“Wyn, kamu tidak perlu mengingatkanku berkali-kali tentang posisimu. Sungguh, aku tidak punya niat sedikit pun untuk menggoyahkan hubunganmu dengan David. Meskipun misalnya aku mampu untuk melakukan itu. Kalau kamu mengenalku dengan baik, kamu akan tahu bahwa aku bukan tipe orang yang berbuat sampai sejauh itu. Aku masih tahu batasan yang pantas dan tidak. Dan aku tidak berencana membuat siapa pun patah hati dalam waktu dekat ini,” Leon tersenyum patah. “Aku bukannya ingin dianggap bermoral atau apa. Tapi memang beginilah aku. Tujuanku bicara denganmu pun hanya karena ingin kamu tahu perasaanku yang sesungguhnya.”
Wynona sungguh ingin menangis. Ada yang teremas kencang di dadanya karena kata-kata Leon barusan. Ada yang terasa sakit dan perih di sana. Dan gadis itu juga terpukul saat menyadari bahwa sebuah rasa menakutkan sedang menyelimuti hatinya. Rasa putus asa.
“Aku nggak akan berpisah dari David.”
Kata-kata itu te
Wynona menghabiskan malam itu dengan membolak-balikkan ttubuh di ranjang. Gadis itu kesulitan memejamkan mata. Obrolannya dengan Leon tadi sudah merenggut jam tidurnya. Kantuknya tak jua muncul meski sudah lewat tengah malam. Dia juga tidak mampu mengurai perasaan apa saja yang sedang berdesak-desakan di bawah permukaan kulitnya.Dugaannya benar, tadi David mendatangi rumah gadis itu. Tentu saja Kemala keheranan karena David datang untuk mencari Wynona. Padahal tadi mereka berangkat dari rumah berdua. Wynona belum menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Dia hanya berjanji akan memberi tahu ibunya jika sudah merasa siap. Kemala yang pengertian, tak mendesak.Namun, bukan masalah David yang membuat Wynona kesulitan untuk terlelap. Melainkan Leon.“Maukah kamu berjanji dua hal padaku, Wyn?” tanya Leon sesaat sebelum mereka berpisah. Seharusnya, Wynona langsung menolak saja. Demi kebaikan mereka berdua. Namun dia justru mengajukan pertanyaan lain.
Leon dan semua kepekaan serta perhatiannya yang tanpa sadar telah merengkuh bagian tertentu dari diri Wynona. Membuat gelombang kejut yang tak bisa dikendalikan dan melepaskan beragam perasaan yang seharusnya tak pernah dimiliki Wynona untuk orang lain kecuali David. Semua itu membuat gadis itu tersesat di belantara perasaannya sendiri.Dia sungguh tak tahu mengapa bisa begini. Wynona merasa ini hal terberat yang pernah dijalaninya sejal memacari David. Sebelum ini, mereka berdua tak pernah menemukan kendala serius. Dalam artian, Wynona tak pernah bertemu pria penggoda yang berhasil menarik perhatiannya. Meski dia tak bisa memastikan hal yang sama dari sisi David.“Oh Tuhan, tolong aku! Apa yang harus kulakukan saat ini?” doa Wynona dengan sungguh-sungguh.Sebenarnya Wynona tahu apa kehendak hatinya. Yang menjadi masalah terbesar adalah, apakah dia harus mengikuti kata hati dan mengabaikan kelogisan dan akal sehat? Atau justru mengambi
