Liburan Jasmine di kota New York telah usai, dengan sedikit drama dirinya menghilang dan juga terluka karena hampir dicopet. New York sangat indah. Sayangnya dia tak benar-benar menikmati liburannya.Impian Jasmine adalah liburan tenang dan damai, demi menyegarkan isi kepalanya yang luar biasa penat. Akan tetapi, sayangnya Impian itu merupakan angan semata. Ketenangan jiwa raganya telah terguncang, karena Xavier selalu mengusiknya.Hari ini adalah hari di mana Jasmine kembali ke London. Seperti biasa kembali pada kenyataan memang membuatnya merasa jenuh. Tapi inilah yang harus dia jalani. Mana bisa dia memiliki pilihan?Setibanya di Bandar Udara Heathrow London, mereka disambut oleh Bernard yang sudah menunggu kepulangan mereka. Rasanya seperti label ‘single’ yang dibawa-bawa Jasmine selama tiga hari liburan luruh seketika. Wajar saja, karena dia berada di tengah sepasang suami istri dan sepasang kekasih yang sudah bertunangan.“Jasmine,” Bernard segera memeluk kekasihnya. “Tiga hari
Jasmine memijat pelipisnya sambil menghela napas berat. Setelah hari di mana dia bertengkar dengan Bernard, mereka tidak berkomunikasi lagi hingga sekarang. Tidak hanya sekali Bernard mencoba untuk menyentuhnya.Selama ini setiap kali Jasmine menolak tidak pernah jadi masalah besar dalam hubungan mereka. Tetapi kemarin ini, mendadak pertengkaran pertama mereka terjadi. Pertengkaran panas yang memojokan dirinya.“Jasmine? Are you okay?” tanya Ivy yang pada saat itu sedang makan siang bersama Jasmine. Melihat raut wajah sahabatnya yang lesu membuat dia khawatir.Jasmine seketika menatap Ivy, menyadari kalau dirinya sejak tadi melamun. “I’m okay, Ivy. Jangan mengkhawatirkanku.” Jasmine tak akan bercerita pada Ivy tentang apa yang terjadi, pada dirinya dan Bernard. Jika dia bercerita, maka Ivy akan berpikir bahwa hubungannya dan Bernard selama ini tidak baik-baik saja.“Kau tidak menyentuh makan siangmu lagi seperti waktu itu,” singgung Ivy soal mereka yang dulu makan siang bersama untuk
Dalam suasana yang penuh ketegangan, Xavier perlahan mengusap bibir Jasmine dengan ujung jari. Cemburu telah membara di dalam dada, perasaannya tak terkendali. Bayangan ketika Bernard mencium Jasmine membuat dia benci pada kemesraan mereka berdua. Bukan hanya sekarang saja, tetapi sudah sejak lama dan bertumpuk-tumpuk.“Aku tidak suka pria sialan itu mencium bibirmu, Jasmine.” Xavier berkata begitu menekankan dan tajam, penuh kobaran amarah cemburu.Jasmine tersenyum sinis, dengan tatapan mata tajam. “Jika kau tidak lupa ingatan, Bernard adalah kekasihku. Jangan bercanda. Kau tidak memiliki hak untuk marah.”“Aku marah, karena kau hanyalah milikku.” Xavier mendekatkan wajahnya perlahan, hendak mencium Jasmine agar noda dari pria lain dapat menghilang. Namun, sebelum bibir mereka dapat bertemu, Jasmine dengan cepat mengangkat tangannya dan mendorong dada Xavier sambil menatapnya dengan mata penuh ketegasan—wanita itu melayangkan tamparan keras di wajah Xavier.PlakkkJasmine mendaratka
“Aku bertanya padamu, kenapa malah kau balik bertanya?” Jelena meletakan gelasnya di atas meja, wajahnya sedikit merona di kala Jasmine ingin tahu tentang pertemuannya dengan Xavier. Tentu saja, otak Jelena langsung mengingat akan moment manis itu. Moment di mana yang akan selalu dia ingat.“Alasannya sama sepertimu. Aku juga ingin tahu tentang pertemuanmu dan Xavier. Kau selama ini belum menceritakan padaku tentang itu.” Jasmine mengulas senyuman di wajahnya. Entah kenapa, dia memutuskan untuk menanyakan hal ini pada Jelena. Pun memang selama ini Jasmine sama sekali tidak tahu tentang pertemuan pertama Jelena dan Xavier.Jelena kian merona. “Kau yakin ingin mendengarkan kisah pertemuan pertamaku dan Xavier?” Jasmine mengangguk berusaha tersenyum. “Tentu saja. Aku ingin sekali mendengarkan ceritamu dan Xavier.”“Saat itu, aku sedang duduk di sebuah kafe. Kesibukanku membuatku memutuskan pergi ke kafe langgananku yang ada di Brooklyn. Aku masih ingat dengan jelas, di mana aku sedang
