Share

Bab 4

Penulis: Siti_Rohmah21
last update Terakhir Diperbarui: 2022-12-27 22:43:33

Syakila masih tercengang, mendengar pertanyaan yang aku lontarkan tadi. Mungkin ia masih mencari alasan yang tepat kenapa belum mengenalkan calon suaminya. Sudah beberapa detik aku hitung, ia belum menjawab pertanyaan itu.

Aku memandang matanya dengan tatapan penuh, wanita itu sudah menikah sejak tahun 2018 silam. Seandainya ada bukti satu lagi yang akurat, ini lebih bagus untuk memperkuat tuduhan kepada mereka.

Hitungan detik sudah berubah ke menit, namun ia belum juga bersuara. Aku pun mengerutkan alis melihat Syakila diam membisu.

'Ayolah jawab Syakila, bukankah kamu tidak bisu? Bukankah kamu bisa mengeluarkan madu dari mulutmu yang sebenarnya pahit seperti empedu? Syakila, aku tidak akan pernah memaafkan kamu dan Mas Danu, kalau terbukti telah mempermainkan pernikahanku hanya untuk harta semata,' batinku kesal menunggu lama ia berbicara.

"Aku akan membawa calon suamiku kehadapanmu, Fika. Tapi, nanti setelah calon suamiku lulus dari kuliahnya di Jerman!" Akhirnya ku dengar sahutan dari mulut seorang wanita yang tega mempermainkan hati wanita lainnya. Syakila juga memperagakan dengan bahasa isyarat, mungkin supaya aku mudah paham dan mengerti. Padahal aku tahu jawabannya hanya bualan saja.

Lucunya, ia memberikan alasan yang sangat jauh dari perkiraan. 'Jerman kamu bilang? Sejauh itu kamu mencari alasan. Padahal bisa saja kamu memperkenalkan aku melalui video calling di ponsel. Tapi kamu tidak pernah melakukan itu. Sebab, wajah yang kamu bilang calon suamimu adalah suamiku dan juga suamimu. Ya, kan Syakila?' Aku hanya mampu bergerutu di dalam hati.

Makin gemas mendengar alasan dari Syakila. Tidak menutup kemungkinan setahun yang akan datang ia berniat memberikan kejutan untukku. Namun, belum waktunya terjadi. Rencananya sudah tercium olehku.

Aku mendadak ingin membalas rasa sakit hati ini sekarang. Ya, dengan menawarkan ia makan di rumah, sepertinya itu ide bagus. Mungkin sebagai pelajaran agar berhati-hati dalam memasukkan makanan ke mulutnya. Begitu pun dengan membuat masalah di keluarga Wijaya. Itu sama saja mengundang lebah untuk mengantup.

"Kamu sudah makan, Syakila?" tanyaku menyorot padanya. Bahasa isyarat yang sudah terbiasa ia lihat dariku. Membuat Syakila dengan mudah mencernanya.

"Belum, kebetulan aku lapar sekali!" ucap Syakila sembari memegang perutnya. Ya, aku akan sediakan makanan untuk Syakila. Sebagai awal dari rasa kesalku padanya.

"Baik, aku akan ambil makanan untukmu. Tunggu di sini ya, kita makan di ruang keluarga saja. Aku ambil dulu makanannya." Tanganku dengan cepatnya memberikan isyarat. Ia pun tampak senang sekali.

"Siap, Fika. Sayang!" teriaknya saat aku mulai melangkah ke arah dapur.

Sayang, ia selalu menyertakan kata itu kepadaku. Agar terdengar menyayangi. Syakila, ular kepala dua, di depan baik, di belakang siap menikam temannya sendiri.

Aku bergegas ke dapur, si mbok masak daging yang sudah diolah menjadi teriyaki. Masih hangat sekali, aku ambil garam dan lada di kitchen set. Lalu aku taburkan di dalam makanan yang aku hidangkan untuknya.

Ada dua piring, satu untuknya, satu lagi untukku. Ia akan segera lari ke dapur untuk mengambil minum jika merasakan makanan ini. Aku tidak akan membawa minum sekaligus. Biarkan ia berlarian ke arah dapur.

Dengan bahasa isyarat juga senyuman, aku pun membawa hidangannya.

"Ini untukmu, dan ini untukku!" Lalu aku segera makan agar ia pun menyegerakan menyantap makanan yang telah aku sajikan.

