Share

Pergi

Penulis: Uci ekaputra
last update Terakhir Diperbarui: 2022-07-02 10:57:01

"Dan kamu juga tidak perlu khawatir, Sa. Kamu dan suamimu akan hidup tenang di sini tanpa kehadiranku, aku akan pergi dari rumah ini. Ambillah semua milik Mas Haris, aku tidak butuh," ucapku memandang tajam Risa dan juga suaminya.

Risa dan suaminya hanya menunduk mendapat amarahku. Siapa mereka berani menilaiku dengan rendah seperti itu.

Mama berdiri dari duduknya dan mendekat ke arahku. Tatapan matanya menyiratkan kesedihan. Mama adalah wanita yang sangat aku hormati selain ibu, beliau wanita lemah lembut yang membuatku merasa beruntung mempunyai mertua sepertinya.

Sifat lemah lembut Mas Haris mungkin juga menurun dari mama. Didikan mama yang seorang diri membesarkannya membuat Mas Haris sangat menyayangi mama. Bahkan aku pun sangat berterima kasih pada mama yang sudah membuat Mas Haris mempunyai sifat yang lemah lembut sepertinya.

"Ras, kamu tidak perlu pergi dari rumah ini. Kamu sudah Mama anggap putri Mama sendiri. Mama benar-benar menyayangimu seperti Mama menyayangi Risa dan Haris. Mama mohon jangan benci Mama karena mendengar hal yang buruk ini, Ras. Dan maafkan Mama karena sudah memanggil orangtuamu kemari, Mama hanya tidak tega melihatmu begitu terpuruk, Ras," ucap Mama sembari meraih kedua tanganku dan menggenggam lembut.

Tak terasa mataku memanas mendengar ucapan tulus mama. Jika saja Mas Haris masih ada, tentu aku akan dengan senang hati tetap berada di sini, tapi sekarang berbeda, Mas Haris sudah tiada, aku tidak mau menjadi beban jika tetap berada di sini terus-menerus.

Perlahan aku melepas genggaman tangan mama, "Tidak perlu, Ma. Aku akan tetap pergi. Aku tidak bisa tinggal di sini jika tidak ada Mas Haris lagi. Apalagi kalau ada yang khawatir aku akan menguasai harta Mas Haris." Netraku melirik Risa dan juga Indra, mereka nampak salah tingkah mendapat lirikanku.

"Dan satu lagi, Ma. Aku meminta maaf pada mama, selama ini aku belum bisa menjadi menantu yang baik untuk Mama."

"Tidak, Ras. Kamu jangan minta maaf kepada Mama. Mama yang harusnya meminta maaf karena kamu harus mendengar hal buruk dari kami," ucap Mama sendu.

Tanganku terulur menggenggam tangan mama, "Jangan meminta maaf, Ma. Mama sudah sangat baik padaku. Tolong jangan pernah mengucapkan kata maaf padaku, Ma. Aku merasa berdosa jika orang yang sangat aku hormati harus meminta maaf padaku."

"Terima kasih, Ras. Kamu memang wanita yang baik. Tidak salah Haris memilihmu menjadi pendamping hidupnya." Mama langsung menghambur ke pelukanku.

Aku membalas pelukan mama dengan tulus, jujur hatiku berat meninggalkan wanita sebaik mama. Tapi aku sudah tidak punya pilihan lain lagi. Aku harus pergi jika tidak ingin membebani mama dengan keberadaanku. Aku juga tidak mau mama bertengkar dengan Risa hanya karena keberadaanku di rumah ini.

Aku melepas perlahan pelukan mama, "Maaf, Ma. Aku pamit dulu, Winda sudah terlalu lama menungguku di mobil. Do'akan setiap langkahku, Ma."

"Iya, Ras. Mama akan selalu mendo'akanmu, jaga kesehatanmu, Ras. Jangan lupa untuk mengunjungi Mama lagi. Baik-baiklah di manapun kamu berada," ucap mama.

"Mama juga jaga kesehatan, Laras pamit, Ma," pamitku sembari meraih tangan mama dan mencium punggung tangannya penuh haru.

Mama mengusap kepalaku pelan, isak tangis mama mulai terdengar di telingaku. Aku buru-buru melepas tangan mama dan melangkah pergi tanpa menoleh ke arah mama. Aku tidak mau hatiku goyah melihat mama menangis.

