Seorang pria bertubuh tegap keluar dari mobil Lexus LX dengan gagahnya. Kemeja blue navy dipadukan blazer senada membungkus tubuh atletisnya, jam tangan kenamaannya melingkar di tangan kiri sementara tangan kanan memegangi ponsel berlogo apel. Penampilannya semakin paripurna dengan kacamata hitam yang bertengger di pangkal hidung mancungnya. Sementara di belakangnya, seorang lelaki usia paruh baya membuntuti sambil memegangi tas kerja. Mereka masuk ke sebuah gedung berlantai tiga lalu disambut dengan bungkukan kepala para pegawainya.“Gimana perkembangan produk terbaruk kita?“ tanyanya begitu masuk divisi marketing.“Sejauh ini baik, Pak. Walau prospeknya belum signifikan, hanya saja kita ada kendala,“ terang ketua divisi marketing. “Kendala?“ Lelaki itu membeo dengan mata menyipit.Si ketua divisi mengangguk, “i-iya, Pak.““Bagaimana bisa?“ tanya lelaki itu dingin. Dengan tangan bersidekap dan menyapukan pandangan pada semua, membuat wajah mereka memucat seketika.“Saya sudah meninj
“Sudah sejak kapan dan berapa kali kejadian seperti ini terjadi?“ tanya Dokter Alex—dokter spesialis syaraf—yang selama ini menangani kasusnya.“Sudah beberapa kali, Dok. Tapi kalau sampai pingsan, baru hari ini. Biasanya cuma sakit di kepala sama telinga berdenging tapi tadi pas saya ketemu karyawan baru, kepala saya makin sakit,“ jawab Elang.Dokter Alex terdiam sejenak, lalu menatap Elang lekat-lekat.“Sebenarnya saya kurang yakin. Tapi kemungkinan, karyawan baru Anda ada kaitannya dengan masa lalu Anda. Bisa jadi dia berasal dari masa lalu dan mungkin sangat berkesan di ingatan Anda. Apa Anda sama sekali tak berminat mencari tahu?“ ujarnya panjang lebar.Elang terdiam. Setelah dinyatakan sembuh dari tumor otak, ia mengalami amnesia retrograde. Dimana dirinya kehilangan ingatan di masa lalu dan selama ini, ia hanya mengkonsumsi obat-obatan saja tanpa berminat melalukan terapi seperti yang disarankan dokter juga keluarganya. Ia berpikir semua itu hanya menyita waktu dan membuat usah
“Adeera, kamu ditunggu Pak Air di ruangannya.“Adeera mendongak mendengar ucapan supervisornya. Sambil menerka apa yang kira-kira membuatnya dipanggil, Adeera menyeret langkahnya ke ruangan Elang. Lalu melangkah dengan sopan saat perempuan paruh baya yang merupakan sekretaris Elang, menyuruhnya masuk.“Kamu yang bernama Adeera karyawan baru di divisi keuangan?“ tanya Elang begitu Adeera masuk ke ruangannya.“Iya, Pak.“ Adeera menjawab datar. Mati-matian ia menahan perasaannya yang bergejolak karena melihat rupa dan suara sang bos yang begitu mirip dengan sahabatnya. Ia berusaha seprofesional mungkin dan tak ingin mengulangi kesalahan yang sama seperti hari kemarin.“Kemarin ...““Maaf, Pak. Kemarin saya salah orang. Maaf jika tingkah laku saya membuat Bapak risih. Maafkan kelancangan saya kemarin dan percayalah, saya gak ada niatan apapun sama Bapak,“ sela Adeera. Elang tersenyum tipis.“Sepertinya kamu sudah paham kenapa saya panggil.“Adeera hanya diam dengan kepala tertunduk.“Sebe
