“Apa yang ibuku bicarakan padamu?” tanya Xavier pada Jasmine pertama kali di kala dirinya tiba di penthouse miliknya. Pria itu mengajak Jasmine ke penthouse-nya untuk berbicara empat mata.Jasmine mengembuskan napas kasar, mengatur emosi dalam dirinya. Ternyata ini yang ditanyakan Xavier. Pria itu tahu ke mana dirinya pergi. “Kau bisa tanyakan langsung pada ibumu apa yang dia bicarakan.”“Jasmine.” Xavier meraih tangan Jasmine.Jasmine menghentak kasar tangan Xavier. “Bisakah kau berhenti menggangguku? Bisakah kau enyah dari hadapanku? Bisakah kau tidak lagi mengejarku?! Aku muak, Xavier! Aku muak denganmu! Aku tidak ingin berada di dekatmu! Aku tidak ingin melihatmu!” Kata-kata keras Jasmine ucapkan bercampur dengan mata yang sudah memerah menahan air mata.“Teruslah mengusirku, Jasmine. Teruslah mengabaikanku. Teruslah memintaku untuk menjauh dariku. Sekarang sudah waktunya aku yang mengejarmu. Sekarang sudah waktunya aku yang berjuang.” Xavier mengatakan dengan tegas penuh penekana
Fanny dan Gideon masih membeku di tempatnya melihat adegan di mana Xavier memeluk Jelena. Kata-kata Xavier yang mengatakan bahwa Jasmine pernah mengandung anak Xavier, membuat mereka bungkam akibat keterkejutan nyata.“X-Xavier, maafkan Mommy.” Fanny berucap penuh sesal. Dia mengingat kata-katanya tadi sangatlah menyakitkan di hati Jasmine.Jelena mengurai pelukan itu, dan menoleh menatap Fanny. “Mom, Jasmine pasti akan memaafkanmu. Aku sangat mengenal Jasmine. Dia bukan orang yang suka menyimpan dendam pada seseorang.”Xavier menatap Jelena dengan tatapan penuh rasa terima kasih. “Jelena, thanks untuk kebesaran hatimu menerima ini.”Jelena menyeka air matanya. “Aku memang marah dan kecewa, karena kau menutupi ini dariku, Xavier. Tapi aku sadar bahwa kau pasti berat untuk menceritakan semuanya padaku di awal. Kisahmu dan aku telah berakhir. Sekarang waktunya kau memperjuangkan Jasmine. Lakukan yang terbaik Xavier. Aku akan menjadi orang yang paling bahagia, jika melihatmu dan adikku b
Dua minggu berlalu … Pantai Nusa Dua, Bali, Indonesia. Jasmine duduk di pasir seraya menikmati pagi indah di Pantai Nusa Dua bali. Tanpa terasa sudah dua minggu Jasmine meninggalkan kota London. Bali adalah kota yang dipilih Jasmine, untuk menjadi tempat melarikan diri. Wanita cantik itu membutuhkan sebuah tempat yang jauh.Tidak ada yang mengenal Jasmine di sini. Tidak ada yang mengganggu ketenangan Jasmine di sini. Inilah yang wanita itu inginkan. Jasmine tidak ingin ada yang mengenal atau mengganggu ketenangan serta kedamaian hatinya.Jasmine telah mengganti nomor ponselnya. Dia membuang nomor lamanya demi tidak diganggu oleh siapa pun. Bukan bermaksud untuk menghindar, tapi dia membutuhkan ruang waktu sendiri.Jasmine bangkit berdiri, berjalan dengan kaki telanjang di pasir—menuju ke hotel yang dia tempati selama di Bali. Butuh penyesuaian yang tidak biasa. Jasmine di sini hanya seorang diri, penyesuain yang dia lakukan bisa dikatakan cukup baik. Hal yang Jasmine sukai dari Indo
