Tubuh kurus itu menatap kosong ke atas langit-langit kamar, tak ada kecerahan yang terlihat di mata dan wajahnya. Mata sembab nyaris bengkak dan wajah memerah bekas tamparan tapak tangan Shaka yang besar.
Tak ada harapan kebahagiaan untuk Dasta sepertinya, ia sudah sepenuhnya masuk ke dalam siksaan neraka yang di ciptakan Shaka khusus untuknya.Seluruh tubuhnya lebam penuh luka bekas pukulan dan cambukan ikat pinggang milik Shaka, tak hanya itu saja, Shaka bahkan menambahkan siksaan untuk Dasta yang nyaris tak ingin di ingatnya.Dasta bahkan tak sanggup rasanya bergerak hanya sekadar untuk keluar dari kamar, biarkan saja seperti ini. Bahkan Dasta berdoa semoga saja Tuhan mencabut nyawanya sekarang, agar Shaka senang dan bahagia mendengar kabar kematiannya.Otak licik Dasta timbul ketika siksaan yang membelenggu dirinya terus menerus. Yang perlu Dasta lakukan sekarang adalah, selalu berbuat salah dan terlihat buruk di mata semua orang. Agar mereka semua mem"Aku ingin pindah rumah." kata Shaka saat mereka semua sedang menyantap makan malam.Deg.Semua mata menatap ke arah Shaka, pria itu dengan santainya melahap makanan yang ada di piringnya sebelum kembali berbicara."Aku ingin hidup berdua bersama Dasta di rumah kami, ku pikir itu hal yang baik bagi pernikahan kami berdua." Vito merasa tersindir dengan kalimat Shaka yang mengatakan 'ku pikir itu hal yang baik.'Sudah seminggu semenjak insiden salah paham itu terjadi, Rasty mengatakan pada kedua orang tuanya jika mereka bertengkar hebat.Namun mereka menganggap hal itu sebagai rasa amarah Shaka yang terlampau cemburu. Dan selama seminggu itu pula Dasta tak banyak bicara, wanita itu terlihat lebih banyak menyendiri di kamar ataupun mengurung dirinya satu harian, dan akan berkumpul saat makan malam saja, itu pun jika Dasta ingin.Sekarang Dasta tak akan malu lagi untuk menunjukkan sikap kurang ajarnya, bukankah hal itu yang memang ingin di lakukann
Pagi-pagi sekali Shaka sudah rapih dan bersih memakai setelan pakaian kantornya. Pria itu melangkah keluar membuka pintu kamarnya lalu menutup pintunya kembali.Saat akan melangkah menuruni tangga, mata Shaka melirik sekilas ke arah kamar Dasta. Kaki Shaka gatal ingin melangkah mendekati kamar itu, tangannya juga gatal ingin mengetuk pintu kamar Dasta. Tapi, akal sehatnya melarangnya melakukan itu.Jadilah Shaka lebih memilih menuruni tangga ke lantai bawah. Mengejutkan, saat sampai di ruang makan yang gabung menjadi satu dengan dapur. Shaka mendapati makanan yang tersedia di meja.Keningnya mengekerut dalam, siapa yang telah melakukan semua ini? Jangan bilang jika makanan ini Dasta yang membuatnya.Jika ya, maka akan sangat sia-sia saja. Sebab Shaka tak akan pernah sudi untuk menyentuhnya. Mendengkus sebal seraya membuka pintu utama rumahnya dan keluar, tanpa berpamitan pada Dasta terlebih dulu Shaka sudah me
Seseorang mencekal lengan Dasta ketika ia akan melangkahkan kakinya naik ke lantai atas dimana kamarnya berada. Dasta terpekik kaget dan langsung melihat orang yang dengan lancang mencekal lengannya.Seringaian licik terukir disudut bibir pria tampan yang kini mencekal lengan Dasta. Aroma bau alkohol begitu terasa sekali menguar ketika pria itu membuka mulutnya tertawa kecil."Siapa wanita ini!!" teriaknya menunjuk Dasta pada semua orang yang ada disitu.Shaka menoleh ke arah dimana suara teman prianya yang berteriak itu. Tatapan tajam menusuk begitu sangat terasa sekali saat tak sengaja Dasta melirik ke arah mereka semua.Tatapan Dasta berhenti terpaku pada tatapan Shaka yang tak sengaja juga ikut menatapnya. Hanya sebentar, karena Dasta tersadar dan langsung membuang muka ke arah lain. Tak sudi rasanya menatap wajah pria iblis itu."Hei, Shaka, siapa wanita ini. Kenapa dia ada di rumah, jangan bilang kalau dia ini istrimu?" ucap pria itu yang penasara
