Dasta menahan tangisan harunya ketika ia mendengar Shaka mengucapkan janji suci, bibir Dasta bergetar tatkala dirinya juga akan mengucapkan janji suci pernikahan.
Tak sanggup menahan rasa bahagia ketika Shaka mengulurkan tangannya menarik tangan Dasta untuk ia sematkan cincin pernikahan di jari manis tangannya. Hal yang sama juga Dasta lakukan, keduanya saling menatap dan tersenyum bahagia.
Kini mereka telah resmi menjadi sepasang suami istri, para tamu hadirin pun bersorak menyuarakan sang pengantin pria untuk mencium sih pengantin wanita.
Pipi Dasta merona merah mendengarnya, membayangkan jika Shaka menciumnya di depan banyak pasang mata yang menunggu dengan antusias.
Shaka mendekatkan wajahnya ke wajah Dasta dan mulai menyapukan bibirnya ke bibir merah sang istri. Awalnya ia kecup perlahan namun lama-kelamaan menjadi lumatan panas. Para tamu semakin heboh bersorak gembira, Dasta mencoba untuk mendorong tubuh Shaka namun sepertinya pria itu tak mempedulikan dimana posisi mereka saat ini.
Dasta pasrah seraya memejamkan matanya, rasanya pasti sangat malu sekali jika setelah ciuman ini berakhir.
"Buka matamu sayang," bisik Shaka di telinga Dasta.
Dan benar saja, Dasta rasanya sangat malu saat ciuman telah berakhir.
"Malu, hmm?" goda Shaka yang di angguki Dasta.
"Kau boleh malu sekarang, tapi nanti malam tak ada kata malu saat kita berdua di dalam kamar-" Shaka menggantungkan kalimatnya dan kembali mendekatkan bibirnya ke telinga Dasta.
"Menghabiskan malam pertama kita, dan aku berjanji akan menjadikanmu wanita yang paling bahagia. Pengantin yang akan merasa melayang menikmati malam pertamanya." bisik Shaka di lubang telinga Dasta
Tubuh Dasta meremang kaku dengan wajah yang semakin merona merah, Shaka sangat suka melihat Dasta yang seperti ini.
❤️❤️❤️❤️❤️
Shaka dan Dasta tersenyum manis saat sesi menyalami para tamu yang berdatangan di acara resepsi mereka. Meskipun lelah tapi mereka tetap bersikap santai.
Dasta melirik suaminya yang tampak sangat tampan saat tersenyum ramah seperti itu pada para tamu. Bernafas lega saat para segerombolan tamu tadi selesai bersalaman, Shaka dan Dasta kembali duduk.
"Lelah ya?" tanya Shaka memperhatikan wajah Dasta yang tampak sesekali meringis.
Kepala Dasta mengangguk. "Sedikit,"
"Kalau begitu, ayo kita ke kamar saja." ajak Shaka menyentuh tangan Dasta bersiap menarik istrinya itu ke kamar.
Dasta menahannya. "Tapi, acaranya?"
"Tenang aja, nanti biar aku bilang sama mama kalau kamu kelelahan dan wajahmu sangat pucat. Aku yakin mama pasti ngerti kok, para tamu juga pasti bisa memahami." usul Shaka.
"Memang bisa gitu? bukannya itu terlihat tak sopan?" tanya Dasta ragu.
"Hmm, aku rasa tidak."
"Hhh, tidak usah lah bang Shaka. Aku masih bisa menahannya."
"Sungguh?"
"Iya," Dasta menganggukkan kepalanya meyakinkan Shaka.
"Oke, baiklah." kata Shaka mengakhiri pembicaraan saat melihat para tamu lainnya berjalan ke arah mereka.
"Ayo berdiri," ajak Shaka membantu Dasta yang kesusahan bangkit berdiri karena gaun pengantinnya.
*******
Sudah hampir satu jam Shaka meninggalkan Dasta duduk sendirian di bangku pelaminan. Dasta sendiri hanya bisa celingak-celinguk ke segala arah mencari keberadaan suaminya, tadi Shaka berpamitan pergi sebentar menemani teman-teman sekolahnya yang hadir ke acara resepsi pernikahan mereka.
Tapi, sampai saat ini Shaka juga belum kembali. Bahkan di tempat resepsi ini pun batang hidungnya tak kelihatan, Dasta menjadi risau dan khawatir.
