Sandra meremas foto yang ia temukan di kantong daster Lastri. Ia menatap Lastri yang tampaknya akan menyemburkan tawa akan tetapi ditahan. Ia jelas-jelas dipermalukan oleh pembantunya sekali lagi. Foto yang ia kira foto Alan ternyata hanyalah foto boyband korea yang entah darimana ia dapatkan.“Itu foto idolanya Sekar,” kata Lastri. Menjaga nada suaranya agar tidak terdengar terlalu mengolok.Bu Rohimah hanya bisa menggelengkan kepala tanda bahwa tidak senang dan langsung meninggalkan dapur tanpa menunggu penjelasan Sandra terlebih dahulu.Sandra membuang foto yang sudah ia remas di tangan dan mengejar sang mertua untuk memberi penjelasan.“Bu, aku lihat sendiri kalau tadi Lastri…”“Kalau Lastri apa sih, San?” tanya Bu Rohimah yang terdengar sangat tidak senang, “Memangnya kamu punya indera keenam bisa lihat apa yang Lastri lakukan di dapur?”Sandra diam. Dia tidak mungkin mengatakan bahwa ia memasang CCTV di dapur sehingga bisa tahu jelas apa yang Lastri kerjakan. Bu Rohimah yang sud
Jantung wanita itu berdebar kencang. Ia diam sebentar untuk menenangkan jantungnya yang serasa akan copot. Tidak pernah ia sangka akan memergoki suami dan pembantunya dengan cara seperti ini. Meski ini masuk dalam rencananya, tetap saja perselingkuhan suami dan pembantunya membuatnya terguncang.Wanita itu beberapa kali menghela napas panjang untuk menenangkan diri. Lalu melanjutkan langkahnya untuk mengungkap apa yang kerap dilakukan Alan dan Lastri di tengah malam saat dirinya sedang tertidur.Selang beberapa langkah sebelum sampai dapur, lagi-lagi ia berhenti sebentar. Matanya memanas, air mata seakan ingin merangsek keluar. Ia menghela napas panjang lagi untuk menenangkan diri. Ia harus kuat. Perbuatan keji sang suami dan pembantu akan ia bongkar malam ini. Sandiwara mereka akan berakhir, meski entah bagaimana nasib rumah tangganya dengan Alan nanti.“Ada apa, San?” tanya Alan santai ketika Sandra muncul diambang pintu.
“Pecat Lastri, Lan,” terdengar suara Bu Rohimah memulai pembicaraan.Apa-apaan ini? Lastri mengernyit seakan tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.Lastri celingak-celinguk memastikan bahwa tidak ada Sandra di sana jadi ia bisa menguping pembicaraan Alan dan Bu Rohimah. Saat keluar dari kamar dan hendak membersihkan dapur ia melihat Alan dan Bu Rohimah keluar ke teras. Lastri yang penasaran membuntuti mereka.Wanita itu pikir ia sudah menang tadi malam. Menurutnya apa yang ia rencanakan tadi malam sudah berhasil membuat Sandra terlihat seperti istri posesif yang terlalu berlebihan. Ia pikir ia sudah membuat Alan dan Bu Rohimah semakin tidak nyaman dengan Sandra, akan tetapi apa yang ia dengar malah terasa sebaliknya. Bukan Sandra yang akan disingkirkan melainkan dirinya.Memang nenek tua itu tidak bisa dibaca pikirannya. Sebelumnya juga begitu.Lastri meremas pakaiannya karena kesal mendengar kalimat demi kalimat pembicaraan sang majikan. Ia tampak emosi. Entah kenapa ia
