Terima kasih masih stay tune di buku ini..
"Heh, Maya!!! Keluar kau jan*da gatal!!" Salah seorang ibu-ibu yang terkenal sebagai biang gosip di komplek ini meneriaki aku dengan lantang. Ia juga menyebutku dengan sebutan yang tak pantas untuk disematkan padaku. Pertama aku bukan seorang janda! Aku masih berstatus istri sah dari Mas Indra karena sampai sekarang belum ada ikrar talak terucap darinya. Kedua aku bukan perempuan gatal! Atas dasar apa Mbak Endang, wanita yang terkenal sebagai biang gosip di komplek ini mengatakan bahwa aku seorang perempuan gatal! Ini tidak bisa dibiarkan! Untung anak-anak masih belum pulang karena hari ini ada kegiatan ekstrakurikuler di sekolah. Bayangkan jika mereka berada di rumah dan melihat ibunya diteriaki dan digeruduk warga seperti ini. Bisa trauma mereka. Baru saja aku mau membuka suara, Mbak Titin mencegahku dan mengeluarkan suaranya terlebih dahulu. "Oii, ada apa ini rupanya siang-siang warga berkumpul di depan rumah Maya? Apa ada yang bagi-bagi sembako?" Mbak Titin berteriak tak ka
"Ada apa ini rame-rame?" Pak RT yang baru saja datang sudah jauh ketinggalan info. Salah satu warga yang berdiri di luar gerbang langsung menceritakan detail kejadiannya kepada Pak RT. Tampak Pak RT manggut-manggut mengerti dan langsung mendatangiku. "Maaf saya baru datang, Mbak Maya!" Pak RT tampak kikuk karena ia hadir saat masalah sudah hampir selesai. "Ibu-ibu, Bapak-bapak!! Tolong bubar ya! Semua sudah clear, Mbak Maya gak berbuat tindakan asusila seperti yang bapak-bapak dan ibu-ibu tuduhkan tadi." Pak RT meng instruksikan warganya untuk bubar dan pulang ke rumah masing-masing. Eits, tunggu dulu, Pak! Masalah ini masih belum clear. Masih harus ada orang yang bertanggung jawab atas terjadinya keributan ini. Aku harus mendapatkan jawaban dari Mbak Endang mengenai siapakah orang yang pertama kali menyebarkan gosip murahan ini. Loh, loh, kemana Mbak Endang pergi? Aku celingukan mencari keberadaan Mbak Endang. Ternyata, ia sudah melipir ke dekat tembok pagar untuk melarikan diri
Sebenarnya ada masalah apa Bu Rohimah sama Mas Indra? Kenapa aku dan anak-anak harus ikut terbawa-bawa?"Memangnya Ibu kesal apa sama suami saya?" Penasaran sekali rasanya. Apa yang diperbuat suamiku itu pada Bu Rohimah hingga menyebabkan wanita yang sudah berumur itu melampiaskan amarahnya kepada aku dan anak-anak.Semua warga yang masih berkumpul terdiam. Mereka juga ingin mendengarkan jawaban langsung dari mulut Bu Rohimah."Suami kamu itu pelit!! Beberapa bulan yang lalu saya lagi butuh banget duit buat masukin Fahri kerja di pabrik, saya pinjam ke suamimu, dia bilang lagi gak ada duit. Tapi selang dua hari kemudian dia malah beli motor sport gede, bayarnya cash lagi. Apa itu namanya kalau bukan pelit dan gak mau nolongin tetangga?" Cibir Bu Rohimah. Bibirnya mencebik kesal.Jangankan Bu Rohimah… saya yang istrinya aja juga dipelitin kok, Bu!! Apalagi kalau ingat kejadian dibalik pembelian motor sport gede itu, mungkin Bu Rohimah tidak akan tega mengganggu saya dan anak-anak karen