Satu, dua, tiga, dugaanku benar. Ia beranjak dari duduknya setelah mencicipi satu sendok dengan wajah yang memerah, karena rasa lada bubuk yang aku percikan ke dalamnya. Wajahnya pun tiba-tiba mengerenyit merasakan asinnya garam yang aku tumpahkan. 'Kena kamu Syakila, rasanya senang sekali melihat kamu tersiksa,' gumamku dalam hati.

Setelah ia mengambil segelas air, Syakila kembali lagi bersamaku. Menanyakan perihal rasa dari makanan yang aku hidangkan.

"Fika, makanan kamu tidak apa-apa? Kok yang aku makan rasanya aneh?" tanya Syakila dengan suara sedikit kencang.

"Aku, sengaja. Agar kamu tidak jadi makan!" Aku menggerakkan tangan ini padanya.

"Kenapa, begitu? Apa salahku?" Syakila mulai menanyakan maksudku. Lalu dengan soroton tajam. Aku menatapnya terus tanpa kedip. Ingin aku memakinya, tapi suara ini tidak mampu berkata. 'Tunggu waktunya tiba Syakila, saat itu aku akan menghardikmu dengan suara melengking. Agar kamu tidak lagi menyepelekan gadis bisu sepertiku,' batinku kesal sambil menatapnya tajam.

"Syakila, tubuhmu mulai gendut. Kamu mau makan nasi dan daging? Kan mau menikah, jadi harus jaga pola makan!" sahutku dengan suara yang hanya terdengar meraung. Selayaknya gadis bisu lainnya. Namun, ia mengerti dengan gerakan tangan ini yang menyertai saat bicara.

"Astaga, Fika. Kamu memang teman terbaikku. Mengingatkan perutku yang semakin hari semakin buncit ini!" ungkapnya sembari memelukku.

Jijik rasanya dipeluk oleh perempuan yang bermulut manis. Perut buncit Syakila, mungkin ada janin di dalamnya! Sebab sudah beberapa bulan ini, perutnya aku lihat makin membesar. Awalnya tidak pernah menyadarinya. Namun, setelah tahu sedikit rahasia itu, tidak menutup kemungkinan, Syakila tengah hamil saat ini.

Aku tertawa di depannya, kini aku ikut manjadi ular sepertinya. Mencoba baik di depan, dan tertawa atas segala candaannya.

Tertawa dalam tangisan di hati ini, itulah yang aku rasakan saat ini. Akan tetapi, puas rasanya melihat Syakila tergopoh-gopoh mencari air ke dapur. Masih terbayang di mataku wajah Syakila saat menyantap makanan tadi.

"Syakila, perutmu buncit jangan-jangan kamu hamil?" Syakila tampak terkejut, ia melepaskan pelukannya terhadapku.

"Itu tidak mungkin, aku belum menikah, masa hamil?" Syakila begitu meyakinkan aku.

'Andai kamu tau, aku sudah melihat foto prewedding yang kamu lakukan beberapa tahun silam. Pasti kamu tidak akan mengelak.' Aku terus membatin.

Ponselku tiba-tiba bergetar, saat kami sedang berbincang-bincang di ruang keluarga. Ternyata Papa yang mengirimkan pesan untukku.

[Sayang, maafkan Papa. Teman Papa yang tadi kita bicarakan sedang seminar ke luar negeri. Ia menyarankan untuk terapi ke luar negeri. Maukah kamu ke Singapura? Agar cepat kamu bisa bicara lagi!]

Begitu lihat isi pesan papa padaku. Jari ini diam sejenak memikirkan balasan yang akan aku kirim. Ini harus aku pikirkan matang-matang. Sebab meninggalkan Mas Danu bersama ular di sini, itu artinya malah memberikan ruang pada mereka.

"Fika, ada apa? Kok bengong?"

Syakila membuyarkan lamunanku seketika.

