." lirih Tuan Abian, mengucapkan nama almarhum istrinya yang kebetulan, namanya sama dengan nama kekasih anaknya.Sejuta kerinduan yang selama ini tertahan di dadanya, tiba-tiba menguap keluar saat melihat wajah Dahlia yang sangat mirip dengan wajah mendiang istrinya."Se ... selamat siang, Tuan." ucap Dahlia gugup lalu menunduk karena takut dengan tatapan Ayah Noah, yang begitu dalam melihat dirinya dari tadi."Papa, kenapa Papa menatapnya seperti itu? Papa membuatnya takut!" tukas Noah, tidak senang. Sedangkan Dahlia terlihat meremas kedua tangannya untuk menghalau kegelisahannya.Tuan Abian tanpa sadar berjalan menghampiri Dahlia lalu memeluknya dengan erat."Dahlia, aku sangat merindukanmu!" isaknya, menyayat."Maafkan kesalahanku, Dahlia! Aku berjanji tidak akan menyakitimu lagi, aku akan menjagamu dan tidak akan membiarkanmu pergi lagi!" Tangisan Tuan Abian semakin menyayat.Dahlia yang dipeluk oleh ayahnya Noah, tiba-tiba saja merasakan kehangatan seorang ayah. Apal
Hampir satu jam lamanya, Tuan Abian berada di makam istrinya. Hatinya masih saja sedih jika mengingat kejadian saat Dahlia, sang istri tercinta meregang nyawanya. "Cepat atau lambat kamu akan merasakan akibatnya, Jhon!" batinnya.Sudah sebulan lebih, Junot tidak lagi mendekati Lilian. Dia sengaja melakukan itu agar gadis itu bisa melupakan tentang kesalahannya yang telah membohongi Lilian. Namun selama sebulan ini, Junot selalu mengirimkan bunga kepada Lilian melalui jasa kurir.Dia juga selalu memantau gadis itu melalui saudaranya, Dahlia. Seperti siang ini, Junot janjian ketemu dengan Dahlia di sebuah mall di daerah Jakarta Selatan."Woi, melamun saja! Sudah lama menunggu?" sapa Dahlia kepada Junot yang berwajah sangat kusut."Hai Dahlia, Lo sudah datang? Kok sendiri? Bodyguard Lo, mana?" tukas Junot yang tidak melihat keberadaan Noah."Ha-ha-ha bisa aja Lo, ngomongnya, Bro! Mas Noah lagi sibuk, ada urusan penting tentang pekerjaan siang ini." jawab Dahlia."Ada apa, nih. Lo mang
Lilian menghela napasnya panjang, lalu berkata, "Dahlia, kamu jangan terpancing emosinya. Biarkan saja mereka bergosip sendiri. Toh kita juga nggak rugi." Lilian mencoba menasihati saudaranya yang kadang tidak dapat mengontrol emosinya."Tapi lama-lama kupingku sakit juga mendengarnya, Lilian!" Bu Jayanti memilih diam. karena dari dulu, mulut para tetangganya memang seperti itu. Dia sudah kebal dengan mereka.Pak Ranto pun mulai angkat bicara, "Mumpung semua sudah berkumpul.Bapak ingin menyampaikan sesuatu yang penting untuk kalian." ujarnya, mencoba menghalau kegugupannya."Bapak mau ngomong apa, Pak?" tanya Dahlia penasaran, dan diiringi dengan wajah Lilian yang juga ingin tahu."Bapak ingin menjadikan Bu Jayanti, untuk menjadi istri Bapak. Bapak ingin meminta restu dari kalian. orang terdekat dari Bu Jayanti." tutur Pak Ranto bersemangat."Hi-hi-hi. Kalau kami sih setuju-setuju saja Pak. iya kan, Lil?" timpal Dahlia."Iya, Pak. Aku pribadi juga sangat setuju." cecar Lilian, sambi