PRAAANGGG.Gelas yang Shaka pegang jatuh begitu saja membuat semua orang terpekik kaget. Shaka menatap pecahan kaca yang berserakan di lantai."Ada apa bro? Kenapa sampai bisa gelasnya jatuh?" tanya Leo menepuk bahu Shaka.Shaka menggeleng seraya berlari menaiki tangga, entah kenapa firasatnya tak enak. Batin Shaka menyuruh dirinya untuk menemui Dasta, seakan seperti ada sesuatu hal buruk yang terjadi.Shaka memutar kenop pintu kamar Dasta, tapi tak bisa di buka karena pintu yang dikunci Dasta dari dalam. "Shitttt!" Shaka mengumpat kesal seraya menggedor-gedori pintu kamar Dasta kuat."Dasta, buka pintunya!" suara Shaka berteriak memanggil nama Dasta."Dasta!!!" teriaknya lagi nyaring.Leo dan rombongan temannya naik ke atas menyusul Shaka, mereka terdiam melihat Shaka yang terus menggedor pintu dan semakin berteriak kencang memanggil nama Dasta.Melihat tak ada tanda-tanda Dasta merespon teriakannya atau membuka pintu kamarnya. Dugaan
Shaka berlari kencang dengan Dasta dalam gendongannya, setelah mobilnya sampai di rumah sakit terdekat, Shaka langsung menghambur keluar dan berlari secepatnya agar Dasta cepat di tangani dokter.Para suster pun ikutan panik sembari menarik ranjang dorong, tubuh Dasta di letakkan diatas brankar."Tolong selamatkan dia, wanita ini mencoba melakukan upaya bunuh diri dengan menyayat nadinya." beber Shaka memberitahu para suster.Para suster itu melirik penuh pada Shaka yang tampak kacau, bahkan kemeja putih yang pria itu pakai kini juga bercampur noda merah dari darah Dasta.Dengan cepat mereka membawa tubuh tak berdaya Dasta masuk ke dalam ruangan IGD. Shaka dilarang masuk, dan hanya boleh menunggu diluar.Shaka menyandarkan tubuhnya di sandaran tembok rumah sakit, wajah dan penampilannya berantakan serta kusut. Sama sekali tak terlihat seperti Shaka yang biasanya, keren dan berwibawa.
Dasta mengerjapkan kedua matanya dengan sangat perlahan, menyesuaikan penglihatannya menatap ruangan bernuansa serba putih. Hampir dua minggu tak sadarkan diri membuat Dasta jadi bingung.Apakah aku sudah berada di surga? batin Dasta bertanya-tanya.Dasta melirik dengan sangat pelan ke segala arah, bau obat-obatan tercium jelas oleh indera penciumannya. Dasta berusaha bangkit dari rebahannya namun gagal. rasa pusing di kepalanya begitu terasa saat ia menggerakkan tubuhnya yang juga sangat terasa pegal dan kebas. Terutama di bagian lengan kirinya, Dasta melihat tangannya yang di pasang infus.Sedetik kemudian ia menyadari jika saat ini dirinya sedang berada di rumah sakit. Ia masih hidup, dan saat itulah Dasta mendesah kecewa.Kenapa Tuhan masih tetap membiarkannya hidup? Kenapa Tuhan tak mengambil nyawanya juga.Dasta jadi bertanya-tanya, siapakah orang yang telah menyelamatkannya? Membawanya ke rumah sakit setelah ia berhasil menyayat pergelanga
