Wynona dan David belum sepenuhnya berdamai karena perbincangan mereka belum tuntas. Alhasil, perdebatan tadi masih menggantung begitu saja. Wynona mengalihkan pandangan dan hanya bisa terpana menatap Leon yang berjalan mendekat dengan gaya santai. Lelaki itu mengenakan celana jins model flare-cut berpadu dengan kaus polo berwarna ungu lembut. Langkahnya terlihat pasti, tanpa ada tanda-tanda kegamangan.
Wynona tiba-tiba mengakui dalam hati bahwa hari ini Leon lebih menawan dibanding yang diingat gadis itu. Senyum Leon sudah mengembang sejak lelaki itu menutup pintu mobil dan menatap Wynona. Ajaibnya, gadis itu merasakan ada yang merayapi tulang punggungnya dengan perlahan, rasa hangat nan menenangkan. Sakit kepalanya pun mendadak berangsur berkurang.
“Untuk apa dia ke sini?” geram David, marah.
“Dia temannya Zeus,” balas Wynona tanpa mengalihkan tatapan dari tamu barunya.
“Jadi?” desak David.
Akhirnya Wyn
“Untuk apa kamu ke sini?” Wynona menggigit bibir, sadar jika dia sudah mengucapkan kata-kata yang bernada kasar. Namun Leon tidak tampak terkejut atau terpengaruh. Pria itu duduk di depan Wynona, di kursi yang tadi diduduki oleh David.“Wajahmu pucat. Kamu sakit?” tanya Leon penuh perhatian.Refleks, Wynona meraba pipinya dengan tangan kanan. “Apakah pucat sekali?” tanyanya dengan pikiran mengawang. David bahkan tidak memberi perhatian sama sekali tentang penampilan Wynona. Padahal, saat berhadapan dengan cermin tadi, Wynona bisa melihat air mukanya memang tak sesegar biasa. Kurang tidur dan sakit kepala yang dideritanya, pasti menjadi biang keladi.Namun di saat yang sama, Wynona menyadari dia pun tak memiliki perhatian yang cukup untuk David. Ini hari Minggu dan lelaki itu memakai busana yang biasa dikenakan saat ke kantor. Apakah David terpaksa bekerja di hari liburnya? Wynona merasa bersalah karena dia pun sama tak pekanya
Wynona berdiri lama di depan cermin. Bukan karena terpana oleh bayangan yang terpantul di sana. Karena berbeda dengan kemarin, hari ini dia tak mengenakan tata rias yang membuat penampilan Wynona kian menawan. Melainkan karena ketidakpercayaan gadis itu akan keputusan yang baru saja diambilnya.Wynona yakin bahwa dirinya sudah berubah sinting karena akhirnya menyanggupi ajakan Leon untuk berkenalan dengan keluarganya. Gadis itu bertanya-tanya sendiri, apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya?Baru sehari sebelumnya dia diperkenalkan dengan keluarga David dan menuai reaksi yang tak mengenakkan. Bahkan jejak rasa sakitnya masih terasa hingga kini. Akan tetapi, apa yang dilakukannya hari ini? Wynona malah menyetujui ajakan Leon, lelaki yang notabene masih merupakan orang asing untuknya. Gadis itu belum lama mengenal Leon dan tidak terlalu tahu akan sosoknya. Namun anehnya, Wynona kadang terdorong melakukan hal-hal yang melampaui garis batas yang kutentukan sendiri.