“Jelas itu salahnya Lastri. Kenapa dia nyuruh anak kecil untuk ngepel? Lihat kan akibatnya, Ibu jadi masuk rumah sakit,” Sandra menunjukkan kekesalannya pada Alan yang dinilainya tidak tegas.Bahkan meski ibunya sendiri yang dalam bahaya karena ulah pembantu itu, Alan masih menolak untuk memecat Lastri. Padahal di awal, Alan lah yang menolak untuk mempekerjakan pembantu. Akan tetapi sekarang malah Alan yang bersikeras untuk mempertahankan Lastri.“Iya San, aku ngerti. Tapi bukan sepenuhnya salah Lastri juga. Sekar kan sudah bilang kalau memang itu keinginan dia untuk bantu-bantu. Waktu kejadian Lastri juga sedang nggak ada di rumah, kan?”“Entah dia ada di rumah atau nggak, tetap aja kan musibah yang menimpa ibu itu karena dia?” balas Sandra dengan sengit.Lastri yang mendengar perdebatan kedua majikannya hanya bisa berharap bahwa hasil perdebatan itu akan menguntungkannya. Sandra memang bukan lawan yang mudah, Lastri lupa memperhitungkan bahwa momen ini akan dimanfaatkan Sandra untuk
Alan menghentikan kalimatnya. Untuk beberapa saat ia teringat percakapannya dengan sang ibu di malam sebelum musibah tersebut terjadi. Percakapan untuk memecat Lastri…“Kenapa?” tanya Sandra penasaran karena Alan diam untuk beberapa saat. Ia cukup peka untuk tahu bahwa Alan juga mencurigai sesuatu.“Nggak, nggak ada,” Alan menggelengkan kepalanya.Tidak mungkin karena percakapannya dengan Bu Rohimah sehingga Lastri mencelakai ibunya. Saat itu ia mengobrol hanya berdua dengan Bu Rohimah. Dari mana Lastri bisa tahu bahwa dirinya akan dipecat? Apa Lastri menguping?Alan menggelengkan kepalanya lagi. Kali ini lebih keras untuk menghilangkan prasangka yang mau tidak mau muncul di kepalanya. Ia tidak boleh membiarkan prasangkanya menjadi lebih liar. Ia tidak boleh menuduh orang tanpa bukti seperti yang Sandra lakukan. Ia harus bersikap rasional dan mengedepankan logika. Jangan sampai karena emosi sesaat ia jadi menuduh orang yan
Setelah menampar diri sendiri dan berteriak, tahu-tahu Lastri roboh di lantai sambil menangis tersedu-sedu. Bersamaan dengan itu Sandra baru sadar bahwa ada langkah kaki yang mendekati mereka.“Ribut-ribut apa ini?” Alan yang baru datang tampak bingung sekaligus khawatir. Suaranya meninggi menyaksikan adegan yang sama sekali tidak dirinya sangka.Lastri duduk di lantai memegangi pipinya yang ia tampar sendiri. Menangis tersedu-sedu seakan baru habis dianiyaya. Wanita itu berakting sangat hebat sampai-sampai Sandra terkejut dan tidak bisa bicara apa-apa.“Sandra, ada apa ini?” tanya Alan lebih mendesak. Ia guncang pelan pundak sang istri.“Bu Sandra menampar saya!” jawab Lastri sebelum sempat Sandra membuka suara.“Apa-apaan kamu?!” Mendengar jawaban Lastri, Sandra langsung tahu arah drama yang dibuat oleh pembantunya itu. Bisa-bisanya Lastri mencoba memfitnah Sandra dengan berbohong didepan mata kepalanya sendiri.
