Air mata Jasmine berlinang jatuh membasahi pipinya. Wanita itu melajukan mobil dengan kecepatan penuh. Tak pernah sedikit pun dia menyangka Bernard berselingkuh darinya. Selama ini, Jasmine menaruh kepercayaan besar padanya.Pernah suatu waktu, Ivy bercerita bertermu dengan Bernard bersama dengan seorang wanita, tapi dia selalu menepis itu. Rasa percaya Jasmine yang tinggi, membuatnya yakin bahwa pasti Bernard tak pernah berselingkuh.Akan tetapi semuanya salah besar. Pria yang baik. Pria yang terlihat setia. Ternyata berselingkuh. Kepingan memori Jasmine mengingat di mana dulu, Xavier pergi meninggalkannya. Ternyata Bernard sama. Tidak lebih baik dari Xavier.Jasmine menginjak pedal gas, melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh. Dia tidak peduli, jika sampai dirinya mati. Amarah dan emosi di dalam dirinya, tidak bisa terkendali. Dia marah pada hidupnya. Dia benci pada takdirnya.Jasmine sudah berusaha membuka diri untuk Bernard, tapi di kala dirinya membuka diri—yang dia dapatkan ad
Bernard melompat turun dari mobil, dia sudah tiba di rumah Jasmine. Otaknya blank, yang dia pikirkan sekarang adalah bertemu dengan Jasmine. Dia harus memberikan penjelasan. Shit! Bernard mengumpati dirinya yang begitu bodoh.“Jasmine sayang. Jasmine?” Bernard menekan bell rumah, berharap Jasmine sudah pulang.Ceklek!Pintu terbuka. Alih-alih Jasmine yang muncul, malah Jelena yang muncul.“Bernard?” Kening Jelena mengerut, menatap Bernard ada di depannya.“Jelena, di mana Jasmine?” tanya Bernard cepat dan panik.“Jasmine belum pulang. Kau lihat saja mobilnya tidak ada.” Jelena menunjuk ke garasi mobil, dan benar bahwa mobil Jasmine tidak ada. “Memangnya kau tidak tahu Jasmine ke mana? Terakhir dia bilang padaku pergi sebentar. Aku pikir dia ke apartemenmu.”Bernard mati kutu mendapatkan pertanyaan dari Jelena. Jika saja Jelena tahu, pastinya dia akan habis dimaki-maki oleh Jelena. “Jelena, maaf. Aku harus mencari Jasmine. Ada hal yang harus aku jelaskan padanya.” Dengan terburu-buru,
Tubuh Jasmine bergeming di tempatnya melihat sosok pria yang memanggilnya adalah Bernard. Pancaran matanya menunjukkan kebencian dan jijik. Kepingan memori mengingat tentang kejadian tadi malam yang dia lihat. Selama ini, Jasmine telah tertipu oleh cinta Bernard—yang terlihat tulus. Pria yang terlihat tulus itu hanya menunjukkan kepura-puraan.“Jasmine? Kenapa bisa kau bersama Xavier?” Bernard mendekat ke arah Jasmine, tapi Xavier langsung menghadang. Xavier tak mengizinkan Bernard mendekat ke arah Jasmine. Tampak raut wajah pria itu mulai kesal akan tindakan Xavier.“Pergi kau, Berengsek!” usir Xavier tegas, dengan sorot mata tajam.Bernard membalas tatapan tajam Xavier. “Kau ini siapa! Kenapa ikut campur urusanku dan Jasmine?! Aku ini kekasih Jasmine! Beraninya kau mengusirku!”Xavier menyunggingkan senyuman sinis. “Kekasih? Kau dan Jasmine sudah berpisah—sejak di mana Jasmine memergokimu berselingkuh.”Bernard menggeram penuh amarah. Xavier terlalu banyak ikut campur akan urusannya
Keheningan membentang dari dalam mobil. Manik mata Jasmine sejak tadi menatap Xavier yang mengemudikan mobil—dengan tatapan tajam penuh kemarahan dan emosi yang membakar dirinya. Kepingan memori menjadi emosi yang memuncak di kala mengingat pria yang mengemudikan mobil di sampingnya ini—mengatakan bahwa dirinya adalah milik pria itu. Sungguh! Pria berengsek itu sudah benar-benar gila—dan otak tak beres.“Kenapa kau mengatakan pada Bernard, aku ini milikmu?” seru Jasmine seraya mengepalkan tangannya dengan kuat. Sudah sejak tadi Jasmine berusaha keras untuk menahan emosi di dalam dirinya. Kali ini, dia tidak lagi bisa menahan diri.“Kau memang milikku,” jawab Xavier dengan nada dingin, dan tegas. Tersirat tidak ada raut wajah bersalah darinya.Jasmine mengembuskan napas kasar. “Kau sudah gila! Kau ini tunangan kakakku! Kenapa bisa-bisanya kau mengaku-aku, aku sebagai milikmu?!”Xavier menepikan mobilnya ke pinggir jalan. Tatapan mata pria itu dingin dan tegas pada Jasmine yang mengamuk
