POV Bella
Rasanya begitu lega, setelah selesai menidurkan anak-anak. Aku baru bangun jam 9 pagi, tanpa Mas Rengga disisiku. Dia hanya meninggalkan sebuah memo, ucapan selamat pagi dengan tanda cium. Dia juga mengingatkanku untuk sarapan. Yang bahkan sudah tidak bisa disebut sarapan. Namun perlakuannya itu sangat manis. Membuatku terus tersenyum membayangkan wajah tampannya.
Saat ini aku sudah kembali ke kamar, setelah menyusui Amira sampai tertidur. Aku sedang mengoleskan krim pengencang payudara, yang dikirimkan oleh Dokter Ani. Aku sudah menggunakan ini, sejak pasca kelahiran Amira. Aku takut payudaraku kendor. Karena jarang beristirahat, untuk menyusui bahkan dipompa. Walau nyeri dan sakit saat disentuh, dengan perlahan aku oleskan krim tersebut.
Rumah sedang
Hai Guys, masih penasaran nggak sama elanjutan dari ceria ini? :) jangan lupa tinggalin jejak kalian dengan kasih panilaian dan komentar ya. komentar da kritik kalian sangat berarti buat aku :)
POV Bella Aku nikmati es krim didepanku, dengan lahap. Bahkan setelah menghabiskan 2 mangkuk, aku masih tambah lagi. Rasanya sudah lama, aku tidak menikmati makan es krim dikedainya seperti ini. Aktivitas menjadi Ibu memang banyak menyita waktu dan pikiranku. Belum lagi harus mengurus suami tercintaku. Selama makan, dia hanya memperhatikanku. Yang begitu lahap memasukkan es krim ke dalam mulut. Selesai dengan mangkuk ke-3, kami beranjak pulang. Karena udara semakin dingin, membuatku ingin terus merapat ke tubuh Mas Rengga. Di dalam mobil, AC sengaja dimatikan. Agar aku tidak kedinginan. Sesampainya dirumah, waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam. Aku mendengar seperti ada suara barang-barang dipindahkan. Aku baru kali ini, dengan jelas mendengarnya. Karena, mema
POV Rengga Tepat pukul 5 sore, aku sampai di rumah. Langkahku langsung mengarah ke kamarku, bersama Bella. Saat aku buka pintu, terlihat dia masih tidur. Melihat wajah polosnya, aku jadi tidak tahan untuk menciuminya. Ciuman itu berhasil membangunkan Bella. Namun saat bangun, aku lihat dia tampak lega sekaligus menampakkan wajah lelah. Bella seketika memelukku erat dan menumpahkan tangisannya. Aku masih berusaha menelaah apa yang terjadi tetapi. Bella enggan berbicara mengenai dirinya. Bella mengedepankan urusan anak-anak. Dan aku sebagai suaminya merasa tersanjung oleh perhatian yang dia curahkan. Aku sudah merasa ada yang berbeda darinya, sejak pagi tadi. Tapi aku tidak yakin itu. Melihat waktunya, memang seharusnya sudah ada tanda-tanda kelahiran bayi kami. K
47 POV Bella Aku bangun dengan tubuh lelah serasa remuk, sedikit bergerak saja aku sudah merintih kesakitan karena perutku sudah mengencang. Belum lagi mereka masih dengan semangat menendang hingga timbul banyak benjolan diperut tipisku. Kehamilan ketiga ini lebih cepat namun juga membuat perutku seperti dipaksa melar hingga terlihat begitu tipis untuk menampung bayi-bayiku. Pagi ini dokter Ani datang untuk memeriksa kondisiku dia berkata bahwa bayi-bayiku sudah dekat dengan jalan lahir hanya menunggu waktu sampai proses pembukaan. Aku hampir tak percaya karena kontraksi sudah sering terjadi dan aku bahkan seringkali tak bisa menahan teriakan ketika kontraksi hebat terjadi. Beruntungnya aku menyediakan stok asi untuk Amira jadi aku tak p
POV Bella Tanganku masih terus mengusap perut bawahku. Yang nyeri karena aktivitas panasku dengan mas Rengga. Aku mencari posisi senyaman mungkin, agar tubuhku bisa rileks sejenak. “Ssshhhh, ah yang anteng ya sayang,” ujarku lirih. Perutku sudah semakin keras dan mengencang saat kontraksi datang. Terdengar pintu terbuka, lalu mas Rengga duduk disebelahku menyiapkan alat pompa asi. Aku segera menerima alat tersebut. Lalu mulai memompa asi untuk Amira. Dia memang sudah mau 2 tahun. Namun masih sesekali minum asi, karena belum sepenuhnya disapih. Mas rengga menyelimuti tubuh telanjangku sampai sebatas perut. Lalu beranjak lagi kekamar mandi. Seraya menahan nyeri, aku memijat pelan payudaraku agar rasa nyerinya berkurang.