Jasmine masih belum percaya sepenuhnya dengan hasil test kehamilan yang bisa dilakukan tadi pagi. Dalam benaknya test kehamilan bisa saja mengalami kesalahan. Pun dia mencari-cari di internet, bahwa test kehamilan bisa saja salah. Hal tersebut yang membuat Jasmine, sedikit lebih tenang.Terlambat datang bulan belum tentu hamil. Bisa juga karena stress berat, membuatnya menjadi terlambat datang bulan. Ya, itu yang ada di dalam pikiran Jasmine. Dia tidak mau langsung menarik kesimpulan dirinya mengandung anak Xavier. Sudah cukup dia pernah sekali mengandung anak Xavier, untuk kedua kalinya dia tidak akan mau. Sebab, dia tahu anak ini akan menjadi duri di hubungan Xavier dan Jelena.“Aku harus ke dokter sekarang.” Jasmine bergumam pelan, meneguhkan dirinya, untuk ke dokter kandungan. Cara akurat mengetahui kebenaran tentang dirinya hamil, atau tidak adalah ke dokter kandungan.Jasmine menatap cermin. Wanita berparas cantik itu hanya menggunakan riasan tipis, yang bahkan nyaris tak terlih
Tubuh Jasmine membeku terkenjut di kala melihat sosok pria yang ada di hadapannya. Seperti bumi yang berhenti pada porosnya, nyaris saja tubuh Jasmine ambruk. Beruntung, Jasmine mundur beberapa langkah, menyandarkan punggungnya ke dinding—demi bisa menjaga keseimbangan badannya.“K-kau … k-kau—” Lidah Jasmine seolah kelu melihat keberadaan Xavier di hadapannya. Dia meyakinkan bahwa apa yang dia lihat ini adalah mimpi, tapi tidak! Ini sangatlah nyata. Sosok pria yang ada di hadapannya nyata.“I found you.” Xavier mendekat ke arah Jasmine, tapi sayangnya dia mendapatkan penolakan.“Stop! Berhenti di sana!” sentak Jasmine dengan mata yang sudah berkaca-kaca.Xavier mengembuskan napas penuh penyesalan. “Aku tahu kau tinggal di Bali. Aku selalu mengawasimu dari kejauhan, Jasmine.”Jasmine tak percaya mendengar apa yang dikatakan Xavier. “K-kau berada di Bali? K-kau mengawasiku?”Xavier mengangguk tanpa ragu. “Kau pikir aku akan menyerah? Tidak akan. Aku akan menyerah padamu, jika aku tidak
“Tuan, tadi saya lihat Nona Jasmine hanya makan sedikit, lalu tertidur.” Iram melaporkan pada Xavier. “Dan ini obat yang Anda minta, Tuan. Obat penguat kandungan ini bisa dicampurkan ke makanan atau minuman, jika Nona Jasmine tidak ingin meminumnya. Sebelumnya saya sudah menanyakan hal itu pada dokter kandungan.” Lanjutnya sambil memberikan obat pada Xavier.Sebelumnya, Xavier meminta sang asisten untuk membeli obat yang telah diresepkan dokter kandungan untuk Jasmine. Tadi resep obat dirobek oleh Jasmine. Hal tersebut membuat Xavier mengambil tindakan yaitu membeli obat yang harus dikonsumsi oleh Jasmine.“Biar saja. Yang paling penting dia sudah makan, meski sedikit.” Xavier menjawab laporan Iram.Iram mengangguk patuh. “Tuan, apakah Anda akan langsung memberi tahu Nona Jelena tentang ini?” tanyanya sopan.Xavier berada di depan kamar, belum masuk ke dalam kamar. Dia tidak ingin percakapannya dengan Iram didengar oleh Jasmine. Apalagi sekarang Jasmine sedang tertidur pulas.“Belum.