Bersambung

Bab terkait

  • Foto Prewedding di Laci Kerja Suamiku    Bab 5

    Seandainya aku memberikan jawaban iya pada papa. Apa aku harus bilang juga pada Mas Danu, bahwa aku hendak terapi ke luar negeri? Aku ingin Mas Danu dan Syakila terkejut saat mendengar suara indahku nanti. Sebaiknya dirahasiakan saja dulu.Dadaku masih terasa sesak menjadi wanita kedua, apalagi hanya menjadi batu loncatan. Harta lah yang menjadi incaran mereka, itu yang sebenarnya sangat menyakitkan. Ketulusan hati tidak ada secuil pun dalam diri mereka. [Aku mau, Pah. Tapi, aku ingin pastikan kedua insan tersebut juga tidak akan berduaan selama aku pergi. Papa bisa memberikan tugas pada Mas Danu keluar negeri juga, dengan negara yang berbeda.] Balasan pesan yang aku ketik tanpa sepengetahuan Syakila. Ia sedang ke toilet saat ini. Ternyata ponsel Syakila pun ia tinggal. Aku melirik ke layar ponsel yang menyala, tidak sengaja melihat pesan dari Mas Danu dari layar jendela.[Sayang, nanti malam pulang dari kantor aku ke rumah. Jangan lupa pakai lingerie yang aku belikan kemarin.]De

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-28
  • Foto Prewedding di Laci Kerja Suamiku    Bab 6

    Syakila tiba-tiba datang mengejutkanku, sudah memakai jaket juga membawa kunci motor. Ia hendak ingin membeli makanan. Sangat kebetulan, saat Syakila pergi aku akan geratak seisi kamar, mencari bukti-bukti yang akan menguatkanku nanti."Kamu mau ke mana?" Gerakan tangan ini sudah membuatnya mengerti."Aku beli nasi goreng dulu, kamu mau ikut?" tanya Syakila sembari menutup resleting jaket yang ia pakai. "Aku di rumah aja, khawatir Mas Danu datang," jawabku. Ia pun tersenyum ketika melihat tanganku menjawabnya."Oke, kamu hati-hati ya di rumah!" ujar Syakila dengan suara keras dan aku tersenyum padanya. Kemudian ia bergegas ke luar rumah. 'Semoga lama perginya. Aku akan kirim pesan ke papa terlebih dulu, agar memberikan perintah pada Mas Danu untuk ke rumahnya,' ucapku dalam hati.[Pah, suruh Mas Danu ke rumah papa. Jangan sampai ia datang ke rumah Syakila. Tadi ia bilang akan bermalam di sini untuk menemaniku, tolong ya, Pah. Entah bagaimana caranya, Mas Danu tidak boleh ke sini. Ak

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-28
  • Foto Prewedding di Laci Kerja Suamiku    Bab 7

    'Buku nikah?' batinku bertanya-tanya.'Astaga.' Sambil mengusap dada aku membatin sendiri. Ini dia yang aku cari sejak tadi. Buku nikah mereka. Dengan menghela napas panjang, aku coba buka segera isi dari buku nikah tersebut. Aku memejamkan mata lalu membukanya kembali. Berharap perkiraanku salah. Ya Tuhan, foto suamiku juga sahabat yang telah menikah sejak tiga tahun silam. Mereka benar-benar sudah terikat dalam status pernikahan. Foto prewedding itu bukan editan semata tapi benar adanya, bukan hanya sekadar berprasangka.Kini bukti telah aku pegang, aku harap ia tidak mengetahui akan hal ini. Kemudian, aku mengambil gambar bagian depan buku nikah, bagian di mana ada foto mereka. 'Aku sudah dapat bukti foto-foto buku nikah asli mereka,' gumamku sambil tersenyum semringah. Kemudian, aku masukkan kembali buku nikah tersebut. Lalu merapikan baju-baju yang sudah berantakan. Setelah sudah rapi semuanya, aku segera mengirim bukti-bukti kepada papa. Agar ia mengetahui bahwa menantu yang

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-06
  • Foto Prewedding di Laci Kerja Suamiku    Bab 8

    "Amit-amit, kamu serius Fika? Jangan-jangan cuma mirip! Kalau memang iya, Aku nggak mau lah dijadikan istri kedua, kaya gak ada laki-laki lain aja!" ucap Syakila. Bibirnya cemberut ketika mengatakan hal itu. Apa wanita itu tidak sadar diri telah menjadikanku istri kedua suaminya?Namun, sikap Syakila barusan sudah mampu membuatku jadi mesam-mesem sendiri. Sebab, akhirnya ia terperanjat dengan apa yang kukatakan barusan. Kalau otaknya masih dipakai untuk mikir, tentu ia langsung kepikiran dengan apa yang dilakukannya terhadapku. Menjadikan istri kedua dan sebenarnya yang kulakukan sekarang adalah hal sama seperti reaksi dia barusan, tidak akan rela jadi istri kedua dari suaminya. Aku menelan ludah. 'Nanti akan kuurus semuanya kembali seperti awal. Dimana kamu hanya teman yang menggantungkan hidupnya dari seorang teman yang cacat. Setelah saat itu tiba, akan aku tendang kamu sejauh-jauhnya bersama suamimu itu.' Aku terus menerus bergumam dalam hati."Coba kamu cari tahu dulu. Jangan a

