POV Rengga
Aku pulang setelah selesai dengan pekerjaanku. Menyerahkan segala urusan kantor kepada Reno semntara waktu. Sampai aku kembali dari Surabaya.
Sampai dirumah, aku jumpai suasana sepi. Lalu segera menuju ruang kerja. Ada beberapa dokumen yang harus aku selesaikan, untuk dibawa Ria besok pagi. Sedikit berkutat dengan berkas, membuatku lupa dengan waktu yang sudah menunjukkan jam 4 sore hari. Aku bereskan berkas, mengumpulkannya menjadi satu. Aku tandai setiap berkas, agar Ria mudah untuk memilahnya.
Selesai dengan hal itu, aku beranjak keluar menuju kamar. Aku buka pintu perlahan, menemukan Bella yang masih terlelap. Aku alihkan pandangan, pada meja kecil dekat meja rias, yang terdapat bekas makan siang. Mendekat ke ranjang, lalu menekan tombol untuk memanggil
POV Rengga Aku masih terus bergerak cepat, hingga kami meraih klimaks bersama. “Ahkkkkk hhh Mas,” teriak Bella yang aku peluk dari belakang. “Hah, hhh nikmat sayang,” aku mengatur napas setelah klimaks yang luar biasa. Kami masih dalam keadaan yang menyatu. Sampai aku putar kran shower, membuat kami sama-sama basah oleh kucuran air. Kami menyelesaikan mandi lebih lama. Karena aku yang sudah tidak tahan menahan hasrat untuk berada didalamnya. Tubuh mulusnya selalu membuatku lupa diri. Setelah beberapa kali mengandung dan melahirkan, tidak tampak perubahan signifikan pada tubuhnya. Hanya beberapa bagian seperti panta
POV Bella Ini sudah 5 bulan, semenjak kami pindah kesini. Kandunganku sudah membesar seperti hamil 8 bulan. Dokter Andre bilang, ini karena susu yang aku konsumsi berpengaruh pada janin yang aku kandung. Pertanda jika memang susu itu, cocok untuk mereka. Dan tidak berpengaruh negatif pada tubuhku. Kabar baiknya adalah, aku kembali mengandung bayi kembar. Setelah diperiksa secara seksama olehnya. Karena Mas Rengga tidak percaya pada Dokter kandungan lain. Maka Dokter Andre harus rela melakukan perjalan jauh untuk mengontrol kandunganku. Bayi-bayiku juga tumbuh dengan sehat. Bahkan gemuk, karena asi yang tidak pernah telat aku berikan. Walau sekarang, lebih tidak nyaman menyusui mereka secara langsung. Tapi aku usahakan untuk tetap menyusui mereka secara langsung.
POV Rengga Kami berpiknik setelah menyelesaikan sarapan. Berada di taman dengan dinaungi pepohonan rindang. Membuat kami hanyut dalam suasana sejuk alam. Walau hanya berpiknik ditaman belakang rumah. Karena perawatan yang baik membuat taman ini lebih mirip seperti hutan mini, dengan banyak bunga disekelilingnya. Beruntungnya para baby sister anak-anakku. Kompak memakaikan mereka celana panjang. Karena mereka sudah antusias, sejak diturunkan di karpet. Aku ikut mengawasi mereka, yang kini diikuti baby sisternya masing-masing. Sedang Arsella, masih asik menyusu. Tanpa tertarik dengan kegiatan yang dilakukan kakaknya. Dengan posisi berbaring miring dikarpet, Bella dapat menyusui Arsella dengan nyaman. Karena perut besarnya akan tertekan, jika menyusui dilakukan den
