Saat mendengar sang Pangeran protes terhadap dirinya yang tidak dipedulikan ayahnya sendiri, semua orang menertawainya termasuk Raja dan Ratu. Tatapannya terlihat sangat polos sambil menggarukkan kepala.
“Apakah barusan aku salah bicara?” tanyanya gugup.
“Kau lucu sekali, Gabriel. Di saat seperti ini kau masih bisa protes,” sahut Charlotte menertawainya anggun.
“Charlotte, kenapa kau tega menertawakanku juga?”
“Karena aku suka melihatmu bertingkah begini.”
Gabriel menyunggingkan senyuman nakal mencium pipi istrinya sekilas di hadapan semua orang. Reaksi Charlotte tersipu malu hingga pipi bekas diciumnya merah merona.
“Gabriel, bisa tidak kau mengendalikan perlakuan manismu terhadapku?”
“Tidak bisa, karena aku memang sudah tidak bisa menahannya sejak perjamuan makan tadi.”
“Nanti ayahmu menegurmu lagi.”
“Gabriel.” Benar perkataannya, Raja Arthur menegur putranya lagi.
“Ayah, apakah aku tidak boleh mencium
Sebelum para tahanan dituntun paksa keluar dari ruang sidang, Harvey dan Agnes menghampiri ayah mereka sejenak. Reaksi mereka berdua ada kalanya sedih dan lega. Bersedih karena mereka sudah tidak bisa melihat ayah mereka lagi sepanjang hidup mereka, sedangkan lega karena kini negeri ini sudah tidak ada lagi penjahat kejam seperti mereka. Langkah ayah mereka terhenti sejenak menghampiri anaknya, walaupun dibatasi pagar pembatas antara pengunjung dan terdakwa. “Ayah,” panggil Agnes datar. “Ayah tidak menyangka kau sungguh datang melihat persidangannya, Agnes.” “Sebenarnya aku masih tidak rela ayah mendapatkan hukuman mati, tapi karena ayah melakukan perbuatan tidak sepatutnya, kini aku rela melepas kepergian ayah.” Agnes menghembuskan napasnya kasar sambil berkacak pinggang. “Ternyata begitu jawabanmu. Memang sekarang ayah menyadari bahwa perbuatan ayah adalah salah besar. Kali ini ayah tidak ingin mengharapkan banyak hal, karena hidup ayah sebentar lag
Usai melakukan aksi ciuman mesranya selama beberapa menit, sepasang kekasih sedang bercinta melepaskan tautan bibirnya yang kini terasa sedikit basah, karena mereka melakukannya dalam durasi lama. Dengan jari jempolnya, Gabriel mengusap bibir lembut istrinya, hingga sorot matanya sangat terpaku padanya. “Aku sangat merindukan kita melakukannya. Sekarang rasanya aku sudah puas dan kembali bersemangat bermain piano bersamamu.” “Kita melakukannya bahkan sampai hampir lupa waktu. Seperti biasa kau melakukannya sangat posesif,” ujar Charlotte tersenyum manis. “Charlotte, setiap kali bersamamu, tidak ada yang namanya waktu. Karena momen kebersamaan kita mampu menghentikan waktu berjalan, sehingga kita selalu bisa bersama lebih lama lagi. Walaupun matahari sudah terbenam, tapi aku menghentikan waktunya sejenak supaya tidak berjalan dengan cepat.” “Kau bisa saja berkata seperti itu. Teknik gombalanmu semakin hari semakin meningkat.” Pipi Charlote merah merona
Kini semua orang duduk bersebelahan dengan pasangannya masing-masing kecuali Lucas. Walaupun status Violet dan Alfred bukanlah sepasang kekasih, tapi perlakuan mereka tidak kalah manisnya dengan dua pasang kekasih lainnya. Sorot mata Violet terpaku pada pesona ketampanan pria yang disukainya sejak dulu, sambil menopang dagunya. Melihat reaksi Violet yang membuatnya sedikit gugup, Alfred melambaikan tangan di hadapannya. “Violet, apa yang sedang kau pikirkan?” tanya Alfred bingung. “Oh, aku hanya membayangkan kejadian tadi saat kau menerima penghargaan. Kau terlihat sangat keren, apalagi pakaianmu sekarang membuatmu semakin tampan,” lontar Violet terkagum padanya. “Benarkah? Kalau kau memujiku seperti itu, sebagai gantinya aku akan memujimu. Tadi kau sangat keren juga, terutama penampilanmu sangat cantik di mataku.” Alfred sedikit menggombalnya dengan tatapan tulus. Mendengar gombalan yang pertama kali terucap dari mulutnya, Violet sedikit terkejut hin
Mendengar cerita panjang lebar oleh keempat orang itu, Lucas membelalakan matanya menunjuk Charlotte dan Alfred yang duduk sedikit berjauhan, dengan sedikit menertawai mereka. Sedangkan Gabriel sedikit geram mengingat kehidupan cinta masa lalunya rumit karena adanya cinta segi empat. “Jadi, kau sungguh pernah menyatakan perasaanmu dengannya?” tanya Lucas. “Iya, tapi sayangnya aku tidak tahu kalau dia adalah kekasih pangeran,” jawab Alfred datar. “Maka dari itu, kau jangan pernah berani merebut Charlotte dariku! Kalau sampai kau melakukannya, aku akan memenggal kepalamu di tempat!” Gabriel mempertegasnya dengan tatapan menyeringai. “Aku tidak mungkin merebut Charlotte darimu, Gabriel. Justru aku sangat mendukung pernikahan kalian secepatnya, supaya tidak ada pria lain yang ingin merebut wanitamu darimu. Lagipula, aku sudah melupakan perasaanku sejak hari itu. Daripada aku terus memaksakan hatiku terhadap orang yang tidak mencintaiku, lebih baik aku mel