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-07
  • Foto Prewedding di Laci Kerja Suamiku    Bab 9

    Kami kembali tidur. Aku lihat ke arah Syakila, ia juga begitu, langsung memiringkan tubuhnya.Tiba-tiba aku terbangun kembali, entah kenapa mata dan tangan ini ingin membuka laptop yang ada di meja.Akhirnya aku membukanya di bawah, nyaris dekat dengan kolong tempat tidur. Ya, tentu memastikan dulu Syakila sudah benar-benar pulas.Iseng-iseng aku membukanya, ternyata ia tengah memutar suatu video tapi belum sempat dikeluarkan, mungkin sudah keburu aku datang tadi. Kemudian, dengan lancangnya aku membuka video tersebut."Aku capek, Mas. Hidup gini terus, susah terus! Kapan kamu ngebahagiain aku?" ungkap Syakila, aku mendengarnya ia bicara seperti itu pada pada suami yang ternyata suamiku juga."Sabar, kamu mau sabar kan hidup denganku?" tanya Mas Danu. Dada ini sesak, tapi aku harus sabar. Mataku sambil melirik, namun wanita itu masih pulas, Syakila memang tipikal seperti itu, istilahnya tidur seperti kebo."Mas, kamu mau ngebahagiain aku kan? Mau ikutin semua kemauanku?" tanyanya la

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-08
  • Foto Prewedding di Laci Kerja Suamiku    Bab 10

    Kemudian, Papa mengirimkan suatu video.[Nak, simak baik-baik rekaman ini. Percakapan antara Papa dan Danu ketika di rumah, saat Danu sudah tak bisa menggunakan mobile banking yang papa sudah bekukan.]Aku menyimaknya, tapi sebelumnya, aku pura-pura bergegas ke toilet. Khawatir Syakila bangun dari tidurnya."Pah, ini kenapa mobile banking nggak bisa digunakan?" Aku dengar Mas Danu bicara seperti itu pada papaku. Jelas sekali, meskipun aku bisu dan sedikit terganggu pendengaran, tapi kali ini Mas Danu mengucapkan dengan lantang."Danu, di luar negeri sana, kamu sudah mendapatkan fasilitas komplit. Jadi, untuk sementara keuanganmu Papa bekukan terlebih dulu. Nanti sepulang dari sana, akan Papa buka kembali! Kamu tidak keberatan kan?" Papa hebat sudah bicara seperti itu, pasti Mas Danu sulit mengelak lagi dengan alasan Papa yang masuk akal. "Papa tidak percaya denganku?""Bukan tidak percaya, tapi mencegah sesuatu hal yang kita tidak inginkan, itu lebih baik." "Ya sudah, Pah. Aku ke ka

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-08
  • Foto Prewedding di Laci Kerja Suamiku    Bab 11

    POV Sang PapaAnak adalah segalanya untukku, membuat Fika bahagia adalah termasuk kebahagiaan aku juga, seorang single parents. Sejak mamanya meninggal, saat itulah aku sebagai papanya berjanji tidak akan melakukan kesalahan secuil apapun kepada Fika. Ya, anak satu-satunya yang lebih memilih untuk tidak mau membuka suaranya sejak kejadian kecelakaan yang menewaskan ibundanya.'Seandainya kamu mau papa ajak terapi dari dulu, mungkin saat ini kamu bersanding dengan laki-laki yang layak. Bukan laki-laki pecundang seperti Danu,' batinku.Malam itu saat mobil Syakila terparkir di depan, aku menghubungi salah seorang preman untuk mencurinya. Aku berani melakukan hal ini, bukan karena ingin melanggar hukum. Namun, ingin memberikan pelajaran pada mereka yang silau akan harta."Kamu ambil mobil yang tadi saya kirimkan fotonya berikut alamat. Lalu bakar segera. Saya tidak ingin melihat mobil itu masih berkeliaran di sini. Ingat itu ya!" suruhku pada salah satu orang suruhan. Daripada mobil itu