POV Bella Aku melamun sambil memompa asiku. Menyediakannya untuk anak-anak. Bila saja mereka rewel diwaktu bersamaan. Tentu aku tidak bisa mengatasinya sendirian. Aku masih terbayangkan kejadian ditaman belakang tadi. Aku masih sedikit tidak percaya, tapi kali ini adalah kenyataan. Mas Rengga terlihat berkali-kali lebih menakutkan ketika marah. Dan mungkin sesaat lalu, adalah terakhir kali aku menyulut amarahnya. Dengan tidak mematuhinya. Padahal niatku hanya mengawasi Arsella. Sebelum dia sempat menjangkau mawar-mawar berduri itu. Aku takut tangannya terluka. Namun niat itu malah berbuah hal lain bagiku. Aku pikir Rosa juga merasakan suasana yang sama denganku. Atmosfer tiba-tiba berubah panas dan serba salah. &
POV Bella. Aku terusik. Seperti sedang dibungkam. Dan dia juga berusaha memasuki mulutku. Ini terasa basah, perlahan aku buka mataku. Sedikit silau, aku lihat wajah yang familiar tepat didepanku. “Mmmhh-mm,” Dia menjauhkan wajahnya. Membiarkanku mengambil napas. Aku masih mengumpulkan kesadaran. Melihat aku masih berbalut selimut. “Bangun sayang, waktunya makan malam,” katanya seraya mengusap rambutku lembut. Memperbaikinya hingga tak menghalangi wajahku. “Jam berapa Mas?” tanyaku pelan dengan suara serak. Lalu bersandar dikepala ranjang. Sedang satu tanganku menahan selimut, agar tidak merosot.  
POV Rengga Aku berada dikamar utama bersama Bella. Aku tengah duduk, melihat Andre berusaha tenang menangani persalinan Bella. Aku alihkan perhatian memandang lelaki yang mirip denganku. Aku mendekat untuk memastikan. Itu memang benar diriku. Perhatianku teralih pada Bella yang sudah lemas. Dengan susah payah, masih ingin mengejan melahirkan bayi kami. Aku perhatikan lebih jauh ranjang ini. Sudah penuh dengan darah yang berasal dari tubuh Bella. “Arggghhh,” ejanannya terdengar payah. Peluh memenuhi wajah Bella yang perlahan memucat. “Bertahan demi anak kita sayang, kamu pasti bisa.” Aku lihat diriku yang menyemangati Bella. Untuk dapat melahirkan bayi kami. Aku perhatikan semakin banyak d
POV Rengga Setelah menyelesaikan semua masalah yang rumit diperusahaan cabang ini. Akhirnya titik terang terbit juga. Semua pelaku sudah tertangkap dengan penelusuran polisi. Mereka membayar setimpal, atas apa yang sudah mereka perbuat. Dengan menggelapkan dana perusahaan ini. Aku berkutat berhari-hari dengan pekerjaan. Dibantu asisten pribadiku disini. Menyelesaikan masalah yang mereka tinggalkan. Akhirnya, setelah lama aku bersabar. Dengan sekuat tenaga memulihkan perusahaan kembali. Aku bisa bernafas lega juga. Tinggal sedikit lagi selesai. Beberapa hari kedepan pelantikan direktur baru akan dilaksanakan. Direktur sudah terpilih, dan aku bisa sedikit menikmati hari santai. Hari ini aku pulang lebih awal, setelah selesai meeting diluar kantor. Aku sudah malas
POV Bella Aku sekarang sedang berkebun digreen house. Setelah selesai dengan urusan anak-anak. Kini mereka sedang asik bermain ditaman bersama Mas Rengga dan baby sysiternya. Aku sudah menyiapkan banyak asi dalam botol. Jika mereka tiba-tiba merengek. Aku sedang memindahkan semua benih bunga. Yang sudah tumbuh ini kedalam pot. Mereka akan jadi bunga yang cantik. Sebagian benih aku biarkan tetap tumbuh ditanah. Agar menambahkan warna digreen house ini. Yang sudah dipenuhi warna merah dari mawar yang aku sukai. Sebagian lagi aku pindahkan, agar dapat ditanam ditaman belakang rumah. Banyak benih yang aku semai, hingga kini memenuhi sekeliling kakiku. Dan belum sempat aku pindahkan. Mas Rengga melarang tukang kebun membantuku. Karena tidak mau aku dekat-dek
