Hai semuanya. Jangan lupa subs dan vote gem nya ya. Love you semuanya.
Perkataan ibu mertua sungguh membuatku teringat pada kejadian sepuluh tahun silam. Kejadian dimana awal saat diri ini mulai menjalin kasih dengan Mas Indra."Dik Maya, kita lanjut ke jenjang pernikahan, yuk." Ucapan Mas Indra kala meminang dan meminta diriku menjadi calon istrinya saat itu.Sebenarnya aku sudah ragu sejak awal. Pasalnya, saat Mas Indra memperkenalkan aku kepada keluarganya sebelumnya, respon mereka sedikit kurang mengenakkan di hati. Mereka tidak bisa menerimaku yang hanya seorang gadis yatim piatu dan bahkan tak tahu siapa ayah kandungnya. "Tapi… bagaimana dengan bapak dan ibu serta adikmu, Mas? Maya takut mereka tidak mau menerima kehadiran Maya di keluarga kalian, Mas." Aku sempat mundur dan mengalah karena aku sadar diri, aku hanyalah gadis yang berasal dari desa pesisir pantai barat dan hidup berdasarkan belas kasihan para warga sekitar."Jangan kuatir, Dik! Nanti biar Mas yang bicara sama mereka." Bujukan lembut dari Mas Indra akhirnya perlahan mampu meluluhkan
Krieeet…Keempat pasang mata itu melotot kaget dan refleks menoleh ke arah pintu pagar yang baru saja kubuka dari luar. Dengan wajah tanpa berdosa aku segera melangkah masuk ke halaman rumah mertuaku. Rasanya mulutku sudah gatal untuk membalas hinaan ibu mertua kepada mendiang ibuku yang telah tiada. Tanpa basa-basi segera kulangkahkan kaki dengan mantap dan langsung menghampiri wanita yang bergelar sebagai ibu dari suamiku tersebut."Eh, N-nak M-maya, baru saja datang atau sudah dari tadi, Nak?" Terlihat jelas kegugupan melintas di wajah ibu mertua. Mungkin ia takut kalau aku mendengar semua cacian yang ia lontarkan di belakangku tadi.Halah, tidak perlu bersandiwara lagi, Bu! Sekarang aku sudah tahu wajah aslimu tanpa topeng seperti apa."Mn, baru saja kok, Bu!" Anehnya semua kemarahan yang sudah ku tahan dalam hati sejak tadi tidak bisa keluar sama sekali. Aku justru malah bersikap hormat dengan menyalami takzim kedua orang tua Mas Indra. Mungkin selama ini aku sudah terbiasa bers
Walaupun sudah kutahan dengan sekuat tenaga, akhirnya lolos juga air mataku ini. Bukan karena aku takut dengan ancaman dari ibu mertua yang sudah mendahului takdir, bukan! Aku menangis karena meratapi nasib sialku yang harus berjodoh dengan laki-laki tidak tegas seperti Mas Indra. Aku juga merutuki keadaanku yang harus bergantung pada laki-laki egois yang selalu mendahulukan kepentingan keluarganya di atas kepentingan istri dan anak-anaknya. "Jika cerai adalah jalan terbaik… aku dengan lapang dada akan menerimanya. Mungkin hanya sampai di sini saja bahtera rumah tangga kami berlayar sebelum akhirnya kandas di tengah jalan. Entah sejak kapan kekusutan rumah tanggaku ini dimulai. Seingatku kami ini dulu hidup dengan harmonis dan baik-baik saja tanpa ada banyak masalah mendera. Ya, walaupun Mas Indra sering bersikap cuek dan dingin kepada anak-anak, tapi itu semua tak mengurangi tanggung jawabnya kepada kami. Rasa-rasanya semua carut marut rumah tanggaku ini sepertinya dimulai sejak
[Mas, sudah hampir 3 bulan Mas Indra gak pulang kerumah ini. Apakah aku ini masih dianggap sebagai istrimu, Mas?] Kukirimkan pesan lewat aplikasi berlogo gagang telepon berwarna hijau. Enak saja dua bulan lebih tak ada kabar, main pergi saja tanpa ada penyelesaian masalah. Walaupun transferan untuk nafkah bulanan tetap mengalir setiap bulannya, aku tetap butuh kejelasan dan penjelasan, Mas. Satu jam, dua jam, tak juga ada balasan dari si penerima pesan. Tanda pesan juga masih bertahan pada tanda centang dua abu-abu, pertanda pesanku belum dibaca sama sekali. [Mas! Tolong balas pesanku kalau kamu masih menganggap aku ini istrimu!] Kukirimkan lagi pesan kedua. Berharap ia mau segera membalas isi pesanku. Lebih dari satu jam menunggu, tetap tak ada balasan masuk juga. Games rasanya menghadapi sikap Mas Indra yang kekanak-kanakan seperti ini. Sebenarnya apa maunya sih? Kok sampai merajuk pulang ke rumah orang tuanya. Harusnya yang marah dan merajuk itu aku, bukan kamu, Mas! [Mas Ind
