Bima melihat Diana dengan tatapan tajam.
“Aku pikir kamu teman Amara? Kok bisa ya cewek dengan gampangnya ngomongin temennya di belakang.” Kata Bima sambil nyengir.
Diana tidak menyangka respon Bima seperti itu. Respon yang dia sangka adalah Bima marah ataupun kesal. Namun yang dilihatnya Bima hanya lanjut menghisap rokoknya seakan sudah menyangka.
“kamu ga kesel pacarmu direbut orang?” Tanya Diana.
“Kesel sih.” Kata Bima sambil menatap kolam.
“Terus bakal diem aja?” Tanya Diana.
“Kamu kaya gini karena suka sama Satria kan?” tanya Bima.
Diana tersentak. Apa yang dibicarakan Bima benar adanya. Dengan tatapan kasian Bima menengok ke arah Diana yang duduk di sebelahnya.
“Emang kamu udah ga sayang sama dia?” Tanya Diana.
“Sayang.” Kata Bima. “Tapi aku tahu diri.”
“Maksudnya?” tanya Diana.
“Sudahlah urusi saja urusan kamu sendiri. Cewek kaya kamu ga akan pernah ngerti.” Kata Bima.
Diana kesal
Jangan lupa klik tanda + untuk memasukan cerita ini ke dalam library kalian ya kemudian berikan komentar pada cerita ini juga. terimakasih
Di Kamar kosannya Diana masih kesal dengan perlakuan Bima. Dia pikir dengan memberitahukan kedekatan antara Satria dan Amara akan membuat Bima marah. Diana tidak sudi jika Satria bersama dengan Amara. Terlebih dia yang sudah putus dengan Doni memimpikan kembalinya dia dan Satria untuk bersama kembali. “Hufh!” Diana menarik nafas panjang. Kemudian dia beralih ke meja kecil di sudut kamarnya. Dibuka laci kedua bagian meja tersebut. Masih tersimpan foto-foto dirinya dan Satria. Dia merindukan Satria. Diambilnya salah satu foto ketika mereka berdua berlibur ke puncak. Di sana terlihat senyum bahagia dari keduanya. Dia menginginkan Satria kembali. Berpacaran dengan Doni membuat dirinya sadar bahwa Satria adalah laki-laki terbaik yang berpacaran dengannya selama ini. Ketika berpacaran dengan Doni. Foto-fotonya dan Satria disimpan secara rapi agar Doni tidak tahu. Doni yang tidak suka membaca, membuat Diana bisa menyembunyikan semua foto tersebut di lipatan buku. En
“Neng Gita gamau makan?” Tanya nini. Nini adalah pengasuh Gita dan Satria sejak kecil. Nini tinggal di kampung belakang kediaman mereka. Umurnya sudah tua, namun rasa sayangnya terhadap mereka berdua benar-benar tidak terhingga. Saat itu jam makan siang. Sudah sekitar tiga hari Gita tidak nafsu makan. Sejak kejadian di Car Free Night dia terus-terusan cemas. Dia cemas takut jika Bima meninggalkannya. Dia sudah nyaman dengan Bima. Namun dengan datangnya Amara di hari itu semakin membuatnya cemas. Gita pikir saat menelpon Amara dahulu rencananya telah berhasil. Amara dan Bima akhirnya di ambang kehancuran. Bima yang sudah melakukan hal terlarang dengannya juga seakan tidak bisa menjauh dari Gita. Namun entah firasatnya mengatakan rencananya tidak semudah kelihatannya. “Ga lapar aku Ni.” Ucap Gita. “Dimakan dulu ya neng. Udah tiga hari gamau makan. Nanti neng Gita sakit gimana?” Kata Nini penuh perhatian. Akhirnya Gita makan beberapa suap. Perutn
Tepat saat Satria sudah pasrah. Mobil tersebut berhenti di depannya. Ternyata tuhan masih memberikannya waktu. Segera orang-orang bergerombol di sana untuk membantu Satria. Badannya sakit. Namun dia masih mencoba untuk berdiri. Rasa sakitnya tidak dirasa, karena menurutnya akan bertambah sakit saja. Usahanya gagal. Badannya sulit digerakan.Perlahan banyak orang berkumpul di sana. Sampai akhirnya mobile ambulance datang dan cepat-cepat membawanya ke rumah sakit terdekat. Tidak lupa juga dicari identitasnya untuk menghubungi sanak saudaranya.Di kamar rumah sakit, seorang dokter berjalan ke arahnya. Dia sudah diperiksa. Dokter tersebut tersenyum ramah. Di belakangnya berdiri Nini dan Gita. Rupanya pihak rumah sakit berhasil menghubungi rumah. Setelah dokter mengatakan bahwa Satria bisa pulang besok ketika lebih baik mereka berdua bernafas lega.“Mana mama?” Tanya Satria kepada mereka berdua.Gita hanya terdiam dan tersenyum kecut. D