Shaka menatap bingung wajah mamanya yang kini menatap tajam dirinya. Sebisa mungkin Shaka menampilkan senyumnya yang tampak sangat terpaksa. Kondisi Dasta benar-benar menguras rasa kepanikan dan perhatiannya.Barusan saja bu Marwa menarik tubuh Shaka ke tempat yang agak sepi di rumah sakit ini. Sebut saja mereka berdua kini tengah berada di taman belakang rumah sakit."Ada apa ma?" tanya Shaka polos."Apa yang telah kau lakukan pada Dasta?!" tanya bu Marwa sembari melototkan kedua matanya.Wajah Shaka menegang dengan air muka yang sudah sangat pucat pasih. Kenapa dengan sangat tiba-tiba ibunya bertanya seperti ini."Katakan pada mama nak, apa yang sebenarnya terjadi? Apa yang telah kau perbuat pada Dasta sehingga wanita itu meminta cerai darimu.""Apa? Cerai?" ulang Shaka mendelikkan matanya mendengar kalimat terakhir bu Marwa."Apakah Dasta sudah sadar?" bu M
Dasta tak mau melihat ke arah Shaka yang kini tengah menatapnya, Dasta lebih memilih memejamkan matanya. Pura-pura seolah ia tengah tertidur lelap."Sampai kapan kau tetap berpura-pura tidur seperti itu?" tanya Shaka sengit.Dasta tak bergeming, tak mempedulikan pertanyaan menyindir dari Shaka untuknya.Shaka yang geram melihat Dasta pun perlahan berjalan mendekati ranjangnya. Ketika sudah mendekat Shaka merundukkan badannya lebih condong ke wajah Dasta. Mengamati wajah istrinya seksama, kedua bola mata Dasta sesekali bergerak menandakan jika wanita itu tak benar-benar tertidur."Akting yang buruk." ejek Shaka tertawa meremehkan."Buka matamu! Aku tahu kau sedang tidak tertidur saat ini." Mau tak mau Dasta membuka perlahan kelopak matanya hingga terbuka sempurna. Wajah Shaka lah yang pertama kali ia lihat begitu dekat dengannya, Shaka langsung menegakkan tubuhnya kembali."Apa saja yang sudah kau katakan pada mama?" tanya Shaka langsung."C
Sebulan sudah berlalu semenjak insiden itu terjadi, namun kondisi Dasta masih seperti biasa. Wanita itu kehilangan keceriaan dirinya yang selama ini selalu terlihat, semakin hari Dasta terlihat semakin murung dan kerap kali mengelus perutnya. Masih jelas terlihat jika Dasta masih tak terima akan fakta yang menyatakan jika ia kehilangan calon anaknya.Calon anaknya yang bahkan belum ia tahu berapa minggu ada di dalam rahimnya. Calon anak yang bahkan belum sempat ia berikan kejutan untuk Shaka akan kehamilannya. Jelas hal ini tentu membuat Shaka terpuruk dan sakit hati, Shaka yang belum tahu mengenai kehamilan Dasta malah langsung mendapat kabar keguguran istrinya. Di tambah lagi Dasta yang mengalami pendarahan hebat saat itu, keadaan kacau dan Shaka seperti mahluk tak bernyawa pada saat itu juga.Kehilangan sang calon anak yang membuatnya terpukul dan ia juga tak ingin kehilangan istrinya. Tuhan mengabulkan doanya, syukurlah lima hari setelahny
"Ya Tuhan! Selamatkan aku!" doa batin Dasta yang menjerit.Sepertinya baru beberapa menit saja Dasta bisa bernafas lega, tapi harus kembali merasakan sesak nafas yang ngos-ngosan saat melihat Mei yang kembali datang dengan anak buahnya yang mengawal dirinya kanan-kiri.Dasta melirik ke arah tangan kiri Mei yang tadi terluka kini sudah di balut perban. Merasa plong ketika wanita itu sudah mengobati tangannya sendiri."Syukurlah kau sudah mengobati tanganmu Mei," ucap Dasta tersenyum."Jangan pernah menebarkan senyum palsu penuh kelicikanmu itu." hardik Mei sarkastik."Maaf? Maksudnya?""Aku tahu jika senyumanmu itu hanyalah sebuah kepalsuan, kau memiliki daya tarik untuk memikat agar orang lain luluh dengan senyummu. Kau memakai susuk kecantikan, bukan?"Dasta ternganga mendengar ucapan Mei, apa maksud wanita itu mengatakan Dasta memakai susuk kecantikan?