Kegelisahan Dasta terlihat jelas di kedua mata Rasty, wanita hamil itu pun mendekati Dasta.
"Dasta, ada apa?" tanya Rasty khawatir.
"Bang Shaka dimana Ras?"
"Bang Shaka?" Dasta mengangguk.
"Tadi dia pamit pergi sebentar, dan menyuruhku untuk membawamu langsung ke kamar jika kau sudah merasa lelah, kakak ipar Dasta." jelas Rasty yang kini mengubah panggilannya, memanggil Dasta dengan embel-embel kakak ipar.
"Baiklah," kata Dasta akhirnya setelah mendengar penjelasan Rasty.
"Kakak ipar kelihatan lelah, sebaiknya masuk ke kamar saja yuk."
Dasta tak menolak saat Rasty mengajaknya masuk ke kamar meninggalkan acara resepsi pesta. Toh, Shaka juga tidak ada di tempat, jadi buat apa Dasta ada di situ.
"Kakak ipar, kau pasti akan terpesona dengan dekorasi kamar pengantinnya." bisik Rasty di telinga Dasta yang saat ini berjalan bersisian dengannya.
"Pasti Rasty kan yang melakukannya?" tebak Dasta tersenyum.
Rasty hanya nyengir sebagai jawabannya. Rasa semangatnya semakin bertambah ketika mereka sudah sampai di kamar Dasta dan Shaka, Rasty sudah tak sabar melihat reaksi Dasta yang pasti takjub melihat kamar pengantinnya.
"Tadaa!!" seru Rasty ketika ia membuka pintu kamar pengantin.
Dasta terbelalak kaget dan syok, sangking kagetnya Dasta sampai menutup mulutnya dengan tangan. Perlahan kaki Dasta melangkah pelan masuk ke dalam kamar, dan di saat itulah Rasty mengunci pintu kamar mengurung Dasta sendirian di dalam.
Dasta terperanjat berlari ke arah pintu. "Rasty!!!" teriaknya sambil memukul-mukuli pintu.
"Sabarlah kakak ipar, nanti juga di bukakan bang Shaka kalau sudah pulang. Hihi, selamat menikmati malam pengantinmu, muaaacchh." kekeh Rasty jail, ia mengecup daun pintu kamar pengantin itu.
Setelahnya Rasty pergi meninggalkan Dasta yang masih memukuli pintu, tapi sayang suara Dasta tak bisa terdengar dari luar akibat kamar yang sengaja di rancang kedap suara.
Pukul dua dini hari Shaka baru kembali pulang ke rumahnya, Shaka membuka pintu dan memasuki rumah megah itu dalam keadaan yang sudah sangat sunyi. Tentu saja, karena semua orang sudah tertidur pastinya.Shaka menaiki tangga menuju ke lantai atas, tujuannya saat ini adalah kamarnya yang sekarang sudah di sulap menjadi kamar pengantin. Ia sangat ingin melihat Dasta, apakah wanita itu sudah tertidur? Atau kelelahan menunggunya pulang?Shaka mengernyit heran saat ia memutar kenop pintu tapi pintunya tak bisa di buka, di kunci? Tebak Shaka cepat, ia pun merogoh saku celananya dan mengambil kunci cadangan kamar miliknya yang menang selalu ia bawa kemanapun selain kunci mobil.Cklek...Shaka membuka pintu kamar dan hal yang pertama kali ia tangkap dalam penglihatannya adalah kegelapan. Mengernyit heran karena lampu kamarnya di matikan. Apa mungkin Dasta yang melakukannya?Masuk ke kamar dan lan
Shaka yang kesal melihat wajah Dasta pun menarik rambutnya, menjambak kuat-kuat seakan ingin merontokkan rambut Dasta dari akarnya. Dasta meringis kesakitan dan berusaha melepaskan tangan Shaka."Sa-sakit..., Bang Shaka, ada apa denganmu?" rintih Dasta merasakan perih pada kulit kepalanya."Itu semua karenamu!" tegas Shaka melepaskan kasar rambut Dasta yang tadi di jambaknya.Kembali Dasta terjerembab di lantai, mata Dasta menatap lantai marmer kamarnya yang berwarna putih bersih itu. Masih tak habis pikir dengan yang barusan ia alami, Shaka membentak dirinya dan juga menjambak rambutnya kuat.Kenapa? Kenapa semua seperti ini? "Ini semua salahmu Dasta!" peringat Shaka menggeram marah.Dasta mengernyit heran dengan ucapan Shaka, semua karena kesalahannya? Dasta membalikkan badannya menghadap Shaka kembali yang menatapnya garang."Maksud bang Shaka apa? Kenapa Abang bilang ini semua salahku?" tanyanya polos."Ya, karena kaulah aku menderita!"