Sesampai di Toserba, Noah langsung memanggil Dita lalu menceritakan situasi yang sesungguhnya kepada orang kepercayaannya itu."Dita, mulai sekarang Lo harus berhati-hati. Gue mungkin akan pergi untuk beberapa waktu lamanya. Gue harus menghindari Dahlia. Jadi selama gue pergi. Tolong Lo jaga Dahlia, seperti Lo menjaga nyawa lo sendiri!" Dia lalu memberi cek senilai harga fantastis di tangan Dita."Tu ... tuan Muda. Sepertinya ini terlalu besar," lirih Dita sambil melotot. Melihat nominal uang yang diberikan oleh Noah kepadanya."Jika Lo bisa menjaga Dahlia dengan baik, gue akan memberi Lo dua kali lipat lagi! Ingat jaga Dahlia dengan segenap kekuatan Lo!" "Siap, Pak Bos! Laksanakan!" tukas Dita, lantang."Dan ingat satu hal, tolong rahasiakan semuanya kepada Dahlia!" tutur Noah tegas."Baik, Tuan Muda. Saya akan mengingat semua perintah Anda," jawabnya, lagi.Demikian halnya dengan Asisten Taufik. Noah juga menitipkan untuk menjaga Dahlia. Noah sepertinya punya feeling akan terjadi
"Cepat katakan di mana alamat rumah bordil itu berada!" teriak, Asisten Eki.Keduanya terdiam dan saling melirik. "Kami tidak tahu apa-apa, Tuan." ujar keduanya, takut."Oh, jadi kalian tidak mau jujur juga?" tanyanya, tajam."Pengawal, hajar mereka!" Beberapa orang mulai memberi pelajaran bagi keduanya karena memilih untuk diam. Namun salah satu dari antara mereka, mulai menyerah."Tuan, tolong jangan pukul saya lagi. Saya mau jujur tentang semuanya," lirihnya, sambil menahan sakitnya pukulan-pukulan dari para pengawal itu.Lalu dengan cepat, orang itu memberitahukan di mana alamat rumah bordil itu berada.Asisten Eki segera mencatat alamat yang mereka katakan."Coba jelaskan secara detail, di mana letaknya dan bisnis itu khusus untuk siapa?" tanya Asisten Eki, lagi.Karena sudah kepalang basah, keduanya pun kembali jujur.Salah satu diantara mereka, mengatakan jika rumah bordir itu, berada di salah satu perumahan mewah sehingga tidak ada yang curiga jika di dalamnya ada perbudakan
"Cih! Tapi kan gue baru kali ini gue nggak fokusnya!" ujar Junot mencoba membela diri."Justru karena Anda berubah seperti ini, makanya mereka menjadi berubah juga Tuan Muda." tutur Asisten Eki."Makanya tadi saya katakan tolong Anda bisa memilah-milah dan bisa memisahkan mana yang menjadi prioritas dalam perusahaan dan mana yang tidak," lanjut, Asisten Eki.Junot terdiam sambil memegang kepalanya yang tiba-tiba terasa pusing."Lilian, ternyata kehilanganmu sangat menyakitkan bagiku, tapi aku harus bangkit! Aku tidak mau terpuruk terus seperti ini!" tegasnya, dalam hati."Asisten Eki, apakah masih ada jadwal meeting untuk sore ini?" tanyanya, kepada asistennya. "Ada Tuan Muda, meeting sore ini terkait dengan kerjasama kita dengan perusahaan yang berasal dari China." ujarnya, menjelaskan."Siapkan mobil ke lokasi meeting. Kita berangkat sekarang," seru Junot."Tuan Muda, apa Anda yakin akan menghadiri meeting sore ini?" tanya Asisten Eki kepada Junot."Tentu saja! Ayo buruan nanti kit
Junot kembali ke kantor dengan wajah kusut. Dia benar-benar tidak bersemangat hari ini.Bahkan dirinya membiarkan Asisten Eki yang memimpin rapat kali ini, sementara dia hanya menjadi pendengar setia.Junot malah asyik melihat-lihat ponselnya yang berisikan foto Lilian.Asisten Eki memperhatikan tingkah Junot yang tidak fokus tersebut. Padahal ini adalah meeting yang sangat penting."Tuan Muda, bagaimana pendapat Anda tentang penjelasan saya tadi?" tanya Asisten Eki kepada Junot selaku CEO di perusahaan