Jasmine sudah berada di dalam taksi. Dia lega ketika sudah mendapatkan obat, taksi lewat di hadapannya—seolah semesta ingin melancarkan niatnya. Dia memasukan obat yang dia dapat ke dalam tas. Dia mengambil ponselnya hendak ingin memesan tiket secara online. Namun, alih-alih memesan tiket, malah yang dilakukan Jasmine adalah melihat foto lamanya dengan Xavier yang tersimpan di email-nya.Jasmine sudah berusaha keras ingin menghapus foto lamanya dengan Xavier, tapi dirinya tidak pernah bisa sanggup. Selalu saja ada halangan besar yang membuatnya berakhir dengan mengurungkan niatnya untuk menghapus foto. Akhirnya yang dilakukan waktu itu adalah menyimpan di google drive.“Ck! Jasmine, kenapa kau sangat bodoh?” gerutu Jasmine pada dirinya sendiri.Jasmine berusaha menepis pikirannya. Dia tidak mau mengingat apa yang sudah berlalu. Sekarang yang dilakukannya adalah mencari tiket pesawat. Namun, tiba-tiba saja ingatan Jasmine mengingat akan sesuatu hal.“Pasporku!” gumam Jasmine panik di k
Jasmine duduk di ranjang, dengan sorot mata lurus ke depan menyimpan jutaan hal di sana. Pasca pengakuan cintanya pada Xavier, dia diam seribu bahasa. Semua isi hatinya telah dia curahkan pada Xavier. Dinding pertahannya telah dia runtuhkan sendiri. Cinta dan benci yang melebur menjadi satu, sayangnya dominasi cinta jauh lebih besar hingga Jasmine tak lagi bisa menahan dirinya.Xavier duduk di tepi ranjang dan mengusap lembut perut Jasmine yang masih rata. “Kau tidak pernah membayangkan betapa bahagianya diriku, saat tahu kau sedang hamil.”“Kehamilanku, akan menyakiti banyak orang,” ucap Jasmine pelan, dengan raut wajah muram dan sedih.Xavier mengecupi perut Jasmine, lalu mengecupi leher wanita itu. “Kau salah. Kehamilanmu akan membuat banyak orang bahagia.”“Xavier, tapi—” Perkataan Jasmine terpotong di kala Xavier melumat bibirnya.Jasmine mendorong pelan dada bidang Xavier agar ciuman itu terlepas, tapi sayangnya terasa sangatlah sulit. Bibir pria itu terlalu sangat lembut. Sampa
Pagi-pagi, Xavier sudah meminta sopir menjemput kedua anaknya. Ya, pria itu tak ingin merusak rencana yang sudah dia buat. Untungnya keluarganya dan keluarga Jasmine mengerti bahwa Xavier ingin mengajak Jasmine dan juga dua anaknya berlibur.“Xavier, kenapa kita harus membawa paspor?” tanya Jasmine bingung.Xavier membelai lembut pipi Jasmine. “Kita akan pergi ke luar negeri, Sayang. Tentunya membutuhkan paspor.”Mata Jasmine membelalak terkejut. “Apa? Kau ingin mengajakku dan anak-anak ke luar negeri? Kenapa mendadak sekali, Sayang. Aku pikir kau hanya mengajakku berlibur ke luar kota saja.” Jasmine sama sekali tidak menyangka Xavier akan mengajaknya dan anak-anak berlibur ke luar negeri. Dia pikir Xavier akan mengajak berlibur ke luar kota saja. Namun, ternyata dugaannya salah besar. Suaminya itu malah mengajaknya untuk berlibur ke luar negeri.Xavier mendekat, dan memeluk pinggang istrinya itu. “Aku ingin mengajakmu ke negara yang ingin kau kunjungi. Tahun lalu kita tidak jadi ke
Jasmine dan Xavier harus merelakan dua anaknya dibawa oleh keluarga mereka. Sopir keluarga Xavier menjemput Jacob, dan sopir keluarga Jasmine menjemput Xavera. Meski masih kecil, tapi Xavera tidak pernah rewel jika berada di keluarga Jasmine ataupun Xavier. Kedua anak mereka akan menginap satu hari di keluarga mereka. Mereka terpisah, demi agar kedua orang tua Jasmine dan kedua orang tua Xavier tidaklah berdebat.Jasmine hendak mengajak Xavier ke dalam rumah mereka, tapi gerak mereka sama-sama terhenti di kala ada sebuah mobil masuk ke dalam halaman parkir. Tampak kening Jasmine mengerut dalam, menatap sosok pria tak asing di matanya baru saja turun dari mobil.“Dylan?” Xavier menatap pria yang menghampirinya.“Hi, lama tidak jumpa, Xavier,” ucap pria bernama Dylan itu.Xavier mendesah kasar. “Kenapa kau di sini?”Dylan terkekeh rendah. “Apa begini menyambut sepupumu, huh?”Jasmine langsung teringat di kala Dylan mengatakan ‘Sepupu’. Kepingan memorinya mengingat sosok pria tampan yang
Tiga tahun berlalu … “Bibi Jelena coming!” Jacob berseru melihat sosok Jelena yang muncul. Tampak jelas raut wajah bocah laki-laki tampan berusia tiga tahun—menunjukkan jelas kebahagiaannya.“Halo, Sayang.” Jelena langsung menggendong Jacob, dan menciumi pipi bulat Jacob. “Kau semakin tampan dan menggemaskan.”Jacob berbinar menatap Jelena. “Apakah aku sudah seperti Dad, Bibi?”Jelena mencubit pelan hidung mancung Jacob. “Kau bahkan jauh lebih tampan dari Daddy-mu.”Jacob tersenyum riang mendengar ucapan bibinya.“Wah, Jelena, rupanya kau datang.” Jasmine tersenyum seraya mendekat menghampiri kakaknya. Belakangan ini kakaknya sangat sibuk berpergian ke luar negeri. Hal tersebut yang membuat Jasmine jarang sekali bertemu dengan kakaknya. “Hi, Jasmine. Aku ke sini merindukan dua keponakanku.” Jelena tersenyum manis, seraya menatap Jasmine.Jasmine membalas senyuman Jelena.“Mommy, Bibi Jelena bilang aku lebih tampan dari Daddy,” ucap Jacob bangga. Jasmine membelai pipi bulat Jacob.