Semua orang sudah berkumpul di meja makan untuk sarapan, kecuali Dasta yang juga belum menampakkan batang hidungnya. Semua mata menatap berbinar dan tersenyum geli saat melihat Shaka, terutama Rasty, tersenyum jahil ke arah Abangnya tersebut."Dimana istrimu, Shaka?" tanya bu Marwa.Gerakan tangan Shaka yang ingin menarik kursi untuk ia duduki pun terhenti, wajahnya mengeras saat mendengar nama wanita yang di bencinya itu di sebut.Cepat-cepat Shaka merubah raut wajahnya, tersenyum menatap ke arah sang mama."Dasta masih tidur ma, sepertinya dia sangat kelelahan sekali."Rasty bersorak kegirangan mendengar ucapan abangnya, semua orang menatap takjub dan bangga ke arah Shaka yang mengira jika mereka telah berhasil melakukan malam pertama."Kyaa!! berapa ronde tadi malam bang?" goda Rasty yang langsung mendapatkan pelototan mata Shaka.Rasty tak bisa lagi menaha
Cklek...Dasta terperanjat saat mendengar suara pintu kamarnya di buka, Dasta bangkit berdiri menyambut Shaka yang sepertinya baru pulang bekerja. Senyuman Dasta mengembang begitu melihat wajah Shaka, pria itu terlihat menutup pintu kamar dengan cepat dan sedikit membantingnya.Dasta tersentak kaget seraya menutup kedua telinganya, Shaka memandang Dasta dengan wajah marah."Beraninya kau melakukan hal seperti itu tadi pagi!" bentak Shaka murka.Kening Dasta mengkerut bingung. "Me—melakuan apa bang?" tanya Dasta tergagap."Kau masih bertanya lagi? apa kau memang lebih suka di hukum, huh?"Dasta menggeleng. "Coba Abang katakan dulu, kesalahan apa yang Dasta lakukan?""Diamlah, kau sialan!" Shaka terus membentak dan kini berjalan mendekati Dasta yang berdiri di tepi ranjang bak patung.Dasta gelagapan, ia tahu hal apa yang akan ia alami ber
Shaka keluar dari kamar mandi hanya dengan selembar handuk yang melilit dari pinggangnya sampai ke lutut. Di tangan kanannya ada handuk kecil yang memang sengaja Shaka pegang untuk menggosok-gosokkan ke rambutnya yang basah agar mengering.Shaka mencari keberadaan Dasta ke segala arah dan tak menemukan wanita itu di dalam kamar."Kemana dia?" gumam Shaka bertanya pada diri sendiri seraya berkacak pinggang.Sungguh pose yang mengunggah selera, bak foto model majalah dewasa yang menggiurkan.Shaka mengendikkan bahunya tanda tak peduli dimana pun sekarang wanita itu berada, bahkan ia sangat bersyukur karena sudah tak mendapati Dasta di dalam kamar.Jika melihat wajah Dasta maka amarah Shaka meningkat secara pesat. Sebenarnya Shaka juga bingung mengapa ia begitu membenci Dasta, padahal ia sama sekali tak mempunyai dendam pada wanita itu, terlebih Dasta adalah sahabat dekat adiknya.
