POV Rengga
Aku berada dikamar utama bersama Bella. Aku tengah duduk, melihat Andre berusaha tenang menangani persalinan Bella. Aku alihkan perhatian memandang lelaki yang mirip denganku. Aku mendekat untuk memastikan. Itu memang benar diriku. Perhatianku teralih pada Bella yang sudah lemas. Dengan susah payah, masih ingin mengejan melahirkan bayi kami. Aku perhatikan lebih jauh ranjang ini. Sudah penuh dengan darah yang berasal dari tubuh Bella.
“Arggghhh,” ejanannya terdengar payah. Peluh memenuhi wajah Bella yang perlahan memucat.
“Bertahan demi anak kita sayang, kamu pasti bisa.”
Aku lihat diriku yang menyemangati Bella. Untuk dapat melahirkan bayi kami. Aku perhatikan semakin banyak d
Hai semua. Enjoy guyss
POV Rengga Setelah menyelesaikan semua masalah yang rumit diperusahaan cabang ini. Akhirnya titik terang terbit juga. Semua pelaku sudah tertangkap dengan penelusuran polisi. Mereka membayar setimpal, atas apa yang sudah mereka perbuat. Dengan menggelapkan dana perusahaan ini. Aku berkutat berhari-hari dengan pekerjaan. Dibantu asisten pribadiku disini. Menyelesaikan masalah yang mereka tinggalkan. Akhirnya, setelah lama aku bersabar. Dengan sekuat tenaga memulihkan perusahaan kembali. Aku bisa bernafas lega juga. Tinggal sedikit lagi selesai. Beberapa hari kedepan pelantikan direktur baru akan dilaksanakan. Direktur sudah terpilih, dan aku bisa sedikit menikmati hari santai. Hari ini aku pulang lebih awal, setelah selesai meeting diluar kantor. Aku sudah malas
POV Bella Aku sekarang sedang berkebun digreen house. Setelah selesai dengan urusan anak-anak. Kini mereka sedang asik bermain ditaman bersama Mas Rengga dan baby sysiternya. Aku sudah menyiapkan banyak asi dalam botol. Jika mereka tiba-tiba merengek. Aku sedang memindahkan semua benih bunga. Yang sudah tumbuh ini kedalam pot. Mereka akan jadi bunga yang cantik. Sebagian benih aku biarkan tetap tumbuh ditanah. Agar menambahkan warna digreen house ini. Yang sudah dipenuhi warna merah dari mawar yang aku sukai. Sebagian lagi aku pindahkan, agar dapat ditanam ditaman belakang rumah. Banyak benih yang aku semai, hingga kini memenuhi sekeliling kakiku. Dan belum sempat aku pindahkan. Mas Rengga melarang tukang kebun membantuku. Karena tidak mau aku dekat-dek
POV Bella Akhirnya kami kembali ke Jakarta. Aku tidak sabar untuk berjumpa dengan anak-anak. Aku lihat jam dipergelangan tangan. Mungkin mereka masih disekolah saat ini. Hem, aku ingin memasakkan mereka makanan kesukaannya. Aku lihat Mas Rengga yang tidur di kursi depan. Dengan Arga yang juga lelap bersandar di dadanya. Dia seperti kurang tidur semalam. Karena dia berada diruang kerja, setelah selesai makan malam. Hem biar saja, aku memang sengaja mendiamkannya. Tidak aku hiraukan perkataan maafnya. Kali ini, aku tidak akan semudah itu memaafkannya. Dia harus diberi pelajaran. Supaya bisa mengendalikan keganasan burung besarnya itu. Seenaknya saja memperlakukanku. Dikira aku hamil besar seperti ini, karena perbuatan siapa. Aku akan membuatnya tersiksa lebih dala