Beberapa bulan berlalu …. “Jelena, kau yang benar saja, kenapa kau ingin ke Argentina selama enam bulan? Apa kau berniat meninggalkan keluargamu?” Mila mengomel pada Jelena yang ingin pergi ke Argentina selama enam bulan. Wajar saja jika Mila marah, karena putri sulungnya itu mendadak ingin pergi. Padahal putrinya tidak membuka cabang salon.Johan dan Jasmine yang berada di sana memilih duduk dengan tenang, menunggu penjelasan Jelena. Mereka menikmati minuman dan cemilan yang diantar sang pelayan. Sudah cukup Mila saja yang mengomel. Johan dan Jasmine tak ingin mengomeli Jelena—yang sudah tampak kepusingan.“Mom, aku ke Argentina karena ingin liburan dan melihat pontensi bisnis di sana. Mungkin saja aku bisa membuka cabang salonku di sana.” Jelena menjelaskan pada sang ibu.Mila memijat keningnya. “Kau pergi sampai enam bulan. Lama sekali! Dulu waktu di New York, kau bertahun-tahun di sana. Sudahlah lebih baik kau fokus pada cabang salonmu saja yang sudah ada. Mommy lebih setuju kau
Hari yang ditunggu-tunggu telah tiba. Hari di mana Jasmine dan Xavier akan menjadi satu. Tidak pernah mereka sangka akan tiba dititik ini. Berbagai hantaman badai telah mereka lalui. Berpisah empat tahun, dan semesta kembali mempertemukan dengan cara yang unik. Sebuah cara yang tidak pernah mereka sangka.Sebuah gaun pernikahan mewah sudah terbalut di tubuh Jasmine. Semua orang di ruang rias, memuji penampilan Jasmine yang sangatlah cantik. Jelena dan Mila yang ada di sana sampai menangis karena melihat penampilan Jasmine luar biasa cantik.“Jasmine, kau sangat cantik.” Jelena dan Mila memeluk Jasmine bergantian.Jasmine tersenyum lembut. “Kalian juga sangat cantik.”Mila membelai pipi Jasmine. “Mommy tidak menyangka kau akan menikah lebih dulu dari kakakmu.”“Mom, Jasmine berhak bahagia. Siapa pun yang menikah duluan tidak masalah,” sambung Jelena lembut dan hangat.“Maafkan aku,” ucap Jasmine merasa bersalah.Jelena menggelengkan kepalanya. “Kau tidak bersalah. Kau dan Xavier berhak
Rencana pernikahan Xavier dan Jasmine telah tercium di media. Sebagai pengusaha ternama tentunya nama Xavier Coldwell tentunya bahan perbincangan. Bagaimana tidak? Seharusnya yang menjadi istri Xavier adalah Jelena, tapi malah berubah menjadi Jasmine—adik kandung Jelena.Berbagai gossip miring masuk ke media. Namun, Xavier langsung menegaskan bahwa sejak awal yang dia cintai adalah Jasmine. Pun pria itu sampai memberikan keterangan bahwa dia pertama kali memiliki hubungan dengan Jasmine. Baik Xavier ataupun Jelena sama-sama memberikan keterangan, karena tak ingin Jasmine dijelek-jelekkan di hadapan publik.Sikap Jelena dan Xavier yang membela Jasmine, membuat publik yang tadinya menjelek-jelekkan Jasmine, menjadi tak lagi menjelek-jelekkan. Xavier tak menceritakan secara lengkap kisahnya dengan Jasmine di media. Hanya sekilas saja. Tentu Xavier tidak ingin orang tak dikenal mengetahui tentang masa lalunya dengan Jasmine.Saat ini persiapan pernikahan Xavier dan Jasmine bisa dikatakan