“Aku lagi mengingat sesuatu yang lucu,” Wynona beralasan.“Apa itu?” desaknya. “Pasti sesuatu itu berhubungan denganku. Jangan mengelak!”Tawa geli Wynona pun pecah. “Apa kamu ingat waktu kita masak sup cumi asam pedas? Awas kalau lupa karena peristiwa itu baru berlalu beberapa hari.”Kepala Leon terangguk. “Tentu saja aku ingat. Memangnya kenapa? Kamu ingin dibawakan cumi dan udang lagi?” tebaknya.“Bukan itu,” geleng Wynona. “Menurutku, saat kamu menghaluskan bumbu untuk cumi, itu sesuatu yang sangat menggelikan. Kamu....” Wynona kesulitan menemukan kata-kata yang pas. Alisnya berkerut. “Yah, pokoknya lucu sekaligus istimewa. Karena sangat langka ada laki-laki keren yang mau melakukan itu? Sumpah, aku betul-betul terpesona. Kurasa, itu akan menjadi salah satu momen yang nggak akan kulupakan seumur hidup. Apa....”Kata-kata Wynona menggantun
Selama ini, Wynona mengenal Prisca yang tenang, santai, dan dewasa. Meski suka mengomel dan merengut di depan Wynona, tapi biasanya karena berpura-pura belaka. Prisca memang sering berakting galak dengan sengaja.Baru kali ini Wynona melihat versi lain dari sepupunya itu. Apakah seperti ini sikapnya saat berhadapan dengan seseorang yang menarik perhatiannya? Di mata Wynona,, Prisca memberi isyarat yang jelas bahwa dia menaruh perhatian pada Leon. Gadis itu tak malu-malu memberikan atensinya. Untuk alasan yang Wynona tahu pasti, hal itu membuat hatinya terasa dicubit. Padahal, tak seharusnya ada perasaan semacam itu dikecapnya jika berkaitan dengan lelaki selain David, kan?Bukannya berpikir dengan logis, Wynona malah tergoda untuk melakukan sesuatu yang impulsif. Betapa gadis itu sangat ingin menarik Leon agar berdiri di belakangnya. Sekaligus menegaskan pada Prisca bahwa pria ini telah lebih dulu memiliki perasaan pada Wynona. Akan tetapi, tingkah semacam itu pasti sa
Mobil yang dikemudikan Leon berbelok ke sebuah perumahan di daerah Cipendawa. Kontur tanah area itu yang berbukit-bukit. Meski berlabel “perumahan”, para penghuninya membangun sendiri model rumah yang mereka sukai. Jadi, bukan jenis perumahan dengan rumah yang bermodel senada.Sekitar tujuh puluh meter dari pintu gerbang, Leon kembali berbelok ke kiri. Wynona tiba-tiba dicekam rasa cemas yang besar. Kedua tangan gadis itu mengepal di pangkuang. Dia bertanya pada diri sendiri, apa yang dilakukannya saat ini? Mengapa dia mau saja diajak Leon untuk bertemu dengan keluarga lelaki itu?“Leon,” panggil Wynona pelan. Pria itu baru saja mematikan mesin. Dia menghentikan gerakannya untuk membuka sabuk pengaman. Leon memalingkan wajah dan menatap gadis di sebelahnya itu dengan penuh perhatian.“Kenapa? Jangan cemas! Jangan merasa terbebani. Ingat, aku cuma mau memperkenalkan seorang teman,” senyumnya menenangkan. Leon tampaknya bisa mem
“Rumahmu nyaman,” komentar Wynona, jujur.“Terima kasih. Rumahmu pun sama. Aku sangat suka karena ada banyak jendela yang membuat sirkulasi udara yang lancar. Juga konsep taman kecil di antara dua dapur itu,” balas Leon. “Tapi kalau kamu lebih suka di sini, aku tak keberatan kita bertukar tempat tinggal,” selorohnya.Wynona tertawa kecil sambil menaiki tangga, dia membayangkan taman yang dimaksud Leon. Di antara dapur keluarga dan dapur khusus untuk katering, memang sengaja dibuat taman kecil yang terbuka. Sehingga menimbulkan kesan nyaman sekaligus lapang.“Leon, apa kira-kira pendapat orangtuamu padaku?” Wynona tak kuasa menahan pertanyaan yang muncul akibat mencuatnya rasa cemas yang merayapi sekujur tubuh gadis itu. Tampaknya, pertemuan dengan keluarga David kemarin, membuatnya agak trauma.“Pendapat mereka? Bagaimana kalau kita tanyakan saja nanti?” Leon tersenyum geli.Melihat