Wynona kembali ke kamarnya dan mengabaikan pekerjaan di dapur yang ditangani oleh Kemala dan para pegawai mereka. Dia benar-benar tak memejamkan mata semalaman dan membuat kepalanya luar biasa sakit.Wynona memeriksa jadwal kerja di buku khusus sembari duduk di ranjang. Hingga pelan-pelan gadis itu mulai merasakan matanya memberat. Entah efek dari obat atau kebutuhan biologis untuk tidur. Gadis itu pun akhirnya menyerah dan menyingkirkan buku catatannya. Tak lama kemudian, begitu kepalanya menyentuh bantal, kesadaran gadis itu memudar dengan cepat. Wynona tertidur lelap.Gadis itu bermimpi. Namun ketika dia bangun beberapa jam kemudian, Wynona tidak ingat memimpikan apa. Anehnya, perasaan gadis itu sangat sedih dan tertekan. Jauh lebih parah dibanding sebelumnya. Yang disyukuri Wynona cuma satu. Sakit kepalanya sudah membaik.Seakan menjadi jawaban atas perasaan Wynona yang tak menentu, David datang ke rumah sorenya. Masih berseragam kantor, wajah le
Sayang, David tampaknya tak akan puas jika Wynona menyudahi begitu saja. Padahal, gadis itu tak mau bertengkar karena merasa lelah lahir dan batin. Emosinya pun masih gampang terpancing tiap kali Wynona mengingat apa yang dialaminya tadi malam. Wynona tak ingin hubungannya dengan David kian memburuk. Dia butuh waktu untuk menenangkan diri dan bicara pada David dengan kepala dingin.“Kenapa kamu pulang tanpa pamit? Jangan bilang karena kamu tidak menemukanku. Kamu bisa menelepon, kan? Kamu juga tidak bicara apa-apa saat bertemu dengan Reno,” David mencari tahu.Wynona membalas datar. “Kamu menghilang begitu saja. Kalaupun aku menelepon, dengan suara ingar-bingar di gedung resepsi itu, apa kamu akan mendengar bunyi teleponmu?” dia balik bertanya. “Oke, anggap saja aku bisa menemukanmu. Kurasa, kita malah bertengkar karena aku ingin pulang. Aku nggak betah di sana. Aku tak mau dipermalukan dan dipandang rendah.”David memandang W
David terlihat berusaha keras menahan diri agar amarahnya tidak menukik tajam. Wynona bisa melihat bagaimana buku-buku jarinya terkepal dan kian memutih. Di saat yang sama, gadis itu pun harus menenangkan diri.“Aku bukan orang yang berpikiran sempit, Wyn! Aku nggak akan melarangmu berteman dengan siapa pun, apalagi kalau itu temannya Zeus. Tapi, kalau frekuensi pertemuan kalian sudah berlebihan, mau tak mau aku jadi was-was juga,” ucap David.“Berlebihan apanya?” protes Wynona tajam.“Coba kamu hitung, sudah berapa sering namanya disebut-sebut dalam pembicaraan kita? Berapa kali kamu bersama lelaki itu untuk urusan yang sama sekali nggak penting? Padahal seharusnya kamu bisa melakukannya sendiri, kan? Dan aku tidak bisa memahami kenapa kemarin kamu pulang bersama dia. Yang kamu lakukan itu sama saja dengan mempermalukanku, Wyn!”Wynona ternganga karena dia menganggap David tidak masuk akal dan bereaksi berlebihan
“Kenapa kalian ribut? Sepertinya belakangan ini kamu dan David agak ... berubah,” komentar Kemala dengan hati-hati.Wynona membalikkan tubuh, tapi tetap duduk di tempatnya. “Berubah bagaimana, Ma?” alis Wynona bergerak naik. Gadis itu bertanya-tanya, apa kira-kira yang dilihat oleh ibunya.“David agak jarang datang ke sini. Dan Mama lihat kalian agak ... hmmm ... bagaimana ya mengatakannya? Agak ... tegang. Tidak seperti dulu,” simpulnya. “Kamu mengerti kan maksud Mama?”Tentu saja Wynona mengerti. Namun gadis itu tidak mungkin mengakuinya pada Kemala. “Ah, apanya yang nggak seperti dulu, Ma? Tidak ada yang berubah, kok! Cuma memang frekuensi pertemuan agak berkurang. David kan sekarang sangat sering ke luar kota. Kadang tiap dua minggu. Jadi, aku harus rela ditinggal-tinggal dalam banyak kesempatan.”Kemala manggut-manggut. “Acara resepsi tadi malam seperti apa? Belum bisa cerita kenapa ka