itu."Mantap dan ok banget! Saya sangat setuju, Asisten Eki! Silakan lanjutkan lagi meeting nya." seru Junot asal. Padahal sebenarnya dia tidak tahu sama sekali mengenai apa yang sedang dibahas di ruang meeting tersebut.Asisten Eki dan beberapa orang di ruang meeting itu seketika melongo mendengar jawaban Junot yang tidak nyambung sama sekali.Junot yang langsung tahu jika dia salah ngomong langsung berbicara lagi, "Apakah saya salah ngomong, ya?" Dia, malah balik bertanya."Maaf,
“Dahlia, gue ... gue sangat menyesal telah melakukan pemaksaan itu kepada Lilian! Gue khilaf! Gue juga sangat menyesalinya.Tolong sampaikan permohonan maaf gue kepada Lilian. Please, tolong bantu gue kali ini." lirih Junot, sambil memelas."Ha-ha-ha, Lo pikir Lilian akan semudah itu memaafkanmu? Tidak segampang itu! Saat ini dia sangat terluka dengan apa telah Lo lakukan, kepadanya!" cecar Dahlia."Untuk itu, Lo bantu gue, Dahlia. Please ... Lo tahu kan, gue sangat menyayangi Lilian.""Bulshit! Jika Lo memang benar-benar menyayanginya, Lo tidak mungkin memaksanya melakukan apa yang tidak dia sukai! Asal Lo tahu, Lilian sangat trauma saat ini! Dan semua gara-gara, Lo!" hardik Dahlia lagi."Sial! Sial! Sial!" Junot merutuki perbuatan jahatnya kepada Lilian."Dahlia, menurut Lo apa yang harus gue lakukan sekarang?""Gue nggak tahu dan nggak mau tahu lagi! saran gue cuma satu, tolong jangan dekati Lilian lagi, lupakan dirinya! Jangan buat dia semakin membenci Lo!" seru Dahlia lantang.
"Papa dan Mama, kok tega banget sih!" kesal Sherly dalam hatinya."Maafkan aku, Sherly. Untuk sementara aku belum bisa memperjuangkanmu." gumam Doan, dalam hati."Sudah, kita jangan memikirkan hal itu dulu. Untuk sementara aku akan fokus untuk membesarkan perusahanku, sehingga tidak ada satu pun yang menganggap ku remeh lagi! Termasuk keluargamu!" tegas, Doan.Keluarga Sherly memang tidak menyetujui hubungan Doan dan Sherly karena pria itu berasal dari keluarga sederhana, sementara keluarga Sherly tergolong berasal dari keluarga berada. Untuk itu, Doan telah bertekad untuk membalas perbuatan keluarga Sherly yang merendahkannya, dengan kesuksesan yang pelan-pelan mulai diraih olehnya saat ini."Ayo, aku antar kamu," ucap Doan kepada sang pacar."I ... ya, Doan." Keduanya pun meninggalkan apartemen itu dengan perasaan yang berkecamuk.Sepanjang perjalanan keduanya terdiam dan sibuk dengan pikiran masing-masing. Tak terasa mobil sampai tepat di depan kantor Sherly."Doan, aku masuk du
Padahal sesungguhnya selama ini Tuan Alfonso tidak ke mana-mana, hanya berada di rumah Puput dan bermesraan terus dengannya.Lalu keduanya mengakhiri panggilan itu dengan hati bahagia. Karena apa yang mereka inginkan telah terwujud."Kecurigaanku tidak terbukti, ternyata Alfonso tidak curiga kepadaku. Dan mungkin saja Junot hanya sekedar bertanya tadi." Demikian spekulasinya.Sang nyonya lalu melangkah masuk ke dalam toilet kamarnya untuk membersihkan dirinya.Di apartemen Doan,Pagi pun tiba, Sherly terbangun dan mendapati dirinya hanya sendiri di atas ranjang. Namun bunyi gemericik air shower terdengar dari dalam kamar mandi. "Sepertinya, Doan sedang mandi." gumamnya, pelan.Sherly yang dulu sudah biasa berada di apartemen Doan, segera mengambil inisiatif sendiri untuk membersihkan dirinya di toilet yang berada di kamar tamu.Dia lalu meraih paper bag yang telah disediakan oleh Doan kepadanya dan membawa ke dalam kamar itu.Sesampai di dalam kamar, Sherly lalu masuk ke dalam toilet