POV Bella Aku tengah berbaring, sambil menyusui Alex. Ketika Mas Rengga masuk kamar. Setelah beberapa saat lalu, aku dengar suara mobilnya berhenti. Setelah meletakkan tas kerjanya disofa. Dia mendekat, dengan seulas senyum dibibirnya. Selanjutnya mencium Alex, lalu beralih mencium keningku. Kehangatan memenuhi dada, saat dia mencium keningku lama. Seakaan melepas rindu diantara kami. Atau mungkin, hanya aku yang berpikir seperti itu. Karena seharian ini, pikiranku terus dipenuhi olehnya. Walau aku sudah berusaha mengalihkan pikiranku. Dengan lebih sibuk, mengurus anak-anak. Namun tak dapat dipungkiri, pikiranku masih tersita olehnya. Awalnya aku puas membuatnya berharap. Bahwa aku akan tetap mau dicium. Dan memberikan ciumanku, sebelum dia berangkat ke kantor. Aku ta
POV Rengga Pagi ini aku merasa agak lega. Sebelum berangkat ke kantor, Bella ternyata masih memperhatikan penampilanku. Sudah beberapa hari ini, dia tak lagi menyiapkan setelan kantorku. Tetapi dari semua itu, dia masih peduli padaku. Walau tetap mengunci mulutnya. Hanya dengan berbicara pada orang lain saja. Aku dapat mendengarkan suaranya. Sebagai ganti ciuman, aku hanya puas dengan mengusap kepalanya. Aku sudah memesan rangkaian bunga mawar merah kesukaannya. Yang akan dikirimkan ke rumah. Aku harap dia dapat sedikit terkesan oleh perhatianku ini. Tidak banyak pertemuan hari ini. Jadi aku dapat langsung pulang. Setelah selesai berdiskusi bersama Reno. Mengenai beberapa file kerja sama yang harus aku pelajari.
POV Rengga Aku masih menggendong Arlan yang sempat rewel. Karena mulai tumbuh gigi, membuatnya tidak nyaman. Yang berakibat pada terpotongnya jam tidurku. Ayah sempat menengok ke kamar. Kemudian pergi, setelah mengetahui Arlan sudah ada dalam gendonganku. Beliau hanya tersenyum singkat. Lalu berlalu kembali ke kamarnya. Semenjak aku tak lagi menyentuh Bella, alias puasa diatas ranjang. Aku akan tertidur lebih malam dari biasanya, dan jarang sekali bisa nyenyak. Hal tersebut juga dikarenakan anak-anak. Yang mungkin terbangun dimalam hari. Jika ada sesuatu yang membuat mereka tidak nyaman. Setelah jam lewat tengah malam, Arlan baru terlelap. Aku kembali ke kamar, mendapati Bella yang tengah tertidur. Masih sambil menyusui Arga. Aku lihat putraku satu ini masih men
POV Rengga Dilorong menuju ruang praktek Andre. Aku lihat, Renita sudah mengirimkan nama ruangan, tempat Mamanya dirawat. Apakah tepat, jika aku mengajak Bella untuk ikut menjenguk Mamanya Renita. Aku baru saja dimaafkan. Aku tidak mau lagi diacuhkan oleh Bella. Batinku cemas. Aku berjalan menghampiri Bella, duduk disebelahnya. “Maaf ya lama,” kataku sebelum mencium keningnya. “Em Mas, jangan menciumku seenaknya seperti itu,” ujarnya. Sambil mengusap bekas ciumanku. Aku abaikan itu, biar saja semua orang melihat. Orang sekitar akan tahu. Jika wanita yang tengah minum air disebelahku ini, adalah istriku. Te
71 POV Bella Setelah perjalanan yang cukup lama. Karena dihadang kemacetan jakarta. Akhirnya kami sampai dikedai es krim. Yang biasa aku kunjungi bersama Mas Rengga. Dia membantuku turun dari mobil. Sedangkan kedua anak lelakiku, sudah gesit menarik kedua tanganku. “Hati-hati Aldo, Ares ingat kondisi Mama,” kata Mas Rengga dengan nada tegas. Aku usap kedua puncak kepala mereka. Berusaha mencairkan suasana, dengan senyuman lembut. Sedangkan Amira sudah digendong Mas Rengga, mengikuti dari arah belakang. “Papa hanya kawatir sayang,” ucapku menenangkan. Setelah kami sudah duduk didepan kedai.