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-09
  • Foto Prewedding di Laci Kerja Suamiku    Bab 12

    Kata orang, cinta pertama seorang wanita adalah papanya. Ya, papa cinta pertamaku, sekaligus cinta sejati. Tidak ada yang lebih mencintaiku selain papa untuk saat ini. Beliaulah yang membuat hidupku menjadi berwarna. Beliau adalah semangatku. Membalas rasa sakit hati ini pun, atas permintaan papa. Karena, tidak terima anak gadisnya yang dulu ia gendong dan manja. Dipermainkan oleh teman dan suaminya sendiri.Papa telah banyak membantuku. Ia sangat mendukung untuk memberikan pelajaran pada Syakila juga Mas Danu. Meskipun masih ada perasaan cinta padanya, kini keputusanku tetap bulat untuk membuatnya sengsara. Seperti awal sebelum mengenalku, akan aku buat ia seperti itu lagi.Setibanya di bandara, aku celingak-celinguk. Sempat juga bertukar pesan dengan papa, tapi setelah itu baterai ponselku mati total."Maaf, Fika Amara ya?" tanyanya dengan suara lantang. Apa ia orang suruhan papa yang datang khusus menemaniku menemui dokter khusus pita suara di sini? Bingung bicara dengannya, karena

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-09

Bab terbaru

  • Foto Prewedding di Laci Kerja Suamiku    Bab 54. Akhir Kebahagiaan Fika

    Seorang pria berhasil membawa maling tersebut bersama dengan Ari dan Haris. Mereka berdua diseret ke mobil dan diperintahkan masuk olehnya."Udah jebloskan aja ke penjara, kalau sudah berani kabur sih artinya sangat berani," ucap Haris.Kemudian, kami memutuskan untuk membuat laporan ke kantor polisi atas penjambretan tadi. Namun, sebelumnya, aku menghubungi papa melalui pesan singkat untuk sekadar memberikan informasi padanya.[Pah, aku ke kantor polisi ya. Ada jambret tadi.]Setelah mengirimkan pesan, aku duduk kembali ke mobil dan menuju kantor polisi.***Setibanya di kantor polisi dan selesai membuat laporan, pihak kepolisian pun sangat berterima kasih terhadap kami, sebab ternyata orang yang menjambret adalah buronan. Jadi ini justru sangat memudahkan kami juga dalam membuat laporan."Ayo, Fik, pulang!" ajak Haris. "Ri, kami pamit, terima kasih bantuannya, sudah membantu menangkap maling tadi.""Iya, sama-sama. Kalian hati-hati," ucap Ari sembari meninggalkan kami yang masih mem

  • Foto Prewedding di Laci Kerja Suamiku    Bab 53. Detik-detik Ending

    Kemudian Tante Siska membicarakan perihal dokter yang memanggil Mas Danu dan dirinya. Ia bilang bahwa Syakila menitip pesan pada dokter, bahwa akan mendonorkan matanya untukku.Lagi-lagi ini hal yang tidak masuk akal, Syakila tengah memperjuangkan hidupnya tapi ia malah ingin menyerahkan matanya untukku.Aku terharu mendengarnya, sekaligus ingin menolak apa yang menjadi niat baik Syakila."Maaf Tante aku tolak mentah-mentah, ini tidak adil jika aku menyetujuinya," ucapku dengan tegas.Aku pun meminta apa-apa untuk melarang Tante Siska membujukku. Ini semua demi kebaikan bersama, seharusnya Syakila juga sembuh, bukan malah ingin mendonorkan matanya untukku."Tante paham betul, tapi ini keinginan Syakila," jawab Tante Siska lagi."Aku tolak, Tante," ucapku lagi."Kenapa tolak?" tanya Tante Siska.Aku hanya menggelengkan kepala dan tidak berkomentar apa-apa lagi."Baiklah, tapi Syakila sudah meninggal dunia, Fika," ucap Tante Siska membuatku spontan melotot. Mata ini benar-benar membuka l