Jasmine memarkirkan mobilnya dan berjalan ke ruang kerjanya sambil sesekali menanggapi sapaan orang-orang kantor. Sebuah senyuman tidak kunjung menghilang dari wajahnya, merespon semua staff yang menyapa dirinya. Meski sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja, tapi Jasmine tak ingin orang tahu.Jasmine duduk di kursi kerjanya, mengambil laporan yang sudah ada di atas meja. Wanita cantik itu melihat beberapa laporan penjualan yang berkembang dengan pesat dan baik. Setidaknya, beban pikiran tentang pekerjaannya—mulai sedikit membaik.“Knock … knock …” Ivy mengetuk pintu, sambil melirik Jasmine.Jasmine mengalihkan pandangannya, menatap Ivy yang muncul. “Hey, morning. Masuklah, Ivy.”Ivy masuk, memberikan dokumen yang dia bawa ke hadapan Jasmine. “Aku membawakan laporan baru. Di Irlandia, permintaan kosmetik meningkat. Kita harus menambah stock, dan mengirimkan mereka lebih banyak lagi.”“Great. Aku akan meminta team untuk mengurusnya.” Jasmine menerima laporan itu, dan membaca seksama
Gaun berwarna merah dengan model tali spaghetti membalut indah tubuh Jasmine. Rambut cokelatnya tergerai sempurna. Riasan bold di wajahnya semakin membuatnya begitu indah, anggun, dan elegan. Sayangnya, raut wajah Jasmine tidaklah cerah dan bahagia. Malam ini Jasmine harus ikut hadir dijamuan makan malam. Benar-benar menyebalkan! Dia tak ingin hadir di acara jamuan makan malam itu, tapi dia tak memiliki pilihan lain. Jelena dan kedua orang tuanya bisa marah jika sampai dirinya beralasan tak hadir. Pun Jasmine sudah berjanji akan datang.“Jasmine, kau sudah siap belum?” Jelena menatap Jasmine, lalu seketika matanya melebar kagum. “Oh, My god! Kau cantik sekali.”Jasmine tersenyum samar. “Kau berlebihan. Kau jauh lebih cantik, Jelena.”Jelena menggeleng. “No, no. Malam ini kau sangat cantik. Kau cantik dan seksi.”“Kalau begitu kita sama-sama cantik.” Jasmine kembali melukiskan senyuman. “Gaunmu indah. Xavier pasti menyukai penampilanmu.”Jelena mengangguk dengan raur wajah riang. “Ini
“Jasmine, sepertinya Dave menyukaimu.”Jelena berkata di kala dia bersama adik dan juga orang tuanya tiba di rumah. Dia langsung mengutarakan apa yang tadi dia lihat selama makan malam berlangsung. Terlihat jelas bagaimana Dave mengagumi adiknya itu.“Jelena, kau jangan berbicara konyol.” Jasmine melepaskan heels-nya, membalas ucapan Jelena.Johan menggeleng-gelengkan kepalanya. “Jelena, kau kan tahu adikmu sudah memiliki kekasih. Kau malau bicara yang aneh-aneh saja.”“Iya, Jelena. Kau jangan bicara aneh-aneh. Jika Bernard dengar, nanti dia bisa salah paham.” Mila memperingati.Jelena terkekeh. “Iya-iya, Mom, Dad. Aku hanya menggoda Jasmine.”“Kami ingin ke kamar. Lebih baik kalian istirahat.” Johan dan Mila mengecup pipi kedua putri mereka—lalu melangkah masuk ke dalam kamar. Jelena menoleh menatap Jasmine. “Tadi aku hanya bercanda. Jangan diambil serius. Andai kau single, pasti aku akan menjodohkanmu dengan Dave. Tapi karena kau sudah memiliki Bernard, nanti aku akan mencarikan t
