Johan dan Mila membeku akibat keterkejutannya mendengar pengakuan dari Xavier. “K-kau mencintai Jasmine?” Mila nyaris tak bisa berkata-kata. Pun Johan yang mendengar belum bisa berkata apa pun, akibat keterkejutan ini. Xavier mengangguk tanpa ragu. “Empat tahun lalu, aku dan Jasmine adalah sepasang kekasih. Dan aku meninggalkannya karena dulu aku seorang pecundang. Aku mencintai Jasmine. Ini semua salahku. Jujur, aku sama sekali tidak menyangka Jelena adalah kakak Jasmine.” Air mata Jelena berlinang mendengar pengakuan jujur dari Xavier. Dia menginginkan sejak dulu ungkapan cinta dari Xavier, tapi sayangnya semua itu hanyalah mimpi yang tak akan pernah bisa menjadi sebuah kenyataan. “Aku dan Xavier sudah berakhir! Aku mohon hentikan semua ini!” seru Jasmine dengan air mata yang juga berlinang. Dia lelah. Sangat lelah. Baginya tidak ada apa pun antara dirinya dan Xavier. Kisahnya dengan Xavier telah usai. Xavier menatap dingin dan tegas Jasmine. “Kisah kita tidak pernah usai. Kau
Jasmine ingin sekali bicara dengan Jelena, tapi pintu kamar kakaknya sudah terkunci dan tertutup rapat. Dia ingin sedikit memberikan penjelasan pada Jelena—sayangnya kakaknya itu sama sekali tidak memberikan akses untuknya bicara. Ini tidak seperti yang Jelena pikirkan. Jasmine bersumpah tak pernah sedikit pun berniat mengambil Xavier dari hidup Jelena.Suara dering ponsel Jasmine berbunyi. Jasmine yang berdiri di depan kamar Jelena, menyingkir menjauh di kala ponselnya berbunyi. Tampak tatapan Jasmine menatap bingung nomor asing yang menghubunginya. Nomor itu sama sekali tidak dikenal oleh Jasmine. Awalnya, Jasmine ingin menolak panggilan telepon itu, tapi hatinya tergerak untuk menjawab panggilan telepon tersebut.“Halo?” sapa Jasmine di kala panggilan terhubung.“Kau Jasmine?” tanya seorang suara wanita paruh baya dari seberang sana. “Ya, aku Jasmine. Maaf, kau siapa?”“Fanny Coldwell. Aku ibu Xavier.” Jasmine terdiam di kala tahu yang menghubunginya adalah ibu Xavier. Dia yakin
“Apa yang ibuku bicarakan padamu?” tanya Xavier pada Jasmine pertama kali di kala dirinya tiba di penthouse miliknya. Pria itu mengajak Jasmine ke penthouse-nya untuk berbicara empat mata.Jasmine mengembuskan napas kasar, mengatur emosi dalam dirinya. Ternyata ini yang ditanyakan Xavier. Pria itu tahu ke mana dirinya pergi. “Kau bisa tanyakan langsung pada ibumu apa yang dia bicarakan.”“Jasmine.” Xavier meraih tangan Jasmine.Jasmine menghentak kasar tangan Xavier. “Bisakah kau berhenti menggangguku? Bisakah kau enyah dari hadapanku? Bisakah kau tidak lagi mengejarku?! Aku muak, Xavier! Aku muak denganmu! Aku tidak ingin berada di dekatmu! Aku tidak ingin melihatmu!” Kata-kata keras Jasmine ucapkan bercampur dengan mata yang sudah memerah menahan air mata.“Teruslah mengusirku, Jasmine. Teruslah mengabaikanku. Teruslah memintaku untuk menjauh dariku. Sekarang sudah waktunya aku yang mengejarmu. Sekarang sudah waktunya aku yang berjuang.” Xavier mengatakan dengan tegas penuh penekana
Fanny dan Gideon masih membeku di tempatnya melihat adegan di mana Xavier memeluk Jelena. Kata-kata Xavier yang mengatakan bahwa Jasmine pernah mengandung anak Xavier, membuat mereka bungkam akibat keterkejutan nyata.“X-Xavier, maafkan Mommy.” Fanny berucap penuh sesal. Dia mengingat kata-katanya tadi sangatlah menyakitkan di hati Jasmine.Jelena mengurai pelukan itu, dan menoleh menatap Fanny. “Mom, Jasmine pasti akan memaafkanmu. Aku sangat mengenal Jasmine. Dia bukan orang yang suka menyimpan dendam pada seseorang.”Xavier menatap Jelena dengan tatapan penuh rasa terima kasih. “Jelena, thanks untuk kebesaran hatimu menerima ini.”Jelena menyeka air matanya. “Aku memang marah dan kecewa, karena kau menutupi ini dariku, Xavier. Tapi aku sadar bahwa kau pasti berat untuk menceritakan semuanya padaku di awal. Kisahmu dan aku telah berakhir. Sekarang waktunya kau memperjuangkan Jasmine. Lakukan yang terbaik Xavier. Aku akan menjadi orang yang paling bahagia, jika melihatmu dan adikku b