Wynona dan David belum sepenuhnya berdamai karena perbincangan mereka belum tuntas. Alhasil, perdebatan tadi masih menggantung begitu saja. Wynona mengalihkan pandangan dan hanya bisa terpana menatap Leon yang berjalan mendekat dengan gaya santai. Lelaki itu mengenakan celana jins model flare-cut berpadu dengan kaus polo berwarna ungu lembut. Langkahnya terlihat pasti, tanpa ada tanda-tanda kegamangan.Wynona tiba-tiba mengakui dalam hati bahwa hari ini Leon lebih menawan dibanding yang diingat gadis itu. Senyum Leon sudah mengembang sejak lelaki itu menutup pintu mobil dan menatap Wynona. Ajaibnya, gadis itu merasakan ada yang merayapi tulang punggungnya dengan perlahan, rasa hangat nan menenangkan. Sakit kepalanya pun mendadak berangsur berkurang.“Untuk apa dia ke sini?” geram David, marah.“Dia temannya Zeus,” balas Wynona tanpa mengalihkan tatapan dari tamu barunya.“Jadi?” desak David.Akhirnya Wyn
“Untuk apa kamu ke sini?” Wynona menggigit bibir, sadar jika dia sudah mengucapkan kata-kata yang bernada kasar. Namun Leon tidak tampak terkejut atau terpengaruh. Pria itu duduk di depan Wynona, di kursi yang tadi diduduki oleh David.“Wajahmu pucat. Kamu sakit?” tanya Leon penuh perhatian.Refleks, Wynona meraba pipinya dengan tangan kanan. “Apakah pucat sekali?” tanyanya dengan pikiran mengawang. David bahkan tidak memberi perhatian sama sekali tentang penampilan Wynona. Padahal, saat berhadapan dengan cermin tadi, Wynona bisa melihat air mukanya memang tak sesegar biasa. Kurang tidur dan sakit kepala yang dideritanya, pasti menjadi biang keladi.Namun di saat yang sama, Wynona menyadari dia pun tak memiliki perhatian yang cukup untuk David. Ini hari Minggu dan lelaki itu memakai busana yang biasa dikenakan saat ke kantor. Apakah David terpaksa bekerja di hari liburnya? Wynona merasa bersalah karena dia pun sama tak pekanya
Wynona memasuki masa berkabung karena patah hati tanpa air mata atau kesedihan yang berlarut-larut. Kendati berpisah dari David setelah hubungan selama sembilan tahun, tetap saja bukan hal yang mudah untuk dihadapi. Akhir hubungan mereka begitu tak menyenangkan karena sikap David dan keluarganya. Namun Wynona makin yakin dia sudah mengambil keputusan yang tepat.Ada beberapa sebab, tak cuma melulu “dosa” David saja, melainkan juga kesalahan Wynona. Sejak malam itu, David bahkan tak berusaha menghubungi Wynona lagi. Lelaki itu seolah menghilang begitu saja. Sembilan tahun yang mereka miliki bersama-sama, tak penting. Wynona pun tampaknya dianggap bukan lagi perempuan yang pantas untuk diperjuangkan.Sementara dari sisinya, Wynona kian yakin bahwa perasaannya pada David sudah benar-benar tawar. Hatinya sudah berubah. Gadis itu tak keberatan disalahkan karena seolah memberi peluang pada Leon untuk masuk dalam hidupnya.Dia tak akan menampik hal itu. Nam
Kata-kata yang dilontarkan orangtua Leon itu membuat Wynona benar-benar merasa dihargai. Dia tak bisa mencegah rasa haru menusuk-nusuk dadanya. Namun. Tentu saja dia tak boleh menangis lagi di sini. Sudah cukup air mata yang ditumpahkannya hari ini.“Wyn, mau main ludo atau halma?” Suara erangan terdengar dari berbagai arah sebagai respon untuk kata-kata Anton. Lelaki itu menunjukkan ekspresi tak berdosa saat membela diri. “Papa kan belum pernah main ular tangga dengan Wynona.”“Tolong Pa, kreatiflah sedikit. Setiap tamu selalu diajak main halma atau ludo. Apa tidak ada yang lain?” gerutu Trisa. Lalu, perempuan itu bicara pada tamunya. “Wyn, kapan kamu bisa mengirim daftar belanjaan untuk minggu depan? Lebih cepat lebih baik, kan?”“Iya Kak, aku akan menyiapkan daftarnya secepatnya. Besok atau paling telat lusa,” janji Wynona.Trisa mengangguk senang. “Mungkin sehari sebelum acara, akan leb