Jasmine terpaksa harus izin demi bisa mengantarkan Jelena. Untungnya, Direktur Utama di perusahaannya tidak pernah mempersulit dirinya. Bagi sang Direktur Utama adalah segala urusan pekerjaan selasai dengan baik. Pendapatan perusahaan selalu meningkat. Di mana keberadaan Jasmine tak peduli, asalkan perusahaan selalu mendapatkan pendapatkan yang besar. “Jasmine, hari ini kau pulang cepat?” tanya Ivy melihat Jasmine sudah bergegas ingin pulang.Jasmine mengangguk. “Ya, Ivy. Aku ingin mengatar Jelena ke mall. Kalau ada pekerjaan tertunda, tolong kau letakan saja dokumen pekerjaan di atas meja kerjaku. Besok aku akan periksa.”Ivy tersenyum samar. “Baiklah, Jasmine. Jangan mencemaskan pekerjaan.”Jasmine membalas senyuman Ivy. Detik selanjutnya, dia melangkah pergi meninggalkan temannya itu—menuju halaman parkir. Wanita itu ingin segera menemui Jelena, lalu segera pulang. Dia berharap bisa pulang cepat, agar bisa istirahat.Di halaman parkir, langkah kaki Jasmine terhenti melihat Bernard
Pagi-pagi, Xavier sudah meminta sopir menjemput kedua anaknya. Ya, pria itu tak ingin merusak rencana yang sudah dia buat. Untungnya keluarganya dan keluarga Jasmine mengerti bahwa Xavier ingin mengajak Jasmine dan juga dua anaknya berlibur.“Xavier, kenapa kita harus membawa paspor?” tanya Jasmine bingung.Xavier membelai lembut pipi Jasmine. “Kita akan pergi ke luar negeri, Sayang. Tentunya membutuhkan paspor.”Mata Jasmine membelalak terkejut. “Apa? Kau ingin mengajakku dan anak-anak ke luar negeri? Kenapa mendadak sekali, Sayang. Aku pikir kau hanya mengajakku berlibur ke luar kota saja.” Jasmine sama sekali tidak menyangka Xavier akan mengajaknya dan anak-anak berlibur ke luar negeri. Dia pikir Xavier akan mengajak berlibur ke luar kota saja. Namun, ternyata dugaannya salah besar. Suaminya itu malah mengajaknya untuk berlibur ke luar negeri.Xavier mendekat, dan memeluk pinggang istrinya itu. “Aku ingin mengajakmu ke negara yang ingin kau kunjungi. Tahun lalu kita tidak jadi ke
Jasmine dan Xavier harus merelakan dua anaknya dibawa oleh keluarga mereka. Sopir keluarga Xavier menjemput Jacob, dan sopir keluarga Jasmine menjemput Xavera. Meski masih kecil, tapi Xavera tidak pernah rewel jika berada di keluarga Jasmine ataupun Xavier. Kedua anak mereka akan menginap satu hari di keluarga mereka. Mereka terpisah, demi agar kedua orang tua Jasmine dan kedua orang tua Xavier tidaklah berdebat.Jasmine hendak mengajak Xavier ke dalam rumah mereka, tapi gerak mereka sama-sama terhenti di kala ada sebuah mobil masuk ke dalam halaman parkir. Tampak kening Jasmine mengerut dalam, menatap sosok pria tak asing di matanya baru saja turun dari mobil.“Dylan?” Xavier menatap pria yang menghampirinya.“Hi, lama tidak jumpa, Xavier,” ucap pria bernama Dylan itu.Xavier mendesah kasar. “Kenapa kau di sini?”Dylan terkekeh rendah. “Apa begini menyambut sepupumu, huh?”Jasmine langsung teringat di kala Dylan mengatakan ‘Sepupu’. Kepingan memorinya mengingat sosok pria tampan yang
Tiga tahun berlalu … “Bibi Jelena coming!” Jacob berseru melihat sosok Jelena yang muncul. Tampak jelas raut wajah bocah laki-laki tampan berusia tiga tahun—menunjukkan jelas kebahagiaannya.“Halo, Sayang.” Jelena langsung menggendong Jacob, dan menciumi pipi bulat Jacob. “Kau semakin tampan dan menggemaskan.”Jacob berbinar menatap Jelena. “Apakah aku sudah seperti Dad, Bibi?”Jelena mencubit pelan hidung mancung Jacob. “Kau bahkan jauh lebih tampan dari Daddy-mu.”Jacob tersenyum riang mendengar ucapan bibinya.“Wah, Jelena, rupanya kau datang.” Jasmine tersenyum seraya mendekat menghampiri kakaknya. Belakangan ini kakaknya sangat sibuk berpergian ke luar negeri. Hal tersebut yang membuat Jasmine jarang sekali bertemu dengan kakaknya. “Hi, Jasmine. Aku ke sini merindukan dua keponakanku.” Jelena tersenyum manis, seraya menatap Jasmine.Jasmine membalas senyuman Jelena.“Mommy, Bibi Jelena bilang aku lebih tampan dari Daddy,” ucap Jacob bangga. Jasmine membelai pipi bulat Jacob.
