Share

62. Sentuhan Pertama

Penulis: Rainfall
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Hari ini mau makan di mana?" tanya Gita. Dia menggelayut manja di lengan guru lesnya tersebut. Sejak peristiwa malam itu mereka jadi sering bertemu satu sama lain. Setiap hari Bima menemui Gita dengan alasan belajar. Namun seperti biasa mereka mencuri-curi kesempatan untuk saling cium satu dengan yang lain.

Bima terlihat berfikir keras. "Kalau semua jawabanmu benar. Aku akan memberikan hadiah."

Gita tersenyum gembira. Dalam benaknya, dia menyangka jika hadiah yang diberikan oleh Bima adalah sekotak es krim ataupun berjalan-jalan malam hari. "Boleh!"

Selembar soal diberikan kepada Gita. Hari itu mereka sedang belajar matematika. Gita dengan antusias mengerjakannya. Sebetulnya dia adalah anak yang pintar, namun keadaan rumahnya yang berantakan membuatnya menjadi seperti ini. Dia hanya menginginkan perhatian dari orang lain.

Bima melihat wajah Gita yang serius mengerjakan soal. Baginya wajah Gita sangatlah manis. Namun seperti halnya laki-laki pandangan

Rainfall

Halo Semua Semoga kalian bisa bijak dalam membaca novel ini ya. Karena isinya adalah edukasi. Di masa sekarang banyak usia anak sekolah yang sudah melakukan tindakan yang bertentangan dengan nilai dan norma. Semua itu akibat lingkungan keluarga dan lingkungan bermain. Bijaklah dalam mengambil keputusan jangan sampai kamu menyesal di masa depan.

| Sukai
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Finding the Sun (Bahasa Indonesia)   63. Kesalahan

    Hari ini Bima masih mengajari les Gita. Namun dia melihat tatapan yang lesu dari gadis itu. Dirinya bingung, bukankah kemarin dia berwajah ceria. Akhirnya Bima memutuskan untuk bertanya, "Ada masalah?"Gadis itu menggeleng. "Engga ka.""Terus kenapa?" tanya Bima.Gita enggan berbicara. Tidak mungkin dia memberitahu perihal dirinya yang cemburu. Memang siapa dia? Cemburu dengan pacar orang lain. "Cuman cape aja kok.""Hmm!" Bima menyilangkan tangannya. Dia berfikir bagaimana membuat gadis itu tersenyum kembali. "Mau jalan-jalan?"Dia menggeleng. Membuat Bima tambah resah akhirnya. "Gimana kalau kita-!"Prang...Belum selesai Bima meneruskan ajakannya. Terdengar suara benda pecah dari luar. Keduanya nampak terkejut. Gita yang mengerti akan situasinya langsung mengalihkan muka. Dia tahu orangtuanya sedang bertengkar satu sama lain. Mereka akan mulai saling menyalahkan.Bima bangkit berdiri. Namun lengan Gita mencegahnya. Dia membe

  • Finding the Sun (Bahasa Indonesia)   64. Perdebatan Ijazah

    Amara menaruh kembali ponselnya. Wajahnya terlihat kesal. Della yang memperhatikannya sedari tadi mendadak bingung. Dia kemudian bertanya, "Kenapa? Bukannya happy udah teleponan.""Yang angkat buat dia," ucap Amara.Della menjadi penasaran. "Siapa? Gita?" Amara sendiri sudah memberitahukan semuanya kepada Della. Sehingga tidak ada lagi rahasia di antara mereka."Diana." Amara menyebut nama Diana dengan nada kesal."Jangan-jangan mereka balikan." Della mencoba memanas-manasi. "Kata kamu waktu itupun Satria milih buat anter Diana kan."Amara hanya diam. Dalam hatinya pun cemas. Namun jika memang mereka balikan, dia menganggap itu karmanya. Karma karena mempermainkan perasaan Satria.Della kemudian mengusap punggung sahabatnya tersebut. "Mau dia sama siapapun ga penting bagi kamu, yang penting sekarang kamu lulus dengan nilai baik. Sayang kan selama ini cumlaude karena cowo doang sampe ga lulus."Tersungging senyum kecut di bibir Amara.