“Ma, Wynona ini jago masak, lho!” kata Leon.Wynona menjadi jengah sekaligus cemas. Jengah, karena Leon bersikap seakan kemampuan memasak gadis itu adalah hal yang sangat penting dan hebat. Nada bangga di suaranya membuat Wynona merasa melayang. Cemas, karena kenyataan bahwa Wynona meninggalkan pekerjaannya di sebuah perusahaan manufaktur ternama dan memilih mengelola katering rumahan, akan segera terkuak. Respons Irene kemarin masih menyisakan kengerian yang tak sepenuhnya dipahami Wynona.“Kamu sudah mengulang-ulang informasi itu dalam kurun waktu beberapa minggu terakhir.” Sarah mengulum senyum. “Harusnya Wynona yang kita mintai bantuan untuk memasak malam ini, ya? Walau nggak ada acara spesial, cuma makan malam biasa.”Wynona benar-benar merasakan pipinya membara tapi dia tak tahu bagaimana harus merespons ucapan ibu kandung Leon itu.“Wynona jago masak? Wah, kebetulan kalau begitu,” celetuk Trisa yang b
“Ma, masalah menunya dilanjutkan nanti saja, ya? Ini sudah waktunya makan malam. Aku membawa Wynona ke sini bukan untuk dibiarkan kelaparan,” cetus Leon pada satu kesempatan. “Lagi pula, ini kan hari istimewa untuk Mama dan Papa. Kenapa tamunya malah nggak dijamu? Padahal, kita cuma kedatangan satu orang tamu saja.”Sarah terkekeh sembari membenarkan ucapan Leon. Keluarga lelaki itu berhasil mengajak Wynona bergabung di meja makan tanpa membuat gadis itu merasa tertekan sama sekali. Ada banyak menu yang memenuhi meja makan. Tidak ada kue tart atau semacamnya. Perayaan ulang tahun pernikahan itu sederhana tapi begitu hangat.“Aku menyukai keluargamu,” puji Wynona di perjalanan pulang. “Hangat, bersahabat, dan membuatku merasa nyaman.”Leon tertawa kecil. “Aku kan sudah bilang, keluargaku tidak menggigit.”Wynona mencibir ke arahnya. Tadi, saat mereka berada di rumah lelaki itu, Leon tidak banyak b
Wynona memasuki masa berkabung karena patah hati tanpa air mata atau kesedihan yang berlarut-larut. Kendati berpisah dari David setelah hubungan selama sembilan tahun, tetap saja bukan hal yang mudah untuk dihadapi. Akhir hubungan mereka begitu tak menyenangkan karena sikap David dan keluarganya. Namun Wynona makin yakin dia sudah mengambil keputusan yang tepat.Ada beberapa sebab, tak cuma melulu “dosa” David saja, melainkan juga kesalahan Wynona. Sejak malam itu, David bahkan tak berusaha menghubungi Wynona lagi. Lelaki itu seolah menghilang begitu saja. Sembilan tahun yang mereka miliki bersama-sama, tak penting. Wynona pun tampaknya dianggap bukan lagi perempuan yang pantas untuk diperjuangkan.Sementara dari sisinya, Wynona kian yakin bahwa perasaannya pada David sudah benar-benar tawar. Hatinya sudah berubah. Gadis itu tak keberatan disalahkan karena seolah memberi peluang pada Leon untuk masuk dalam hidupnya.Dia tak akan menampik hal itu. Nam