POV Rengga Usai memakaikan Bella dress tidur. Aku ikut naik ke ranjang, mengambil tempat disisinya. “Di periksa dulu ya sayang,” ujarku tenang. Bella mengangguk pelan, lalu melebarkan kakinya. Tanganku menyingkap dress tipisnya. Kemudian salah satu jemariku perlahan masuk ke liangnya. “Em, Masshh, sshhhh,” desisan disertai cengkraman erat pada pundak aku terima Ketika memeriksa progress pembukaannya. “Aw, aw, Massshhh,” Bella mengerang keras. Perlahan aku keluarkan jariku, dari lubangnya. Lalu membersihkannya dengan tisu yang ada diatas nakas. “Masih 4 sayang,” ucapku memberitahu. Saat aku berbalik, Bella sudah meluruskan kakinya. Dengan sebelah tangan mengusap bawah perutnya perlahan. &
“Mama kawatir dengan kondisi Rengga pa. Bahkan dia tidak memperhatikan kondisinya sendiri,” Kata mama Winda sedih “Kita harus terus mendukungnya ma. Kita tahu, bahwa saat ini dia sangat membutuhkan kita,” Balas papa berusaha menenangkan mama. “Kata dokter Andre, kondisi Bella sudah stabil. Semoga dia segera sadar dari komanya pa,” ujar mama Winda sendu. Papa Gilang segera mendekap istrinya, yang prihatin akan kondisi putranya. Dari kejauhan, mereka mengawasi cucu-cucu mereka. Yang tengah bermain bersama dengan pengasuh mereka. Sedangkan ibu Bella, kini tengah memastikan kondisi cucu dan anaknya di pavilun melati. &nbs
POV Bella Setelah Mas Rengga hilang dibalik pintu. Selanjutnya Dokter Ani muncul, dengan senyum mengembang diwajahnya. Auranya begitu cerah, yang secara tidak langsung menular padaku. Sebelum Dokter Ani mencapai ranjang, terdengar tangisan dari salah satu bayi dalam box. Secara spontan aku berusaha bangun, yang langsung diintrupsi oleh dokter Ani. “Biar aku saja Bella, kamu tetaplah berbaring,” Dengan nada perintah di akhir kalimatnya. Membuatku kembali bebaring pasrah. Tubuhku rasanya masih lemas, setelah koma selama 7 hari. Dokter Ani kembali mendekat, bersama bayi dalam gendongannya. Lalu duduk tepat disisi kanan ranjangku. “Oh..dia bayi yang tampan Bella. Hah, rasanya aku ingin memili
POV Bella Anak-anak menerjangku dengan pelukan. Begitu bayi dalam gendonganku sudah berpindah tangan. Bahkan kata-kata papanya, tidak mereka hiraukan. Malah semakin mengeratkan pelukannya pada tubuhku. Aku membalas pelukan tersebut tak kalah erat. Dengan kecupan dipuncak kepala mereka, seraya mengusapnya bergantian. “Mama sudah selesai istirahatnya,” tanya Amira. Aku awalnya bingung, namun setelahnya aku tersenyum. Mendengar Aldo menanggapi pertanyaan Amira. “Karena kita sudah jadi anak yang baik. Makanya mama menyelesaikan istirahat dengan cepat,” balas Aldo antusias. Aku mengangguk, mengiyakan kata-kata Aldo yang begitu polos. Pasti Mas Rengga yang bilang pada mereka. Bahwa aku tengah istirahat hingga berhari-hari. Aku mengelus pipi cabi Aldo, yang semakin cab