“Tidak apa-apa. Walau sebenarnya aku ke sini cuma ingin bertemu Om, Tante, dan Kakak,” sahut Wynona. “Agak pesimis juga awalnya, karena menurut Leon, Kakak nggak tinggal di sini.”Trisa tersenyum lebar. “Begitulah kalau menjadi anak perempuan satu-satunya. Kalau aku nggak datang selama beberapa hari, pasti ada yang menelepon. Kalau tidak Mama, Papa, kadang asisten rumah tangga. Ada saja alasan yang diajukan. Yang terbanyak sih, Nadya. Padahal, mereka itu merindukanku,” kelakarnya.“Hahah, aku jadi sangat iri. Aku juga anak perempuan satu-satunya tapi tak ada yang merindukanku seperti itu.”Trisa menatap Wynona sungguh-sungguh. “Aku justru yang iri dengan kemampuan memasakmu, Wyn! Aku semur hidup cuma bisa memasak nasi goreng. Itu pun menggunakan bumbu instan. Kemampuan memasakku nol besar. Padahal Mama jago di dapur. Dan kami terbiasa dimanjakan dengan masakannya.”Setelah kembali ke ruang tamu,
Wynona hampir menabrak dada seseorang saat membalikkan tubuh. Sendok kayu yang dipegangnya, jatuh ke lantai. Tangan kanannya memegang dadaku, seakan dengan begitu rasa kaget gadis itu akan berkurang jauh.“Syukurlah kamu baik-baik saja,” gumamnya dengan ekspresi lega tergambar jelas. Leon pasti tidak pernah tahu kalau Wynona pun tak kalah lega melihatnya.“Kamu mengagetkanku,” bibir Wynona cemberut. Dia hendak berjongkok memungut sendok kayu, tapi Leon bergerak lebih cepat dan menaruh benda itu di wastafel.“Dapurnya indah. Aku suka,” puji Wynona. “Sebentar, aku harus memindahkan mi-nya dulu.”“Butuh mangkuk besar?” Leon membuka sebuah pintu kabinet di bagian atas dan mengeluarkan sebuah mangkuk kaca transparan. “Apakah ini cukup?”Wynona mengangguk. Dengan gerakan hati-hati, dia menyusun mi, kol, dan telur rebus yang sudah dipotong-potong. Saat hendak menua
David menatap Wynona tak percaya. Kemarahan tergambar di setiap gerak tubuhnya. “Putus? Kenapa kamu terlalu cepat mengambil keputusan?”Gadis itu menggeleng. “Ini bukan keputusan yang terburu-buru. Selama ini, aku hanya tidak berani mengakui kenyataan.”“Wynona!”Gadis itu menatap wajah David dengan perasaan campur aduk. Betapa lelaki ini pernah membuat hati Wynona berpesta karena cintanya. Betapa David pernah menjadi orang terpenting dalam hidup gadis itu. Betapa Wynona pernah sangat ingin mengubah dirinya agar menjadi sosok paling diinginkan dalam hidup lelaki ini. Itulah kuncinya, pernah. Artinya, itu sudah berlalu lama, sebelum gadis itu akhirnya diterpa kesadaran. Terlambat, tapi Wynona tidak menilainya sebagai sebuah kefatalan. Dia tidak menyesali semuanya. Gadis itu hanya menganggap semua ini sebagai proses panjang yang mendewasakan.“Wyn, jangan cuma karena masalah ini, hubungan kita m
