Deborah mendorong tubuh Nami yang menghalanginya untuk keluar dari toilet. Ia tidak mempedulikan panggilan Nami yang memohon maaf padanya. "Aku hanya ingin seorang sahabat yang tulus. Aku tidak bermaksud untuk membohongimu " gumam Nami sedih. *** Satu minggu kemudian. Nami sudah tidak jadi asistennya Deborah setelah kejadian itu. Ia pindah satu lantai dengan Naka. Karena kecerdasannya, Nami mampu mengingat pekerjaan lamanya walaupun tidak seluruhnya. Ia membantu Naka menyeleksi desain-desain yang akan menjadi produk andalan mereka. Hamasaki Grup bergerak di bidang desain eksterior dan interior dan Nami ditugaskan untuk menjadi pendamping orang-orangnya Naka yang bekerja untuk menyeleksi desain-desain dari para desainer mereka. Seperti saat ini Nami juga ikut mendampingi Naka untuk bertemu dengan klien penting. Mereka berada di hotel ternama untuk melakukan pertemuan. Dengan masih menggunakan pakaian resmi ala kantor, Nami, Naka dan beberapa orang kepercayaannya keluar dari lift set
James langsung berlari mengejar Nami. Ia tidak rela jika gadis itu berdesakan dengan laki-laki lain yang sedang berdansa. James bahkan tidak menghiraukan panggilan dari Rosa wanita yang membuat Nami cemburu. "Minggir-minggir," James menyibak gerombolan laki-laki yang berada di depannya. Ia berusaha mencari keberadaan Nami. "Ke mana dia? Bukankah tadi ada di sini?" James meneliti setiap kerumunan laki-laki dan perempuan yang sedang bermesraan. Sampai akhirnya ia menemukan Nami yang sedang bergoyang diapit oleh dua orang laki-laki seumuran dengannya. 'Sial, mereka sepertinya sedang menargetkan Nami,' James tahu persis karena dirinya sudah cukup pengalaman dalam merayu wanita. Dulu saat ia ingin mencari partner one-night-stand. James sering turun ke lantai dansa untuk flirting lalu menggaet salah satu wanita temannya berdansa untuk menghangatkan ranjangnya. James sudah hafal dari bahasa tubuh kedua laki-laki itu. Mungkin mereka berdua bekerja sama untuk memerangkap Nami. Ia tidak bisa
Berapa hari kemudian berlalu, Nami tidak lagi bertemu dengan James. Sebenarnya Nami ingin mengetahui keadaannya. Namun rasa sakit hati gara-gara melihatnya bersama wanita itu. Nami mengurungkan niatnya. Ia berusaha mengubur rasa ingin tahunya bersama kekesalannya. Rindu di hatinya sebenarnya sangat menggerogoti hatinya. Keadaan hatinya tidak baik-baik saja. Nami menutupinya dengan senyuman dan menyibukkan diri dengan bekerja. Apalagi saat ini Hamasaki Grup sedang kebanjiran pelanggan yang menginginkan jasa desain mereka untuk merenovasi gedung-gedung perkantoran menjelang pergantian tahun. Malam ini Nami tiba-tiba sangat merindukan James. Biasanya setelah pulang bekerja, Nami akan bersantai di ruang tamu. Namun karena rasa lelah, ia langsung membersihkan diri, makan malam lalu segera terlelap dalam mimpinya setelah kelelahan bekerja sendirian. Namun malam ini Nami sedikit pun tidak bisa menutup matanya. Ia hanya membolak-balikkan badannya ke kanan dan ke kiri. Sulit untuk memejamkan m
"Naka, sudah Naka. Cukup," ucap Clara yang memohon kepada Naka. "Belum cukup, Clara. Bagaimana kamu mengatakan cukup? Kita hampir sebulan tidak bertemu dan aku sangat merindukanmu." jawab Naka yang saat ini sedang memompa kewanitaan Clara dari belakang. Tubuh Clara menelungkup di atas ranjang dengan kaki yang gemetar. Naka sejak tadi tidak berhenti walaupun sudah klimaks berkali-kali. Lututnya terasa lemas dan tubuhnya seperti tidak bertenaga. Namun Naka masih saja menginginkannya dengan berbagai gaya. "Rebahkan saja tubuhmu dan rilekslah. Aku yang akan bermain sendiri." Naka memposisikan tubuh Clara agar tertelungkup di atas ranjangnya. "Kalau kamu ingin tidur, tidurlah. Aku tidak akan mengganggumu." "Bagaimana aku bisa tidur kalau kamu terus saja mengerjai tubuhku. Itu sama saja kamu menggangguku, Naka." "Hahaha, benar juga kamu ini. Ini yang terakhir kalinya lalu kita tidur." Naka yang gemas lalu memukul pantat Clara sehingga gadis itu mendesis. Mendengar desisan Clara, tiba-