"Hentikan!!!" teriak Dasta sekuat mungkin agar menghentikan gerakan tangan Mei yang mengeluarkan sebuah pisau untuk membunuhnya."Kenapa? Kau takut juga dengan yang namanya mati ternyata.""Ini tidak bener Mei, ini salah. Ku mohon sadarlah Mei, jangan bertindak nekat melakukan ini." bujuk Dasta lembut agar Mei luluh dan berubah pikiran.Sumpah demi apapun saat ini Dasta sangat ketakutan dengan tubuh yang gemetaran luar biasa. Ia takut Mei benar-benar serius dengan keinginannya untuk melenyapkan Dasta, sebisa mungkin Dasta harus bisa membujuk wanita yang nyaris gila ini agar mau melepaskannya."Sadar, huh? Aku bahkan sangat sadar dengan apa yang ku lakukan ini, Dasta. Bahkan aku juga sangat senang dengan hal yang ingin ku lakukan ini. Ah, aku sudah lama tidak melakukan ini, biasanya aku akan langsung melenyapkan seseorang yang berani mengusik hidupku. Dan karena kau yang termasuk salah satu orang yang men
Setelah mengubungi mertuanya mengabarkan mengenai keberadaan Dasta yang tak ada di rumah, Shaka pun mengubungi nomor ponsel Gita sahabat dekat istrinya. Gita juga mengatakan bahwa Dasta tak ada bersamanya, kepanikan Shaka semakin meningkat, ia pun menghubungi Rasty adiknya menanyakan apakah Dasta ada di rumah. Dan lagi-lagi jawaban yang harus Shaka terima adalah Dasta tidak ada datang ke rumah, saat Rasty bertanya ada apa Shaka pun menjawab tidak apa-apa. Tak mungkin ia mengatakan firasat buruknya mengenai Dasta pada adiknya yang tengah hamil tua yang sebentar lagi mendekati hari kelahiran.Dengan langkah yang lemah dan goyah, Shaka tetap memaksakan kakinya untuk bangkit berdiri. Rasa panik yang melanda dirinya secara pesat pun tak mempedulikan langkahnya yang tampak seperti orang kesurupan. Shaka pun tak menghiraukan jarinya yang tergores pecahan kaca tadi, Shaka mendengar suara ribut-ribut saat ia sudah di luar kantor.Terlihat dua orang satpam te
Byuurrr.Dasta tersentak bangun dari pingsannya ketika merasakan semburan air dingin ke wajah dan tubuhnya. Perlahan kelopak matanya terbuka, menatap siapa seseorang yang menyiramnya dengan air barusan.Seorang pria berbadan tinggi tegap, kulit hitam dan kepala plontos yang barusan menyiramnya dengan seember air yang terasa sangat dingin.Dasta tertegun dengan kepala yang berdenyut pusing memperhatikan keseluruhan sudut ruangan ini.Belum lagi kekagetannya pulih akibat bingung dimana dan tempat apa itu, yang lebih mengagetkan Dasta adalah kondisi tubuhnya yang terikat, kaki dan tangannya di ikat kuat ke kursi belakang.Dasta juga baru sadar jika tak hanya satu orang pria saja, tapi ada dua orang pria lagi yang pas berdiri di depan pintu yang menatapnya tajam.Ya Tuhan! Dimana sebenarnya aku ini? Tempat apa ini? teriak batin Dasta terisak.Dasta menundukkan kep