Selalu saja begitu. Mana mau Sandra mengakui dirinya salah! Wanita mandiri dan tangguh yang dulu Alan kagumi kini sudah berubah. Seiring bertambahnya usia, kemandirian Sandra malah membuatnya tidak nyaman. Setelah bertahun-tahun menikah, Alan baru menyadari bahwa ketimbang wanita mandiri dan tangguh seperti Sandra, Alan justru lebih nyaman dengan wanita penurut yang bisa menenangkan hati.Alan mengacak-acak rambutnya untuk yang entah sudah keberapa kali hari ini. Sikap Sandra membuatnya frustasi. Andai saja wanita itu mau mengalah sedikit, mendengarkan sedikit dan mengurangi kecurigaannya sedikit, tentu suasana rumah ini akan lebih damai.“Pak?”Alan agak terkejut ketika tahu-tahu Lastri menghampiri dirinya yang sedang duduk di belakang rumah. Wanita itu memakai daster yang lebih pendek dari biasanya, sepertinya sudah bersiap tidur.Padahal Sandra tidak perlu menjadi wanita sempurna. Alan hanya butuh sosok penurut dan menenangk
“Liat aja Las, secepatnya aku akan bongkar aib kamu!” Teriak Sandra sambil menendang pintu kamarnya hingga membuat Rio kaget dan menangis.Ledakan kemarahannya lagi-lagi membuat Rio menangis dan sekali lagi Sandra menyesal. Segera ia tenangkan Rio dan memberikan bayi laki-laki itu ASI. Untungnya Rio bukan anak yang rewel. Sebentar saja disusui, Rio sudah anteng kembali lalu tertidur.Dengan hati-hati Sandra meletakkan Rio ke dalam box bayinya lalu pergi ke bawah untuk menyiapkan MPASI untuk anak kesayangannya itu. Sampai di dapur, Sandra mendapati Lastri tengah bermain dengan ponselnya. Sandra langsung melirik jam dinding untuk memastikan waktu. Sudah pukul delapan pagi dan Lastri terlihat bisa bersantai bukannya mengurus Bu Rohimah padahal di jam-jam segini, biasanya Bu Rohimah sangat banyak maunya. Sandra juga sangat yakin bahwa sebelumnya Lastri pernah bilang dirinya tidak punya ponsel, lalu sekarang apa yang ada di tangannya?
Bu Rohimah yang bangun terlebih dahulu karena Rio yang menangis terus mencari sang Ibu agak kaget dengan keadaan rumahnya. Hari masih subuh, akan tetapi dari arah dapur sudah tercium aroma masakan yang sangat disukainya. Siapa yang memasak? Tidak mungkin rasanya jika Sandra yang memasak sepagi ini. Apalagi setelah kekacauan yang ia buat semalam.“Sandra…” Bu Rohimah memanggil sang menantu sambil kaki tuanya berjalan menuju dapur. Rio masih menangis di dalam gendongannya, bayi lelaki itu sedih sekali.“Eh, Ibu? Sudah bangun?” tanya Sandra lalu segera mencuci tangan dengan air di wastafel dan mengelap tangannya yang basah dengan serbet sebelum mengambil Rio dari gendongan Bu Rohimah.“Kamu ngapain?” tanya Bu Rohimah heran. Tentu saja heran karena Sandra tiba-tiba berubah menjadi baik.“Nyiapin sarapan,” jawab Sandra sambil langsung menyusui Rio. Bayi yang malang, Rio terlihat sangat kehausan dan langsung tenang setelah disusui oleh Sandra.“Sarapan? Kamu bikin sarapan?”“Iya. Ibu tunggu
“Kenapa? Kamu pikir kamu sudah menang?” Sandra tertawa lagi. “Lastri, Lastri, kamu bukan cuma menghinakan diri kamu sendiri tapi kamu juga sebentar lagi akan membusuk di penjara!” kata Sandra sambil menyeringai ke arah Lastri yang terlihat sangat marah.Derap langkah berat dan cepat terdengar mendekati Sandra. Lalu seorang laki-laki langsung memegangi lengan Lastri dan langsung memasangkan borgol pada wanita itu. Seorang laki-laki lain membantu Sandra berdiri dan menanyakan keadaan Sandra.“Dasar perempuan gila!” Lastri berteriak dan meronta-ronta hingga polisi yang membantu Sandra bangun ikut memegangi Lastri, “Perempuan sinting! Nggak waras!” teriaknya lagi.Lastri terus mengumpat pada Sandra meski polisi yang menangkapnya berulang kali menyuruh Lastri diam. Sedangkan Sandra tidak membalas sama sekali dan hanya menyeringai pada Lastri untuk memprovokasi wanita itu.“Ibu perlu kami antar pulang?” tanya polisi yang lebih muda.“Nggak, Pak. Saya dijemput teman saya di sini,”“Baik kala