Kupercepat langkah kakiku ketika sudah sampai di ambang pintu, kulihat mobil Winda sudah terparkir di depan rumah. Winda melambaikan tangan ketika melihatku, dia pasti sudah jenuh menungguku terlalu lama.

Gadis dengan mengenakan jilbab biru itu mulai melambai tidak sabar padaku. "Ih, Laras cepetan. Lama banget kayak keong!" teriaknya padaku.

Aku mendecakkan lidah mendengar teriakannya. Winda tidak seanggun penampilannya, walau berjilbab dia tidak bisa berbicara dengan nada lembut. Sangat berbanding terbalik dengan penampilannya. Tapi aku tidak masalah dengan semua itu, karena Winda adalah teman terbaik yang pernah aku miliki.

Aku buru-buru masuk ke dalam mobil karena tidak mau mendengar omelan darinya.

"Kenapa lama banget sih, Ras? Kering aku di dalam mobil nungguin kamu," omel Winda begitu aku duduk di sampingnya.

Aku mendesah, "Iya, maaf Win. Tadi saat mau keluar rumah ada insiden kecil."

"Apa? Ada insiden apa memangnya?" Jiwa kepo Winda mulai bangkit lagi. Selain suka mengomel dia juga sangat kepo.

"Ada lah, nanti saja aku cerita, yang penting sekarang ayo kita berangkat."

"Baiklah," sahut Winda mulai mengemudikan mobilnya.

Aku menatap rumah Mas Haris untuk terakhir kalinya. Walau belum lama aku tinggal di sana, sudah banyak kenangan yang terukir indah di sana.

Mobil mulai melaju menjauh dari rumah Mas Haris, aku pun meninggalkan semua kenangan bersama Mas Haris di sana.

"Kamu sudah menemukan tempat untukku tinggal kan, Win?" tanyaku pada Winda demi mengalihkan kesedihanku mengingat Mas Haris lagi.

"Tentu sudah, kamu pasti akan sangat menyukai tempat tersebut. Di sana masih sangat asri, suasana pedesaan yang kamu inginkan akan kamu nikmati setelah tiba nanti," jawab Winda masih fokus mengemudi.

"Ah, semoga saja apa yang kamu katakan benar, Win." Dan semoga saja aku bisa dengan mudah beradaptasi dengan lingkungan di sana.

"Tapi Ras, kamu yakin tidak memberitahu orang tuamu terlebih dahulu?"

Aku menggeleng menanggapi pertanyaan Winda. Aku yakin jika mereka tahu, mereka tidak akan mengijinkanku pergi. Mereka pasti khawatir jika aku tidak pulang ke rumah dan malah pergi ke tempat yang belum pernah aku kunjungi.

"Aku tidak tanggung jawab ya Ras, kalau mereka marah kepadamu," tambah Winda.

Aku jengah dengan Winda, dia cerewet sekali. "Iya-iya, Win. Sudah jangan cerewet, kamu fokus saja menyetir, tidak usah banyak tanya-tanya lagi. Aku ingin tidur, bangunkan aku jika kita sudah sampai."

"Wah, dasar. Enak sekali ingin tidur sementara aku harus fokus mengemudi sendirian. Kalau bukan temanku sudah kutendang kamu keluar dari mobil, Ras," gerutu Winda.

Aku memejamkan mata tak menanggapi gerutuan Winda. Dia memang selalu begitu, jadi aku tidak perlu ambil pusing apa yang diucapkannya.

Sebenarnya aku tidak tidur, aku hanya ingin memejamkan mata sejenak. Kepalaku sedikit pusing karena tadi malam aku kembali tidak bisa tidur karena memikirkan Mas Haris. Seperti malam-malam sebelumnya, aku tidak akan bisa tertidur jika teringat Mas Haris.

Semoga saja setelah pindah ke tempat yang baru aku bisa sedikit melupakan kesedihanku. Aku juga tidak mau terus terpuruk seperti ini. Apalagi jika mengingat kesedihan orang tuaku akibat melihatku dalam keadaan yang kacau, aku tidak tak sampai hati melihat mereka bersedih seperti itu.