  • Finding the Sun (Bahasa Indonesia)   65. Awal Mula Bencana

    Tanpa basa-basi, Satria langsung menuju ke kediamannya. Saat itu hujan sudah turun. Dia menerobos motornya melewati jalanan yang basah dan dingin. Hanya satu yang ada di pikirannya saat itu, Gita.Beberapa lama kemudian, Satria sampai ke kediamannya. Dia langsung menuju bagasi. Terlihat kendaraan milik orangtuanya tidak ada di sana. Kemudian dia naik ke lantai atas untuk sampai ke kamar adiknya.Tok.. tok.. tok...Gita membuka pintu kamar. Satria melihat dia menangis, karena matanya yang sembab. "Kamu kenapa?""Gapapa kak," ucapnya sambil tersenyum kecut."Bener gapapa?" Satria terlihat sangat khawatir. Dia membelai rambut adiknya. "Kalau gapapa kenapa nangis?""Aku baru bangun tidur ka," ucapnya. Dia menyenderkan kepalanya di bahu Satria. Tersungging senyum hangat dari bibirnya. "Kakak memang yang terbaik."Dielus rambut hitam legam milik Gita. "Kamu kagetin loh, tau-tau chat kaya gitu.""Kak!" panggilnya. Satria melirik. Dia

  • Finding the Sun (Bahasa Indonesia)   66. Tidak Ada Cinta

    Gita membuka matanya lagi. Setelah hanyut dalam kenangan lama. Dia memikirkan tindakannya saat menelpon Amara. Benar, Gita sengaja menelpon Amara agar membuat hubungan mereka rusak. Dia ingat esoknya Bima menghubunginya. Dia langsung mendatanginya ke rumah."Kamu menelpon Amara?" tanya Bima. Gita bisa melihat raut wajahnya yang kesal.Agar Bima tidak marah, dia memasang wajah polosnya. "Kakak marah? Maaf aku cuman pengen kenal aja sama pacar kakak."Bima diam. Dia tidak merespon. Dalam hati dia kesal, serta takut Amara akan curiga. Hubungan mereka baik-baik saja. Amara tidak perlu tahu."Aku minta maaf ka!" ulang Gita.Bima yang mendengar permintaan maaf tersebut akhirnya menghela nafas panjang. "Iya gapapa, biar dimaafin boleh kakak minta hari ini?"Gita mengangguk. Dan kembali tersadar di masa kini. Dia ingat itulah pertama kalinya Bima tidak menggunakan pengaman. Dengan alasan agar dimaafkan olehnya. Gita kemudian tertawa dengan ker

  • Finding the Sun (Bahasa Indonesia)   67. Jangan Bilang Siapapun Arya!

    "Git!" panggil Putri. Gadis itu menoleh. Putri melihat dirinya dari atas ke bawah. "Kok aku merasa kamu gendutan ya?"Gita hanya bisa mengalihkan muka. Hari itu pengumuman kelulusan mereka. Gita juga sudah diterima di kampus yang dia inginkan. Sementara Bima tidak pernah lagi menemuinya sejak hari itu. Tentu saja itu membuatnya sedih."Kamu makan banyak atau gimana?" tanya Putri. "Ga banyak sih. Cuman badan kamu kan bagus ya. Aga kaget aja gitu ngeliatnya sedikit berisi.""Iya karena di rumah terus setelah ujian kan, aku kerjanya makan. Ga nyadar badanku sedikit membesar," ucapnya.Putri tetap memperhatikan tubuh temannya tersebut. Dia memang merasa ada yang aneh, namun tetap memilih untuk tidak melanjutkan topik. "Mungkin aja kamu bahagia, apalagi waktu itu sempat cerita udah jadian beneran kan sama kakak mahasiswa yang itu tuh!"Telinga Gita memanas. Percaya atau tidak dia kesal kepada Bima. Lelaki itu benar-benar sulit untuk dihubungi. Padahal s

