Amira dan Bu Syahnaz tiba di panti asuhan. Mereka lalu turun dari dalam mobil yang sudah terparkir di halaman dan bergegas menuju ke dalam panti.Kedatangan Bu Syahnaz disambut ramah oleh Bu Salma. Kemudian Bu Salma mempersilahkan Bu Syahnaz masuk dan duduk di sofa ruang tamu.Amira segera menggendong Gemilang, yang sedang diasuh Bu Salma. Mereka kemudian duduk bersama di sofa untuk membahas tentang tujuannya Bu Syahnaz datang ke panti."Begini, Bu Salma. Perkenalkan nama saya Syahnaz, Ibu dari Syahla. Saya datang ke sini karena ingin mengetahui biodata lengkap dari Amira, yang menurut keterangan mantan pembantu saya, dia ditukar dengan Syahla dua puluh lima tahun yang lalu." Bu Syahnaz langsung menjelaskan tujuannya datang ke panti. Ia ingin membuktikan sendiri ucapan dari Nek Warsih. Bu Syahnaz masih tak percaya, karena ia sudah menyayangi Syahnaz dengan sepenuh hati."Ya, Bu. Dulu ada wanita paruh baya yang menitipkan Amira pada saya. Dia mengaku sebagai nenek dari Amira, dan berja
Tuan Abimanyu dan Bu Syahnaz memutuskan untuk tetap melakukan tes DNA pada Amira dan Syahla agar lebih meyakinkan jika Amira adalah putri tunggal mereka yang telah ditukar. Mereka pun melakukan tes DNA di rumah sakit tempat Nek Warsih dirawat.Mereka juga mengunjungi Nek Warsih yang masih dirawat di rumah sakit itu. Tuan Abimanyu ingin menanyakan langsung pada Nek Warsih.Sesampainya di ruang rawat Nek Warsih, terlihat Syahla yang masih setia menemani Nek Warsih yang masih berbaring di atas bed. Syahla terkejut dengan kedatangan kedua orangtuanya, ia langsung menyapa mereka."Papa, Mama," sapa Syahla.Tuan Abimanyu hanya melirik sekilas pada Syahla, sementara Bu Syahnaz menunduk tak menanggapi sapaan Syahla.Tuan Abimanyu mendekati Nek Warsih, tatapannya tajam. Hal itu membuat nyali Nek Warsih ciut, seketika ia menjadi gugup dan salah tingkah."T-tuan." Nek Warsih segera mencoba untuk duduk."Apa benar kau telah menukar putriku, Warsih?" tanya Tuan Abimanyu."Anu, Tuan. S-saya ...."
Amira kini tinggal di rumah keluarga kandungnya.Rumah berlantai dua itu memiliki empat kamar utama dan satu kamar pembantu. Dua kamar di lantai atas, dan dua kamar di lantai bawah sementara kamar pembantu terletak di dekat dapur.Kamar di lantai atas merupakan kamar Syahla, dan satu kamar lagi kosong. Sementara kamar di lantai bawah, merupakan kamar Tuan Abimanyu dan kamar tamu jika ada yang menginap.Amira meminta kepada Tuan Abimanyu, untuk menempati kamar tamu saja karena letaknya di lantai bawah. Hal itu karena akan ia tempati bersama Gemilang yang sedang aktif-aktifnya sebagai seorang batita. Kedua orangtua Amira pun memenuhi permintaan putrinya.Rasa haru dan bahagia terus menyelimuti hati Amira. Ia kini tengah menidurkan Gemilang di kamar. Hari sudah menjelang sore, Amira memilih merebahkan tubuhnya di samping Gemilang. Ia masih bingung hendak melakukan apa di rumah itu. Amira langsung diboyong oleh orangtuanya saat itu juga, sehingga hal ini terlalu mendadak untuk Amira.Amira
Bu Syahnaz dan Amira telah mendengar kabar berpulangnya Nek Warsih dari Syahla semalam lewat telepon, dan hari ini akan dilangsungkan acara pemakaman Nek Warsih. Syahla meminta Bu Syahnaz dan Amira datang mengunjunginya dan memaafkan semua kesalahan Nek Warsih semasa hidupnya.Tuan Abimanyu sedang menikmati secangkir teh di depan balkon kamarnya sembari membaca sebuah buku saat Bu Syahnaz akan berpamitan padanya untuk menghadiri acara pemakaman Nek Warsih di kediamannya. Bu Syahnaz kembali mengajak suaminya untuk datang menghadiri pemakaman Nek Warsih dan mendoakannya."Pa, yakin Papa gak ikut ke pemakaman Bik Warsih dan menemui Syahla?" tanya Bu Syahnaz pada suaminya."Mama dan Amira saja, Papa ingin istirahat," jawab Tuan Abimanyu."Tapi Pa, kasihan Syahla kalau kita tak datang. Dia pasti butuh dukungan dari kita. Bagaimanapun, dia sudah lama menjadi anak kita, Pa. Apa Papa tega, lihat Syahla seperti itu?" Bu Syahnaz mencoba membujuk suaminya."Anakku hanya Amira." Tuan Abimanyu acu