Bab terkait

  • Fitnah Menjadi Janda   Tempat Baru

    "Aku pamit ya, Ras. Kamu baik-baik di sini. Jangan terus meratapi kepergian Mas Haris, Ras. Ikhlaskan Mas Haris agar dia tenang di sana," ucap Winda.Aku hanya mengangguk menanggapi ucapan Winda, kami telah sampai di tempat bibi Winda. Dan sekarang Winda pamit karena hari sudah hampir sore, dia pamit setelah membantuku bersih-bersih, maklum rumah bibi Winda sudah lama kosong semenjak bibi Winda diboyong ke rumah anaknya."Terima kasih sudah mau aku repotkan, Win," ucapku memeluk Winda."Sama-sama, Ras. Aku tidak mau melihatmu terpuruk, Ras. Tolong kembalilah seperti Laras yang dulu lagi," bisik Winda membalas pelukanku.Aku diam tak menjawab ucapan Winda hingga Winda melepaskan pelukanku darinya. Aku tidak bisa menjanjikan apa-apa pada Winda, karena aku sendiri tidak tahu apakah aku sanggup untuk kembali seperti dulu lagi."Aku pergi, Ras." Winda pun berlalu pergi masuk ke dalam mobil dan perlahan mobil yang membawa Winda pun mulai melaju meninggalkanku yang masih berdiri menatapnya s

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-15
  • Fitnah Menjadi Janda   Terlambat

    "Kamu di mana, Ras?" tanya ayah melalui sambungan telfon yang baru tersambung.Aku menggenggam erat ponsel, aku yakin sekali ayah sudah tahu aku telah pergi dari rumah Mas Haris. Sejujurnya aku enggan menjawab panggilan telfon dari ayah, tapi aku tidak mau membuat ayah khawatir. Aku pun tidak bisa memberitahukan keberadaanku, ayah pasti akan menyusulku kemari.Aku belum bisa kembali ke rumah, hatiku masih belum bisa berdamai dengan keadaan walau sudah hampir satu bulan aku keluar dari rumah Mas Haris. Jika aku kembali ke rumah, aku hanya akan menyusahkan kedua orangtuaku saja dengan kesedihan yang aku rasakan."Tolong jawab ayah, Ras. Tolong beritahu ayah di mana kamu sekarang, Ras. Ayah terkejut sekali ketika datang ke rumah Haris, kamu sudah pergi dari sana hampir satu bulan. Kenapa kamu tidak memberitahu ayah atau ibumu jika ingin pergi, Ras?" Kembali ayah melemparkan pertanyaan yang membuatku sedih."Ma-af." Hanya kata-kata itu yang bisa keluar dari bibirku, aku tidak mampu lagi m

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-18
  • Fitnah Menjadi Janda   Test Pack

    "Apa? Apa maksud pesanmu ini, Ras?" Winda langsung menyodorkan ponselnya begitu aku membuka pintu untuknya.Aku hanya mengernyitkan kening melihat kehadiran Winda yang tiba-tiba. Padahal hari masih pagi, tapi Winda sudah berada di sini."Apa sih, Win? Kenapa pagi-pagi sudah sampai di sini?" Aku memutar bola mata jengah."Jawab saja pertanyaanku, Ras. Katakan apa maksud dari pesanmu dini hari tadi," desak Winda.Aku melangkah masuk ke dalam kamar tanpa menjawab pertanyaan Winda, sementara Winda menyusulku setelah menutup pintu. Setelah tiba di kamar, aku kembali merebahkan tubuhku yang masih terasa lemas."Larasati ... jawab pertanyaanku!" ucap Winda dengan nada sedikit tinggi.Aku melirik Winda yang terlihat sedang kesal, aku tahu jika dia sudah memanggil namaku dengan seperti itu, dia sedang teramat kesal. Tapi aku pun juga tak tahu kondisi tubuhku sekarang."Aku terlambat datang bulan, Win," ucapku akhirnya."Haduh, Ras. Kenapa kamu sampai tidak sadar jika terlambat datang bulan. Be

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-20
  • Fitnah Menjadi Janda   Bujukan