Dua minggu berlalu … Pantai Nusa Dua, Bali, Indonesia. Jasmine duduk di pasir seraya menikmati pagi indah di Pantai Nusa Dua bali. Tanpa terasa sudah dua minggu Jasmine meninggalkan kota London. Bali adalah kota yang dipilih Jasmine, untuk menjadi tempat melarikan diri. Wanita cantik itu membutuhkan sebuah tempat yang jauh.Tidak ada yang mengenal Jasmine di sini. Tidak ada yang mengganggu ketenangan Jasmine di sini. Inilah yang wanita itu inginkan. Jasmine tidak ingin ada yang mengenal atau mengganggu ketenangan serta kedamaian hatinya.Jasmine telah mengganti nomor ponselnya. Dia membuang nomor lamanya demi tidak diganggu oleh siapa pun. Bukan bermaksud untuk menghindar, tapi dia membutuhkan ruang waktu sendiri.Jasmine bangkit berdiri, berjalan dengan kaki telanjang di pasir—menuju ke hotel yang dia tempati selama di Bali. Butuh penyesuaian yang tidak biasa. Jasmine di sini hanya seorang diri, penyesuain yang dia lakukan bisa dikatakan cukup baik. Hal yang Jasmine sukai dari Indo
Jasmine masih belum percaya sepenuhnya dengan hasil test kehamilan yang bisa dilakukan tadi pagi. Dalam benaknya test kehamilan bisa saja mengalami kesalahan. Pun dia mencari-cari di internet, bahwa test kehamilan bisa saja salah. Hal tersebut yang membuat Jasmine, sedikit lebih tenang.Terlambat datang bulan belum tentu hamil. Bisa juga karena stress berat, membuatnya menjadi terlambat datang bulan. Ya, itu yang ada di dalam pikiran Jasmine. Dia tidak mau langsung menarik kesimpulan dirinya mengandung anak Xavier. Sudah cukup dia pernah sekali mengandung anak Xavier, untuk kedua kalinya dia tidak akan mau. Sebab, dia tahu anak ini akan menjadi duri di hubungan Xavier dan Jelena.“Aku harus ke dokter sekarang.” Jasmine bergumam pelan, meneguhkan dirinya, untuk ke dokter kandungan. Cara akurat mengetahui kebenaran tentang dirinya hamil, atau tidak adalah ke dokter kandungan.Jasmine menatap cermin. Wanita berparas cantik itu hanya menggunakan riasan tipis, yang bahkan nyaris tak terlih
Tubuh Jasmine membeku terkenjut di kala melihat sosok pria yang ada di hadapannya. Seperti bumi yang berhenti pada porosnya, nyaris saja tubuh Jasmine ambruk. Beruntung, Jasmine mundur beberapa langkah, menyandarkan punggungnya ke dinding—demi bisa menjaga keseimbangan badannya.“K-kau … k-kau—” Lidah Jasmine seolah kelu melihat keberadaan Xavier di hadapannya. Dia meyakinkan bahwa apa yang dia lihat ini adalah mimpi, tapi tidak! Ini sangatlah nyata. Sosok pria yang ada di hadapannya nyata.“I found you.” Xavier mendekat ke arah Jasmine, tapi sayangnya dia mendapatkan penolakan.“Stop! Berhenti di sana!” sentak Jasmine dengan mata yang sudah berkaca-kaca.Xavier mengembuskan napas penuh penyesalan. “Aku tahu kau tinggal di Bali. Aku selalu mengawasimu dari kejauhan, Jasmine.”Jasmine tak percaya mendengar apa yang dikatakan Xavier. “K-kau berada di Bali? K-kau mengawasiku?”Xavier mengangguk tanpa ragu. “Kau pikir aku akan menyerah? Tidak akan. Aku akan menyerah padamu, jika aku tidak
“Tuan, tadi saya lihat Nona Jasmine hanya makan sedikit, lalu tertidur.” Iram melaporkan pada Xavier. “Dan ini obat yang Anda minta, Tuan. Obat penguat kandungan ini bisa dicampurkan ke makanan atau minuman, jika Nona Jasmine tidak ingin meminumnya. Sebelumnya saya sudah menanyakan hal itu pada dokter kandungan.” Lanjutnya sambil memberikan obat pada Xavier.Sebelumnya, Xavier meminta sang asisten untuk membeli obat yang telah diresepkan dokter kandungan untuk Jasmine. Tadi resep obat dirobek oleh Jasmine. Hal tersebut membuat Xavier mengambil tindakan yaitu membeli obat yang harus dikonsumsi oleh Jasmine.“Biar saja. Yang paling penting dia sudah makan, meski sedikit.” Xavier menjawab laporan Iram.Iram mengangguk patuh. “Tuan, apakah Anda akan langsung memberi tahu Nona Jelena tentang ini?” tanyanya sopan.Xavier berada di depan kamar, belum masuk ke dalam kamar. Dia tidak ingin percakapannya dengan Iram didengar oleh Jasmine. Apalagi sekarang Jasmine sedang tertidur pulas.“Belum.