Jelena khawatir pada Jasmine yang tidak pulang. Dia belum bilang pada orang tuanya tentang Jasmine yang tak pulang. Kebetulan, kedua orang tuanya memiliki acara yang padat sampai lupa menanyakan Jasmine. Terlebih usia Jasmine bukan lagi anak-anak. Jadi pastinya Johan dan Mila percaya bahwa Jasmine dan Jelena bisa menjaga diri dengan sangat baik.Jelena mencoba menghubungi Jasmine, tapi tidak ada hasil, adiknya tidak menjawab panggilan teleponnya. Tidak hanya Jasmine saja, tapi Xavier juga tak menjawab teleponnya. Ada apa ini? Kenapa kebetulan seperti ini?Hati Jelena terasa ganjal. Tidak biasanya Jasmine ataupun Xavier tidak bisa dihubungi bersamaan. Mata Jelena terpejam sebentar. Dia menepis pikiran buruknya. Tidak mungkin Jasmine melakukan hal aneh.Ceklek!Pintu rumah terbuka. Jelena mengalihkan pandangannya, menatap terkejut Jasmine dan Xavier yang basah kuyub. Dengan raut wajah panik, Jelena menghampiri mereka.“Jasmine? Xavier? Kenapa tubuh kalian basah kuyub?” tanya Jelena bing
“Tuan, Anda mendapatkan undangan dari Larison Group. Perusahaan di mana Nona Jasmine bekerja juga mendapatkan undangan dari Larison Group. Jadwal undangan pesta jamuan makan malam adalah lusa. Apakah Anda berkenan untuk hadir?” Iram melaporkan pada Xavier yang baru saja tiba di penthouse. Sudah sejak tadi, Iram menunggu Xavier kembali.“Luxe London Beauty Co, mendapatkan undangan daru Larison Group?” ulang Xavier memastikan seraya duduk di sofa. Dia menggerakkan tangannya—memberikan isyarat pada pelayan—untuk membawakan minuman beralkohol.Tak selang lama, pelayan mengantarkan sebotol wine dan gelas berkaki tinggi. Pelayan sudah tahu, apa yang menjadi kesukaan Tuannya. Xavier meminum perlahan wine—dan tampak berpikir sejenak.Iram menganggukkan kepalanya. “Benar, Tuan. Pun saya dengar yang mewakili Luxe London Beauty Co adalah Nona Jasmine.”Xavier terdiam mendengar apa yang Iram katakan. Dia tampak berpikir, mengambil keputusan. Ada rasa janggal, karena biasanya Lux London Beautu Co,
Jasmine harus datang ke pesta seorang diri. Dia mengajak Ivy, tapi malah Ivy sedang berkencan dengan pria yang dia temui di aplikasi dating. Pun dia sudah mengajak Jelena, tapi Jelena sibuk mengurus cabang salon yang ada masalah. Dia tak bisa memaksa, karena memang Jelena ada masalah.Jasmine tampil cantik malam itu. Gaun berwarna emerald dengan model kemben, menyempurnakan penampilan Jasmine. Rambut panjang terjuntai indah menutupi punggung telanjangnya. Make-up flawless menyempurnakan wajahnya. Beberapa tamu undangan menyapa Jasmine, dan tentu wanita itu menyambut para tamu undangan yang menyapanya. Berada di bidang marketing dan penjualanan, membuat Jasmine harus menjadi sosok yang ramah pada semua orang.Tak sedikit orang yang memuji penampilan Jasmine. Wanita itu tampak sangat cantik. Pujian bagi Jasmine hanyalah basa-basi. Wanita itu hanya menanggapi dengan senyuman samar—dan tak terlalu menanggapi serius.Jasmine duduk di posisi sedikit jauh, demi tidak terlalu menjadi pusat p