Kata-kata yang dilontarkan orangtua Leon itu membuat Wynona benar-benar merasa dihargai. Dia tak bisa mencegah rasa haru menusuk-nusuk dadanya. Namun. Tentu saja dia tak boleh menangis lagi di sini. Sudah cukup air mata yang ditumpahkannya hari ini.“Wyn, mau main ludo atau halma?” Suara erangan terdengar dari berbagai arah sebagai respon untuk kata-kata Anton. Lelaki itu menunjukkan ekspresi tak berdosa saat membela diri. “Papa kan belum pernah main ular tangga dengan Wynona.”“Tolong Pa, kreatiflah sedikit. Setiap tamu selalu diajak main halma atau ludo. Apa tidak ada yang lain?” gerutu Trisa. Lalu, perempuan itu bicara pada tamunya. “Wyn, kapan kamu bisa mengirim daftar belanjaan untuk minggu depan? Lebih cepat lebih baik, kan?”“Iya Kak, aku akan menyiapkan daftarnya secepatnya. Besok atau paling telat lusa,” janji Wynona.Trisa mengangguk senang. “Mungkin sehari sebelum acara, akan leb
“Tidak apa-apa. Walau sebenarnya aku ke sini cuma ingin bertemu Om, Tante, dan Kakak,” sahut Wynona. “Agak pesimis juga awalnya, karena menurut Leon, Kakak nggak tinggal di sini.”Trisa tersenyum lebar. “Begitulah kalau menjadi anak perempuan satu-satunya. Kalau aku nggak datang selama beberapa hari, pasti ada yang menelepon. Kalau tidak Mama, Papa, kadang asisten rumah tangga. Ada saja alasan yang diajukan. Yang terbanyak sih, Nadya. Padahal, mereka itu merindukanku,” kelakarnya.“Hahah, aku jadi sangat iri. Aku juga anak perempuan satu-satunya tapi tak ada yang merindukanku seperti itu.”Trisa menatap Wynona sungguh-sungguh. “Aku justru yang iri dengan kemampuan memasakmu, Wyn! Aku semur hidup cuma bisa memasak nasi goreng. Itu pun menggunakan bumbu instan. Kemampuan memasakku nol besar. Padahal Mama jago di dapur. Dan kami terbiasa dimanjakan dengan masakannya.”Setelah kembali ke ruang tamu,
Wynona hampir menabrak dada seseorang saat membalikkan tubuh. Sendok kayu yang dipegangnya, jatuh ke lantai. Tangan kanannya memegang dadaku, seakan dengan begitu rasa kaget gadis itu akan berkurang jauh.“Syukurlah kamu baik-baik saja,” gumamnya dengan ekspresi lega tergambar jelas. Leon pasti tidak pernah tahu kalau Wynona pun tak kalah lega melihatnya.“Kamu mengagetkanku,” bibir Wynona cemberut. Dia hendak berjongkok memungut sendok kayu, tapi Leon bergerak lebih cepat dan menaruh benda itu di wastafel.“Dapurnya indah. Aku suka,” puji Wynona. “Sebentar, aku harus memindahkan mi-nya dulu.”“Butuh mangkuk besar?” Leon membuka sebuah pintu kabinet di bagian atas dan mengeluarkan sebuah mangkuk kaca transparan. “Apakah ini cukup?”Wynona mengangguk. Dengan gerakan hati-hati, dia menyusun mi, kol, dan telur rebus yang sudah dipotong-potong. Saat hendak menua
David menatap Wynona tak percaya. Kemarahan tergambar di setiap gerak tubuhnya. “Putus? Kenapa kamu terlalu cepat mengambil keputusan?”Gadis itu menggeleng. “Ini bukan keputusan yang terburu-buru. Selama ini, aku hanya tidak berani mengakui kenyataan.”“Wynona!”Gadis itu menatap wajah David dengan perasaan campur aduk. Betapa lelaki ini pernah membuat hati Wynona berpesta karena cintanya. Betapa David pernah menjadi orang terpenting dalam hidup gadis itu. Betapa Wynona pernah sangat ingin mengubah dirinya agar menjadi sosok paling diinginkan dalam hidup lelaki ini. Itulah kuncinya, pernah. Artinya, itu sudah berlalu lama, sebelum gadis itu akhirnya diterpa kesadaran. Terlambat, tapi Wynona tidak menilainya sebagai sebuah kefatalan. Dia tidak menyesali semuanya. Gadis itu hanya menganggap semua ini sebagai proses panjang yang mendewasakan.“Wyn, jangan cuma karena masalah ini, hubungan kita m