Aku semakin dilanda ketakutan. Siapakah gerangan hujan lebat begini bertamu ke rumah kami? Dalam kondisi begini aku harus minta tolong ke siapa? Mbak Titin? Waduh, aku takut jika orang yang datang mengetuk pintu itu orang jahat. Mbak Titin pasti gak akan bisa menanganinya. Mas soni? Ah jangan, jangan, Mas Soni. Dia suaminya Mbak Titin. Aku gak mau Mbak Titin salah paham padaku nanti. Bagas? Oke, Bagas saja… dia kan masih single dan juga masih brondong. Kemungkinan untuk orang salah paham itu kecil banget. Segera ku hubungi nomor ponsel Bagas untuk meminta pertolongan. Aku menunggu bantuan datang sambil meringkuk di pojokan kamar dalam pelukan kedua putri kembarku yang masih belum mengerti apa-apa. "Mbak… Mbak Maya, ini Bagas, Mbak!!" Tak berselang lama, Bagas sudah sampai di teras rumah kami dan mengetuk daun pintu dengan keras. Suara ketukan dan teriakannya masih kalah sama bunyi deras hujan yang disertai dengan petir menggelegar. "May!!! Buka pintunya! Kamu kenapa?!" Terdeng
POV Raden Angga Wijaya.Aku adalah seorang anak yatim piatu yang tinggal di panti asuhan dan diadopsi oleh keluarga kaya bernama Hadi Wijaya. Nama asliku adalah Angga. Setelah masuk ke dalam keluarga Pak Hadi Wijaya, mereka mengganti namaku dan menambahkan nama besar Wijaya kedalamnya.Mereka melimpahiku dengan kasih sayang dan harta yang banyak tanpa membeda-bedakan statusku dengan anak kandungnya, seorang gadis kecil yang terpaut usia lima tahun denganku. Namanya Maya, ia sangat lucu dan menggemaskan. Setiap hari selalu membuntuti aku dan merengek mengajakku bermain bersama.Dahulu, keluarga mereka sangat harmonis dan penuh kehangatan. Tapi setelah kecelakaan tragis itu terjadi, Papa Hadi menjadi murung dan sakit-sakitan. Kecelakaan yang menimpa istri dan anak kandung Papa Hadi membuatnya kehilangan semangat hidup. Pasalnya hingga kini tidak diketahui keberadaan anak dan istrinya, apakah selamat dari kecelakaan tunggal itu ataukah meninggal dunia. Jika meninggal dunia pun jasad kedu
POV Raden Angga Wijaya.Kenapa jiwaku merasakan seolah kembali terseret ke masa lalu? Kedua anak kembar di hadapanku ini mengingatkanku pada sosok adik kecil yang dulu selalu mengikutiku kemanapun."Mas Angga, temani Maya main masak-masakan, yuk!!" Suara rengekan itu masih terngiang dengan jelas di telingaku. Sebagai anak tunggal di keluarga kaya, gadis itu pastinya kekurangan teman bermain di rumahnya. Itulah sebabnya Papa Hadi dan Mama Rasti mau mengadopsi aku dari panti asuhan agar bisa menjadi teman bermain sekaligus pelindung anaknya.Aku juga harus selalu menuruti semua permintaannya walaupun aku tak suka bermain permainan anak-anak perempuan.Terkadang jika aku sedang malas atau sedang banyak tugas sekolah, aku akan menolak permintaannya."Mas lagi banyak PR, Maya. Nanti kalau sudah selesai, Mas temani main ya." Itu adalah kata-kata terakhir yang kuucapkan pada Maya. Gadis itu langsung cemberut dan menatap kecewa padaku. Tatapan mata itu adalah tatapan mata terakhir miliknya y
Tanganku gemetaran saat menerima pesan dari Mas Angga. Dia bilang ingin memesan catering makanan rumahan untuk papanya yang sedang sakit. "Semoga ini menjadi awal yang baik." Doaku dalam hati. Cita-cita ingin membuka restoran yang menyajikan menu masakan rumahan sepertinya mendapatkan jalan kemudahan. Dengan orderan pertama dari Mas Angga, aku berharap ini akan membuka peluang usaha bagiku. Orang kaya seperti Mas Angga pasti punya banyak koneksi dan jaringan. Tak banyak permintaan papanya Mas Angga. Hanya beberapa menu masakan simpel yang berhasil aku masak dalam waktu tak kurang dari satu setengah jam. Hari ini aku mematikan aplikasi warung online. Mas Angga memintaku untuk mengantarnya sendiri ke kantor tempatnya bekerja. Kebetulan kulihat alamatnya juga tak jauh dari kampung tempat tinggalku. "Loh, mie tek-teknya libur, May?" Mbak Titin yang baru saja datang menatapku heran karena aku sudah berpakaian rapi dan menenteng tas kresek putih. Oh iya.. aku sampai melupakan Mbak Ti