Beberapa bulan berlalu …. “Jelena, kau yang benar saja, kenapa kau ingin ke Argentina selama enam bulan? Apa kau berniat meninggalkan keluargamu?” Mila mengomel pada Jelena yang ingin pergi ke Argentina selama enam bulan. Wajar saja jika Mila marah, karena putri sulungnya itu mendadak ingin pergi. Padahal putrinya tidak membuka cabang salon.Johan dan Jasmine yang berada di sana memilih duduk dengan tenang, menunggu penjelasan Jelena. Mereka menikmati minuman dan cemilan yang diantar sang pelayan. Sudah cukup Mila saja yang mengomel. Johan dan Jasmine tak ingin mengomeli Jelena—yang sudah tampak kepusingan.“Mom, aku ke Argentina karena ingin liburan dan melihat pontensi bisnis di sana. Mungkin saja aku bisa membuka cabang salonku di sana.” Jelena menjelaskan pada sang ibu.Mila memijat keningnya. “Kau pergi sampai enam bulan. Lama sekali! Dulu waktu di New York, kau bertahun-tahun di sana. Sudahlah lebih baik kau fokus pada cabang salonmu saja yang sudah ada. Mommy lebih setuju kau
Hari yang ditunggu-tunggu telah tiba. Hari di mana Jasmine dan Xavier akan menjadi satu. Tidak pernah mereka sangka akan tiba dititik ini. Berbagai hantaman badai telah mereka lalui. Berpisah empat tahun, dan semesta kembali mempertemukan dengan cara yang unik. Sebuah cara yang tidak pernah mereka sangka.Sebuah gaun pernikahan mewah sudah terbalut di tubuh Jasmine. Semua orang di ruang rias, memuji penampilan Jasmine yang sangatlah cantik. Jelena dan Mila yang ada di sana sampai menangis karena melihat penampilan Jasmine luar biasa cantik.“Jasmine, kau sangat cantik.” Jelena dan Mila memeluk Jasmine bergantian.Jasmine tersenyum lembut. “Kalian juga sangat cantik.”Mila membelai pipi Jasmine. “Mommy tidak menyangka kau akan menikah lebih dulu dari kakakmu.”“Mom, Jasmine berhak bahagia. Siapa pun yang menikah duluan tidak masalah,” sambung Jelena lembut dan hangat.“Maafkan aku,” ucap Jasmine merasa bersalah.Jelena menggelengkan kepalanya. “Kau tidak bersalah. Kau dan Xavier berhak
Rencana pernikahan Xavier dan Jasmine telah tercium di media. Sebagai pengusaha ternama tentunya nama Xavier Coldwell tentunya bahan perbincangan. Bagaimana tidak? Seharusnya yang menjadi istri Xavier adalah Jelena, tapi malah berubah menjadi Jasmine—adik kandung Jelena.Berbagai gossip miring masuk ke media. Namun, Xavier langsung menegaskan bahwa sejak awal yang dia cintai adalah Jasmine. Pun pria itu sampai memberikan keterangan bahwa dia pertama kali memiliki hubungan dengan Jasmine. Baik Xavier ataupun Jelena sama-sama memberikan keterangan, karena tak ingin Jasmine dijelek-jelekkan di hadapan publik.Sikap Jelena dan Xavier yang membela Jasmine, membuat publik yang tadinya menjelek-jelekkan Jasmine, menjadi tak lagi menjelek-jelekkan. Xavier tak menceritakan secara lengkap kisahnya dengan Jasmine di media. Hanya sekilas saja. Tentu Xavier tidak ingin orang tak dikenal mengetahui tentang masa lalunya dengan Jasmine.Saat ini persiapan pernikahan Xavier dan Jasmine bisa dikatakan
