”Ma-maksudnya gimana, Ay?” tanya Reynan, dengan mata membulat sempurna.”Kita seperti dulu, Rey. Sebelum jadi sepasang kekasih,” jawab Adeera. Membuat Reynan susah payah menelan salivanya.”Jangan bercanda, Ay!” serunya frustasi.”Aku nggak bercanda, Rey. Aku serius,” ujar Adeera. Membuat hati Reynan luluh-lantak. Kepalanya menggeleng pelan, sementara bibirnya perlahan melengkung walau tipis.”Enggak, Ay. Aku enggak mau. Jangan minta putus, aku mohon,” ucapnya dengan suara bergetar.”Minta yang lain saja, Ayy. Tapi jangan minta putus,” lanjutnya. Adeera menatapnya lekat-lekat. Ada sedikit rasa iba melihat siluet kecewa yang membentang di bibir lelaki itu. Namun ia juga sudah tak kuat jika terus bertahan di sisi lelaki itu.”Please, Ay ... Minta saja yang lain. Tapi jangan minta putus.”Adeera menghela napas dalam-dalam. Menatap sang kekasih dengan tangan bersedekap di meja.”Kalau begitu, aku minta kamu terima kehadiran Airlangga di kehidupanku. Aku rasa, aku butuh dia,” paparnya. Me
”Maafkan aku, Ay ...” ucap Reynan tertunduk.”Aku nggak butuh maafmu. Aku butuh kejujuranmu. Katakan semuanya padaku, Reynan!” seru Adeera dengan suara tertahan karena emosi yang meluap.”Akan kuceritakan semuanya, Ay.” Reynan menatap Adeera lekat-lekat.”Dari awal kamu kesulitan berkomunikasi dengannya, aku dan Elang masih bertukar kabar. Kami masih sering berbagi cerita. Termasuk aku yang menceritakan perasaanku padamu, Ay. Termasuk program diet kamu.Dia juga sengaja nggak menghubungimu karena dia sudah menitipkanmu padaku. Dan terakhir ...”Reynan menarik napas sejenak. Menatap Adeera yang tampak tak sabar menunggu ucapannya.”Dan yang terakhir, aku menelponnya saat kita jadian. Aku memberitahunya kalau kamu menerimaku,” lanjut Reynan seraya menelan salivanya kasar.”Lalu?” tanya Adeera tak sabar.”Elang kecelakaan.” Reynan menjawab dengan kepala tertunduk.”Apa?!” Adeera memekik tertahan sambil memegang dadanya yang berdegup kencang.”Dia kecelakaan tunggal, Ay. Dan setelah itu k
“Gendut-gendut cantik? Waras kan, Lu?“ cetus Elang dengan satu alis terangkat.“Ya waras dong,“ sahut Adeera dengan bibir mencucu. Elang tertawa geli.“Heran gue sama Lu. Udah dihujat satu sekolah, badan kek sumo, masih aja ngerasa cantik. Kalau Lu kagak ngelindur, ya Lu kagak waras,“ ujarnya.“Hei, Bung ... jaga bicaramu! Bagi gue definisi cantik itu bukan dari wajah atau fisik tapi dari sini,“ sahut Adeera sambil menunjuk dada.“Dari hati dan akhlak yang baik. Dan gue emang punya dua point itu, jadi gue emang beneran cantik,“ lanjutnya sambil tersenyum lebar hingga lesung di pipi tembamnya terlihat jelas.“Idih,“ cibir Elang dengan bibir mencebik.“Daripada ngomong ngawur, mending Lu buang jauh-jauh tingkat kepedean Lu yang setinggi burj khalifa ntuh. Takutnya nanti Lu jatuh nyungseb terus kagak bisa hidup lagi,“ sambungnya.“Bodo amat ... suka-suka gue dong. Gue cantik dan selamanya bakalan tetep cantik,“ ucap Adeera, masih dengan senyuman lebarnya.Elang memutar bola matanya, s