Xavier bergeming di tempatnya, belum sama sekali bergerak. Sepasang iris matanya memancarakan kekhawatiran dan kecemasan nyata. Hanya saja, dia mengingat bahwa apa yang ada di dalam pikirannya, tak boleh diungkapkan pada CEO dari Larison Group.“Oh, begitu. Baiklah, Tuan Larison. Aku ingin ke toilet sebentar.” Xavier segera berpamitan pada Jack Larison. Hatinya sudah tak tenang, seakan ada tanda bahaya—yang mengancam.Jack Larison tersenyum hangat. “Ya, silakan Tuan Coldwell. Aku pun ingin menyambut para tamu undangan lain. Nikmati pesta ini. Terima kasih sudah datang.”Xavier tetap membalas senyuman dari Jack Larison. Lantas, dia segera menyingkir dari kumpulan banyak tamu undangan, dan segera menghubungi sang asisten, “Buka CCTV pesta Larison Group. Temukan keberadaan Jasmine! Aku hanya memberikan waktu padamu sepuluh menit!”Xavier menutup panggilan telepon itu, dia mengumpat kasar. Hatinya berkata bahwa Terjadi sesuatu pada Jasmine. Dalam hati, jika benar Bernard berani berbuat ma
Pagi-pagi, Xavier sudah meminta sopir menjemput kedua anaknya. Ya, pria itu tak ingin merusak rencana yang sudah dia buat. Untungnya keluarganya dan keluarga Jasmine mengerti bahwa Xavier ingin mengajak Jasmine dan juga dua anaknya berlibur.“Xavier, kenapa kita harus membawa paspor?” tanya Jasmine bingung.Xavier membelai lembut pipi Jasmine. “Kita akan pergi ke luar negeri, Sayang. Tentunya membutuhkan paspor.”Mata Jasmine membelalak terkejut. “Apa? Kau ingin mengajakku dan anak-anak ke luar negeri? Kenapa mendadak sekali, Sayang. Aku pikir kau hanya mengajakku berlibur ke luar kota saja.” Jasmine sama sekali tidak menyangka Xavier akan mengajaknya dan anak-anak berlibur ke luar negeri. Dia pikir Xavier akan mengajak berlibur ke luar kota saja. Namun, ternyata dugaannya salah besar. Suaminya itu malah mengajaknya untuk berlibur ke luar negeri.Xavier mendekat, dan memeluk pinggang istrinya itu. “Aku ingin mengajakmu ke negara yang ingin kau kunjungi. Tahun lalu kita tidak jadi ke
Jasmine dan Xavier harus merelakan dua anaknya dibawa oleh keluarga mereka. Sopir keluarga Xavier menjemput Jacob, dan sopir keluarga Jasmine menjemput Xavera. Meski masih kecil, tapi Xavera tidak pernah rewel jika berada di keluarga Jasmine ataupun Xavier. Kedua anak mereka akan menginap satu hari di keluarga mereka. Mereka terpisah, demi agar kedua orang tua Jasmine dan kedua orang tua Xavier tidaklah berdebat.Jasmine hendak mengajak Xavier ke dalam rumah mereka, tapi gerak mereka sama-sama terhenti di kala ada sebuah mobil masuk ke dalam halaman parkir. Tampak kening Jasmine mengerut dalam, menatap sosok pria tak asing di matanya baru saja turun dari mobil.“Dylan?” Xavier menatap pria yang menghampirinya.“Hi, lama tidak jumpa, Xavier,” ucap pria bernama Dylan itu.Xavier mendesah kasar. “Kenapa kau di sini?”Dylan terkekeh rendah. “Apa begini menyambut sepupumu, huh?”Jasmine langsung teringat di kala Dylan mengatakan ‘Sepupu’. Kepingan memorinya mengingat sosok pria tampan yang
Tiga tahun berlalu … “Bibi Jelena coming!” Jacob berseru melihat sosok Jelena yang muncul. Tampak jelas raut wajah bocah laki-laki tampan berusia tiga tahun—menunjukkan jelas kebahagiaannya.“Halo, Sayang.” Jelena langsung menggendong Jacob, dan menciumi pipi bulat Jacob. “Kau semakin tampan dan menggemaskan.”Jacob berbinar menatap Jelena. “Apakah aku sudah seperti Dad, Bibi?”Jelena mencubit pelan hidung mancung Jacob. “Kau bahkan jauh lebih tampan dari Daddy-mu.”Jacob tersenyum riang mendengar ucapan bibinya.“Wah, Jelena, rupanya kau datang.” Jasmine tersenyum seraya mendekat menghampiri kakaknya. Belakangan ini kakaknya sangat sibuk berpergian ke luar negeri. Hal tersebut yang membuat Jasmine jarang sekali bertemu dengan kakaknya. “Hi, Jasmine. Aku ke sini merindukan dua keponakanku.” Jelena tersenyum manis, seraya menatap Jasmine.Jasmine membalas senyuman Jelena.“Mommy, Bibi Jelena bilang aku lebih tampan dari Daddy,” ucap Jacob bangga. Jasmine membelai pipi bulat Jacob.