"PELAKOR?!" kata Rasty bertanya dengan suara nyaring.Dasta meremas jarinya seraya mengigit bibirnya. Hal apalagi yang akan di lakukan Shaka padanya. Apa kali ini Shaka akan membuat dirinya terpojok dengan menuduhnya berselingkuh, mungkin? "Ya, ada pelakor." Semua mata menatap antusias Shaka, suasana serasa memanas."Di acara televisi," jawab Shaka santai seraya tersenyum. Semua orang akhirnya bisa bernafas lega."Hhh, ku pikir tadi apa bang." kata Rasty merasa plong."Memang kau berpikiran apa? Apakah ada pelakor di rumah ini?" Suasana kembali memanas saat nada Shaka memancing kembali kata pelakor di tambah kata rumah. Rasty mengernyitkan dahinya dalam, sepertinya ada yang salah dengan kata dalam nada bicara abangnya."Bang Shaka mabuk ya?" tebak Rasty menduga.Shaka hanya menanggapinya dengan tersenyum, Dasta sendiri sedari tadi hanya diam saja. Ia bingung ingin melakukan ataupun mengatakan sesuatu, karena Shaka selalu dominan dalam hal
Prok... Prok... Prok....Shaka masih terus bertepuk tangan riuh, seakan ia tengah memberi sebuah sambutan untuk pemenang sebuah kompetisi.Perlahan namun pasti Shaka berjalan mendekati mereka, menatap secara bergantian Dasta dan Vito."Abang ipar, aku bisa jelasin semuanya. Kau salah paham—"Bugggh.Tanpa ba-bi-bu Shaka langsung melayangkan pukulannya, memberikan bogem mentahnya ke wajah Vito tepat mengenai sudut bibirnya. Sudut bibir Vito mengeluarkan darah akibat robek dari kuatnya pukulan Shaka. Dasta yang panik melihat hal itu pun menjerit histeris.Semakin histeris saat Shaka tak hanya sekali memukul Vito, sepertinya Shaka memang sengaja menimbulkan keributan hingga memukul-mukuli Vito brutal."Hentikan!" teriak Dasta namun tak berarti apa-apa bagi Shaka.Kejadian ini pun sukses membuat semua penghuni rumah yang tadinya masih tertidur pulas kini terbangun. Mereka terbangun karena mendengar suara bising dan suara jeritan Dast
Tubuh kurus itu menatap kosong ke atas langit-langit kamar, tak ada kecerahan yang terlihat di mata dan wajahnya. Mata sembab nyaris bengkak dan wajah memerah bekas tamparan tapak tangan Shaka yang besar.Tak ada harapan kebahagiaan untuk Dasta sepertinya, ia sudah sepenuhnya masuk ke dalam siksaan neraka yang di ciptakan Shaka khusus untuknya. Seluruh tubuhnya lebam penuh luka bekas pukulan dan cambukan ikat pinggang milik Shaka, tak hanya itu saja, Shaka bahkan menambahkan siksaan untuk Dasta yang nyaris tak ingin di ingatnya.Dasta bahkan tak sanggup rasanya bergerak hanya sekadar untuk keluar dari kamar, biarkan saja seperti ini. Bahkan Dasta berdoa semoga saja Tuhan mencabut nyawanya sekarang, agar Shaka senang dan bahagia mendengar kabar kematiannya.Otak licik Dasta timbul ketika siksaan yang membelenggu dirinya terus menerus. Yang perlu Dasta lakukan sekarang adalah, selalu berbuat salah dan terlihat buruk di mata semua orang. Agar mereka semua mem
Sebulan sudah berlalu semenjak insiden itu terjadi, namun kondisi Dasta masih seperti biasa. Wanita itu kehilangan keceriaan dirinya yang selama ini selalu terlihat, semakin hari Dasta terlihat semakin murung dan kerap kali mengelus perutnya. Masih jelas terlihat jika Dasta masih tak terima akan fakta yang menyatakan jika ia kehilangan calon anaknya.Calon anaknya yang bahkan belum ia tahu berapa minggu ada di dalam rahimnya. Calon anak yang bahkan belum sempat ia berikan kejutan untuk Shaka akan kehamilannya. Jelas hal ini tentu membuat Shaka terpuruk dan sakit hati, Shaka yang belum tahu mengenai kehamilan Dasta malah langsung mendapat kabar keguguran istrinya. Di tambah lagi Dasta yang mengalami pendarahan hebat saat itu, keadaan kacau dan Shaka seperti mahluk tak bernyawa pada saat itu juga.Kehilangan sang calon anak yang membuatnya terpukul dan ia juga tak ingin kehilangan istrinya. Tuhan mengabulkan doanya, syukurlah lima hari setelahny
"Ya Tuhan! Selamatkan aku!" doa batin Dasta yang menjerit.Sepertinya baru beberapa menit saja Dasta bisa bernafas lega, tapi harus kembali merasakan sesak nafas yang ngos-ngosan saat melihat Mei yang kembali datang dengan anak buahnya yang mengawal dirinya kanan-kiri.Dasta melirik ke arah tangan kiri Mei yang tadi terluka kini sudah di balut perban. Merasa plong ketika wanita itu sudah mengobati tangannya sendiri."Syukurlah kau sudah mengobati tanganmu Mei," ucap Dasta tersenyum."Jangan pernah menebarkan senyum palsu penuh kelicikanmu itu." hardik Mei sarkastik."Maaf? Maksudnya?""Aku tahu jika senyumanmu itu hanyalah sebuah kepalsuan, kau memiliki daya tarik untuk memikat agar orang lain luluh dengan senyummu. Kau memakai susuk kecantikan, bukan?"Dasta ternganga mendengar ucapan Mei, apa maksud wanita itu mengatakan Dasta memakai susuk kecantikan?