Susah payah berpura-pura tak melihatnya, ternyata ia masih mengenaliku juga. "Hai, calon mantan kakak ipar, kenapa kamu ada disini?" Ia langsung menghadang jalanku dan tak membiarkanku masuk kedalam lobby. Heh, kenapa harus menyebutku dengan sebutan calon mantan kakak ipar? Detik ini juga suruh abangmu talak aku! Aku sudah siap kok menjadi mantan iparmu. Tak usah sindir-sindir pakai kata calon lagi! Tapi aku hanya diam saja karena tak ingin menjawab pertanyaan orang yang punya andil besar dalam rusaknya rumah tanggaku. "Hm, pasti kamu mau nyari kerjaan disini, kan? Aku beritahu kamu sebelum kecewa, disini gak ada lowongan buat emak-emak! Semua karyawan disini itu masih muda-muda dan penampilannya modis, cantik, wangi, dan terawat, gak kayak kamu yang kusam dan kucel mirip gembel." Kali ini Irfan mulai menyerangku dengan hinaannya. Hahaha, mungkin dia salah mengira aku sedang melamar pekerjaan disini karena aku memang membawa sebuah map berisi file penawaran harga catering. Bisa ja
POV Indra Laksmana."Apa-apaan? Kamu yang apa-apaan? Memangnya kamu itu siapa disini? Tuan putri? Harusnya kamu itu sadar diri, kamu itu disini menumpang. Bantuin ibu, kek, ini malah enak-enakan rebahan, main hape, tertawa cekikikan."Segala kekesalan ku luapkan semuanya pada Mona. Dia hanya menunduk dan mulai mengeluarkan jurus air matanya. "Maafin, Mona… tadi Mona kelelahan, jadi rebahan sebentar.""Lelah ngapain, Kamu? Lelah mainan hape?" Ku lontarkan sindiran tajam. Menurut pengakuan ibu, Mona tidak pernah menyentuh pekerjaan rumah sama sekali. Jadi lelah apanya? Mona sedikit gelagapan. Ia langsung menyembunyikan hp nya ke bawah bantal dan mulai mengalihkan perhatianku."Hm, Mas Indra jangan marah-marah lagi, ya! Ngomong-ngomong tumben Mas Indra masuk ke kamar Mona, apa Mas Indra sudah gak marah dan menginginkan Mona?" rayu Mona.Kalau dipikir-pikir, iya juga sih… semenjak kita menikah, kita langsung pisah kamar karena aku merasa jijik dengan Mona yang hanya memanfaatkanku saja.
POV Indra Laksmana.Hari ini, tumpukan masalah mulai menggunung di pundakku. Kesel, capek, lelah, dan kecewa bercampur aduk jadi satu.Rasanya, kejadian tadi siang di kantor terus saja membayangi pikiranku."Pak Indra, disuruh menghadap ke Pak Angga! Beliau saat ini berada di ruangan manager marketing." Sekretaris pribadi Angga memberitahukan pesan dari atasannya lewat sambungan line telepon kantor."Baik!!" Jawabku dengan semangat empat lima. Memang selama ini posisi manager marketing yang dulunya diduduki oleh Pak Doni kosong semenjak pemilik kursi sebelumnya digelandang oleh polisi karena terlibat menyembunyikan kasus pembunuhan berencana serta kasus penggelapan uang kantor.Entah apa kasusnya, yang jelas posisi Pak Doni sekarang menjadi kosong dan aku mengincar jabatan itu. Aku menginginkan naik ke puncak yang lebih tinggi. Dan saat ini, aku lah kandidat terkuat yang bisa menaiki tangga kesuksesan itu.Bahagia bukan main rasanya. Aku yakin Pak Angga pasti ingin berdiskusi dengank
