Sean, Yugo, Rosenna, dan Dimitri agaknya sedikit menjauh dari suara yang mereka duga adalah pasukan istana. Mengapa mereka bisa berpikiran begitu? Jelas karena suara itu terlalu brutal jika diserahkan pada binatan. Sean sadar suara itu adalah pedang yang menghunus kesana kemari. Mereka semua jadi berpikir, bagaimana mungkin jika memang mereka bisa menyusul? Apakah mereka menggunakan sihir? Tapi kenapa tidak sejak lama, misalnya sejak mereka masih di lembah?
“Hey di sini ternyata!!!” teriak seorang lelaki berambut hitam dari atas pepohonan.
Hari yang terus berganti terus membawa suasana di negeri Limalora ini semakin tidak kondusif. Para penduduk terus saja mengkhwatirkan keruntuhan negeri ini, juga ingin sekali segera memeboikot petinggi mereka yang tengah pergi untuk melakukan misi yang begitu egois dan hanya untuk kepentingan diri sendiri. Di sore ini banyak para penduduk yang tengah berkemas-kemas, sebenarnya ini sudah banyak dilakukan para masyarakat semenjak selebaran yang di buat oleh Leon Dwayne itu tersebar. Entah akan pergi kemana mereka, yang jelas mereka bersiap-siap terlebih dahulu.Langit di saat ini juga tertutup gas pu
“Arrgghh!!” Louis berteriak geram, sembari memegangi luka sayatan di dadanya.Ketika tadi ia bertekuk lutut sebab terkejut dengan lukanya, dan melihat perempuan yang telah dibebaskan Joana berteriak kencang menghdapnya, Louis juga mengikuti arah pandang gadis itu. Dan betapa terkejutnya dia mendapati Joana yang telah bersimbah darah karena perut dan dadanya telah terluka.Serena, perempuan itu hanya menampilkan wajah datarnya. Pedangnya masih berlumuran d
“Hei, apa kalian mendengar sesuatu?”Mereka bertiga berhenti sejenak setelah Rosena melontarkan pertanyaan. Keempatnya pun berhenti sejenak untuk menajamkan indra pendengaran masing-masing. Memang ada banyak bunyi serangga, juga semak belukan yang terseok karena dilewati hewan mamalia atau reptile besar. Tapi sesaat kemudian, mereka memang mendengar bunyi raungan.“Seperti raungan? Apa mungkin ada harimau di sini?”
Cahaya matahari kini sepenuhnya menimpa tubuh Rosena, Dimitri, dan Sean. Mereka telah sampai di tepi hutan, keluar dari arean yang sudah membuat mereka mengenal kematian, sebab dua orang terekat mereka tewas seketika di hadapan ketiganya. Rosena sudah berhenti menangisi Yugo, Sean dan Dimitri pun sudah berusaha merelakan kawan baik mereka itu. Entah apa yang akan mereka katakan pada orang-orang di distrik ketika mereka pulang dan mengetahui bahwa ada salah seorang penduduk yang telah tewas. Mereka bertiga kini memandangi bukit di hadapan mereka. Bukit yang tidak terlalu tinggi, tetapi jelas akan menguras tenaga mereka. Jujur saja, jika mereka
“Hati-hati Rosena!”“Tenang saja Dimi,” balasnya sembari terus berjalan dan sesekali melongok ke bawah agar ia tidak terporosok, sementara tangannya terus memeluk Vine Jeweria.Rasanya ada beban yang terlepas begitu mereka telah mendatkan tanaman itu di tangan mereka. Rosena sendiri masih tidak percaya bahwa benda ajaib itu ada pad mereka, terutama di tangannya. Ketiganya terus menuruni bukit dengan kecepatan yang bisa dibilang lebih baik dari