Beberapa bulan berlalu …. “Jelena, kau yang benar saja, kenapa kau ingin ke Argentina selama enam bulan? Apa kau berniat meninggalkan keluargamu?” Mila mengomel pada Jelena yang ingin pergi ke Argentina selama enam bulan. Wajar saja jika Mila marah, karena putri sulungnya itu mendadak ingin pergi. Padahal putrinya tidak membuka cabang salon.Johan dan Jasmine yang berada di sana memilih duduk dengan tenang, menunggu penjelasan Jelena. Mereka menikmati minuman dan cemilan yang diantar sang pelayan. Sudah cukup Mila saja yang mengomel. Johan dan Jasmine tak ingin mengomeli Jelena—yang sudah tampak kepusingan.“Mom, aku ke Argentina karena ingin liburan dan melihat pontensi bisnis di sana. Mungkin saja aku bisa membuka cabang salonku di sana.” Jelena menjelaskan pada sang ibu.Mila memijat keningnya. “Kau pergi sampai enam bulan. Lama sekali! Dulu waktu di New York, kau bertahun-tahun di sana. Sudahlah lebih baik kau fokus pada cabang salonmu saja yang sudah ada. Mommy lebih setuju kau
Hari yang ditunggu-tunggu telah tiba. Hari di mana Jasmine dan Xavier akan menjadi satu. Tidak pernah mereka sangka akan tiba dititik ini. Berbagai hantaman badai telah mereka lalui. Berpisah empat tahun, dan semesta kembali mempertemukan dengan cara yang unik. Sebuah cara yang tidak pernah mereka sangka.Sebuah gaun pernikahan mewah sudah terbalut di tubuh Jasmine. Semua orang di ruang rias, memuji penampilan Jasmine yang sangatlah cantik. Jelena dan Mila yang ada di sana sampai menangis karena melihat penampilan Jasmine luar biasa cantik.“Jasmine, kau sangat cantik.” Jelena dan Mila memeluk Jasmine bergantian.Jasmine tersenyum lembut. “Kalian juga sangat cantik.”Mila membelai pipi Jasmine. “Mommy tidak menyangka kau akan menikah lebih dulu dari kakakmu.”“Mom, Jasmine berhak bahagia. Siapa pun yang menikah duluan tidak masalah,” sambung Jelena lembut dan hangat.“Maafkan aku,” ucap Jasmine merasa bersalah.Jelena menggelengkan kepalanya. “Kau tidak bersalah. Kau dan Xavier berhak
Rencana pernikahan Xavier dan Jasmine telah tercium di media. Sebagai pengusaha ternama tentunya nama Xavier Coldwell tentunya bahan perbincangan. Bagaimana tidak? Seharusnya yang menjadi istri Xavier adalah Jelena, tapi malah berubah menjadi Jasmine—adik kandung Jelena.Berbagai gossip miring masuk ke media. Namun, Xavier langsung menegaskan bahwa sejak awal yang dia cintai adalah Jasmine. Pun pria itu sampai memberikan keterangan bahwa dia pertama kali memiliki hubungan dengan Jasmine. Baik Xavier ataupun Jelena sama-sama memberikan keterangan, karena tak ingin Jasmine dijelek-jelekkan di hadapan publik.Sikap Jelena dan Xavier yang membela Jasmine, membuat publik yang tadinya menjelek-jelekkan Jasmine, menjadi tak lagi menjelek-jelekkan. Xavier tak menceritakan secara lengkap kisahnya dengan Jasmine di media. Hanya sekilas saja. Tentu Xavier tidak ingin orang tak dikenal mengetahui tentang masa lalunya dengan Jasmine.Saat ini persiapan pernikahan Xavier dan Jasmine bisa dikatakan