Elang menyetir sambil meracau kesal. Lalu setelah cukup jauh melaju, matanya tak sengaja melirik ke kursi di sampingnya dan kemudian berdecak saat melihat tas gadis yang membuat emosinya meluap-luap.“Dasar Ceroboh!“ umpatnya sambil menarik napas dan menepikan mobil. Sebelum kembali melaju, Elang mengusap wajahnya, mengusir emosi yang berkelindan.“Lu kenapa sih, Lang? Kenapa lu gak bisa ngontrol emosi sama orang yang baru dua kali lu temui? Lu nyebelin banget, padahal itu cewek cuma salah paham,“ gumamnya pelan dengan kepala tertunduk di stir. Lalu pandangannya pun teralih saat mendengar dering ponsel dari tas Adeera. Bibirnya pun lantas melengkung membaca nama yang tertera di layar.“Beloved, Rey,“ ucapnya dengan bibir mencucu.“Dasar lebay. Dikiranya dia doang yang punya pacar, enggak keles. Banyak yang punya pacar tapi gak alay,“ lanjutnya.“Eh ... kalau dia punya pacar, kenapa kemarin meluk-meluk gue?“ tanyanya dengan dahi mengernyit.“Wah gak bener nih cewek. Maruk amat masih
Sinar matahari menerobos masuk melalui celah kaca jendela. Adeera menggeliat, rasa kantuk yang masih mendera membuatnya enggan beranjak dari pembaringan. Alih-alih bangun, Adeera justru menarik selimutnya hingga ke wajah.“Kamu nggak kerja?“Suara pintu terbuka dan pertanyaan dari sang ibu, membuatnya berdecak. Lalu menumpuk siku, menatap sang ibu sambil menggelengkan kepala.“Kenapa?“Adeera mendesah pelan. Lalu beranjak duduk.“Aku resign, Ma,“ jawabnya.“Kenapa?“ sang ibu menatapnya dengan mata terbelalak. Adeera meniup dengan bibir bawahnya.“Aku ribut sama Bos,“ jawabnya.“Ya ampun, Adeera ... Kok bisa ribut sih? Baru dua hari loh.““Bosnya nyebelin, Mah.“ Adeera merengut kesal. Sementara sang ibu hanya geleng-geleng kepala.“Yang namanya kerja sama orang pasti ada rintangannya, Adeera. Kalau gini terus, kamu gak bakalan betah kerja dimana-mana juga,“ sahutnya.“Tapi bosnya emang nyebelin, Mah. Aku gak suka,“ timpal Adeera. Sang ibu memutar bola matanya, paling tak suka dengan si
Sekembalinya dari restoran, Elang tak mampu menahan tawanya. Ia sama sekali tak mengira akan mudah membuat Adeera kembali ke perusahaannya. Elang pun menyandarkan punggung di kursi kebesaran lalu mengingat kejadian dua jam lalu.Ketika hendak menemui Adeera di rumahnya, ponsel Elang berdering. Ada meeting mendadak dengan kliennya yang datang dari Surabaya.Walau agak kesal, Elang menemui kliennya dan tak disangka, gadis yang dicarinya ada di restoran yang sama.Setelah mengamati gerak-gerik Adeera, sebuah ide muncul begitu saja. Dirogohnya ponsel lamanya yang membangkai dalam tas kerja. Lalu ia membuat drama seolah-olah kejadian tadi sebuah insiden.“Ternyata tidak sulit juga menaklukanmu, Gadis Aneh. Kamu memang pintar di bidang akademi, tapi cukup mudah dimanipulasi,“ gumamnya sambil menatap ponsel lamanya yang kini semakin retak tak berrbentuk.Elang menghela napas lega, lalu
“Jangan-jangan apa?“ Elang menyahut dengan dahi mengerut.“A-pa jangan-jangan Bapak mau menjadikan saya sugar baby?“ “Apa?“ Elang langsung tersedak, lalu terbatuk. Setelah itu menatap Adeera dengan nyalang.“Apa kamu pikir aku ini Om-om? Aku masih muda dan jika aku mau, bisa saja kusewa satu gadis berbeda setiap harinya. Tapi aku bukan lelaki seperti itu. Aku ini lelaki baik-baik,“ lanjutnya membuat Adeera mengerucutkan bibir.“Lalu, kenapa Anda memberikan gaji dan fasilitas selengkap itu pada saya?“ tanya Adeera.“Karena di sini, kamu harus bekerja sangat keras. Kamu harus bisa mencapai target, memperluas jaringan pasar dan ... Meningkatkan daya tarik pembeli,“ jawab Elang.“Gila!“ umpat Adeera dengan mata terbelalak.“Pekerjaan sebanyak itu harus saya kerjakan sendiri?“ sambungnya tak percaya. Elang mengangguk santai.“Apa kamu pi