Jasmine melambaikan tangan ke arah mobil Jelena yang mulai pergi meninggalkan mansion Xavier. Senyuman lembut terlukis di wajahnya. Jelena hanya bisa menginap satu malam saja, karena harus mengurus pekerjaannya.“Jasmine,” panggil Xavier yang muncul dari belakang.“Ya?” Jasmine mengalihkan pandangannya, menatap Xavier.“Jelena sudah pulang?”“Sudah.” “Gantilah pakaianmu. Aku sudah menyiapkan dress untukmu di kamar. Aku ingin mengajakmu ke suatu tempat.”“Kau ingin mengajakku ke mana, Xavier?”“Nanti kau akan tahu.” Xavier membelai lembut pipi Jasmine.Jasmine menghela napas dalam. “Baiklah, tunggu sebentar. Aku akan mengganti pakaianku dulu.”“Aku akan menunggu.” Xavier mengecup bibir Jasmine. Detik selanjutnya, Jasmine melangkah masuk ke dalam rumah menuju kamar. Wanita itu memilih menuruti keinginan Xavier tanpa banyak bertanya.*** Dress berwarna kuning dengan kombinasi hijau sangat cantik di tubuh Jasmine. Xavier pun tak tahan untuk meloloskan pujian. Hari itu Jasmine terlihat s
Jasmine menatap cermin melihat perutnya yang masih rata. Wanita itu mengusap lembut perutnya. Dalam benaknya membayangkan jika kelak nanti perutnya membuncit. Dulu dia gagal, karena keguguran. Sekarang cerita telah berbeda, karena dirinya kembali mengandung.Terakhir dokter mengatakan kandungannya sangat sehat. Hal tersebut membuat Jasmine optimis bahwa dirinya akan melahirkan bayi kedua ini. Terkadang Jasmine merasa bahwa ini semua adalah mimpi, tapi dia sangat sadar bahwa dirinya berada di dunia nyata.“Melamun di pagi hari. Apa yang kau pikirkan, hm?” Xavier mendekat, memeluk Jasmine dari belakang.Jasmine tersentak di kala ada yang memeluknya dari belakang. Namun, keterkejutannya hanya sebentar saja, karena dia melihat dari pantulan cermin Xavier yang tengah memeluknya dari belakang.“Xavier, kau mengejutkanku,” ucap Jasmine pelan.Xavier mengecup tengkuk leher Jasmine. “Kau melamun. Apa yang kau pikirkan?”Jasmine terdiam sebentar. “Aku masih tidak menyangka hubungan kita akan mu
London, UK. Hiruk pikuk London menyambut. Cuaca indah dan menyegarkan. Jasmine dan Xavier sudah berada di dalam mobil. Setibanya di bandara, sudah ada sopir yang menjemput. Tentu semua ini diatur oleh Xavier. Jasmine hanya memilih menurut dan patuh akan apa yang diminta oleh pria itu.“Xavier, kau akan membawaku ke mana? Pulang ke rumah orang tuaku?” tanya Jasmine ingin tahu. Jantungnya terus berdebar kencang seolah ingin berhenti dari tempatnya. Perasaan yang dirasakan oleh Jasmine benar-benar sangatlah campur aduk.“Tidak. Aku akan membawamu ke rumah orang tuaku,” jawab Xavier yang sontak membuat Jasmine terkejut.Jasmine tersentak. “A-apa? K-kau membawaku ke rumah orang tuamu?”Xavier menatap keterkejutan di wajah Jasmine. Dia membelai pipi Jasmine sambil berkata, “Nanti kau akan tahu. Jangan khawatir. Aku akan selalu di sisimu. Empat tahun kita sama-sama tersiksa. Sekarang sudah waktunya untuk bahagia.”Jasmine memilih menyandarkan kepalanya di lengan kekar Xavier. Dia percaya pa