Suara aliran sungai masih menemani mereka hingga sore ini. Dimitri kini sudah terduduk, tak lagi berdiri. Matanya juga terpejam menahan lukanya yang kali ini benar-benar membuat permukaan bagian depan kain lilitanya sudah berwarna merah. Sebenarnya Rosena begitu khawatir, tetapi dia tidak tidak tahu harus melakukan apa, sebab tangannya sedang disibukkan dengan memegang Vine Jeweria. Selain itu, kini mereka tidak memiliki apa-apa lagi.Sean terus mendayung, meski kali ini rasanya tangannya seperti ingin lepas dari bahunya. Ia sempat melirik luka di kedua bahunya. Baret itu semakin menganga dengan pancaran yang tidak lagi semerah sewaktu mereka
Beberapa saat yang lalu Sean, Dimitri, dan Rosena baru saja melewati gerbang masuk distrik mereka. Cuaca benar-benar seperti ingin membekukan mereka. Rosena sempat khawatir pada tanaman yang ia peluk, takut bahwa tanaman itu akan terpengaruh oleh cuaca ekstrim yang saat ini mereka rasakan. Namun, hal itu ternyata tidak berdampak apa-apa. Gadis itupun menghela napas lega.Indera penglihatan mereka kini menangkap bahwa pemandangan di kiri dan kanan mereka bukan lagi perkebunan atau pepohonan melainkan rumah-rumah warga. Rasanya mereka seperti sudah lama sekali meninggalkan tempat itu, sampai-sampai m
“Hey hentikan pencuri kecil itu!!” teriak salah seorang lelaki dewasa pemiliki toko roti kecil di pasar.Ramai-ramai para manusia lain mengikuti aba-aba si lelaki tadi, mereka langsung mengejar bocah lelaki yang kiranya membawa sepotong roti di genggaman tangannya yang membiru kedinginan. Sementara itu beberapa oknum lainnya tidak peduli, mereka sibuk dengan urusan mereka masing-masing. Menjajakan dagangannya, menawar harga yang tak kira-kira pada penjual, beberapa orang juga lalu lalang melewati salah satu di antara banyak gang di Pasar Raflero ini. Hiruk pikuk keramaian di pasar ini tak terelakan setiap minggu, bahkan saat hari menjelang sore seperti inipun mereka masi
Beberapa saat yang lalu Sean, Dimitri, dan Rosena baru saja melewati gerbang masuk distrik mereka. Cuaca benar-benar seperti ingin membekukan mereka. Rosena sempat khawatir pada tanaman yang ia peluk, takut bahwa tanaman itu akan terpengaruh oleh cuaca ekstrim yang saat ini mereka rasakan. Namun, hal itu ternyata tidak berdampak apa-apa. Gadis itupun menghela napas lega.Indera penglihatan mereka kini menangkap bahwa pemandangan di kiri dan kanan mereka bukan lagi perkebunan atau pepohonan melainkan rumah-rumah warga. Rasanya mereka seperti sudah lama sekali meninggalkan tempat itu, sampai-sampai m
Suara aliran sungai masih menemani mereka hingga sore ini. Dimitri kini sudah terduduk, tak lagi berdiri. Matanya juga terpejam menahan lukanya yang kali ini benar-benar membuat permukaan bagian depan kain lilitanya sudah berwarna merah. Sebenarnya Rosena begitu khawatir, tetapi dia tidak tidak tahu harus melakukan apa, sebab tangannya sedang disibukkan dengan memegang Vine Jeweria. Selain itu, kini mereka tidak memiliki apa-apa lagi.Sean terus mendayung, meski kali ini rasanya tangannya seperti ingin lepas dari bahunya. Ia sempat melirik luka di kedua bahunya. Baret itu semakin menganga dengan pancaran yang tidak lagi semerah sewaktu mereka
“Hati-hati Rosena!”“Tenang saja Dimi,” balasnya sembari terus berjalan dan sesekali melongok ke bawah agar ia tidak terporosok, sementara tangannya terus memeluk Vine Jeweria.Rasanya ada beban yang terlepas begitu mereka telah mendatkan tanaman itu di tangan mereka. Rosena sendiri masih tidak percaya bahwa benda ajaib itu ada pad mereka, terutama di tangannya. Ketiganya terus menuruni bukit dengan kecepatan yang bisa dibilang lebih baik dari