POV Author.Bagas dan Soni lolos tes interview dan langsung diterima bekerja di perusahaan saat itu juga. Mulai besok, mereka resmi menyandang status sebagai karyawan di perusahaan Maya. Tak main-main, Maya langsung memberikan posisi jabatan yang tinggi untuk keduanya."Mbak, eh… B-bu Maya, apa ini tidak berlebihan?" Bagas merasa gugup sekaligus heran saat Maya menyebutkan posisi jabatan yang akan dirinya emban nanti.Wanita cantik yang telah bersemayam di hati Bagas sejak ia masih berstatus sebagai istri orang itu menggeleng lemah, "Gak kok, Gas. Mbak serius. Mbak tahu kamu pasti mampu melewati challenge ini.""Ta-tapi, Mbak…""Tolong terima dan lakukan yang terbaik! Izinkan putri Om ini untuk mengangkat derajat keluarga kalian. Ini adalah bentuk balas budiku karena kalian selama ini sangat baik kepada anak dan cucu-cucu Om." Sela Hadi dengan tegas memotong ucapan Bagas. Mendapati perkataan menyanjung dari papanya Maya, Bagas hanya bisa pasrah dan menerima kesempatan emas yang Hadi
POV Author. Sesuai dengan instruksi dari Maya, pagi ini Bagas dan Soni berangkat bersama untuk tes interview di perusahaan orang tua Maya dengan berboncengan mengendarai sepeda motor. Begitu tiba di lokasi, Bagas langsung mengirimkan pesan singkat kepada Maya, mengabarkan jika mereka sudah sampai di perusahaan. Alih-alih dipersilahkan masuk, Bagas dan Soni malah diinterogasi oleh satpam yang bertugas di gerbang depan. "Hee, bukannya kalian ini tetangga sebelah rumah abangku, ya?" Irfan yang kebetulan sedang bertugas menjaga gerbang depan langsung sksd, sok kenal sok dekat. Ha he ha he, kami berdua ini punya nama! Begitu gerutu Soni dalam hati. "Hee, bener, kan kalian memang tetangga abangku? Bang Indra namanya." Ulang Irfan saat tak mendapatkan respon dari Bagas dan Soni. Bukannya mereka berdua tak mau merespon, tapi mereka berdua memang tak terlalu mengenali Irfan. Mereka berdua baru sadar setelah Irfan menyebutkan nama Indra, sebagai abangnya. "Iya, bener, Mas. Rumah kami m
"Waalaikumsalam," aku dan Mbak Titin langsung kedepan untuk melihat si tamu. Ternyata oh ternyata, suara itu bukan suara yang berasal dari tamu. Suara itu merupakan suara Bagas, adik Mbak Titin, ia baru saja pulang bekerja. "Eh, ada tamu." Ucap Bagas malu-malu sambil menyalamiku. "Sudah lama, Mbak?" tanyanya kemudian. "Lumayan, Gas, dari siang tadi." Gak terasa ternyata waktu sudah menunjukkan sore, tanda sebentar lagi burung-burung pulang ke peraduannya. Begitupun dengan manusia, mereka mulai pulang ke rumah setelah lelah bekerja seharian di luar. Bagas tersenyum dan salah tingkah sendiri. Aduh, kenapa ini si Bagas kok malah jadi salah tingkah begini? "Baru pulang kerja, Gas?" Tanyaku untuk mengurai kecanggungan yang ada. Dia hanya mengangguk dan tersenyum malu-malu lagi. Ih, kenapa sih ni bocah? Ayolah, Gas. Baru berapa lama gak ketemu kok kamu udah lain banget. Dimana Bagas yang dulu tegas, pemberani, dan penuh wibawa? Kenapa berubah jadi Bagas yang kalem dan malu-malu begini
"Eh, ada bu boss datang!!" Sapa Mbak Titin ramah saat aku bertandang ke rumahnya. Ia terlihat sangat antusias dengan kedatanganku yang tiba-tiba dan tanpa kabar sebelumnya. Entah kenapa rasanya aku kangen sekali dengan lingkungan tempat tinggal lamaku ini. Aku langsung memeluk wanita yang dulu seringkali membantuku kala aku sedang dilanda kesusahan. "Apa kabarnya, Mbak?" Wanita itu mengangguk dan tersenyum bahagia seraya berkata, "Kabar kami baik, May." Ia lalu menoleh ke arah pintu rumahnya, "Lika… ada Keyla sama Keyra, nih." Teriak Mbak Titin memanggil anak gadisnya yang seumuran dengan si kembar. Tak butuh waktu lama, Lika, anaknya Mbak Titin langsung berlari keluar dengan senyum mengembang. "Keyla, Keyra… main bareng, yuk!!" Seru Lika kegirangan karena sudah beberapa bulan ini mereka tak berjumpa. Semenjak diboyong ke rumah Papa Hadi, si kembar praktis ikut pindah sekolah yang lebih dekat dengan kediaman Papa Hadi. Oleh sebab itu pertemanan mereka sempat terputus karena jarak