Amara memasuki kamar tempat Satria menginap. Hari itu sudah jam delapan malam. Di samping tempat tidurnya ada Nini. Nini tersenyum kepada Amara kemudian berdiri untuk menyapa. Amara dengan peka memegang tangan Nini lalu mencium punggung tangannya. Awalnya Amara mengira dia adalah ibunya.“Siapa ini ya?” Tanya Nini ramah.“Saya Amara Ni, teman Satria.” Kata Amara.“Saya Nini, yang ngasuh Aden dari kecil. Mau nengok ya Neng. Tapi si Aden lagi tidur. Dibangunin aja kali yah?” Kata Nini.Amara cepat mencegah Nini membangunkan Satria.“Gausah Ni. Saya ga lama juga ko lagian ga enak bangunin Satria pas lagi sakit.” Kata Amara.Nini mengangguk. Kemudian dia melihat jam yang terletak di dinding kamar. Nini kemudian memegang tangah Amara.“Neng, Nini mau minta tolong sebentar ya.” Kata Nini.Amara kaget. Tapi dari sorot mata Nini, dia mengetahui bahwa Nini sangat membutuhkan ba
Keesokan harinya Satria sudah merasa baikan. Dia ingin pulang ke rumah. Namun Nini menahannya karena dokter bilang ada baiknya dirawat sampai lusa. Satria bilang dia tidak betah di rumah sakit dan ingin segera membuat kopi.“Masa aden abis kecelakaan langsung kerja lagi?” Tanya Nini sambil mengomel.Satria tertawa melihat tingkah Nini. Karena jarang pulang dia jarang mengobrol lama dengan nini lagi. Namun dia lega ada Nini yang menemaninya di rumah sakit. Sementara kedua orangtuanya batang hidungnya belum terlihat. Meskipun demikian Mega yang tidak lain adalah ibu dari Satria sempat menelponnya menanyakan kabar. Mega bilang setelah mengantarkan laporan dinas ke kampus tempatnya bekerja dia akan mengunjungi Satria di rumah sakit.“Kata dokter kan boleh pulang kalau ngerasa baikan Ni.” Kata Satria.“Terus aden tinggal di rumah kan?” Tanya Nini.“Di kosan lah.” Jawabnya.Nini menggelengkan k
Satria kemudian memegang tangan ibunya. Dicium punggung tangan ibunya. Kemudian dia tersenyum ke arah sang bunda.“Mah…!” Panggilnya lembut.Mega yang dipanggil demikian menjadi luluh. Namun dia memiliki gengsi yang lumayan tinggi. Jadi dia memilih diam saja tidak bicara apapun.“Satria ngelakuin ini semua bukan karena benci Papa apalagi Mama.” Kata Satria.Mega masih terdiam. Demikian pula dengan Nini.“Satria ngelakuin ini karena Satria sayang sama keluarga. Satria tahu udah dibiayain sejauh ini sama Papa sama Mama juga.” Kata Satria.Mega menahan tangisannya. Namun dia masih enggan untuk berbicara.“Satria hidup sendiri buat ngebuktiin ke Papa, kalau walaupun hidup susah tapi kita masih bisa berdiri. Satria berjuang buat penuhin kebutuhan Satria sendiri semuanya demi Papa.” Kata Satria lagi.Mega masih menahan tangisannya. Nini langsung memegang bahu Mega. Untuk menegark
“Papa??!!!”Gita terlihat pucat pasi. Bukankah Papanya sedang ada rapat hari ini. kenapa bisa pulang cepat? Sementara dia melihat dirinya yang tanpa busana. Bagaimana cara dia menjelaskan ke papanya. Bagaimana jika Papanya membencinya? Kemudian membuangnya? Semua itu terlintas dalam benaknya.Bima yang melihat Gita panik, ikut panik juga pada akhirnya. Dia harus mencari tempat untuk bersembunyi atau nyawanya akan terancam. Ayah mana yang akan diam saja jika anaknya kepergok berduaan dengan laki-laki lain. Apalagi dia tidak menggunakan busana satu helai kain pun.Akhirnya Bima memberikan kode kepada Gita untuk memakai busana dengan cepat serta keluar pintu kamarnya. Gita yang mengerti akan kode dari Bima mengangguk dan dengan cepat melakukan semuanya.Tidak lama kemudian pintu kamar dibuka. Gita keluar dari kamar dan segera menutup pintu. Wajahnya terlihat gugup. Sementara sang ayah sedang berdiri tidak jauh dari pintu kamarnya.“A
“Dimakan buahnya jangan malu-malu!” Kata Mega sambil menyodorkan buah bingkisan Diana kepada Amara.Amara hanya tersenyum sambil menolak. Dia merasakan tatapan tidak enak dari Diana jika dia berani mengambil buah tersebut. Sejak awal kedatangannya Diana memperlihatkan wajah tidak senang. Amara sendiri kaget karena tidak menyangka Diana akan datang ke rumah sakit tempat Satria dirawat. Ada sedikit rasa khawatir dari diri Amara, apa jangan-jangan Diana selalu bertemu dengan Satria di sini?“Tante gatau kamu kenal sama anak tante sampe jauh-jauh jenguk kemari.” Kata Mega.“Iya tante, saya memang berniat menjenguk pulang makan siang. Namun ada sedikit kendala.” Kata Amara sambil menatap Diana.Diana yang tidak terima ditatap demikian, balas menatap Amara dengan tatapan sama angkuhnya. Bagi Diana seharusnya Amara tidak bertemu lagi dengan Satria jika memang dia tahu malu. Namun ternyata Amara tetap mendekati Satria, tentu sa