“Enggak usah segitunya ngelihatin aku. Nanti kalau kamu naksir, kamu juga yang ribet.“Ucapan Elang yang disertai senyuman geli membuat Adeera langsung melotot dan mencubit lengan kokoh itu.“Aw ... Kamu ini apa-apaan. Sakitlah.“ Elang menggerutu. Tapi Adeera malah tersenyum. Dalam hati merasa bangga pada sosok yang terkadang menyebalkan itu..Mobil berhenti tepat di depan pagar rumah Adeera. Gadis itu turun, diekori Elang yang matanya meliar ke sekeliling rumah yang tiba-tiba membuat kepalanya dilanda pusing.“Ini rumah kamu?“ tanyanya. Kali ini mata Elang memicing dan tangan berpegangan pada pilar kecil di teras rumah Adeera.“Iya, Pak. Bapak mau mampir dulu?“ balas Adeera. Elang hampir mengangguk, tapi urung karena pusing yang semakin menyerang kepalanya.“Bapak nggak apa-apa?“ Adeera langsung menaruh barang-barangnya di meja d
”Maafkan aku, Ay ...” ucap Reynan tertunduk.”Aku nggak butuh maafmu. Aku butuh kejujuranmu. Katakan semuanya padaku, Reynan!” seru Adeera dengan suara tertahan karena emosi yang meluap.”Akan kuceritakan semuanya, Ay.” Reynan menatap Adeera lekat-lekat.”Dari awal kamu kesulitan berkomunikasi dengannya, aku dan Elang masih bertukar kabar. Kami masih sering berbagi cerita. Termasuk aku yang menceritakan perasaanku padamu, Ay. Termasuk program diet kamu.Dia juga sengaja nggak menghubungimu karena dia sudah menitipkanmu padaku. Dan terakhir ...”Reynan menarik napas sejenak. Menatap Adeera yang tampak tak sabar menunggu ucapannya.”Dan yang terakhir, aku menelponnya saat kita jadian. Aku memberitahunya kalau kamu menerimaku,” lanjut Reynan seraya menelan salivanya kasar.”Lalu?” tanya Adeera tak sabar.”Elang kecelakaan.” Reynan menjawab dengan kepala tertunduk.”Apa?!” Adeera memekik tertahan sambil memegang dadanya yang berdegup kencang.”Dia kecelakaan tunggal, Ay. Dan setelah itu k
”Ma-maksudnya gimana, Ay?” tanya Reynan, dengan mata membulat sempurna.”Kita seperti dulu, Rey. Sebelum jadi sepasang kekasih,” jawab Adeera. Membuat Reynan susah payah menelan salivanya.”Jangan bercanda, Ay!” serunya frustasi.”Aku nggak bercanda, Rey. Aku serius,” ujar Adeera. Membuat hati Reynan luluh-lantak. Kepalanya menggeleng pelan, sementara bibirnya perlahan melengkung walau tipis.”Enggak, Ay. Aku enggak mau. Jangan minta putus, aku mohon,” ucapnya dengan suara bergetar.”Minta yang lain saja, Ayy. Tapi jangan minta putus,” lanjutnya. Adeera menatapnya lekat-lekat. Ada sedikit rasa iba melihat siluet kecewa yang membentang di bibir lelaki itu. Namun ia juga sudah tak kuat jika terus bertahan di sisi lelaki itu.”Please, Ay ... Minta saja yang lain. Tapi jangan minta putus.”Adeera menghela napas dalam-dalam. Menatap sang kekasih dengan tangan bersedekap di meja.”Kalau begitu, aku minta kamu terima kehadiran Airlangga di kehidupanku. Aku rasa, aku butuh dia,” paparnya. Me