Semenjak hari itu, Elang mulai menjaga jarak dari Adeera. Membuat gadis bertubuh gimpal itu dilanda rasa kebingungan.“Lu kenapa sih, Lang? Udah tiga hari ngejauhin gue,“ katanya saat kelas masih sepi. Hanya mereka berdua yang datang.“Lang!“ Adeera menarik tangan sahabatnya itu karena tak kunjung direspon.“Airlangga! Lu dengerin gue ngomong nggak sih?“ teriaknya frustasi."Apaan sih Lu teriak-teriak? Gue juga denger kali,“ sahut Elang jutek. Sambil menarik tangannya, kasar.“Ya habisnya Lu gitu. Lu kenapa? Tumbenan banget baper, kek cewek pas lagi datang bulan. Apa jangan-jangan Mbak Lu lagi datang bulan, ya? Terus Lu ketularan, gitu kan?“ cerocos Adeera.“Nggak usah bawa-bawa Mbak gue. Mbak gue itu manusia bersosok bidadari, nggak kayak Lu. Udah ah, males gue lihat muka Lu.“Elang menyahut ketus sambil melenggang keluar kelas. Meninggalkan Adeera yang benaknya dipenuhi ribuan tanya.“Lu kenapa sih, Lang? Nggak biasanya seperti ini,“ gumamnya tanpa mengalihkan pandangan ke arah pint
Adeera tak bisa mencerna dengan fokus materi yang disampaikan gurunya. Bahkan berkali-kali ia mengembuskan napas sambil melirik meja yang biasa ditempati Elang.“Anak-anak, Ibu minta waktunya sebentar. Hari ini kita kedatangan teman baru.““Rey, silahkan masuk!“Suara Bu Wina membuat Adeera tersentak. Buru-buru dia mengalihkan pandangan ke depan dan tak lama sesosok pemuda tampan masuk ke kelas. Aroma parfumnya pun seakan membius se isi kelas yang langsung riuh."Diam dulu, Anak-anak. Biarkan Rey memperkenalkan diri,“ ujar Bu Wina.“Ayo, Rey!““Selamat siang, Teman-teman. Perkenalan, nama saya Reynand Pradipta. Senang berkenalan dengan kalian semua,“ ucapnya diakhiri senyuman lebar. Pemuda berkulit putih itu langsung disahuti berbagai macam pertanyaan, termasuk tentang ... pacar.“Saya belum punya pacar.“Jawabannya langsung membuat para siswi menjerit.“Saya Dewi, Rey dan sangat bersedia untuk penjajakan,“ kata Dewi, percaya diri. Sementara Rey hanya menanggapinya dengan senyuman tip
Adeera mengempaskan tubuhnya di ranjang bersprei hello kitty. Dengan mata tertuju pada ponsel di genggaman. Perlahan, ia menggigit bibir bawah saat pesannya tak kunjung dibalas Elang. “Lu kemana sih, Lang? Di sekolah kagak ada, di WA kagak dibales. Sebenernya apa sih mau Lu? Sebel gue!“ Adeera mengusap kasar air mata yang tiba-tiba membasahi pipi, lalu melempar ponselnya sembarang. Diingatnya lagi pembicaraan terakhir mereka dan ia tak merasa dengan sengaja menyakiti hati sahabatnya itu. Adeera mendengkus kasar, Lalu pandangannya teralih pada ponsel yang menyala dan bergetar. [Hai.] Satu pesan dari nomor baru masuk ke ponselnya. Alisnya terangkat seketika. Dengan segera ia menekan foto profil nomor itu dan netranya pun melebar saat tahu siapa pemiliknya. "Reynan ...“ Adeera melongo tak percaya. Ia mengucek mata, lalu memastikan kalau lelaki di foto itu benar-benar Reynan. [Gue ganggu, ya?] Pesan kedua yang diterimanya membuat Adeera menggaruk kepala. Pikirannya tertarik mundu
Sejak hari itu Adeera mengalami depresi cukup berat. Bayang-bayang kelam ditambah teror dari pihak sekolah, membuatnya sering menjerit dan menangis tak kenal lelah. Rasa trauma yang mendalam juga membuatnya enggan keluar rumah, sekalipun untuk berobat.Elang sendiri tak kenal lelah membujuk. Setiap hari ia datang, walau selalu diacuhkan Adeera."Udah seminggu Lu kayak orang gila, Deer. Nggak bosen Lu?“ tanya Elang. Siang itu ia datang membawa banyak makanan yang dibuatnya sendiri.“Gue lebih baik gila daripada terhina gini, Lang.“ Untuk pertama kalinya, gadis bermata bulat itu menyahut dengan tatapan kosong.“Lu enggak terhina, Lu masih suci, Adeera!“ Elang melotot sambil menghampirinya.“Ta-tapi—““Gue tau ini sulit, Deer. Sulit banget malah, tapi kalo Lu kayak gini terus kasihan orangtua Lu, Deer. Apa Lu pikir mereka nggak sakit liat anak gadisnya dilecehkan terus depresi?“Bukannya menjawab, Tangis Adeera justru pecah."Rasa trauma itu emang nggak bisa hilang dalam waktu sebentar,
