POV Rengga
Aku beranjak menuju ruang keluarga, untuk menemui Andre. Aku lihat dia tampak menerima telpon dari seseorang. Aku dudukan diriku berhadapan dengannya. Menunggu beberapa saat, sampai Andre selesai dengan telponnya.
“Maaf Ga membuatmu menunggu.” Ucapnya seraya menyimpan ponsel ke atas meja.
“Santai saja Dre.” balasku menampilkan wajah tenang.
“Jadi mengenai kondisi Bella. Sudah baik, hanya harus tetap diperhatikan istirahat dan asupan makanan. Disamping untuk kebutuhan produksi asinya. Cek up lusa depan, untuk memastikan keseluruhan kondisinya. Nanti akan aku kabari lagi waktunya. Dan jangan lupa terus dampingi dia Ga.” aku mengangkat sebelah alis, melihatnya tampak berpikir lain
enjoy guys
POV Rengga Aku sedang bersandar dikursi kebesaranku. Setelah meeting yang aku hadiri, membuat kepalaku sedikit pusing. Aku harus, setidaknya menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang sempat tertunda. Kemudian baru fokus ke Cabang perusahaan yang bermasalah. Kemarin Bella sudah melakukan cek up, seperti yang sudah diatur oleh Andre. Aku belum sempat membicarakan hasilnya secara mendalam dengan Andre. Karena banyak urusan kantor, yang begitu mendesak untuk diselesaikan lebih dulu. Aku lirik jam, masih menunjukkan setengah 1. Masih ada setengah jam, sebelum waktu makan siang selesai. Aku rasa cukup, untuk membicarakan hasil cek up Bella dengan Andre via telpon. Aku raih ponsel yang tergeletak di laci meja. Banyak pesan dari Bella yang aku balas lebih dahulu. Selanjutn
POV Rengga Aku pulang setelah selesai dengan pekerjaanku. Menyerahkan segala urusan kantor kepada Reno semntara waktu. Sampai aku kembali dari Surabaya. Sampai dirumah, aku jumpai suasana sepi. Lalu segera menuju ruang kerja. Ada beberapa dokumen yang harus aku selesaikan, untuk dibawa Ria besok pagi. Sedikit berkutat dengan berkas, membuatku lupa dengan waktu yang sudah menunjukkan jam 4 sore hari. Aku bereskan berkas, mengumpulkannya menjadi satu. Aku tandai setiap berkas, agar Ria mudah untuk memilahnya. Selesai dengan hal itu, aku beranjak keluar menuju kamar. Aku buka pintu perlahan, menemukan Bella yang masih terlelap. Aku alihkan pandangan, pada meja kecil dekat meja rias, yang terdapat bekas makan siang. Mendekat ke ranjang, lalu menekan tombol untuk memanggil
POV Rengga Aku masih terus bergerak cepat, hingga kami meraih klimaks bersama. “Ahkkkkk hhh Mas,” teriak Bella yang aku peluk dari belakang. “Hah, hhh nikmat sayang,” aku mengatur napas setelah klimaks yang luar biasa. Kami masih dalam keadaan yang menyatu. Sampai aku putar kran shower, membuat kami sama-sama basah oleh kucuran air. Kami menyelesaikan mandi lebih lama. Karena aku yang sudah tidak tahan menahan hasrat untuk berada didalamnya. Tubuh mulusnya selalu membuatku lupa diri. Setelah beberapa kali mengandung dan melahirkan, tidak tampak perubahan signifikan pada tubuhnya. Hanya beberapa bagian seperti panta
POV Bella Ini sudah 5 bulan, semenjak kami pindah kesini. Kandunganku sudah membesar seperti hamil 8 bulan. Dokter Andre bilang, ini karena susu yang aku konsumsi berpengaruh pada janin yang aku kandung. Pertanda jika memang susu itu, cocok untuk mereka. Dan tidak berpengaruh negatif pada tubuhku. Kabar baiknya adalah, aku kembali mengandung bayi kembar. Setelah diperiksa secara seksama olehnya. Karena Mas Rengga tidak percaya pada Dokter kandungan lain. Maka Dokter Andre harus rela melakukan perjalan jauh untuk mengontrol kandunganku. Bayi-bayiku juga tumbuh dengan sehat. Bahkan gemuk, karena asi yang tidak pernah telat aku berikan. Walau sekarang, lebih tidak nyaman menyusui mereka secara langsung. Tapi aku usahakan untuk tetap menyusui mereka secara langsung.