  • Finding the Sun (Bahasa Indonesia)   68. Rencana Gita

    "Ini minum dulu!" Arya memberikan sebotol minuman kepada Gita. Mereka berdua tengah berada di taman kota. Arya meminta Gita untuk mengobrol di tempat yang lebih terbuka saja. Kali ini Gita menurut, dirinya pun tidak segalak sebelumnya kepada teman satu sekolahnya tersebut."Terimakasih." Ucap Gita. Beberapa detik kemudian botol tersebut diminum sedikit demi sedikit. Mata Gita masih sembab sehabis menangis. Dia telah menceritakan semuanya kepada Arya. "Menurutmu aku harus gimana?""Sebetulnya cepat atau lambat kamu harus memberitahukan orangtuamu," bujuk Arya. Wajah Gita terlihat keberatan, Arya tahu itu. Kemudian dia melanjutkan, "Karena bayi di dalam kandunganmu butuh biaya, butuh perlindungan dari orang yang sudah dewasa.""Bagaimana kalau aku menyetujui perintah ka Bima?" tanya Gita. Dia melirik Arya, wajah Arya menegang. Dari sorot matanya ada sedikit rasa marah. Namun dia tetap berusaha untuk tenang.Arya kemudian menoleh kepada Gita. Membuat gadis i

  • Finding the Sun (Bahasa Indonesia)   69. Kita Mau Ke Mana?

    Amara keluar dari ruangan ibu Melinda. Dia terlihat kebingungan. Dipeluknya erat draft skripsi yang telah direvisi tersebut. ‘Sedikit lagi aku lulus,’ batinnya. Namun di balik itu semua dia terlihat kebingungan. Awalnya dia dan Delia berencana untuk ikut andil dalam aksi demonstrasi. Dia pun sudah beberapa kali ikut kajian dari BEM Fakultasnya sendiri. Namun ternyata ada ancaman, siapapun yang mengikuti demonstrasi tersebut akan dikenakan sanksi drop out.“Hufh!” Dia menghembuskan nafas panjang.“Lelah?” sebuah suara terdengar dari sebelahnya. Amara menengok, dia tidak menyangka dengan siapa yang dilihatnya. Satria sedang berdiri tepat di sebelahnya. Melayangkan senyum yang menawan. Dia mengenakan jaket almamater jurusannya dan memakai topi yang menutupi Sebagian wajahnya. Sambil tersenyum dia bertanya kepada Amara, “Mau ga kamu ikut aku sebentar? Aku pengen ajak kamu jalan-jalan.”Gadis itu mengangguk. Sejujurnya

  • Finding the Sun (Bahasa Indonesia)   70. Taman Bunga yang Manis

    Amara tertawa. Namun dia tampak berbahagia. Satria memang yang terbaik. Meskipun mereka sudah tidak memiliki hubungan apapun, tetapi ini cukup membuatnya senang. Mungkin benar kata Della, tidak selamanya pacar membawa senang, teman pun bisa."Kita akan kayuh sampai ujung sebrang sana ya!" ucap Satria.Gadis itu melihat arah yang ditunjuk. Lumayan jauh juga ternyata, dia cukup skeptis untuk sampai ke ujung. Tapi tidak ada salahnya dicoba. "Yuk!" Amara terlihat sangat antusias.Mereka berdua mengayuh. Baru sampai setengah jalan mereka sudah kelelahan. Namun keduanya malah tertawa bersama-sama."Ternyata kita sudah tua ya!" ucap Satria.Amara merengut, kata tua jelas terdengar menyebalkan bagi seorang wanita. "Aku baru masuk usia duapuluh dua tahun hey!""Wah duapuluh dua, sayangnya kamu harus menunggu dua tahun lagi minimal!" ucap Satria."Untuk?" Amara terlihat bingung. Apa yang harus dia tunggu, sebentar lagi dia lulus. Dia tidak perl