POV Maya Rosita. "M-mas Indra," gumamku tak percaya saat kedua netraku terbuka seutuhnya. Ternyata, mantan suamiku lah yang telah menahan tangan Irfan untuk tidak melukaiku. Irfan langsung mengibaskan tangannya dengan kuat karena kesal dihadang oleh sang kakak. Tepatnya karena ia tidak berhasil membalas tamparanku tadi. "Awas kamu!! Dasar perempuan miskin!" Maki Irfan sebelum pergi meninggalkan kami di lobby. Ehh, songongnya minta ampun itu anak. Sebenarnya ada dendam kesumat apa sih antara dia sama aku? Kenapa sepertinya ia sangat membenciku dan ingin sekali melihatku hancur? Irfan, Irfan, tunggu saja sampai kamu tau identitas asliku. Aku yakin saat hari itu tiba, kamu akan kejang-kejang karena saking terkejutnya. Sekarang, hanya ada aku dan Irfan di lobby utama perusahaan, semua orang sedang beristirahat. Tiba-tiba suasana menjadi amat canggung. "M-makasih, Mas," ucapku berterima kasih sebab pertolongan Mas Indra datang tepat waktu. Andai saja Mas Indra telat satu detik, mung
POV Maya Rosita.Hari ini adalah hari pertama Papa Hadi kembali ke kantor setelah puluhan tahun menjabat sebagai dewan direksi secara fiktif, nyatanya selama ini perusahaan dikuasai dan dimanipulasi oleh Tante Rosmala dan anaknya.Tak banyak yang tahu akan keberadaan Papa Hadi di perusahaan. Hanya orang dekat dan beberapa karyawan yang sudah mengabdi sejak jaman Kakek Harun menjabat.Kini setelah Rosmala dan anaknya berhasil disingkirkan, Papa Hadi akan menunjukkan siapa pemilik tampuk kepemimpinan yang sebenarnya."Hari ini kamu juga harus ikut ke kantor ya, May! Papa mau ajarin kamu sedikit demi sedikit agar nanti saat papa pensiun, kamu sudah bisa mandiri di perusahaan." Ajak Papa Hadi saat sarapan berlangsung. Aku kaget bukan main. Jujur, aku belum siap sama sekali. Aku yang terbiasa menjadi ibu rumah tangga, tiba-tiba harus naik ke puncak bisnis. Oh tidak! Semua itu bagaikan mimpi."Ta-tapi, Pa…" "Gak ada tapi-tapian. Papa ini sudah mulai menua dan sakit-sakitan. Cepat atau lam
POV Dony."Lepasin saya, Pak! Saya gak salah apa-apa." Aku masih tidak tahu kenapa orang-orang ini menangkapku dan menggelandang ku ke kantor polisi di siang hari bolong. Malu rasanya dijadikan tontonan oleh banyak karyawan yang baru saja selesai menghabiskan waktu jam istirahatnya. Cukup kemarin Olla mempermalukanku di pesta pernikahan Mona, kenapa hari ini masih ada kejadian memalukan lainnya?Oh, mengapa aku harus menderita malu secara bertubi-tubi seperti ini? Dimana letak wibawaku sebagai orang penting di perusahaan."Lepasin!! Kalau kalian gak lepasin juga, saya akan menuntut kalian semua." Aku mengancam dan berusaha melepaskan diri dari barisan pria berseragam yang sudah berhasil memasang borgol tangan plastik yang terbuat dari cable ties di kedua pergelangan tanganku.Sekuat apapun usahaku, semua nampak sia-sia belaka. Bahkan jika aku berhasil melepaskan diri dari ikatan borgol plastik cable ties tersebut, belum tentu aku bisa melewati pagar betis yang mengawal dengan ketat.