    "Ras ... bicaralah, jangan diam saja membuatku takut." Winda menggoyangkan lenganku.Aku bergeming dan hanya diam mematung duduk di atas ranjang, netraku memandang kosong sudut kamar. Sejak mengetahui kehamilanku, aku diam seribu bahasa. Aku masih terkejut dengan kenyataan yang baru saja aku terima."Bicaralah, Ras. Aku mohon, katakan sesuatu. Diammu hanya membuatku semakin sedih, Ras," ucap Winda dengan suara yang bergetar.Winda menangis, dia menangis lagi karena aku. Padahal Winda bukanlah orang yang cengeng. Tapi aku telah menjadi penyebab dia menangis terus.Ah, aku membuat seseorang bersedih lagi, aku telah membuat sahabatku khawatir padaku lagi.Aku jahat sekali bukan? Ternyata memang semua salahku, mungkin kepergian Mas Haris juga karena salahku. Andai aku tidak meminta Mas Haris membawaku berbulan madu. Mungkin semua masih baik-baik saja.Air mataku seketika mengalir tanpa bisa aku tahan, hatiku terasa seperti diremas-remas. Sakitnya membuat dadaku terasa sesak, mengingat kem

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-22
  • Fitnah Menjadi Janda   Menerima

    "Hati-hati, Win. Jangan terlalu mengkhawatirkan aku." Aku memeluk Winda, dia akan kembali pulang setelah mengantarku ke rumah sakit.Winda harus segera kembali, cuti kerjanya sudah habis. Sudah dua hari Winda menginap. Dia harus kembali bekerja untuk menggantikan aku. Jika kami berdua tidak ada, tentu ayah akan sangat kerepotan."Iya, Ras. Kamu juga jaga baik-baik keponakanku. Jangan melakukan hal yang aneh-aneh yang membahayakan kandunganmu.""Tentu, Win. Aku pasti akan menjaga kandunganku.""Baiklah, aku pergi Ras. Jangan terlalu lama menyendiri, aku rindu Laras yang dulu."Aku mengangguk menanggapi ucapan Winda. Sedangkan Winda sudah masuk ke dalam mobil dan mulai menjalankannya dengan pelan.Aku masih berdiri di halaman melihat kepergian Winda, aku merasa bersalah padanya karena kami sempat bertengkar tadi malam.Winda terus membujukku untuk kembali ke rumah orangtuaku, tapi aku masih tetap pada pendirianku. Aku tetap bertahan di rumah ini, aku masih ingin menata hatiku."Temannya

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-23
  • Fitnah Menjadi Janda   Bertemu Indra

    Tak terasa sudah satu bulan semenjak aku mengetahui kehamilanku, hari ini aku sedang berada di rumah sakit untuk memeriksakan kandunganku.Sudah dua minggu ini mual-mualku sudah berangsur membaik, aku sudah bisa memakan apapun, tidak seperti di awal-awal lalu, aku hanya bisa makan sedikit buah dan juga minum susu. Nasi pun tak bisa aku telan, badanku sampai lemas sekali. Tapi aku lega sekarang, paling tidak keadaanku sudah membaik.Aku duduk di sebuah bangku, menunggu namaku dipanggil untuk mengambil obat dan juga vitamin setelah dokter selesai memeriksaku. Alhamdulillah kandunganku tidak ada masalah apapun, janinku tumbuh sehat di dalam rahimku.Tanganku memainkan ponsel sembari menunggu namaku di panggil, aku berbalas pesan dengan Winda tentang rencana kepulanganku.Aku sudah memutuskan untuk pulang ke rumah dua minggu lagi, menunggu usia kehamilanku memasuki trimester kedua. Aku ingin memberi kejutan untuk kedua orangtuaku.Aku mengulum senyum membayangkan bagaimana reaksi mereka k

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-25
  • Fitnah Menjadi Janda   Kurang Ajar

    "Total belanjaannya enam ratus empat puluh ribu, Mbak," ucap kasir minimarket sembari tersenyum dengan ramah.Aku segera membuka dompet lalu mengambil tujuh lembar uang seratus ribuan. Setelahnya aku menyodorkannya pada perempuan muda yang menjadi kasir itu."Uangnya tujuh ratus ribu ya, Mbak," ujarnya setelah menghitung uang yang telah dia terima.Aku hanya mengangguk menanggapi ucapan kasir tersebut. Lalu tanganku meraih kresek yang berisi barang-barang belanjaanku dan menentengnya."Kembaliannya enam puluh ribu ya, Mbak. Terima kasih sudah belanja di minimarket kami, jangan lupa kembali," ucap kasir tersebut sembari tersenyum kembali."Terima kasih kembali, Mbak," sahutku meraih uang kembalian, lalu segera melangkah pergi keluar minimarket."Mbak Laras, aku ingin berbicara sebentar." Sebuah tangan besar mencekal pergelangan tanganku begitu aku sampai di halaman minimarket, secara reflek aku pun langsung menghempaskannya kasar.Namun, tangan tersebut tidak mau lepas dari tanganku. D