“Gue apa, Lang?““Gue ...““Lu bosen sama gue? Gitu kan? Kalo beneran gitu, Lu bilang dong, Lang. Jangan diem-diem aja. Kita bisa omongin baik-baik, jangan kek jelangkung, bikin gue gelisah. Gue kan—““Ya ampun ... Mulut Lu berisik banget kek knalpot bajay. Lagian siapa juga yang bosen? Lu kagak boleh suudzon, Woy. Sebenernya kemarin pas istirahat gue mau nyamperin Lu. Tapi ...“ sahut Elang menggantung.“Tapi apa, Lang?““Tapi Mbak Anggun keburu nelepon, dia dipukulin Mas Indra,“ ucap Elang yang tentu hanya diucapkan dalam hati saja. Seburuk apapun keadaan rumah tangga kakaknya sekarang, Elang tak punya wewenang untuk menceritakannya. Sekalipun pada Adeera yang sudah seperti adik bagi Anggun.“Tapi gue kebelet boker. Gue diare, Deer,“ jawabnya nyengir.“Ya Allah ... Serius?“Elang mengangguk ragu.“Kenapa Lu kagak bilang sama gue? Terus gimana keadaan Lu sekarang?“ tanya Adeera. Kekhawatiran tergurat jelas di wajahnya.“Seperti yang Lu lihat. Gue udah sembuh,“ jawab Elang. Adeera mengh
”Maafkan aku, Ay ...” ucap Reynan tertunduk.”Aku nggak butuh maafmu. Aku butuh kejujuranmu. Katakan semuanya padaku, Reynan!” seru Adeera dengan suara tertahan karena emosi yang meluap.”Akan kuceritakan semuanya, Ay.” Reynan menatap Adeera lekat-lekat.”Dari awal kamu kesulitan berkomunikasi dengannya, aku dan Elang masih bertukar kabar. Kami masih sering berbagi cerita. Termasuk aku yang menceritakan perasaanku padamu, Ay. Termasuk program diet kamu.Dia juga sengaja nggak menghubungimu karena dia sudah menitipkanmu padaku. Dan terakhir ...”Reynan menarik napas sejenak. Menatap Adeera yang tampak tak sabar menunggu ucapannya.”Dan yang terakhir, aku menelponnya saat kita jadian. Aku memberitahunya kalau kamu menerimaku,” lanjut Reynan seraya menelan salivanya kasar.”Lalu?” tanya Adeera tak sabar.”Elang kecelakaan.” Reynan menjawab dengan kepala tertunduk.”Apa?!” Adeera memekik tertahan sambil memegang dadanya yang berdegup kencang.”Dia kecelakaan tunggal, Ay. Dan setelah itu k
”Ma-maksudnya gimana, Ay?” tanya Reynan, dengan mata membulat sempurna.”Kita seperti dulu, Rey. Sebelum jadi sepasang kekasih,” jawab Adeera. Membuat Reynan susah payah menelan salivanya.”Jangan bercanda, Ay!” serunya frustasi.”Aku nggak bercanda, Rey. Aku serius,” ujar Adeera. Membuat hati Reynan luluh-lantak. Kepalanya menggeleng pelan, sementara bibirnya perlahan melengkung walau tipis.”Enggak, Ay. Aku enggak mau. Jangan minta putus, aku mohon,” ucapnya dengan suara bergetar.”Minta yang lain saja, Ayy. Tapi jangan minta putus,” lanjutnya. Adeera menatapnya lekat-lekat. Ada sedikit rasa iba melihat siluet kecewa yang membentang di bibir lelaki itu. Namun ia juga sudah tak kuat jika terus bertahan di sisi lelaki itu.”Please, Ay ... Minta saja yang lain. Tapi jangan minta putus.”Adeera menghela napas dalam-dalam. Menatap sang kekasih dengan tangan bersedekap di meja.”Kalau begitu, aku minta kamu terima kehadiran Airlangga di kehidupanku. Aku rasa, aku butuh dia,” paparnya. Me