Jasmine melambaikan tangan ke arah mobil Jelena yang mulai pergi meninggalkan mansion Xavier. Senyuman lembut terlukis di wajahnya. Jelena hanya bisa menginap satu malam saja, karena harus mengurus pekerjaannya.“Jasmine,” panggil Xavier yang muncul dari belakang.“Ya?” Jasmine mengalihkan pandangannya, menatap Xavier.“Jelena sudah pulang?”“Sudah.” “Gantilah pakaianmu. Aku sudah menyiapkan dress untukmu di kamar. Aku ingin mengajakmu ke suatu tempat.”“Kau ingin mengajakku ke mana, Xavier?”“Nanti kau akan tahu.” Xavier membelai lembut pipi Jasmine.Jasmine menghela napas dalam. “Baiklah, tunggu sebentar. Aku akan mengganti pakaianku dulu.”“Aku akan menunggu.” Xavier mengecup bibir Jasmine. Detik selanjutnya, Jasmine melangkah masuk ke dalam rumah menuju kamar. Wanita itu memilih menuruti keinginan Xavier tanpa banyak bertanya.*** Dress berwarna kuning dengan kombinasi hijau sangat cantik di tubuh Jasmine. Xavier pun tak tahan untuk meloloskan pujian. Hari itu Jasmine terlihat s
Jasmine menatap cermin melihat perutnya yang masih rata. Wanita itu mengusap lembut perutnya. Dalam benaknya membayangkan jika kelak nanti perutnya membuncit. Dulu dia gagal, karena keguguran. Sekarang cerita telah berbeda, karena dirinya kembali mengandung.Terakhir dokter mengatakan kandungannya sangat sehat. Hal tersebut membuat Jasmine optimis bahwa dirinya akan melahirkan bayi kedua ini. Terkadang Jasmine merasa bahwa ini semua adalah mimpi, tapi dia sangat sadar bahwa dirinya berada di dunia nyata.“Melamun di pagi hari. Apa yang kau pikirkan, hm?” Xavier mendekat, memeluk Jasmine dari belakang.Jasmine tersentak di kala ada yang memeluknya dari belakang. Namun, keterkejutannya hanya sebentar saja, karena dia melihat dari pantulan cermin Xavier yang tengah memeluknya dari belakang.“Xavier, kau mengejutkanku,” ucap Jasmine pelan.Xavier mengecup tengkuk leher Jasmine. “Kau melamun. Apa yang kau pikirkan?”Jasmine terdiam sebentar. “Aku masih tidak menyangka hubungan kita akan mu
London, UK. Hiruk pikuk London menyambut. Cuaca indah dan menyegarkan. Jasmine dan Xavier sudah berada di dalam mobil. Setibanya di bandara, sudah ada sopir yang menjemput. Tentu semua ini diatur oleh Xavier. Jasmine hanya memilih menurut dan patuh akan apa yang diminta oleh pria itu.“Xavier, kau akan membawaku ke mana? Pulang ke rumah orang tuaku?” tanya Jasmine ingin tahu. Jantungnya terus berdebar kencang seolah ingin berhenti dari tempatnya. Perasaan yang dirasakan oleh Jasmine benar-benar sangatlah campur aduk.“Tidak. Aku akan membawamu ke rumah orang tuaku,” jawab Xavier yang sontak membuat Jasmine terkejut.Jasmine tersentak. “A-apa? K-kau membawaku ke rumah orang tuamu?”Xavier menatap keterkejutan di wajah Jasmine. Dia membelai pipi Jasmine sambil berkata, “Nanti kau akan tahu. Jangan khawatir. Aku akan selalu di sisimu. Empat tahun kita sama-sama tersiksa. Sekarang sudah waktunya untuk bahagia.”Jasmine memilih menyandarkan kepalanya di lengan kekar Xavier. Dia percaya pa