Nami menatap mata laki-laki yang berwarna biru itu beberapa kali. Ia mengerjapkan matanya. Nami yakin jika ia tidak salah melihat, laki-laki yang sekarang berada di hadapannya adalah James Oliver Baskoro. Kekasih sekaligus tunangannya, calon suaminya kelak. "Aku merindukan Kakak. Sangat merindukan Kakak," mata Nami berkaca-kaca dalam rancauannya ia berkali-kali menyebut laki-laki yang membawanya ke dalam hotel itu dengan sebutan nama Oliver. "Jangan bersedih, aku akan menghapus segala kesedihanmu malam ini." bisik laki-laki itu lalu mengangkat dagu Nami ke atas lalu membalas tatapan mata Nami. Kamu sangat cantik Nona, matamu tidak pantas untuk meneteskan air mata. Kamu harus selalu tersenyum. Senyummu seperti matahari yang terbit di pagi hari. Begitu hangat dan menenangkan." Darah Nami langsung berdesir. Ia langsung menarik tengkuk laki-laki itu dan menjinjitkan kakinya untuk mengecup bibir tipis yang sudah sangat dirindukannya. "Aku merindukanmu, Kak" Nami menempelkan bibirnya di
"Kamu jangan takut, aku akan hati-hati." Nami terkekeh, entah kenapa ia merasa tertantang untuk segera merasakan kejantanan besar itu memasuki kewanitaannya. "Masuki aku, Kak." Efek alkohol benar-benar membantu Nami untuk lebih lepas mengekspresikan keinginan hatinya. Mendengar tantangan dari Nami, laki-laki itu seketika nafsunya memuncak. Tubuhnya terasa panas seperti terbakar oleh birahi. "Bersiaplah," laki-laki itu membuka kaki Nami lebar lalu menurunkan pinggangnya. Menempatkan kejantanannya di bibir kewanitaan Nami. Nami menahan napas saat laki-laki itu perlahan memasuki kewanitaannya. "K-kak Oliv" Nami mengerang karena merasa kesakitan. Kejantanannya laki-laki itu terasa sesak memenuhi kewanitaannya. Ada rasa perih saat laki-laki itu mendorong masuk kejantanannya. "K-kamu masih virgin?" Laki-laki itu membelalakkan matanya ketika merasakan kejantanannya terasa menembus sesuatu dan kejantanannya terdapat bercak merah saat ia menariknya dari kewanitaan Nami. "I love you, Kak.
"Aku takut mengecewakan Kakak," ucap Nami jujur. "Kenapa harus kecewa?" "Mungkin aku akan sangat payah saat berada di atas. Karena aku belum pernah melakukannya." "Kanu lupa? Aku yang akan membimbingmu. Aku gurumu di sini," laki-laki itu menjawil dagu Nami. "Ayo," laki-laki itu mengedipkan matanya lalu memilin salah satu puncak dada Nami. "Kak, tunggu." entah karena mabuk atau memang Nami menginginkannya, setiap laki-laki itu menyentuh area sensitifnya. Nami langsung terbakar gairah dan kembali menginginkan bercinta dengan laki-laki itu seperti tadi. "Manis." panggil laki-laki itu. "Oh, oke." Nami menjawabnya dengan ragu. Ia masih mengingat adegan di situs dewasa yang pernah ditontonnya beberapa minggu yang lalu. Ia membuka kakinya lebar-lebar lalu mengarahkan kewanitaannya ke kejantanan laki-laki itu yang sudah mengeras. Laki-laki itu membantu Nami dengan memegang kejantanannya untuk ditegakkan agar Namu dengan mudah bisa menyatukan pusat inti mereka. "Oh, astaga," kali ini l
"Kamu nanti akan menyesal bila tidak mencobanya. Entah kapan lagi kita akan bertemu." "Apa maksud Kakak, Kakak ingin meninggalkanku setelah percintaan kita ini? Kakak ingin kembali kepada Malika dan bayinya?" "Siapa Malika?" "Jangan pura-pura lupa," Nami bangkit dari tubuh laki-laki itu lalu turun dari ranjang. Laki-laki itu tersenyum misterius karena melihat Nami masuk ke dalam kamar mandi. "Oh, kamu ingin melanjutkannya di kamar mandi? Bukan ide yang buruk, kamar mandi juga salah satu tempat favoritku bercinta." "Kak Oliv," Nami memekik saat dipeluk dari belakang. Saat ini posisi mereka berada di bawah shower. Laki-laki itu langsung membuka shower yang membasahi kedua tubuh mereka. "Hei, apa yang sedang Kakak lakukan?" "Mengajarimu gaya baru," laki-laki itu mengedipkan matanya. "Kak, aku lelah. Aku tidak bisa melakukannya terus-terusan. Tubuhku butuh istirahat." protes Nami "Kamu tidak usah mengeluarkan tenaga, Biar aku yang akan memuaskanmu. Kamu tenang saja," laki-laki itu