“Wyn,” David menjajari langkah kekasihnya. Sementara Wynona berusaha berjalan lebih cepat. Dia hampir mencapai pintu gerbang ketika David berhasil meraih lenganku.“Apa kamu tidak mendengarku?” tanyanya marah. Ekspresinya berubah keras.“Aku cuma ingin pulang. Aku tidak mau dihina lagi.”David menggelengkan kepalanya. “Mama hanya ingin tahu tentang kamu.”Wynona menatap David dengan tajam. Andai bisa, dia ingin mengguncang tubuhnya David dan meniupkan kesadaran di benaknya agar lelaki ini melihat fakta yang sebenarnya.“Vid, mamamu tidak menyukaiku. Sampai kapan pun akan tetap seperti itu. Percayalah, tidak akan ada yang berubah. Dan aku tidak nyaman diperlakukan seperti tadi.”David masih memegang lengan Wynona. “Aku tidak mengizinkanmu pulang. Nanti aku akan mengantarmu, Wyn! Sekarang, ayo kita masuk ke dalam lagi,” ajaknya.Wynona menggeleng tegas seraya melepa
Wynona tersenyum kecil menanggapi gurauannya. David nyaris tidak pernah antusias menikmati masakanku. Gadis itu mengitari ruang tamu yang luas itu dengan tatapannya. Ada belasan perempuan paruh baya yang bergaya trendi. Juga ada beberapa gadis muda yang usianya tak jauh beda dengan Wynona. Aneka aroma parfum mahal menyengat hidung. Membuat campuran aneh yang memusingkan kepala Wynona. Semua orang sibuk berbincang seraya menikmati aneka makanan yang tampak lezat. Gadis itu tidak melihat kehadiran ayah dan saudara David lainnya.Irene mendekat ke arah Wynona, Sofia, dan David yang duduk di sebuah sofa panjang. Perempuan itu memilih sofa tunggal di depan mereka. Wynona baru ingat, dia sama sekali tidak diperkenalkan dengan tamu yang ada.“Ma, coba cicipi ini.” Sofia menyodorkan sepotong kecil pie yang dibawa Wynona. Irene menggigit ujungnya sedikit. Entah mengapa, Wynona menjadi tegang karenanya.“Enak,” ujarnya. Namun dia menolak m
Wynona mendesah. “Kukira kamu akan memberiku usul yang masuk akal. Kamu kan tahu apa yang terjadi padaku saat resepsi? Kenapa kamu masih bisa mengusulkan ini?”“Wyn, aku tidak ingin melihatmu sedih atau terluka. Akan tetapi, ada kalanya kita harus berhadapan dengan kepahitan untuk mengetahui apa sebenarnya kebenaran di baliknya. Kalau kamu tidak mau bertemu mamanya David, apa masalah kalian akan selesai? Bukannya malah membuat semuanya menjadi makin rumit?”Wynona mengerutkan alis. “Aku tidak mengerti maksudmu.”Gadis itu mendengar suara tawa ringan di seberang.“Menghindar pasti lebih mudah. Tapi, apa kamu tidak penasaran ingin tahu bagaimana sebenarnya sikap keluarga David? Maksudku, mamanya. Kamu butuh kesempatan untuk bisa menilai dengan objektif. Dan menurutku, ini saat yang tepat.”Wynona tercenung mendengarnya. Keheningan menyergap selama sesaat.Leon bicara lagi. “Sebenarnya
Wynona masih berada di dalam kepungan kabut membingungkan sebagai efek dari kata dan tindakan Leon. Dia masih belum bisa berpikir dengan jernih untuk tahu apa yang sebenarnya diinginkan. Semuanya serba membingungkan. Seakan Wynona berada di sebuah labirin paling rumit di dunia.Lalu, David menghubunginya setelah berhari-hari menghilang tanpa kabar. “Wyn, apa kamu baik-baik saja?” tanyanya penuh perhatian.“Ya,” dusta Wynona sembari menggigit bibir.“Aku minta maaf untuk berbagai masalah di antara kita. Tapi aku ingin menyelesaikannya satu per satu.” Jeda beberapa detik. “Mama ingin bertemu denganmu. Nanti malam bisa?”Wynona benar-benar tak siap dengan permintaan itu. “Nanti malam?”“Iya. Apa kamu tidak bisa? Ada pekerjaan?”“Aku....”Jawaban Wynona belum tuntas tapi sudah menukas dan mendesak. “Tolong luangkan waktu, ya? Aku tidak enak kalau har