Adeera menatap jam digital di atas nakas. Sudah jam satu siang, dan selama itu Adeera tak melakukan aktifitas apapun selain rebahan dan drakoran. Ia mulai bosan dan ingin menghubungi Elang. Tapi ponselnya mati. Lucunya lagi, di rumah sebesar itu, Adeera tak menemukan satu pun charger. Tadi, Adeera sudah meminta pada Narsih. Tapi ponsel mereka ternyata beda. Narsih masih menggunakan ponsel keypad, yang hanya bisa digunakan untuk menelepon dan SMS saja.Adeera merasa heran pada wanita itu. Kenapa tak terbawa arus kecanggihan teknologi? Kenapa tak menggunakan ponsel pintar? Tapi jawaban wanita itu langsung membuat bibirnya mengatup.“Hape itu hanya melenakan, Neng. Sementara saya sudah tua. Daripada waktu luang kita digunakan haha hihi nonton tiktok, mending banyakin ibadah saja.“Adeera mendengkus kasar. Lalu memilih keluar kamar. Mengitari ruang tamu, berpindah ke ruang tengah dan berakhir di dapur saat perutnya melilit minta diisi. Ia pun membuka lemari pendingin dan tudung saji, tapi
Elang bergidik ngeri mendengar penuturan Vino tentang Herlan. Lelaki yang dulu pernah jadi gurunya itu ternyata punya gurita bisnis di bidang prostitusi dan narkoba. Selain punya rumah prostitusi bertopeng tempat karoke, Herlan ternyata memiliki banyak anak buah. Termasuk di institusi kepolisian.Untuk memperkuat bukti, Vino akan mengali lagi lebih dalam supaya nantinya Herlan tak mampu beralibi. Bahkan tak mampu tuk sekadar mengangkat kepala.“Atur saja sesukamu, Vin. Pokoknya kamu harus kuliti habis kasus Herlan. Pastikan juga kasus ini di up di media sosial dan berita nasional. Batasi juga pergerakan anak buahnya. Kalau kamu berhasil, saya akan kasih kamu bonus,“ ujar Elang menggebu-gebu.“Siap, Bos.“Elang menghela napas. Lalu berjalan ke balkon kamarnya sambil menyesap segarnya angin malam.“Kamu pantas dihukum, Herlan. Aku yakin, kamu sudah banyak merugikan orang terutama hawa. Kamu juga menyelewengkan hukum. Sekarang, nikmati hidupmu, Herlan. Sebelum aku menjebloskanmu ke jeruj
“Mixue?“Adeera yang tengah fokus pada layar komputer, terbelalak seketika saat sebuah cup dingin tiba-tiba menyentuh pipinya. Dengan cepat, ia mendongak dan memutar bola mata melihat Elang tersenyum cengengesan.“Dasar Jahil!“ umpatnya dengan bibir mengerucut.“Cepat ambil, mumpung masih dingin,“ kata Elang.Adeera terdiam sesaat. Memandangi eksrim itu dengan sudut bibir yang berkedut.“Ini buat aku?“ tanyanya. “Bukan, tapi buat kelinci!“ Elang menjawab ketus dan asal.Adeera sontak melotot dan merebutnya dengan segera.“Sayang banget kalo buat kelinci,“ katanya sambil mencicipi eskrim asal negeri Thailand itu.“Enak banget, dingin seger,“ katanya sambil memejamkan mata dan tiba-tiba saja bayangan Elang melintas di pikirannya.Ia ingat betul lelaki itu sering membawakan minuman serupa untuknya. Sejurus kemudian, air matanya menetes. Rindu itu semakin tumbuh subur di dalam hatinya. Walau ada Airlangga sang bos, tapi tetap saja tak mengurangi kerinduannya pada Elang.“Hei, kok malah na