"Hentikan!!!" teriak Dasta sekuat mungkin agar menghentikan gerakan tangan Mei yang mengeluarkan sebuah pisau untuk membunuhnya."Kenapa? Kau takut juga dengan yang namanya mati ternyata.""Ini tidak bener Mei, ini salah. Ku mohon sadarlah Mei, jangan bertindak nekat melakukan ini." bujuk Dasta lembut agar Mei luluh dan berubah pikiran.Sumpah demi apapun saat ini Dasta sangat ketakutan dengan tubuh yang gemetaran luar biasa. Ia takut Mei benar-benar serius dengan keinginannya untuk melenyapkan Dasta, sebisa mungkin Dasta harus bisa membujuk wanita yang nyaris gila ini agar mau melepaskannya."Sadar, huh? Aku bahkan sangat sadar dengan apa yang ku lakukan ini, Dasta. Bahkan aku juga sangat senang dengan hal yang ingin ku lakukan ini. Ah, aku sudah lama tidak melakukan ini, biasanya aku akan langsung melenyapkan seseorang yang berani mengusik hidupku. Dan karena kau yang termasuk salah satu orang yang men
Setelah mengubungi mertuanya mengabarkan mengenai keberadaan Dasta yang tak ada di rumah, Shaka pun mengubungi nomor ponsel Gita sahabat dekat istrinya. Gita juga mengatakan bahwa Dasta tak ada bersamanya, kepanikan Shaka semakin meningkat, ia pun menghubungi Rasty adiknya menanyakan apakah Dasta ada di rumah. Dan lagi-lagi jawaban yang harus Shaka terima adalah Dasta tidak ada datang ke rumah, saat Rasty bertanya ada apa Shaka pun menjawab tidak apa-apa. Tak mungkin ia mengatakan firasat buruknya mengenai Dasta pada adiknya yang tengah hamil tua yang sebentar lagi mendekati hari kelahiran.Dengan langkah yang lemah dan goyah, Shaka tetap memaksakan kakinya untuk bangkit berdiri. Rasa panik yang melanda dirinya secara pesat pun tak mempedulikan langkahnya yang tampak seperti orang kesurupan. Shaka pun tak menghiraukan jarinya yang tergores pecahan kaca tadi, Shaka mendengar suara ribut-ribut saat ia sudah di luar kantor.Terlihat dua orang satpam te
Byuurrr.Dasta tersentak bangun dari pingsannya ketika merasakan semburan air dingin ke wajah dan tubuhnya. Perlahan kelopak matanya terbuka, menatap siapa seseorang yang menyiramnya dengan air barusan.Seorang pria berbadan tinggi tegap, kulit hitam dan kepala plontos yang barusan menyiramnya dengan seember air yang terasa sangat dingin.Dasta tertegun dengan kepala yang berdenyut pusing memperhatikan keseluruhan sudut ruangan ini.Belum lagi kekagetannya pulih akibat bingung dimana dan tempat apa itu, yang lebih mengagetkan Dasta adalah kondisi tubuhnya yang terikat, kaki dan tangannya di ikat kuat ke kursi belakang.Dasta juga baru sadar jika tak hanya satu orang pria saja, tapi ada dua orang pria lagi yang pas berdiri di depan pintu yang menatapnya tajam.Ya Tuhan! Dimana sebenarnya aku ini? Tempat apa ini? teriak batin Dasta terisak.Dasta menundukkan kep