Bab terbaru

  • Finding the Sun (Bahasa Indonesia)   101. Tamat

    "Selamat ya ka!""Akhirnya lulus juga ya!Hari itu kampus dipenuhi oleh orang-orang yang mengenakan toga. Tawa dan senyum terpancar dari wajah mereka. Sanak keluarga pun datang, bahkan tidak segan-segan. Ada yang datang membawa bus bermuatan tetangga dari kampung. Hari itu adalah hari yang berbahagia, hari wisuda.Satria berjalan diarak oleh teman-temannya, junior di BEM. Dia dan Faisal lulus bersama-sama. Gita dan ibunya melihat dari kejauhan. Mereka benar-benar bangga dengan putra sulung mereka tersebut."Pengen nangis, akhirnya seorang Faisal bocah kampung bisa wisuda!" teriak Faisal. Dia tidak henti-hentinya memberikan senyum bangga."Kita yang diancam bakal kena drop out akhirnya lulus juga ya!" tambah Satria. "Bener-bener ga nyangka."Pembicaraan mereka terhenti ketika ada seorang wanita mengenakan toga mendekat. Penampilannya yang dahulu tomboy berubah menjadi feminim akibat balutan kebaya dan sepatu heels tinggi yang dia gunakan.

  • Finding the Sun (Bahasa Indonesia)   100. Akhir Kisah Ini

    "Kang!" panggil Danny. Dia berada tepat di belakang Satria. "Situasi udah ga terkendali. Kita butuh instruksi. Gimana ini? Haruskah kita mundur atau tetep maju ke depan maksa buat masuk ke gedung Senayan?" Satria terlihat linglung. Dia memeluk tubuh Amara yang bersimbah darah. Tangannya bergetar hebat. Dia benar-benar tidak menyangka Amara menahan tembakan peluru tersebut dengan badannya. Bukankah dia tidak ikut demonstrasi? Kenapa dia berada di sini? Apa yang harus Satria lakukan saat ini. "Kang Satria!" teriak Galang. Dia memegang kedua bahu milik seniornya tersebut. "Fokus! Semua orang yang di sini butuh instruksi!" "Aku-!" Satria mencoba memahami situasi. Pikirannya kacau. Dia ingin segera membawa Amara ke rumah sakit. Sayangnya posisinya sebagai pemimpin tidak memungkinkannya untuk pergi. Amara membutuhkan pertolongan segera. "Biar Amara dibawa sama tim medis! Akang harus kasih keputusan sekarang!" teriak Galang. Dalam situasi seperti itu

  • Finding the Sun (Bahasa Indonesia)   99. Selalu ada Darah yang Mengalir dalam Setiap Perjuangan

    Tok.. tok... tok...Pintu terbuka. Seorang laki-laki berpakaian kemeja putih rapi masuk ke dalam. Di dalam ruangan Rudi sedang berdiri menghadap jendela. Dia melihat ke arah kerumbunan mahasiswa yang melakukan aksi demonstrasi terhadapnya."Kenapa kamu ke sini? Ada sesuatu?" tanya Rudi.Pria itu mendekat. "Maaf pak, saya ingin memberikan pesan. Ada seseorang bernama Bima yang mengaku sebagai kenalan bapak. Katanya ada hal penting yang ingin dia bicarakan."Rudi langsung menoleh. Tatapannya marah. Bima adalah nama lelaki yang menghamili anak perempuannya. Sejak lama Bima menghilang, kemudian dia menghubungi keluarganya dan memberitahukan bahwa Bima harus bertanggung jawab. "Kemarin saja dia tidak terlihat, sekarang situasi sedang seperti ini baru datang. Biarkan dia masuk. Tolong jangan ada seorang pun yang mencuri dengar pembicaraan kami."Pria berkemeja putih itu mengangguk, kemudian dia pergi. Beberapa waktu kemudian dia masuk. Di belakangnya Bim