POV Rengga Kami berpiknik setelah menyelesaikan sarapan. Berada di taman dengan dinaungi pepohonan rindang. Membuat kami hanyut dalam suasana sejuk alam. Walau hanya berpiknik ditaman belakang rumah. Karena perawatan yang baik membuat taman ini lebih mirip seperti hutan mini, dengan banyak bunga disekelilingnya. Beruntungnya para baby sister anak-anakku. Kompak memakaikan mereka celana panjang. Karena mereka sudah antusias, sejak diturunkan di karpet. Aku ikut mengawasi mereka, yang kini diikuti baby sisternya masing-masing. Sedang Arsella, masih asik menyusu. Tanpa tertarik dengan kegiatan yang dilakukan kakaknya. Dengan posisi berbaring miring dikarpet, Bella dapat menyusui Arsella dengan nyaman. Karena perut besarnya akan tertekan, jika menyusui dilakukan den
POV Bella Aku melamun sambil memompa asiku. Menyediakannya untuk anak-anak. Bila saja mereka rewel diwaktu bersamaan. Tentu aku tidak bisa mengatasinya sendirian. Aku masih terbayangkan kejadian ditaman belakang tadi. Aku masih sedikit tidak percaya, tapi kali ini adalah kenyataan. Mas Rengga terlihat berkali-kali lebih menakutkan ketika marah. Dan mungkin sesaat lalu, adalah terakhir kali aku menyulut amarahnya. Dengan tidak mematuhinya. Padahal niatku hanya mengawasi Arsella. Sebelum dia sempat menjangkau mawar-mawar berduri itu. Aku takut tangannya terluka. Namun niat itu malah berbuah hal lain bagiku. Aku pikir Rosa juga merasakan suasana yang sama denganku. Atmosfer tiba-tiba berubah panas dan serba salah. &
POV Bella. Aku terusik. Seperti sedang dibungkam. Dan dia juga berusaha memasuki mulutku. Ini terasa basah, perlahan aku buka mataku. Sedikit silau, aku lihat wajah yang familiar tepat didepanku. “Mmmhh-mm,” Dia menjauhkan wajahnya. Membiarkanku mengambil napas. Aku masih mengumpulkan kesadaran. Melihat aku masih berbalut selimut. “Bangun sayang, waktunya makan malam,” katanya seraya mengusap rambutku lembut. Memperbaikinya hingga tak menghalangi wajahku. “Jam berapa Mas?” tanyaku pelan dengan suara serak. Lalu bersandar dikepala ranjang. Sedang satu tanganku menahan selimut, agar tidak merosot.  
POV Rengga Aku berada dikamar utama bersama Bella. Aku tengah duduk, melihat Andre berusaha tenang menangani persalinan Bella. Aku alihkan perhatian memandang lelaki yang mirip denganku. Aku mendekat untuk memastikan. Itu memang benar diriku. Perhatianku teralih pada Bella yang sudah lemas. Dengan susah payah, masih ingin mengejan melahirkan bayi kami. Aku perhatikan lebih jauh ranjang ini. Sudah penuh dengan darah yang berasal dari tubuh Bella. “Arggghhh,” ejanannya terdengar payah. Peluh memenuhi wajah Bella yang perlahan memucat. “Bertahan demi anak kita sayang, kamu pasti bisa.” Aku lihat diriku yang menyemangati Bella. Untuk dapat melahirkan bayi kami. Aku perhatikan semakin banyak d