“Ini saya, Lastri, Bu,” kata Lastri setelah akhirnya memutuskan untuk menghubungi Sandra.Tidak pernah terpikirkan sebelumnya oleh Lastri bahwa ia akan menghubungi Sandra seperti ini. Akan tetapi dirinya sudah putus asa. Terlebih sekarang dirinya penuh dengan kemarahan yang sudah tidak tertahankan.Tadi sewaktu berjalan kaki tanpa tujuan, beberapa anak kecil meledek pakaian dan bentuk tubuhnya. Ia juga terjatuh dan sandal yang ia gunakan talinya lepas. Tidak berhenti disitu, kesialan dirinya seakan berlanjut. Setelahnya ia hampir terserempet mobil dan sekarang ia sudah kelelahan dan tidak tahu harus beristirahat dimana.Uang lima ribu sisa pemberian petugas kebersihan sudah habis dibelikannya minuman. Kini Lastri tidak punya uang sepeserpun. Nanti malam sudah pasti dirinya akan kelaparan. Belum lagi ia juga harus tidur di emperan toko.Menjadi gelandangan ternyata lebih menyesakkan ketimbang menjadi buronan. Tidak tahu harus makan apa, tidak tahu harus tidur di mana. Lastri juga tidak
“Saya nggak bersalah!” teriak Lastri ketika dua orang polisi dengan sigap berlari ke arahnya dan memegangi pundak serta pergelangan tangan Lastri. Lastri meronta-ronta mencoba meloloskan diri akan tetapi kedua polisi itu malah memeganginya semakin kuat.“Apa salah saya? Kenapa saya ditangkap?!” pekik Lastri lagi tidak peduli jika penangkapan dirinya dijadikan tontonan oleh pengunjung lain.“Harap tenang!” bentak polisi yang lama-kelamaan kewalahan juga menahan pergerakan dna bobot tubuh Lastri.Lastri ciut mendengar suara teriakan yang menggelegar. Wanita itu pun menurut dan ikut keluar dari restoran dengan tenang. Namun, bukan Lastri namanya kalau menyerah begitu saja. Awalnya ia memang menurut saja saat digiring oleh petugas akan tetapi itu sebelum sebuah ide terlintas di otaknya.Dengan tiba-tiba Lastri menjatuhkan badannya ke belakang lalu kejang-kejang dengan lidah menjulur ke luar. Tubuh Lastri ambruk di tanah karena meski coba di tahan, bobotnya yang besar dan gerakannya yang t
Sekali lagi Lastri merasa berada di atas awan. Bagaimana tidak, Alan mengajaknya untuk makan siang setelah lelaki itu berjanji untuk mencabut laporan ke polisi. Lastri yakin sekali bahwa Alan menyukainya. Kalau tidak suka, tidak mungkin Alan mengajaknya makan siang, kan?“Maafin saya ya, Las. Tadi saya kebawa emosi, saya panik juga karena kamu ancam-ancam makanya saya ngomong keras begitu,” kata Alan tanpa memandang wajah Lastri. Lelaki itu fokus mengendarai mobilnya.“Iya, Pak. Nggak apa-apa,” kata Lastri. Seolah ia memang pantas untuk menjawab begitu.Lastri tidak bisa menyembunyikan senyumnya. Setelah beberapa hari bersembunyi dalam ketakutan, siang ini Lastri merasa hidup kembali.Tidak butuh waktu lama, keduanya sampai ke sebuah restoran yang terkenal dengan masakan cinanya. Alan hanya asal pilih saja, karena sebenarnya lelaki itu sama sekali tidak memiliki selera makan.Saat tiba, beberapa orang langsung menjadikan Alan dan Lastri sebagai objek perhatian. Wajah tampan dan badan