  • Finding the Sun (Bahasa Indonesia)   98. Dorrr

    Senayan berubah menjadi lautan manusia. Berbagai mahasiswa dari seluruh kampus di Tanah Air berkumpul di sana. Mereka mengenakan jaster dari kampusnya masing-masing."TURUNKAN DPR YANG TIDAK PRO RAKYAT!""HAPUSKAN KORUPSI DI NEGARA KAMI!""BIARKAN RAKYAT MENIKMATI HASIL KERINGATNYA DARI FASILITAS YANG DIBANGUN MENGGUNAKAN PAJAK NEGARA!"Di antara kerumbunan masa yang melaksanakan aksi tersebut. Berdiri seorang mahasiswa yang mengenakan jaster berwarna kelabu. Dia adalah Satria, mantan ketua BEM di kampusnya sekaligus anak dari salah satu anggota DPR yang terhormat. Di pinggangnya tersampir pengeras suara. Dengan lantangnya dia berkata, "HIDUP MAHASISWA!"Bersebrangan dengan kerumbunan mahasiswa. Aparat keamanan menggunakan label POLISI berdiri rapi di sana. Tugas mereka adalah mengamankan jalannya aksi demonstrasi agar tertib dan lancar. Namun ada yang berbeda saat itu. Para polisi membawa senjata api dan beberapa peralatan lainnya seakan-akan terj

  • Finding the Sun (Bahasa Indonesia)   97. Faisal Hilang

    "Semua sudah menunggu! Kita ga bisa nunggu ka Ical!" desak Galang. Dia mengenakan jaster kampusnya. Mereka berada di depan kampus. Waktu masih menunjukan pukul tiga pagi. Beberapa mobil bus dan truk terlihat sesak penuh dengan para mahasiswa yang akan melaksanakan demonstrasi.Satria masih mencoba untuk menunggu sahabatnya tersebut. Di mana Faisal, sejak malam mahasiswa humoris itu benar-benar tidak terlihat. Dia kemudian menekan nomor di layar handphonenya. Seperti sebelumnya handphone tersebut mati."Ka!" panggil Galang. "Kita gabisa nunggu satu orang lagi! Kita harus berangkat sekarang!""Baik!" ucap Satria akhirnya. Namun dia sempat mengirimkan pesan kepada Faisal, "bro kami tunggu di Jakarta."Satria naik ke dalam salah satu bus yang tersedia. Dia duduk di sebelah Diana. Mahasiswi itupun mengenakan jaster angkatan yang sama dengannya. Galang melihat Diana kedinginan dia langsung mengambil jaket yang disampirkan di kursi penumpangnya kemudian memakaik

  • Finding the Sun (Bahasa Indonesia)   96. Ketahuan Faisal

    Tok.. tok... tok..."Sini masuk!" ucap Satria.Pintu terbuka, Faisal masuk ke dalam. "Gimana ade Gita?" tanyanya. Dia kemudian duduk di samping Satria.Mereka sedang berada di rumah kontrakan. Besok mereka akan berkumpul di tempat perjanjian. Aksi demonstrasi dari seluruh Indonesia akan dilakukan."Baik, sudah beres" ucap Satria. Mood Satria terlihat kurang baik. Nada bicaranya lebih ketus dari sebelumnya.Sebagai sahabat, Faisal menyadarinya. Dia kemudian menepuk bahu Satria. "Ada apa? Ga nelepon Amara? Besok kita pergi loh!""Udahlah!" Satria terlihat malas. Dia sedang tidak ingin membicarakan Amara. "Gausah ngomongin dia!"Faisal menghela nafas panjang. "Berantem lagi nih? Gacape berantem terus kalian itu?""Ternyata selama ini dia bekerja sama dengan mama!" Satria akhirnya memulai cerita. "Mama minta tolong sama dia biar kita gagal aksi.""Eh!" Faisal terkejut mendengarnya. "Amara kenal sama tante Mira?"