"Assalamualaikum." Dari arah pintu depan terdengar suara salam untuk kedua kalinya. "Waalaikumsalam!" jawabku. Aku mengabaikan Mas Indra dan melongok keluar untuk melihat siapa yang datang bertamu. Aku tertegun saat melihat Bagas, Om-nya Lika sudah berdiri di depan pintu. "I-ini Mbak, Bagas mau mengembalikan…" "Bagas, Mbak minta tolong bawa si kembar main ke rumahmu dulu ya. Mbak mohon!" Belum selesai Bagas berbicara, aku sudah memotongnya terlebih dahulu. Ada hal mendesak yang harus aku bicarakan dengan Mas Indra dan anak-anak tidak boleh melihat apalagi terlibat dalam pertengkaran kami. "Keyla, Keyra, main sama Lika dulu ya!" Aku menuntun keduanya yang masih sesenggukan karena ketakutan melihat kemarahan ayahnya tadi. "Bagas, maafin Mbak ya merepotkan kamu terus." Seolah paham dengan apa yang sedang terjadi, Bagas segera membawa pergi si kembar untuk bermain di rumahnya. Aku sudah tak perduli jika Bagas tadi sempat mendengarkan pertengkaranku dengan Mas Indra. Berhubung
Tanpa malu aku langsung menangis di depan mereka bertiga. Aku tidak bisa berpura-pura sedang baik-baik saja, padahal nyatanya aku memang sedang tidak baik-baik saja. Entah sudah seperti apa bentuk wajahku saat ini. Mata bengep, hidung merah dan keluar ingus, bibir menebal karena menegang setelah menangis, mungkin wajahku sudah mirip hantu yang penasaran setelah meninggal karena patah hati ditinggal sang kekasih. "Sudah-sudah, sana cepat pulang! Malu kalau sampai dilihat tetangga yang lain." Bapaknya Lika kembali menyuruhku pulang karena tidak ingin aku menjadi sasaran objek ghibah ibu-ibu kompleks di tempat tukang sayur keliling besok pagi. Aku berjalan kembali ke rumah setelah berpamitan dan mengucapkan terima kasih pada ketiganya. Tapi saat aku hendak membuka pintu, sebuah suara panggilan membuat langkahku terhenti. "Tunggu!!" Aku menoleh dan melihat Bagas menghampiriku. Ada apa Bagas berlarian menyusulku? Apakah salah satu dari si kembar terbangun? "Ada apa, Gas?" Bukannya
"Bu, ibu… di depan rumah kita ada mobil bagus, loh." Pekik Keyra kegirangan."Kata tante cantik itu, dia nyariin ibu." Timpal Keyla tampak antusias sekali.Maklum, selama ini si kembar memang jarang diajak bepergian ke keramaian. Jadi saat ada sesuatu yang baru, mereka berdua akan bersikap heboh dan terkesan sedikit kampungan."Siapa, ya?" Perasaan aku tak punya kenalan yang memiliki mobil bagus.Aku bergegas meninggalkan aktivitas ku di dapur dan menuju ke halaman depan. Rencananya sore ini Sita akan berkunjung ke rumah dengan membawa ketiga anaknya, otomatis aku sedari tadi sibuk di dapur membuat kue untuk suguhan Sita dan anak-anaknya. Sayang, kalau beli pasti mahal, kan. Jadi mending buat sendiri."Loh, Sita!!" Ucapku keheranan. Aku tak menyangka tamu yang dimaksud oleh si kembar adalah Sita, tamu spesial yang kedatangannya sudah ku tunggu sejak kemarin.Lebih tak percaya lagi, ia kemari dengan mengemudikan sendiri mobil berwarna hitam mengkilap. Sepertinya mobil itu baru keluar d
Dan inilah aku yang sekarang. Maya Rosita dengan warung makanan online yang menjual makanan Mie Tek-Tek bumbu special. Warung online ini kuberi nama warung mie tek-tek spesial mama kembar. Alhamdulillah, tak perlu harus menunggu sampai sebulanan, pendaftaran aplikasi jualan makanan online pun sudah disetujui oleh pihak penyedia jasa. Tanpa diduga aku langsung mendapatkan pelanggan pertama setelah dua jam aplikasi kuaktifkan. "Bismillah semoga ini adalah awal yang baik." Gumamku seraya mengerjakan pesanan pertama yang masuk dari akun bernama 'Raden Angga Wijaya'. Dua porsi pesanan mie tek-tek sudah siap saat driver aplikasi datang menjemput. Ternyata sistem jualan seperti ini lumayan menjanjikan bagi ibu rumah tangga sepertiku yang tak punya modal untuk menyewa ruko dan pegawai. Hanya saja aku butuh ekstra modal karena uang yang dijadikan modal awal akan mengendap sementara waktu di akun pihak penyedia jasa. Kalau tidak punya modal untuk diputar lagi bisa gulung tikar jualanku n