Alan langsung menekan tombol panggil guna menelpon nomor yang baru saja mengirim video pada dirinya. Akan tetapi malah pemberitahuan bahwa nomor tersebut tidak aktif yang ia terima. Lelaki itu tidak menyerah dan mencoba beberapa kali lagi akan tetapi tetap saja ia mendapatkan pemberitahuan yang sama dari operator. Bahwa nomor yang ia hubungi sedang tidak aktif.Serasa disambar petir di siang bolong, dunia Alan serasa runtuh. Jika video yang dikirimkan padanya dilihat oleh Sandra, tentu rumah tangganya yang sekarang sedang diujung tanduk akan langsung jatuh dan hancur berkeping-keping. Sandra bukan tipe wanita yang akan menerima lelaki yang selingkuh dari dirinya. Alan tahu hal tersebut dan bodohnya masih saja melakukannya.Alan terduduk lemas, lelaki itu meremas rambutnya, menampar wajahnya sendiri. Apa yang bisa ia lakukan sekarang untuk menebus dosanya? Ah, yang lebih penting adalah apa yang bisa ia lakukan untuk menyembunyikan dosanya dari Sandra? Biarlah Tuhan tahu dosanya, asal j
Polisi datang keesokan harinya untuk memeriksa kamar Bu Rohimah yang merupakan TKP kasus pencurian. Selain itu Sandra juga diminta untuk bersaksi dan menyerahkan rekaman CCTV yang menjadi bukti utama kejahatan Lastri. Alan melaporkan Lastri untuk dua tuduhan sekaligus. Pertama kasus kecelakaan sang Ibu yang didalangi oleh Lastri dan yang kedua pencurian barang berharga.“Di sini kejadiannya,” kata Alan pada dua orang polisi yang juga memeriksa tempat Bu Rohimah terjatuh. “Dimana letak CCTVnya?” tanya polisi yang lebih muda.“Di sana. Memang saya sengaja pasang agak tersembunyi karena saya nggak percaya sama pembantu saya,” kata Sandra menjelaskan. “CCTVnya cuma dipasang di sini saja?” tanya polisi yang heran dengan letak CCTV yang terpasang. Tentu saja heran karena biasanya CCTV terpasang di tempat-tempat yang resiko kemalingannya besar. Akan tetapi di rumah ini CCTV malah terpasang di belakang rumah dimana tidak ada barang berharga tersimpan.“Sebenarnya ada di tiga titik tapi dua
“Lan cepat turun ke bawah! Jangan sampai Lastri kabur sambil membawa Rio!” Alan segera berlari turun ke bawah tanpa bertanya apapun. Seketika Sandra langsung merasakan lututnya lemas kemudian terduduk di lantai. Air matanya merangsek keluar tanpa bisa ditahan. Ia berteriak-teriak memanggil Rio yang entah ada di mana sekarang.“Ada apa, San?” tanya Sisil yang masih bingung dengan situasi yang terjadi. Wanita itu memegangi pundak Sandra yang bergetar naik turun. “Rio kemana?” tanya Sisil. Jelas-jelas tadi Rio sedang tidur nyenyak ketika Sisil memutuskan untuk turun menemui Sandra.Sisil tidak mengerti situasi macam apa yang sedang berlangsung. Rio tahu-tahu tidak ada di kamarnya dan Sandra yang menjadi histeris.“Aku nggak mau sampai Rio kenapa-kenapa,” Sandra memeluk sahabatnya itu lalu menangis lebih keras lagi.Entah apa yang sedang terjadi, Sisil membalas pelukan Sandra sambil berkali-kali mengsap punggung wanita itu. Sisil mau tidak mau jadi merasa bersalah. Kalau saja wanita itu
Alan ternganga melihat video bukti dari kejahatan Lastri. Ia sama sekali tidak menyangka kalau pembantu yang selama ini ia anggap sebagai wanita baik-baik malah menusuk keluarganya dari belakang. Padahal selama ini Alan sudah memberikan kepercayaannya secara penuh. Marah dan kecewa sekaligus.“Sialan…” desis Alan. Lalu ketika lelaki itu mengangkat kepala hendak melihat sang pelaku kejahatan, Lastri sudah melemparkan plastik yang harusnya menjadi sarapan mereka pagi ini dan berlari pergi.Alan hendak mengejar Lastri akan tetapi ditahan oleh Bu Rohimah. Wajah wanita itu terlihat pucat dan badannya gemetaran. Ia memeluk Alan untuk melegakan perasaan khawatir yang sedari tadi ia rasakan.“Untung kamu nggak kenapa-kenapa, Lan. Ibu khawatir semalaman karena kamu pergi sama penjahat itu,” kata Bu Rohimah masih memeluk sang anak.Alan mengusap-usap punggung sang ibu dan merasakan tubuh tua sang ibu yang gemetar. Hatinya kemudian diliputi rasa bersalah karena meninggalkan ibunya semalaman dan