Di Kediaman Rivaldo,"Tuan muda, tolong makanlah, dari tadi pagi Tuan belum makan." seru Asisten Eki kepada Junot."Gue mau tidur! Gue nggak lapar!" sahut Junot malas."Tapi Tuan muda, hari sudah semakin malam, nanti Anda bisa saja masuk angin." serunya, lagi."Gue nggak peduli!" jawab Junot. Saat ini dia malah sedang asyik memandang foto Lilian yang dulu diam-diam dirinya foto."Tuan muda, jika Anda tidak makan, terus bagaimana Anda bisa mengejar cinta Nona Lilian, lagi?" tukas Asisten Eki, menakut-nakuti Junot."Maksud Lo, apa ngomong gitu?" tanyanya."Iya Tuan muda, jika Anda tidak makan, pasti tubuh Anda akan merasa lemah. Itu berarti Anda tidak bisa masuk kantor dan terbaring di kamar." "Terus apa hubungannya dengan Lilian?""Tentu ada hubungannya Tuan muda. Jika Anda berbaring terus di dalam kamar. Tuan Doan pasti akan semakin dekat dengan Nona Lilian. Apakah Anda mau jika itu terjadi?" tutur Asisten Eki lagi.Junot mulai berpikir jika apa yang dikatakan oleh sang asisten itu a
"Hanya perasaan kita saja yang sudah berbeda sekarang," lirih Sherly dengan wajah sedih."Masaklah sesukamu, aku pasti akan memakannya." sahut Sherly, lagi. Lalu dia duduk di mini bar yang ada di dapur Doan sambil menunggunya selesai memasak.Doan sejenak terdiam mendengar penuturan Sherly itu. Dia mencoba kembali menguasai dirinya dan mulai memasak masakan andalannya yang selalu gadis itu sukai.Setelah berkutat lama di dapur, akhirnya Doan selesai memasak.Dia lalu menata hasil masakannya di sebuah mini bar yang ada di dapurnya."Makanlah, selagi masih panas," seru Doan. Tak lupa dia menuangkan segelas air putih ke dalam gelas.Keduanya pun makan dalam diam, hanya terdengar suara dentingan sendok dan garpu yang sedang berlomba di atas piring keduanya."Rasa masakanmu tetap sama, aku tetap menyukainya." ujar Sherly memuji hasil masakan Doan yang memang sangat enak itu."Oh, ya? Jika kamu mau, kamu bisa mampir ke sini, kalau-kalau saja kamu merindukan masakanku," tawar Doan kepada Sh
Kedua bersaudara itu pun saling berpelukan pertanda mereka saling menguatkan. Ditengah berbagai masalah yang menderanya.Di Kediaman Rivaldo,Junot terbangun dari tidurnya dan melihat kondisi tangannya yang sudah terpasang selang infus.Dokter Adi dan Asisten Eki terlihat sedang tertidur di sofa. Tadi malam Junot mengamuk lagi. Asisten Eki terpaksa kembali menelepon dokter Adi untuk kembali memeriksa Junot. Dan karena takut sang bos kembali mengamuk, Asisten Eki pun meminta dokter Adi untuk menginap saja. Alhasil keduanya tidur di sofa kamar Junot saat ini.Junot melirik jam di dinding kamarnya. Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi."Shit! Gue kok baru bangun! Padahal pagi ini gue harus menghadiri meeting penting." Asisten Eki juga terbangun diikuti oleh dokter Adi yang juga ikut bangun."Selamat pagi, Tuan Muda. Bagaimana keadaan Anda, pagi ini?" tanya dokter Adi."Sudah mendingan, dok." jawab Junot dingin."Tapi kenapa ya, dok? Badan saya terasa sakit semua?" tanyanya lagi.