Untuk pertama kalinya seumur hidup Violet, pada akhirnya pria yang disukainya selama ini menyatakan perasaan padanya dan mengajaknya untuk menjadi kekasihnya. Air mata bahagianya terus mengalir dari kelopak matanya hingga pipinya sangat basah. Kedua tangannya perlahan menerima pemberian buket bunga dari Alfred, dengan tatapan bahagia memandanginya. “Aku mencintaimu, Alfred. Aku ingin menjadi kekasihmu dan selalu bahagia setiap kali bersamamu,” ungkap Violet tulus. Alfred menyentuh pundaknya dengan kedua tangan mendekatkan bibirnya pada bibir lembut Violet, melakukan aksi ciuman manisnya tiba-tiba. Tanpa ragu, Violet melingkarkan kedua tangannya pada punggung lebarnya membalas ciumannya sambil memejamkan mata. Hanya dalam durasi singkat, Alfred melepas tautan bibirnya sambil mendekapnya hangat. “Alfred,” panggil Violet manis. “Ada apa, Violet?” “Aku tidak menyangka kau menciumku, padahal aku baru saja memberi jawaban kepastiannya padamu.”
Mengingat salah satu momen terindah mereka, sang Pangeran menuntun wanitanya dengan menggandeng tangannya menuju tempat pelamaran saat itu. Persis dengan apa yang mereka lakukan, kini mereka mengulangi memperagakkan lamarannya, namun bedanya kali ini tidak ada ornamen apapun. Walaupun tidak ada ornamen yang menghiasi suasana romansa, tapi apa yang mereka lakukan terlihat sangat romantis. Sepasang kekasih itu saling bergandengan tangan mengikuti jalur yang dibuat, lalu berhenti tepat di posisi proses lamaran terjadi. “Tepat di sini, aku melamarmu waktu itu,” ucap Gabriel tersenyum hangat. “Aku masih mengingatnya dengan jelas. Bahkan kau sampai bertanya aneh padaku dulu, kau sungguh berlebihan!” “Karena aku takut kau masih meragukanmu. Kita sudah memiliki hubungan asmara selama bertahun-tahun, aku takut mungkin kau akan merasa bosan padaku.” Tangan kanan Charlotte menyentuh pipi suaminya, menatap dengan senyuman bahagia. “Aku tidak mungkin bosan
Menjelang hari pernikahan, sang Pangeran dan tunangannya kembali mempersiapkan pernikahan mereka dengan memeriksa kembali kelengkapan kebutuhan yang akan dibutuhkan pada saat itu juga. Seperti dekorasi ballroom untuk menggelar acara resepsi pernikahan, kelengkapan bahan makanan yang akan dihidangkan saat acara nanti, kualitas kereta kuda, ketersediaan katedral kerajaan yang akan dijadikan tempat pemberkatan pernikahan, dan masih banyak hal lagi yang harus dipastikan supaya nantinya akan berjalan sempurna. Di antara semua persiapan yang harus mereka lakukan, bagian paling utama adalah melakukan fitting gaun pengantin untuk terakhir kalinya. Kini sang Pangeran dan kekasihnya berada di sebuah ruangan istana, yang merupakan ruangan khusus untuk mencoba gaun apapun. Tubuh Charlotte dibaluti gaun pengantin megah yang bermotif rumbai pada bagian rok dan memiliki ekor gaun sedikit panjang. Gaun yang dipakainya saat ini merupakan gaun rancangan khususnya yang juga dibantu kekasihnya
Usai berkuda bersama, sang Pangeran dan wanitanya beristirahat bersama sambil memberi makan kuda putih yang sempat mengambek akibat iri dengan momen kemesraan majikannya. Memang inj terdengar sangat konyol dan aneh, apalagi hanya seekor hewan berani mengambek terang-terangan. Untungnya dengan memberi wortel andalan berkualitas tinggi membuat kuda itu menjadi jinak. Charlotte hanya bisa tertawa anggun membayangkan kejadian tadi sambil melepas pelindung kepala. “Dasar kuda aneh!” ketus Charlotte menggelengkan kepala. “Kau jangan mengejek kudanya begitu. Justru aku harus berterima kasih padanya karena bisa memiliki perasaan cemburu pada kita.” Gabriel mengelus kepala kuda sambil tertawa usil. “Untung saja kudanya masih pengertian padaku. Tetap saja dia membuatku takut.” “Tenang saja, kuda ini selalu menurutiku sejak aku masih remaja. Tidak mungkin dia memberontakku hanya karena masalah kecil begini.” “Sedangkan sama aku tidak menurut. Das