“Sudah siap?“ tanya Adeera saat masuk ke ruangan Elang.“Sudah,“ jawab Elang sambil tersenyum tipis.“Hanya saja moodku lagi nggak baik,“ lanjutnya dalam hati.Hari ini mereka berdua ada agenda bertemu dengan klien baru yang bersinggungan dengan divisi Adeera.“Kamu kok kayak nggak semangat gitu?“ ujar Adeera sambil menatap wajah Elang yang tampak kuyu.“Emang nggak semangat. Klien yang ini sangat merepotkan dan manja. Modal sedikit aja banyak gaya. Pake pengen meeting di restoran mahal segala,“ jawab Elang sambil bangkit berdiri dan merapikan penampilan.“Harus semangat dong. Mereka punya banyak koneksi termasuk di bea cukai. Sayang banget kalau kita melewatkannya,“ sahut Adeera sambil tersenyum.“Iya, Ibu Adeera. Yaudah ayo!“Mereka pun langsung bertolak ke restoran di sebuah hotel bintang lima. Sepanjang perjalanan, mereka membahas rancangan pr
“Bagaimana kalau kita main-main dulu, Deer?“ gumamnya pelan.Elang mengulas senyum menyeringai. Lalu dengan suara lembut ia membangunkan Adeera. Membuat gadis itu membuka mata dengan bibir mengerucut.“Suaramu mirip demit, Lang!“ celetuknya. Di saat itu juga ia baru menyadari sesuatu. Ia sudah sangat lancang memanggil sang bos dengan panggilan Elang. “Lancang Lu, Deer,“ gumamnya lirih. Matanya membeliak seketika melihat Elang yang menatapnya dengan mata memicing.“Kamu bilang apa barusan?“ tanya Elang.“Yang mana?“ Adeera tersenyum kaku.“Yang tadi. Apa kamu bilang? Suaraku mirip demit?“ Elang memastikan.Adeera mengangkat jari telunjuk dan jari tengah. Ia berusaha santai, walau sebenarnya gugup juga karena kini wajah mereka hanya berjarak beberapa senti saja.“Kita di mana?“ Adeera mencoba memecah kegugupan yang menyelimuti diri. E
Elang mengajak Adeera menghampiri pengurus panti. Walau canggung, Adeera menurut. Lalu senyumnya merekah saat pengurus panti menyambut dengan ramah.Bahkan pipinya terasa menghangat mendengar pertanyaan salah seorang dari mereka.“Ini calon istrinya, Nak?“Elang tak langsung menjawab. Malah melirik pada Adeera yang menahan grogi.“Bukan, Bu,“ jawabnya.Senyuman Adeera langsung sirna. Hatinya terasa seperti diremas. Entah kenapa, ia merasa kecewa dengan jawaban lelaki itu.“Belum jodoh, tapi insya Allah jodohnya Nak Elang.“Suara Ibu ketua panti membuat keduanya saling bersitatap untuk sesaat. Kemudian tertawa canggung.“Yaudah ayo masuk ke ruang tengah. Anak-anak sudah nunggu,“ lanjutnya.Mereka pun mengangguk, lalu mengikuti para pengurus panti yang sudah berjalan lebih dulu. Adeera mematung sejenak, melihat ruangan luas itu sud
“Serius kita temenan?“ tanya Elang, tak percaya.“Iya. Tapi kamu sendiri udah tau kan, aku udah ada pacar. Jadi kamu jangan macem-macem,“ kata Deera sambil menatap Elang sungguh-sungguh.“Em ... Macem-macem gimana maksudnya?“ Elang pura-pura tak paham.“Maksudmu, takutnya aku ganggu hubungan kalian? Begitu?“ sambungnya dengan perasaan tak karuan, karena jelas itu tujuannya. Ia mau merebut Adeera dengan cara elegan.“Heem ...“ Adeera tersenyum kaku, “ta-kutnya gitu.““Oh ... Kamu tenang aja, Deer. Kamu bukan tipeku. Tipeku cewek yang bohay tapi pake baju tertutup. Lagian aku sudah punya gebetan. Walau enggak pacaran, aku yakin kami berjodoh,“ sahut Elang dengan tatapan dalam. Mendengar hal itu, Adeera merasa pasokan oksigen di dadanya berkurang. Kriteria yang disebutkan Elang, jelas tak ada di dirinya. Ia yang sekarang bertubuh langsing cenderung kurus dan belum mengenakan pakaian tertutup.Adeera menghela napas kasar, balas menatap Elang dengan jantung yang berdebar kencang.“Kamu ng