POV Bella Pagi hari sebelum matahari menampakkan cahayanya. Mas Rengga sudah membangunkanku dengan cara kesukaannya. Berjalan pelan ke tepi pantai. Kami bertelanjang kaki menikmati air laut. Yang menjilat kaki kami seiring deburnya yang menepi. Lalu sedikit menjauh, duduk diatas pasir. Tanpa meminta, Mas Rengga sudah mengerti. Dengan menarikku perlahan untuk duduk dengan nyaman. Sweternya sudah membukus setengah badanku. Melindungi dari terpaan hawa dingin dipagi hari. Semalam, dengan telaten dia membereskan pakaian kami, ke dalam lemari yang sudah disediakan. Dan diluar dugaanku, dia bertahan tanpa menyentuhku. Walau setiap kali bersama, dia hampir lepas kendali. Posisiku begitu nyaman,
POV Bella Hari selanjutnya, aku dikejutkan dengan kehadiran Dokter Brian saat makan siang. Mas Rengga juga memilih makan siang dirumah. Padahal jarak antara kantor kerumah ini, lebih jauh. Setelah berbincang santai dengan dokter Brian. Aku mulai paham, alasan kenapa dia datang. Bayangan yang memaksa hadir dalam pikiranku tersebut. Menjadi ketakutan tersendiri untukku. Setiap kali melihat ranjang dari sofa, yang berada bersebrangan. Selalu mengingatkanku, pada pesan Renita. Kemudian ulasan bayangan Rengga dan Renita. Bergumul dibawah selimut yang sama. Dengan tanpa satu helai kain yang menutupi tubuh mereka. Agaknya sering kali mengganggu pikiran dan mempengaruhi moodku. Selama sisa kami berad
POV Rengga Andre datang setelah 15 menit kami menunggu. Aku silahkan dia memeriksa kondisi Bella, yang masih belum sadar. Aku was-was, menunggu hasil pemeriksaan Bella. Melihat raut wajah tenang Andre. Kini terasa tampak lebih mengkawatirkan. Dia sudah merapihkan alatnya, memasukkan kedalam tas. “Apakah Bella pernah punya riwayat gangguan kecemasan?” tanya Andre tenang. Pertanyaan Andre jelas tidak biasa. Mengingat Bella selalu tampak tenang, diam juga ceria. “Dia pernah mengalami sedikit trauma dibangku SMA Dok. Apakah ada hubungannya dengan keadaannya saat ini?” tanya Ibu cemas. Andre masih terlihat mengamati Bella yang belum sadar. “Sejauh ini. Itu diagnosa yang bisa saya berikan. Mung
71 POV Bella Setelah perjalanan yang cukup lama. Karena dihadang kemacetan jakarta. Akhirnya kami sampai dikedai es krim. Yang biasa aku kunjungi bersama Mas Rengga. Dia membantuku turun dari mobil. Sedangkan kedua anak lelakiku, sudah gesit menarik kedua tanganku. “Hati-hati Aldo, Ares ingat kondisi Mama,” kata Mas Rengga dengan nada tegas. Aku usap kedua puncak kepala mereka. Berusaha mencairkan suasana, dengan senyuman lembut. Sedangkan Amira sudah digendong Mas Rengga, mengikuti dari arah belakang. “Papa hanya kawatir sayang,” ucapku menenangkan. Setelah kami sudah duduk didepan kedai.