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-26
  • Fitnah Menjadi Janda   Tamu

    "Andai tadi aku sama kamu, Ras. Sudah kutampol itu mulut adik iparmu," ucap Winda melalui sambungan telfon.Aku mengulum senyum, Winda selalu peduli padaku. Dia memang sahabatku yang terbaik. Jika saja tidak ada Winda aku tidak tahu bagaimana menjalani hidupku setelah kepergian Mas Haris.Aku sangat bersyukur bisa mempunyai sahabat sepertinya. Walaupun kadang Winda menjengkelkan tapi dia selalu mendukungku dalam keadaan apapun."Aku juga jengkel padanya, Win. Kasihan Risa, dia tidak tahu jika suaminya ternyata ada main di belakangnya.""Ah, biarkan saja, Ras. Toh nanti jika kamu memberitahu Risa, dia belum tentu percaya padamu. Risa kan bucin banget sama Indra."Benar juga apa yang dikatakan Winda, yang kulihat selama aku menjalin hubungan dengan Mas Haris, Risa terlalu cinta pada Indra, dia tidak mungkin percaya begitu saja pada ucapanku. Bisa-bisa nanti aku dikira menfitnah suaminya itu."Lagian, nanti kamu yang kena getahnya, Ras. Kamu pasti dikira menfitnah Indra, menjelekkan Indr

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-28

Bab terbaru

  • Fitnah Menjadi Janda   Akhir

    "Jadi kamu berangkat hari ini, Mas?" Aku sedang berkutat di dapur untuk menyiapkan sarapan. Seperti pagi-pagi biasanya, aku akan sibuk di dapur untuk menyiapkan sarapan tanpa bantuan asisten rumah tangga.Aku lebih suka mengerjakan semua pekerjaan rumah dengan tanganku sendiri. Dari dulu aku sudah berkomitmen untuk mengerjakan semua pekerjaan rumah tanpa bantuan asisten rumah tangga. Dan sekarang aku telah mewujudkannya. Setelah melahirkan, aku fokus menjadi ibu rumah tangga, tidak lagi kembali bekerja."Jadi, Ras," jawabnya sembari menyesap secangkir kopi."Berapa hari kamu di sana?" tanyaku lagi."Ada apa? Kamu takut jauh-jauh dari aku ya?" tanyanya membuatku menghentikan aktifitasku dan menoleh ke arahnya."Mana mungkin. Putrimu itu yang akan selalu mencarimu. Dia pasti rewel mencari ayahnya," sanggahku."Ah, ternyata cuma Safira yang mencariku, bukan kamu. Istriku memang tidak pernah merindukanku, padahal aku pasti akan sangat merindukanmu," sahutnya sembari mencebikkan bibirnya.

  • Fitnah Menjadi Janda   Bertemu Kembali

    Netraku terus menetes melihat Pandu mengadzani putri kecilku, hatiku terasa bagai disiram air dingin melihatnya. Aku terharu sekaligus sedih, terharu karena Pandu benar-benar menjadi sosok ayah untuk putriku. Tapi aku juga sedih karena seharusnya Mas Haris lah yang mengadzani putri kami. Dialah yang seharusnya berada di posisi itu.Takdir telah membuat putriku harus kehilangan ayah kandungnya untuk selama-lamanya. Air mataku menetes semakin deras, hingga tiba-tiba kurasakan pandangan mataku mulai mengabur. Perlahan aku pun kehilangan kesadaranku. *** Aku mengerjapkan mata pelan, hidungku mencium aroma bunga yang sangat harum. Perlahan aku mencoba kembali membuka mata.Cahaya terang menyilaukan mataku yang mulai terbuka, aku mengernyitkan kening melihat sekelilingku. Banyak bunga-bunga yang berwarna warni tumbuh dengan indahnya.Aku langsung bangun dari posisiku berbaring, aku bingung sedang ada di mana. Tempat ini terasa asing bagiku. Aku memegang kepalaku yang sedikit pening, aku m