Di Rumah Radit.Bu Retno sedang duduk di teras rumahnya, menatap nanar jalanan komplek yang tepat berada di hadapan yang tertutup pagar rumahnya.Di sore hari seperti ini, banyak ibu-ibu muda sedang berkumpul menemani anak-anak mereka bermain di jalanan komplek. Ada yang bermain sepeda, ada juga yang menyuapi anaknya makan. Mereka terlihat gembira, terkadang membicarakan perkembangan anaknya satu sama lain. Bu Retno sesekali tersenyum, ia hanya bisa melihat di balik pagar rumahnya. Ingin rasanya bergabung dengan ibu-ibu muda tersebut, atau para nenek yang sedang menjaga cucunya dengan gembira.Bu Retno merasa iri, ingin rasanya dia juga merasakan hal yang sama dengan para tetangganya. Memiliki seorang cucu dan bermain bersama-sama di sore hari seperti ini.Namun, harapan tinggal harapan. Sudah tiga tahun usia pernikahan Radit dan Selly, belum juga ada tanda-tanda Selly akan mengandung."Ma, mama kenapa melamun?" Rania tiba-tiba datang menyapa Ibunya. Ia langsung duduk di kursi sebela
"Mau bicara apa? masihkah ada hal yang harus kita bicarakan?" tanya Amira pada Radit, ia tak ingin mengulur waktu bersama lelaki yang telah menyakiti hatinya tersebut."Huh, memang, tak ada yang perlu dibicarakan lagi. Aku hanya ingin tahu kabarmu saja, Mir. Ternyata, menjadi simpanan lelaki kaya, telah membuat kamu banyak berubah, ya?" Radit tersenyum sinis pada Amira."Maksud kamu?""Ya, kamu sekarang lebih kelihatan modis bukan gadis polos yang dulu aku kenal. Lihat saja barang-barang yang kamu pakai, semuanya seperti barang mahal. Ternyata uang telah membutakan hatimu ya, Mir. Aku benar-benar tidak menyangka." Radit memindai penampilan Amira, dari ujung rambut hingga ujung kaki.Radit sangat terpesona, Amira terlihat semakin cantik dan menawan. Radit teringat dengan ucapan Selly yang pernah bertemu Amira di kota ini satu tahun lalu. Selly bercerita jika Amira bekerja sebagai seorang pelayan, tak mungkin Amira mampu membeli barang-barang mahal jika pekerjaannya hanya itu. Apalagi S
Radit mulai membuka baju milik Selly, tetapi gejolak yang tadinya membara, kini sirna. Rasa yang begitu menggelora, berubah menjadi rasa kecewa dan Amarah saat melihat di dada Selly banyak tanda merah yang bukan miliknya karena Radit belum melakukannya. Radit mendorong Selly hingga terhempas."Wanita jal*ang! Tega kau mengkhianatiku, dua kali!" Radit menampar Selly membabi buta.Selly berteriak kesakitan, ia memohon pada Radit untuk berhenti menamparnya."Sakiit, Bang! Tolong hentikan, sakit!"Radit pun menghentikan aksinya karena melihat Selly kesakitan. Sebenarnya Radit bukan tipe lelaki yang kasar, hatinya terlanjur sakit dan perlakuannya pada Selly di luar kendalinya.Radit duduk di sofa, menatap Selly dengan kecewa. Sementara Selly pun tergugu, ia mengelus kedua pipinya yang merah bekas tamparan Radit."Kenapa kau lakukan ini? Kenapa tak puas mengkhianatiku?" tanya Radit pada Selly, saat ia sudah mulai mengendalikan emosinya.Selly menoleh, ia menatap Radit dengan tatapan benci.
Anton merasa familiar dengan nama tersebut. Ia menerka-nerka sepertinya pernah bertemu dengan putri kandung Tuan Abimanyu itu. Ia pun mengingat sesuatu, kejadian satu tahun lalu saat makan di sebuah restoran bersama Selly. Mereka sempat ribut dengan seorang pelayan bernama Amira, yang menurut Selly mantan istri dari Radit--suami Selly. Anton kembali memperhatikan Amira yang tengah berbicara di atas panggung, sangat berbeda dengan Amira pelayan wanita yang ia temui satu tahun lalu. Hanya wajahnya saja yang sekilas mirip, tetapi Amira yang ini kelihatan lebih berkelas. Sementara Amira si pelayan dulu, kelihatan polos dan lugu."Mungkin hanya mirip saja," gumam Anton, ia menggelengkan kepalanya karena sempat merasa terkejut dengan Amira. Anton merasa, tak mungkin pelayan wanita itu tiba-tiba menjadi putri tunggal bos-nya.Amira memperkenalkan dirinya secara singkat dan garis besarnya saja. Ia juga mengatakan akan mulai sering ke kantor untuk bekerja. Amira meminta kepada semua karyawan