POV Rengga Dilorong menuju ruang praktek Andre. Aku lihat, Renita sudah mengirimkan nama ruangan, tempat Mamanya dirawat. Apakah tepat, jika aku mengajak Bella untuk ikut menjenguk Mamanya Renita. Aku baru saja dimaafkan. Aku tidak mau lagi diacuhkan oleh Bella. Batinku cemas. Aku berjalan menghampiri Bella, duduk disebelahnya. “Maaf ya lama,” kataku sebelum mencium keningnya. “Em Mas, jangan menciumku seenaknya seperti itu,” ujarnya. Sambil mengusap bekas ciumanku. Aku abaikan itu, biar saja semua orang melihat. Orang sekitar akan tahu. Jika wanita yang tengah minum air disebelahku ini, adalah istriku. Te
POV Rengga Aku masih menggendong Arlan yang sempat rewel. Karena mulai tumbuh gigi, membuatnya tidak nyaman. Yang berakibat pada terpotongnya jam tidurku. Ayah sempat menengok ke kamar. Kemudian pergi, setelah mengetahui Arlan sudah ada dalam gendonganku. Beliau hanya tersenyum singkat. Lalu berlalu kembali ke kamarnya. Semenjak aku tak lagi menyentuh Bella, alias puasa diatas ranjang. Aku akan tertidur lebih malam dari biasanya, dan jarang sekali bisa nyenyak. Hal tersebut juga dikarenakan anak-anak. Yang mungkin terbangun dimalam hari. Jika ada sesuatu yang membuat mereka tidak nyaman. Setelah jam lewat tengah malam, Arlan baru terlelap. Aku kembali ke kamar, mendapati Bella yang tengah tertidur. Masih sambil menyusui Arga. Aku lihat putraku satu ini masih men
POV Rengga Pagi ini aku merasa agak lega. Sebelum berangkat ke kantor, Bella ternyata masih memperhatikan penampilanku. Sudah beberapa hari ini, dia tak lagi menyiapkan setelan kantorku. Tetapi dari semua itu, dia masih peduli padaku. Walau tetap mengunci mulutnya. Hanya dengan berbicara pada orang lain saja. Aku dapat mendengarkan suaranya. Sebagai ganti ciuman, aku hanya puas dengan mengusap kepalanya. Aku sudah memesan rangkaian bunga mawar merah kesukaannya. Yang akan dikirimkan ke rumah. Aku harap dia dapat sedikit terkesan oleh perhatianku ini. Tidak banyak pertemuan hari ini. Jadi aku dapat langsung pulang. Setelah selesai berdiskusi bersama Reno. Mengenai beberapa file kerja sama yang harus aku pelajari.
POV Bella Aku tengah berbaring, sambil menyusui Alex. Ketika Mas Rengga masuk kamar. Setelah beberapa saat lalu, aku dengar suara mobilnya berhenti. Setelah meletakkan tas kerjanya disofa. Dia mendekat, dengan seulas senyum dibibirnya. Selanjutnya mencium Alex, lalu beralih mencium keningku. Kehangatan memenuhi dada, saat dia mencium keningku lama. Seakaan melepas rindu diantara kami. Atau mungkin, hanya aku yang berpikir seperti itu. Karena seharian ini, pikiranku terus dipenuhi olehnya. Walau aku sudah berusaha mengalihkan pikiranku. Dengan lebih sibuk, mengurus anak-anak. Namun tak dapat dipungkiri, pikiranku masih tersita olehnya. Awalnya aku puas membuatnya berharap. Bahwa aku akan tetap mau dicium. Dan memberikan ciumanku, sebelum dia berangkat ke kantor. Aku ta
POV Bella Akhirnya kami kembali ke Jakarta. Aku tidak sabar untuk berjumpa dengan anak-anak. Aku lihat jam dipergelangan tangan. Mungkin mereka masih disekolah saat ini. Hem, aku ingin memasakkan mereka makanan kesukaannya. Aku lihat Mas Rengga yang tidur di kursi depan. Dengan Arga yang juga lelap bersandar di dadanya. Dia seperti kurang tidur semalam. Karena dia berada diruang kerja, setelah selesai makan malam. Hem biar saja, aku memang sengaja mendiamkannya. Tidak aku hiraukan perkataan maafnya. Kali ini, aku tidak akan semudah itu memaafkannya. Dia harus diberi pelajaran. Supaya bisa mengendalikan keganasan burung besarnya itu. Seenaknya saja memperlakukanku. Dikira aku hamil besar seperti ini, karena perbuatan siapa. Aku akan membuatnya tersiksa lebih dala