Adeera menatap jam digital di atas nakas. Sudah jam satu siang, dan selama itu Adeera tak melakukan aktifitas apapun selain rebahan dan drakoran. Ia mulai bosan dan ingin menghubungi Elang. Tapi ponselnya mati. Lucunya lagi, di rumah sebesar itu, Adeera tak menemukan satu pun charger. Tadi, Adeera sudah meminta pada Narsih. Tapi ponsel mereka ternyata beda. Narsih masih menggunakan ponsel keypad, yang hanya bisa digunakan untuk menelepon dan SMS saja.Adeera merasa heran pada wanita itu. Kenapa tak terbawa arus kecanggihan teknologi? Kenapa tak menggunakan ponsel pintar? Tapi jawaban wanita itu langsung membuat bibirnya mengatup.“Hape itu hanya melenakan, Neng. Sementara saya sudah tua. Daripada waktu luang kita digunakan haha hihi nonton tiktok, mending banyakin ibadah saja.“Adeera mendengkus kasar. Lalu memilih keluar kamar. Mengitari ruang tamu, berpindah ke ruang tengah dan berakhir di dapur saat perutnya melilit minta diisi. Ia pun membuka lemari pendingin dan tudung saji, tapi
Elang bergidik ngeri mendengar penuturan Vino tentang Herlan. Lelaki yang dulu pernah jadi gurunya itu ternyata punya gurita bisnis di bidang prostitusi dan narkoba. Selain punya rumah prostitusi bertopeng tempat karoke, Herlan ternyata memiliki banyak anak buah. Termasuk di institusi kepolisian.Untuk memperkuat bukti, Vino akan mengali lagi lebih dalam supaya nantinya Herlan tak mampu beralibi. Bahkan tak mampu tuk sekadar mengangkat kepala.“Atur saja sesukamu, Vin. Pokoknya kamu harus kuliti habis kasus Herlan. Pastikan juga kasus ini di up di media sosial dan berita nasional. Batasi juga pergerakan anak buahnya. Kalau kamu berhasil, saya akan kasih kamu bonus,“ ujar Elang menggebu-gebu.“Siap, Bos.“Elang menghela napas. Lalu berjalan ke balkon kamarnya sambil menyesap segarnya angin malam.“Kamu pantas dihukum, Herlan. Aku yakin, kamu sudah banyak merugikan orang terutama hawa. Kamu juga menyelewengkan hukum. Sekarang, nikmati hidupmu, Herlan. Sebelum aku menjebloskanmu ke jeruj
“Mixue?“Adeera yang tengah fokus pada layar komputer, terbelalak seketika saat sebuah cup dingin tiba-tiba menyentuh pipinya. Dengan cepat, ia mendongak dan memutar bola mata melihat Elang tersenyum cengengesan.“Dasar Jahil!“ umpatnya dengan bibir mengerucut.“Cepat ambil, mumpung masih dingin,“ kata Elang.Adeera terdiam sesaat. Memandangi eksrim itu dengan sudut bibir yang berkedut.“Ini buat aku?“ tanyanya. “Bukan, tapi buat kelinci!“ Elang menjawab ketus dan asal.Adeera sontak melotot dan merebutnya dengan segera.“Sayang banget kalo buat kelinci,“ katanya sambil mencicipi eskrim asal negeri Thailand itu.“Enak banget, dingin seger,“ katanya sambil memejamkan mata dan tiba-tiba saja bayangan Elang melintas di pikirannya.Ia ingat betul lelaki itu sering membawakan minuman serupa untuknya. Sejurus kemudian, air matanya menetes. Rindu itu semakin tumbuh subur di dalam hatinya. Walau ada Airlangga sang bos, tapi tetap saja tak mengurangi kerinduannya pada Elang.“Hei, kok malah na