  • Foto Prewedding di Laci Kerja Suamiku    Bab 52

    Mereka semua berhamburan keluar. Hanya aku yang tersisa di dalam. Papa pun ikut karena aku yang menyuruhnya.Aku merebahkan tubuh sambil menunggu kedatangan mereka. Dalam hati kecil ini berharap ada kabar baik yang dokter katakan pada mereka semua.Kecemasan yang aku alami memang terbilang berlebihan, Syakila bukan siapa-siapa, hanya seorang sahabat yang pernah menghancurkan hidupku. Namun, justru saat ini aku menginginkan dia bisa bertahan hidup.Selang beberapa menit kemudian, papa datang bersama dengan Haris dan Ari. Namun, tidak dengan Tante Siska juga Mas Danu, ia masih menemani Syakila. Setidaknya bukan kabar buruk yang aku terima, sebab tidak ada yang papa ucapkan saat mereka masuk ke dalam ruangan."Kok cepat? Nggak ada sepuluh menit," tanyaku seakan menyecar."Iya, Syakila tadi sadar, dan dokter ingin bicara dengan Danu dan Siska," kata papa sambil menarik kursi lalu duduk di dekatku."Syukurlah, ternyata Syakila masih berjuang untuk hidup," timpalku dengan disertai helaan na

  • Foto Prewedding di Laci Kerja Suamiku    Bab 51

    Dikarenakan teriakan Kau sangat kencang, Papa yang tadi berada di luar pun panik dan masuk ke dalam.Begitu juga dengan Haris dan Ari yang masuk mengekor di belakang papa."Ada apa, Fika? Kenapa kamu teriak?" tanya papa."Tadi aku dengar di kamar mandi suara kran mengalir, Pah, Aku takut Coba lihat ke sana!" Aku ketakutan sambil memegang selimut dan meremasnya."Aku akan melihat!" Itu suara Haris ia yang bersedia memantau toilet.Berselang kemudian Haris pun datang. "Nggak ada siapa-siapa dan kran pun masih tertutup." Ucapannya membuatku terdiam.Telingaku ini sudah berfungsi kembali seperti orang normal. Tadi jelas-jelas aku mendengar suara air mengalir dari keran kamar mandi."Mungkin kamu lelah, Fika, lebih baik kamu tidur ya, jangan mikirin macam-macam. Apalagi halusinasi tentang Syakila lagi, doakan aja dia mendapatkan yang terbaik untuk kesembuhannya," pesan papa.Kemungkinan besar halusinasiku ini terjadi karena terlalu takut. Ya, aku merasa sebagai penyebab kehancuran Syakila.

  • Foto Prewedding di Laci Kerja Suamiku    Bab 50

    "Tapi, Syakila di ruangan ICU, Fik," ucap Haris."Iya, katanya kritis lagi," susul Ari."Jadi aku halusinasi?" Aku bertanya sambil menutup seluruh wajah dengan kedua telapak tangan."Fika, kamu istirahat ya, jangan sampai cemas berlebihan hingga membuat kamu jadi berpikiran tentang Syakila," tambah papa.Aku terdiam, bukankah ada suaranya tadi? Ya, suara raungan wanita bisu. Aku dapat mengetahuinya, sebab pernah berada di posisi Syakila dulu. "Aku yakin itu Syakila, apa dia ingin bicara denganku?" "Fika, biar aku dan Ari yang lihat kondisi Syakila ya," pesan Haris.Aku mengangguk senang, senyumku melebar ketika ia melakukan hal itu. Sebab, memang dari tadi aku menunggunya menawarkan diri setelah aku suruh.Setelah mereka pergi, aku pun ditemani papa. Ia duduk di sebelahku sambil mengusap lembut jari jemari ini."Kamu itu lelah, kepikiran sana sini, jadilah mikirin Syakila lagi, padahal sudah tidak ada yang perlu kamu cemaskan, dia sudah ditangani oleh dokter, Papa rasa dokter juga p

  • Foto Prewedding di Laci Kerja Suamiku    Bab 49

    Aku merasa ini semua tidak adil jika harus kehilangan indera yang sangat penting, yaitu penglihatan. Seandainya mata ini tak bisa melihat dunia, aku pasti merasa orang yang paling buruk sedunia. Sebab, musibah yang ku terima tidak ada ujungnya.Dokter mulai melepaskan perban yang mengelilingi kepala dan mata ini. Kemudian, setelah lilitan terakhir ia menyuruhku untuk membuka mata.Perlahan aku buka mata yang biasa memandang indahnya dunia. Namun, setelah membukanya, aku malah menelan pil pahit. Semua berbayang, bahkan samar-samar. Untuk mengenali wajah papa saja aku tak mampu."Pah, mataku kenapa begini?" Aku bertanya sambil berteriak. Sebab, aku takut salah apakah yang berdiri di sebelahku persis itu papa atau dokter?"Nak, kamu yang sabar. Kamu pasti kuat, dokter bilang masih ada harapan dengan donor mata," ungkap papa.Papa memelukku, kemudian mengelus rambut ini."Kenapa aku tidak pernah merasakan bahagia, Pah? Baru sembuh dan bisa bicara, kini harus menerima kenyataan bahwa matak