Dua bulan kemudian...."Huueeekk," suara muntahan yang kembali Dasta rasakan.Terhitung ini sudah yang ketiga kalinya Dasta muntah-muntah di pagi hari. Hal ini pun tak sekali dua kali Dasta rasakan. Sudah hampir seminggu belakangan ini Dasta mengalami muntah, tapi tak sekalipun ia mengatakannya pada Shaka maupun kedua orang tuanya.Ya, dua bulan telah berlalu semenjak kejadian di cafe yang membongkar kedok kebusukan Gee dan Mei. Sejak hari itu baik Shaka maupun Dasta sama sekali tak mendengar kabar dari Gee dan Mei. Entahlah, dua hama itu seakan menghilang di telan bumi tak mengusik kehidupan rumah tangga mereka.Pernah suatu hari Dasta melihat Gee yang tengah berdiri di depan rumahnya yang masih tinggal di rumah kedua orang tuanya. Dasta panik dan langsung ingin menerjang Gee, tapi sebelum itu Gee masuk ke dalam mobilnya dan menjalankan mobilnya meninggalkan rumah Dasta.Dasta yang tak ingin meraha
Dasta tersenyum menggoda Shaka yang tengah memperhatikannya bagai predator, hujan turun dengan derasnya malam ini membuat hawa dingin begitu terasa hingga menusuk kulit. Entah Dasta memang sedang menguji iman Shaka atau tidak, intinya malam ini Dasta sengaja mengenakan pakaian tidur super tipis hadiah pernikahan mereka dari Rasty.Shaka yang baru masuk ke kamar sehabis makan malam berlangsung tadi tentu saja kaget sekaligus syok dengan apa yang di lihatnya. Istrinya menyuguhkan pemandangan yang indah untuknya, terlebih lagi tingkah dan pose Dasta yang tampak berani duduk di tepi ranjang.Shaka tersenyum melihat usaha istrinya yang sedang mencoba menggodanya, padahal tidak di goda pun Shaka memang selalu bergairah dan tergiur dengan Dasta."Jadi, ini alasanmu kenapa izin terlebih dahulu masuk ke kamar saat makan malam tadi?" tanya Shaka terkekeh seraya menggelengkan kepalanya tak percaya."Surprise!" teriak Dasta gem
Dasta terisak di dalam mobil selama perjalanan arah pulang, rasanya sangat sakit apabila kau menemukan kebenaran secara langsung dari mulut seseorang yang kau anggap teman dan sangat kau percayai.Berulang kali Shaka sudah membujuk sang istri untuk tenang dan menenangkan dirinya agar berhenti menangis. Tapi, Dasta yang merasa sangat terpukul pun tak merespons ucapan suaminya."Aku menyesal karena sedari awal sempat meragukan ucapanmu yang menuduh Gee orang jahat bang. Aku pikir ucapanmu pastilah salah, melihat bagaimana baiknya Gee padaku." ucap Dasta di sela isak tangisnya.Shaka diam mendengarkan segala unek-unek dihati Dasta sambil masih tetap fokus menyetir memperhatikan jalanan."Tapi setelah melihat dan mendengar langsung semua yang keluar dari mulut Gee, aku jadi membencinya. Dia pria jahat yang bertopeng malaikat kebaikan."Cukup!Shaka sudah tak tahan lagi mende
"Jadi, ada apa sebenarnya kamu ingin mengajakku bertemu hari ini?" tanya Gee tanpa basa-basi lagi karena ia sungguh muak berada di situasi seperti ini.Dasta dan Shaka saling menatap sebelum mereka berdua menjawab pertanyaan Gee, tatapan yang penuh makna diantara mereka."Gee, sebenarnya aku ingin mengatakan sesuatu padamu." ucap Dasta memberanikan diri mengutarakan maksud dan tujuannya."Apa itu?" tanya Gee tak sabar dan terlihat gelisah.Tangan Dasta bergerak membuka clutch bag-nya, mengeluarkan sesuatu yang secara otomatis membuat kedua mata Gee terbelalak kaget."Ini aku kembalikan Gee," kata Dasta menyodorkan ponsel pemberian Gee untuknya beberapa waktu lalu."Kenapa?" tanya Gee yang dari nada suaranya terdengar jelas jika Gee sedih karena Dasta yang mengembalikan hadiah berupa ponsel pemberiannya."Karena aku sudah mempunyai ponsel pemberian bang Shaka," jelas