“Sudah siap?“ tanya Adeera saat masuk ke ruangan Elang.“Sudah,“ jawab Elang sambil tersenyum tipis.“Hanya saja moodku lagi nggak baik,“ lanjutnya dalam hati.Hari ini mereka berdua ada agenda bertemu dengan klien baru yang bersinggungan dengan divisi Adeera.“Kamu kok kayak nggak semangat gitu?“ ujar Adeera sambil menatap wajah Elang yang tampak kuyu.“Emang nggak semangat. Klien yang ini sangat merepotkan dan manja. Modal sedikit aja banyak gaya. Pake pengen meeting di restoran mahal segala,“ jawab Elang sambil bangkit berdiri dan merapikan penampilan.“Harus semangat dong. Mereka punya banyak koneksi termasuk di bea cukai. Sayang banget kalau kita melewatkannya,“ sahut Adeera sambil tersenyum.“Iya, Ibu Adeera. Yaudah ayo!“Mereka pun langsung bertolak ke restoran di sebuah hotel bintang lima. Sepanjang perjalanan, mereka membahas rancangan pr
“Bagaimana kalau kita main-main dulu, Deer?“ gumamnya pelan.Elang mengulas senyum menyeringai. Lalu dengan suara lembut ia membangunkan Adeera. Membuat gadis itu membuka mata dengan bibir mengerucut.“Suaramu mirip demit, Lang!“ celetuknya. Di saat itu juga ia baru menyadari sesuatu. Ia sudah sangat lancang memanggil sang bos dengan panggilan Elang. “Lancang Lu, Deer,“ gumamnya lirih. Matanya membeliak seketika melihat Elang yang menatapnya dengan mata memicing.“Kamu bilang apa barusan?“ tanya Elang.“Yang mana?“ Adeera tersenyum kaku.“Yang tadi. Apa kamu bilang? Suaraku mirip demit?“ Elang memastikan.Adeera mengangkat jari telunjuk dan jari tengah. Ia berusaha santai, walau sebenarnya gugup juga karena kini wajah mereka hanya berjarak beberapa senti saja.“Kita di mana?“ Adeera mencoba memecah kegugupan yang menyelimuti diri. E
Elang mengajak Adeera menghampiri pengurus panti. Walau canggung, Adeera menurut. Lalu senyumnya merekah saat pengurus panti menyambut dengan ramah.Bahkan pipinya terasa menghangat mendengar pertanyaan salah seorang dari mereka.“Ini calon istrinya, Nak?“Elang tak langsung menjawab. Malah melirik pada Adeera yang menahan grogi.“Bukan, Bu,“ jawabnya.Senyuman Adeera langsung sirna. Hatinya terasa seperti diremas. Entah kenapa, ia merasa kecewa dengan jawaban lelaki itu.“Belum jodoh, tapi insya Allah jodohnya Nak Elang.“Suara Ibu ketua panti membuat keduanya saling bersitatap untuk sesaat. Kemudian tertawa canggung.“Yaudah ayo masuk ke ruang tengah. Anak-anak sudah nunggu,“ lanjutnya.Mereka pun mengangguk, lalu mengikuti para pengurus panti yang sudah berjalan lebih dulu. Adeera mematung sejenak, melihat ruangan luas itu sud
“Serius kita temenan?“ tanya Elang, tak percaya.“Iya. Tapi kamu sendiri udah tau kan, aku udah ada pacar. Jadi kamu jangan macem-macem,“ kata Deera sambil menatap Elang sungguh-sungguh.“Em ... Macem-macem gimana maksudnya?“ Elang pura-pura tak paham.“Maksudmu, takutnya aku ganggu hubungan kalian? Begitu?“ sambungnya dengan perasaan tak karuan, karena jelas itu tujuannya. Ia mau merebut Adeera dengan cara elegan.“Heem ...“ Adeera tersenyum kaku, “ta-kutnya gitu.““Oh ... Kamu tenang aja, Deer. Kamu bukan tipeku. Tipeku cewek yang bohay tapi pake baju tertutup. Lagian aku sudah punya gebetan. Walau enggak pacaran, aku yakin kami berjodoh,“ sahut Elang dengan tatapan dalam. Mendengar hal itu, Adeera merasa pasokan oksigen di dadanya berkurang. Kriteria yang disebutkan Elang, jelas tak ada di dirinya. Ia yang sekarang bertubuh langsing cenderung kurus dan belum mengenakan pakaian tertutup.Adeera menghela napas kasar, balas menatap Elang dengan jantung yang berdebar kencang.“Kamu ng