  • Fitnah Menjadi Janda   Kelahiran

    "Duduklah, Ras. Sepanjang acara kamu terus berdiri, kamu pasti lelah."Aku menoleh menatap Pandu yang sudah berdiri di sampingku tanpa aku menyadarinya. Dia membawa gelas yang berisi minuman. Lalu dia pun menyodorkan gelas tersebut kepadaku."Aku tidak apa-apa, jangan terlalu khawatir. Dokter malah menyarankan aku untuk banyak bergerak agar mempermudahku melahirkan kelak," sahutku sembari menerima gelas dari Pandu.Kami sedang berada di rumah Winda, dia baru saja melangsungkan akad nikah dengan Wira. Akhirnya Winda memutuskan untuk menerima Wira. Aku turut bahagia melihat Winda akhirnya menemukan tambatan hatinya.Waktu cepat sekali berlalu semenjak terbongkarnya kedok Indra. Aku dan Pandu sepakat untuk mencoba menjalani pernikahan kami. Tapi selama ini Pandu tidak pernah meminta haknya padaku, dia berjanji untuk memulai hubungan kami dengan pertemanan. Tentu aku tidak keberatan, tidak ada ruginya berteman dengan Pandu, sebelum akhirnya kami berpisah kelak."Winda terlihat cantik seka

  • Fitnah Menjadi Janda   Bimbang

    Sepulang dari rumah Mama, aku berada di dalam mobil Pandu. Ayah memintaku pulang bersama Pandu. Aku langsung masuk ke dalam mobil Pandu tanpa penolakan.Pandanganku tentang Pandu sedikit barubah. Ternyata dia menghilang selama ini untuk mencari bukti, agar namaku bersih dari fitnah-fitnah yang menyebar tentangku.Aku sudah berburuk sangka padanya selama ini, aku pikir dia menghilang karena terluka oleh kata-kataku. Tapi ternyata dia malah membantuku, aku menyesal sekali telah berkata buruk padanya.Suasana di dalam mobil sangat hening, tidak ada yang berbicara di antara kami. Pandu nampak fokus menyetir, melihat lurus ke arah jalanan yang temaram. Tidak sekalipun dia melihat kepadaku, sedang aku sedari tadi mencuri-curi pandang ke arah Pandu.Aku ingin berbicara tapi aku urungkan, aku takut jika Pandu tidak menjawab pertanyaanku. Aku sadar sekali, kalau aku sudah berperilaku buruk padanya. Tapi aku sudah instropeksi diri. Aku ingin berdamai dengan Pandu. Biar nasib yang akan menentuka

  • Fitnah Menjadi Janda   Risa Meminta Maaf

    "Masih tidak bisa menjelaskan juga?" Risa memandang tajam Indra."A-ku bisa jelaskan, Sayang. Semua yang ada di foto itu tidak benar, mereka mencoba menfitnahku." Indra nampak mencoba mengelak, tangan Indra mencoba meraih tangan Risa. Tapi Risa menepis tangan Indra kasar.Apa aku tidak salah dengar? Bukannya Indra yang mencoba menfitnahku? Apa dia lupa dengan apa yang telah dia lakukan padaku? Aku mengepalkan tangan mendengar ucapan Indra yang masih saja mau melempar fitnah. Aku membuang napas kasar, geram sekali dengan Indra yang pandai bersilat lidah.Ibu memegang tanganku dan mengusapnya lembut. Aku menoleh ke arahnya dan tersenyum tipis, aku meyakinkan Ibu bahwa aku baik-baik saja. Aku tidak terpengaruh oleh pertengkaran Indra dan Risa. Sementara Pandu dan Ayah diam saja dari tadi. Mereka hanya menyaksikan semua yang telah terjadi dalam diam."Jangan coba-coba membohongiku! Jika foto-foto itu tidak benar, pasti wanita di dalam foto itu mempunyai wajah yang sama. Tapi kau lihat sen

  • Fitnah Menjadi Janda   Terbongkar

    Tak terasa waktu cepat sekali berlalu, sudah dua minggu sejak pernikahanku dengan Pandu, tapi dia tidak menampakkan batang hidungnya sama sekali. Setelah mendapat penolakan dariku, dia seperti ditelan bumi. Tidak pernah menemui atau mengirim pesan padaku.Ayah pun hanya diam, tidak membahas apapun tentang Pandu. Beliau kembali seperti biasanya, bahkan bertambah perhatian padaku yang sering mengalami kram perut sejak pernikahanku dengan Pandu.Bukannya aku ingin bertemu dengan Pandu, tapi aku heran saja dengan ketidakhadirannya selama dua minggu ini, tanpa mengatakan apapun. Apa mungkin dia merasa sakit hati karena penolakanku kemarin? Atau dia sudah menyerah untuk menjadi suamiku? Berbagai pertanyaan memenuhi pikiranku.Ah, biar saja. Aku tidak peduli akan kehadirannya di sini. Aku malah tidak mengharap dia kembali lagi ke sini. Mungkin dengan begini hubungan kami akan putus dengan sendirinya."Ras, hari ini kamu punya jadwal apa?" tanya Ayah tiba-tiba sudah ada di sampingku tanpa aku