Jasmine melambaikan tangan ke arah mobil Jelena yang mulai pergi meninggalkan mansion Xavier. Senyuman lembut terlukis di wajahnya. Jelena hanya bisa menginap satu malam saja, karena harus mengurus pekerjaannya.“Jasmine,” panggil Xavier yang muncul dari belakang.“Ya?” Jasmine mengalihkan pandangannya, menatap Xavier.“Jelena sudah pulang?”“Sudah.” “Gantilah pakaianmu. Aku sudah menyiapkan dress untukmu di kamar. Aku ingin mengajakmu ke suatu tempat.”“Kau ingin mengajakku ke mana, Xavier?”“Nanti kau akan tahu.” Xavier membelai lembut pipi Jasmine.Jasmine menghela napas dalam. “Baiklah, tunggu sebentar. Aku akan mengganti pakaianku dulu.”“Aku akan menunggu.” Xavier mengecup bibir Jasmine. Detik selanjutnya, Jasmine melangkah masuk ke dalam rumah menuju kamar. Wanita itu memilih menuruti keinginan Xavier tanpa banyak bertanya.*** Dress berwarna kuning dengan kombinasi hijau sangat cantik di tubuh Jasmine. Xavier pun tak tahan untuk meloloskan pujian. Hari itu Jasmine terlihat s
Jasmine menatap cermin melihat perutnya yang masih rata. Wanita itu mengusap lembut perutnya. Dalam benaknya membayangkan jika kelak nanti perutnya membuncit. Dulu dia gagal, karena keguguran. Sekarang cerita telah berbeda, karena dirinya kembali mengandung.Terakhir dokter mengatakan kandungannya sangat sehat. Hal tersebut membuat Jasmine optimis bahwa dirinya akan melahirkan bayi kedua ini. Terkadang Jasmine merasa bahwa ini semua adalah mimpi, tapi dia sangat sadar bahwa dirinya berada di dunia nyata.“Melamun di pagi hari. Apa yang kau pikirkan, hm?” Xavier mendekat, memeluk Jasmine dari belakang.Jasmine tersentak di kala ada yang memeluknya dari belakang. Namun, keterkejutannya hanya sebentar saja, karena dia melihat dari pantulan cermin Xavier yang tengah memeluknya dari belakang.“Xavier, kau mengejutkanku,” ucap Jasmine pelan.Xavier mengecup tengkuk leher Jasmine. “Kau melamun. Apa yang kau pikirkan?”Jasmine terdiam sebentar. “Aku masih tidak menyangka hubungan kita akan mu
London, UK. Hiruk pikuk London menyambut. Cuaca indah dan menyegarkan. Jasmine dan Xavier sudah berada di dalam mobil. Setibanya di bandara, sudah ada sopir yang menjemput. Tentu semua ini diatur oleh Xavier. Jasmine hanya memilih menurut dan patuh akan apa yang diminta oleh pria itu.“Xavier, kau akan membawaku ke mana? Pulang ke rumah orang tuaku?” tanya Jasmine ingin tahu. Jantungnya terus berdebar kencang seolah ingin berhenti dari tempatnya. Perasaan yang dirasakan oleh Jasmine benar-benar sangatlah campur aduk.“Tidak. Aku akan membawamu ke rumah orang tuaku,” jawab Xavier yang sontak membuat Jasmine terkejut.Jasmine tersentak. “A-apa? K-kau membawaku ke rumah orang tuamu?”Xavier menatap keterkejutan di wajah Jasmine. Dia membelai pipi Jasmine sambil berkata, “Nanti kau akan tahu. Jangan khawatir. Aku akan selalu di sisimu. Empat tahun kita sama-sama tersiksa. Sekarang sudah waktunya untuk bahagia.”Jasmine memilih menyandarkan kepalanya di lengan kekar Xavier. Dia percaya pa