Dua bulan kemudian...."Huueeekk," suara muntahan yang kembali Dasta rasakan.Terhitung ini sudah yang ketiga kalinya Dasta muntah-muntah di pagi hari. Hal ini pun tak sekali dua kali Dasta rasakan. Sudah hampir seminggu belakangan ini Dasta mengalami muntah, tapi tak sekalipun ia mengatakannya pada Shaka maupun kedua orang tuanya.Ya, dua bulan telah berlalu semenjak kejadian di cafe yang membongkar kedok kebusukan Gee dan Mei. Sejak hari itu baik Shaka maupun Dasta sama sekali tak mendengar kabar dari Gee dan Mei. Entahlah, dua hama itu seakan menghilang di telan bumi tak mengusik kehidupan rumah tangga mereka.Pernah suatu hari Dasta melihat Gee yang tengah berdiri di depan rumahnya yang masih tinggal di rumah kedua orang tuanya. Dasta panik dan langsung ingin menerjang Gee, tapi sebelum itu Gee masuk ke dalam mobilnya dan menjalankan mobilnya meninggalkan rumah Dasta.Dasta yang tak ingin meraha
Dasta tersenyum menggoda Shaka yang tengah memperhatikannya bagai predator, hujan turun dengan derasnya malam ini membuat hawa dingin begitu terasa hingga menusuk kulit. Entah Dasta memang sedang menguji iman Shaka atau tidak, intinya malam ini Dasta sengaja mengenakan pakaian tidur super tipis hadiah pernikahan mereka dari Rasty.Shaka yang baru masuk ke kamar sehabis makan malam berlangsung tadi tentu saja kaget sekaligus syok dengan apa yang di lihatnya. Istrinya menyuguhkan pemandangan yang indah untuknya, terlebih lagi tingkah dan pose Dasta yang tampak berani duduk di tepi ranjang.Shaka tersenyum melihat usaha istrinya yang sedang mencoba menggodanya, padahal tidak di goda pun Shaka memang selalu bergairah dan tergiur dengan Dasta."Jadi, ini alasanmu kenapa izin terlebih dahulu masuk ke kamar saat makan malam tadi?" tanya Shaka terkekeh seraya menggelengkan kepalanya tak percaya."Surprise!" teriak Dasta gem
Dasta terisak di dalam mobil selama perjalanan arah pulang, rasanya sangat sakit apabila kau menemukan kebenaran secara langsung dari mulut seseorang yang kau anggap teman dan sangat kau percayai.Berulang kali Shaka sudah membujuk sang istri untuk tenang dan menenangkan dirinya agar berhenti menangis. Tapi, Dasta yang merasa sangat terpukul pun tak merespons ucapan suaminya."Aku menyesal karena sedari awal sempat meragukan ucapanmu yang menuduh Gee orang jahat bang. Aku pikir ucapanmu pastilah salah, melihat bagaimana baiknya Gee padaku." ucap Dasta di sela isak tangisnya.Shaka diam mendengarkan segala unek-unek dihati Dasta sambil masih tetap fokus menyetir memperhatikan jalanan."Tapi setelah melihat dan mendengar langsung semua yang keluar dari mulut Gee, aku jadi membencinya. Dia pria jahat yang bertopeng malaikat kebaikan."Cukup!Shaka sudah tak tahan lagi mende
"Jadi, ada apa sebenarnya kamu ingin mengajakku bertemu hari ini?" tanya Gee tanpa basa-basi lagi karena ia sungguh muak berada di situasi seperti ini.Dasta dan Shaka saling menatap sebelum mereka berdua menjawab pertanyaan Gee, tatapan yang penuh makna diantara mereka."Gee, sebenarnya aku ingin mengatakan sesuatu padamu." ucap Dasta memberanikan diri mengutarakan maksud dan tujuannya."Apa itu?" tanya Gee tak sabar dan terlihat gelisah.Tangan Dasta bergerak membuka clutch bag-nya, mengeluarkan sesuatu yang secara otomatis membuat kedua mata Gee terbelalak kaget."Ini aku kembalikan Gee," kata Dasta menyodorkan ponsel pemberian Gee untuknya beberapa waktu lalu."Kenapa?" tanya Gee yang dari nada suaranya terdengar jelas jika Gee sedih karena Dasta yang mengembalikan hadiah berupa ponsel pemberiannya."Karena aku sudah mempunyai ponsel pemberian bang Shaka," jelas