“Wyn,” David menjajari langkah kekasihnya. Sementara Wynona berusaha berjalan lebih cepat. Dia hampir mencapai pintu gerbang ketika David berhasil meraih lenganku.“Apa kamu tidak mendengarku?” tanyanya marah. Ekspresinya berubah keras.“Aku cuma ingin pulang. Aku tidak mau dihina lagi.”David menggelengkan kepalanya. “Mama hanya ingin tahu tentang kamu.”Wynona menatap David dengan tajam. Andai bisa, dia ingin mengguncang tubuhnya David dan meniupkan kesadaran di benaknya agar lelaki ini melihat fakta yang sebenarnya.“Vid, mamamu tidak menyukaiku. Sampai kapan pun akan tetap seperti itu. Percayalah, tidak akan ada yang berubah. Dan aku tidak nyaman diperlakukan seperti tadi.”David masih memegang lengan Wynona. “Aku tidak mengizinkanmu pulang. Nanti aku akan mengantarmu, Wyn! Sekarang, ayo kita masuk ke dalam lagi,” ajaknya.Wynona menggeleng tegas seraya melepa
Wynona tersenyum kecil menanggapi gurauannya. David nyaris tidak pernah antusias menikmati masakanku. Gadis itu mengitari ruang tamu yang luas itu dengan tatapannya. Ada belasan perempuan paruh baya yang bergaya trendi. Juga ada beberapa gadis muda yang usianya tak jauh beda dengan Wynona. Aneka aroma parfum mahal menyengat hidung. Membuat campuran aneh yang memusingkan kepala Wynona. Semua orang sibuk berbincang seraya menikmati aneka makanan yang tampak lezat. Gadis itu tidak melihat kehadiran ayah dan saudara David lainnya.Irene mendekat ke arah Wynona, Sofia, dan David yang duduk di sebuah sofa panjang. Perempuan itu memilih sofa tunggal di depan mereka. Wynona baru ingat, dia sama sekali tidak diperkenalkan dengan tamu yang ada.“Ma, coba cicipi ini.” Sofia menyodorkan sepotong kecil pie yang dibawa Wynona. Irene menggigit ujungnya sedikit. Entah mengapa, Wynona menjadi tegang karenanya.“Enak,” ujarnya. Namun dia menolak m
Wynona mendesah. “Kukira kamu akan memberiku usul yang masuk akal. Kamu kan tahu apa yang terjadi padaku saat resepsi? Kenapa kamu masih bisa mengusulkan ini?”“Wyn, aku tidak ingin melihatmu sedih atau terluka. Akan tetapi, ada kalanya kita harus berhadapan dengan kepahitan untuk mengetahui apa sebenarnya kebenaran di baliknya. Kalau kamu tidak mau bertemu mamanya David, apa masalah kalian akan selesai? Bukannya malah membuat semuanya menjadi makin rumit?”Wynona mengerutkan alis. “Aku tidak mengerti maksudmu.”Gadis itu mendengar suara tawa ringan di seberang.“Menghindar pasti lebih mudah. Tapi, apa kamu tidak penasaran ingin tahu bagaimana sebenarnya sikap keluarga David? Maksudku, mamanya. Kamu butuh kesempatan untuk bisa menilai dengan objektif. Dan menurutku, ini saat yang tepat.”Wynona tercenung mendengarnya. Keheningan menyergap selama sesaat.Leon bicara lagi. “Sebenarnya
Wynona masih berada di dalam kepungan kabut membingungkan sebagai efek dari kata dan tindakan Leon. Dia masih belum bisa berpikir dengan jernih untuk tahu apa yang sebenarnya diinginkan. Semuanya serba membingungkan. Seakan Wynona berada di sebuah labirin paling rumit di dunia.Lalu, David menghubunginya setelah berhari-hari menghilang tanpa kabar. “Wyn, apa kamu baik-baik saja?” tanyanya penuh perhatian.“Ya,” dusta Wynona sembari menggigit bibir.“Aku minta maaf untuk berbagai masalah di antara kita. Tapi aku ingin menyelesaikannya satu per satu.” Jeda beberapa detik. “Mama ingin bertemu denganmu. Nanti malam bisa?”Wynona benar-benar tak siap dengan permintaan itu. “Nanti malam?”“Iya. Apa kamu tidak bisa? Ada pekerjaan?”“Aku....”Jawaban Wynona belum tuntas tapi sudah menukas dan mendesak. “Tolong luangkan waktu, ya? Aku tidak enak kalau har