  • Fitnah Menjadi Janda   Penolakan

    Aku berjalan mondar mandir dengan perasaan gelisah. Ayah memintaku membawa Pandu ke kamarku untuk beristirahat setelah acara selesai. Aku pun tidak bisa menolaknya, mengingat Pandu sudah menjadi suamiku. Sementara Pandu sekarang sedang berada di dalam kamar mandi.Sejak masuk ke dalam kamar, pikiranku gelisah tak menentu. Tidak pernah ada lelaki lain yang masuk ke dalam kamarku selain Ayah dan juga Mas Haris. Tapi sekarang ada lelaki lain yang sedang berada di dalam kamarku, walaupun statusnya adalah suamiku tapi aku belum bisa menerimanya.Ceklek.Suara pintu terbuka, Pandu muncul dari balik pintu kamar mandi yang telah terbuka. Seketika aku menghentikan langkahku dan menolehkan kepala, melihat ke arahnya. Melihatku berdiri di samping ranjang, Pandu berjalan mendekatiku."Ambillah air wudhu terlebih dahulu, Ras. Ayo kita sholat sunnah bersama," ucap Pandu memintaku untuk berwudhu.Tanpa menjawab Pandu, aku segera melangkahkan kaki ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu. Jujur aku m

  • Fitnah Menjadi Janda   Pasrah

    "Kamu harus menikah dengan Pandu, Ras. Kamu tidak punya pilihan lain." Kembali Ayah menegaskan keputusan yang telah beliau ambil.Aku menghela nafas berat, jadi inilah akhir dari keputusan Ayah. Tentunya aku harus mengikutinya bukan? Aku tidak mau menjadi anak durhaka yang melawan perintah dari orangtuanya.Aku kembali terduduk dan menunduk sedih, air mataku rasanya sudah banyak yang keluar hari ini. Tidak pernah aku bayangkan datangnya hari di mana Ayah memaksaku menikah lagi, memaksaku menerima laki-laki lain untuk mengisi posisi Mas Haris."Maafkan aku, Mas. Bukan maksudku untuk mengkhianatimu, tapi aku tidak bisa melawan perintah Ayahku. Aku selalu mencintaimu, selamanya aku selalu mencintaimu. Walaupun Ayah menghadirkan pengganti untukmu, tapi di hatiku hanya kamulah yang paling aku cintai sampai kapanpun," batinku.Pelahan aku mengangkat wajahku, menatap satu persatu wajah orang-orang yang hadir di ruang tamu. Semua yang hadir nampak berwajah sendu kecuali Ayah, beliau masih mem

  • Fitnah Menjadi Janda   Menikah Lagi?

    Aku duduk dengan hati gelisah, sejak melihat Pandu yang sudah duduk manis dengan seorang lelaki paruh baya yang mengenakan sorban di kepalanya. Dari penampilannya, sepertinya beliau adalah seorang ustadz. Dalam hati aku bertanya-tanya ada apa sebenarnya, hingga Pandu datang dengan seorang Ustadz. Tapi aku lebih memilih diam menunggu apa yang akan dibicarakan.Sedari tadi, aku meremas tangan Winda yang duduk di sampingku. Aku mencoba untuk tenang walaupun hatiku terasa tidak enak sejak mendengar berita kedatangan Pandu kemari."Baiklah, sekarang semua sudah berkumpul. Kita mulai saja acaranya," ucap Ayah membuka percakapan.Pandanganku beralih pada Ayah, beliau duduk di samping Ibu. Netraku beralih menatap Ibu, raut wajah Ibu nampak bertambah muram dari sebelumnya. Beliau hanya menundukkan kepala, sesekali tangannya terlihat mengusap air mata yang mengalir di pipinya.Aku mengernyitkan kening melihat Ibu seperti itu, aku juga tidak mengerti dengan acara yang Ayah maksud. "Acara apa, Ya

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status