  • Foto Prewedding di Laci Kerja Suamiku    Bab 48

    Aku tersadar tapi tak bisa membuka mata, sebab saat meraba ternyata mataku dibalut perban. Aku sudah berada di ruangan yang tak terlihat di mana tempatnya. Semuanya gelap, aku bahkan tak melihat satu titik pun lampu yang bersinar. Hanya suara gemericik air dan bunyi alat yang sepertinya aku kenal."Aku di mana? Kenapa gelap? Seingat aku tadi ada yang menabrak dari arah belakang, apakah aku di rumah sakit?"Tiba-tiba terdengar suara riuh yang memanggil satu sama lainnya. "Pasien sadar, pasien sadar!"Aku dengar suara riuh itu, hingga suara hentakan sepatu terdengar menghampiriku. Kemudian dadaku seperti ada yang sentuh. "Tenang ya, Bu, kami hanya ingin memeriksa," ucapnya. Aku paham sekarang, saat ini aku berada di rumah sakit. Sebab, sudah ada suara yang memeriksa. Jadi suara alat yang kudengar adalah alat-alat medis untuk mendeteksi jantung."Dok, kenapa saya tidak bisa melihat Dokter?" tanyaku padanya. "Apa karena diperban?" tambahku lagi."Nanti kita buka perban ya, Bu. Setelah sem

  • Foto Prewedding di Laci Kerja Suamiku    Bab 47

    "Pah, katakan apa yang terjadi dengan Syakila? Tadi tuh aku dibayangi dia terus!" Aku terus mendesaknya untuk mengatakan semua padaku."Syakila sudah sadar dan terus meminta bertemu dengan kamu," terang papa.Aku terdiam, lalu mencari tempat duduk. Tadi aku merasakan bertemu dengan Syakila. Itu artinya hanya halusinasi?"Pah, tapi tadi ....""Tadi Fika halusinasi lagi, Pak. Dia bilang bertemu dengan Syakila," serobot Haris. Aku pun menautkan kedua alis seraya tak menyukai atas tindakan Haris yang memotong pembicaraanku."Benarkah itu bukan halusinasi aku merasa seperti nyata," sanggahku.Ari memintaku untuk menekuk air putih kemudian menyuruhku untuk tenang. "Tarik napas Fika, Jangan memikirkan hal yang di luar kendali kita, jalani saja hidup ini Jangan memikirkan sesuatu yang belum kita hadapi," ungkap Ari.Aku terdiam sejenak, kemudian suara panggilan untuk keberangkatan ke Yogyakarta sudah terdengar. Akhirnya kami pun bergegas supaya cepat tiba di rumah sakit dan menemui Syakila.S

  • Foto Prewedding di Laci Kerja Suamiku    Bab 46

    Papa terlihat mengaktifkan speakernya. Kemudian meletakkan ponsel miliknya di atas meja."Halo, Wijaya ada apa?" Tante Siska bertanya duluan. "Tadi aku dan Danu lagi bertemu dokter, makanya nggak diangkat," tambah Tante Siska."Oh, gitu. Gimana kondisinya Syakila? Di sini Fika halusinasi terus," ungkap papa pada Tante Siska."Hm, tadi pagi juga dia cerita, tapi entah apa ini firasat dari Fika? Mungkin Syakila minta diikhlaskan gitu segala perbuatannya," celetuk Tante Siska membuat kami seketika saling bertumbuk pandangan."Maksud kamu?""Dokter bilang sudah tidak ada perubahan pada Syakila, hanya keajaiban Tuhan yang akan membantunya, tadi kami berembuk ingin mencopot alat medis, tapi Danu masih ingin keajaiban itu terjadi," ungkap Tante Siska. "Jadi gimana solusinya?" "Aku punya usul, bagaimana kalau Fika diajak ke sini. Bicara di telinga Syakila kalau ia sudah benar-benar memaafkannya," usul Tante Siska.Apa yang dikatakan olehnya ada benarnya juga. Bisa saja aku merasa tidak ten

DMCA.com Protection Status