Cahaya matahari kini sepenuhnya menimpa tubuh Rosena, Dimitri, dan Sean. Mereka telah sampai di tepi hutan, keluar dari arean yang sudah membuat mereka mengenal kematian, sebab dua orang terekat mereka tewas seketika di hadapan ketiganya. Rosena sudah berhenti menangisi Yugo, Sean dan Dimitri pun sudah berusaha merelakan kawan baik mereka itu. Entah apa yang akan mereka katakan pada orang-orang di distrik ketika mereka pulang dan mengetahui bahwa ada salah seorang penduduk yang telah tewas. Mereka bertiga kini memandangi bukit di hadapan mereka. Bukit yang tidak terlalu tinggi, tetapi jelas akan menguras tenaga mereka. Jujur saja, jika mereka
“Hei, apa kalian mendengar sesuatu?”Mereka bertiga berhenti sejenak setelah Rosena melontarkan pertanyaan. Keempatnya pun berhenti sejenak untuk menajamkan indra pendengaran masing-masing. Memang ada banyak bunyi serangga, juga semak belukan yang terseok karena dilewati hewan mamalia atau reptile besar. Tapi sesaat kemudian, mereka memang mendengar bunyi raungan.“Seperti raungan? Apa mungkin ada harimau di sini?”
“Arrgghh!!” Louis berteriak geram, sembari memegangi luka sayatan di dadanya.Ketika tadi ia bertekuk lutut sebab terkejut dengan lukanya, dan melihat perempuan yang telah dibebaskan Joana berteriak kencang menghdapnya, Louis juga mengikuti arah pandang gadis itu. Dan betapa terkejutnya dia mendapati Joana yang telah bersimbah darah karena perut dan dadanya telah terluka.Serena, perempuan itu hanya menampilkan wajah datarnya. Pedangnya masih berlumuran d
Hari yang terus berganti terus membawa suasana di negeri Limalora ini semakin tidak kondusif. Para penduduk terus saja mengkhwatirkan keruntuhan negeri ini, juga ingin sekali segera memeboikot petinggi mereka yang tengah pergi untuk melakukan misi yang begitu egois dan hanya untuk kepentingan diri sendiri. Di sore ini banyak para penduduk yang tengah berkemas-kemas, sebenarnya ini sudah banyak dilakukan para masyarakat semenjak selebaran yang di buat oleh Leon Dwayne itu tersebar. Entah akan pergi kemana mereka, yang jelas mereka bersiap-siap terlebih dahulu.Langit di saat ini juga tertutup gas pu
Sean, Yugo, Rosenna, dan Dimitri agaknya sedikit menjauh dari suara yang mereka duga adalah pasukan istana. Mengapa mereka bisa berpikiran begitu? Jelas karena suara itu terlalu brutal jika diserahkan pada binatan. Sean sadar suara itu adalah pedang yang menghunus kesana kemari. Mereka semua jadi berpikir, bagaimana mungkin jika memang mereka bisa menyusul? Apakah mereka menggunakan sihir? Tapi kenapa tidak sejak lama, misalnya sejak mereka masih di lembah?“Hey di sini ternyata!!!” teriak seorang lelaki berambut hitam dari atas pepohonan.
“Terus ke arah Barat Daya!!” teriak Corny ketika dirinya dan sekelompok prajurit telah memasuki wilayah hutan.Mereka memang sudah tiba di tepi sungai dekat hutan beberapa waktu yang lalu. Setelah meninggalkan perahu mereka kini mereka kembali berjalan, bahkan seorang Negia dan Celestia pun terpaksa berjalan karena tandu singgasana mereka ditinggal ketika terjadi kekacauan di lembah. Yah, sejujurnya kedua orang itu sangat tidak ingin melakukan ini, tapi mau bagaiman lagi.