  • Finding the Sun (Bahasa Indonesia)   95. Kacau

    "Bisakah kita berbicara sebentar?"Amara mengangguk. Kemudian dia mengikuti Mira ke tempat lain. Perasaannya sedikit tidak nyaman. Terlebih saat terakhir bertemu, Mira meminta pertolongan kepadanya. Sementara dia sudah bilang bahwa dia akan mendukung Satria untuk melakukan demonstrasi.Mereka menuju sebuah bangku yang terdapat di salah satu lorong rumah sakit. Mira kemudian menepuk pundak Amara. "Sini kita duduk sambil berbincang sebentar."Setelah Mira duduk, Amara mulai mengikuti. Dia terlihat cukup gugup. Dia memikirkan kemungkinan bahwa dirinya akan dimarahi oleh Mira karena tidak menahan Satria untuk melaksanakan demonstrasi."Satria dan Gita adalah dua orang anakku yang berharga," Mira membuka pembicaraan. Amara mendengarkan sambil mengangguk. "Satria, adalah anak yang dididik dengan keras. Itulah sebabnya dia menjadi seperti ini.""Dia pria yang baik," sambung Satria."Benar, Saya mendidiknya menjadi seorang laki-laki yang baik," Mira

  • Finding the Sun (Bahasa Indonesia)   94. Jadilah Pria yang Lebih Baik

    Kriiitttt....Pintu kamar Gita menginap terbuka. Bima dan Satria masuk ke dalam. Amara melihat bekas pukulan di wajah Bima, dia sudah menyangka bahwa Satria akan melakukan hal tersebut kepada mantannya. Tapi memang Bima pantas mendapatkannya. Apapun alasan Bima melakukannya, merusak anak orang adalah sesuatu hal yang salah."Ra!" panggil Satria."Ya? Kenapa?" tanya Amara.Satria memegang pundak Bima. "Bima bilang ingin ngobrol berdua sama kamu. Akupun ada yang mau diobrolin sama adikku."Deg...Jantung Amara berdetak kencang. Dia terlihat kaku dan gugup. Sudah sekian lama dia tidak berbicara dengan Bima. Pembicaraan terakhir juga tidak menyenangkan. Namun Satria yang memintanya. Alhasil dia mengikuti Bima keluar ruangan. Meninggalkan dua kakak beradik itu di dalam ruangan.Ketika mereka sudah keluar, Gita menatap kakaknya. "Kakak gapapa?""Gapapa dong!" jawabnya sambil tersenyum."Maksudnya aku-!" Gadis itu memperhatikan

  • Finding the Sun (Bahasa Indonesia)   93. Berjanjilah Menggunakan Nyawamu

    Hah... hah... hah...Nafas Satria memburu. Dia telah berjanji di dalam hati bahwa dia tidak akan terbawa emosi. Ternyata menahan emosi tidak semudah ini. Laki-laki yang melakukan tindakan asusila terhadap adiknya ada di depan mata. Dengan dirinya yang sekarang mudah saja untuk menghabisi dia.Bima pun terlihat pasrah. Dia tidak melawan. Dia juga tidak berbicara apapun. Dia sudah siap jika akan dihajar habis-habisan oleh Satria.Satria kemudian mendekat kembali ke arah Bima. Lelaki itu menutup matanya. Bersiap menerima pukulan. Beberapa detik berlalu, tidak ada yang terjadi. Akhirnya dia mencoba untuk membuka mata. Dia sedikit terkejut karena melihat Satria mengulurkan tangan kepadanya."Sini! Dibantu buat bangun!" Satria masih mengulurkan tangan.Bima yang terkapar di tanah masih bingung. Beberapa kali dia terlihat mengedipkan mata. Dia masih tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Bukankah Satria mengajaknya ke sini untuk menghabisinya?"

DMCA.com Protection Status