"Aku menikah dengan kamu untuk menyelamatkan Fransisca." Natalie begitu terkejut mendengar semua itu, "Aku tidak peduli, Darren. Aku ingin bercerai. Bagaimana pun caranya aku ingin bercerai. Aku tidak ingin hidup bersama dengan orang yang baru saja aku kenal kemaren, ini rasanya menyiksa." ucap Natalie yang semakin menangis.
"Tidak bisa, Natalie. Kontrak pernikahan ini menyatakan 6 bulan baru kita bisa bercerai. Aku tidak mengira ada yang menikahkan kita secara paksa seperti ini." ucap Darren yang terdengar sangat innocent di telinga Natalie.
"Itu karena kamu sudah merencanakan segalanya!!! Kamu ini memang gila, apa di dunia ini tidak ada wanita lain yang bisa kamu jadikan istri dan pelayan nafsumu. Dari jutaan wanita yang ada di Indonesia raya ini, mengapa harus akuuuu, Darren?? mengapa??" Natalie menaikkan nada suaranya karena dia begitu kesal.
"Karena takdir yang memilih, Natalie. Aku sudah menjelaskan apa yang aku perlu jelaskan. Aku tidak ingin mengulanginya lagi. Kamu bisa tidur dimana pun yang kamu suka, aku tidak akan memaksa kamu untuk tidur di samping aku." ucap Darren sembari beranjak dari sofa dan pergi keluar rumah untuk menemui adiknya.
"Nyonya Natalie, jika anda ingin melihat kamarnya akan saya tunjukkan." ucap salah seorang ART yang menghampiri Natalie, "Siapa nama kamu?" tanya Natalie karena dia belum mengenal siapa pun disini. "Jodie, nyonya. Silahkan, anda bisa beristirahat terlebih dahulu." Jodie yang baru saja mengenal Natalie pun bersikap ramah, dia menunjukkan sebuah kamar kepada Natalie di lantai 2 dan memiliki balkon menuju sebuah kolam renang dan taman mini milik Darren.
Natalie tidak ingin melihat ruangan lain, dia memilih kamar itu. Kamar itu juga bukan milik Bella karena sebelum rumah ini dibangun, Bella sudah meninggal terlebih dulu. Jodie juga menceritakan bahwa Darren sering kesepian disini. Dia tidak pernah membawa wanita manapun dan Natalie adalah wanita pertama yang dibawa oleh Darren ke rumah ini.
"Dia benar-benar hancur, hatinya terlalu rapuh sedangkan, dia harus terlihat baik-baik saja." ucap Jodie menjelaskan keadaan Darren ketika ditinggal oleh Bella. "Jika nyonya butuh sesuatu, nyonya bisa panggil saya lewat telpon maupun panggilan biasa." ucap Jodie lagi yang melihat Natalie hanya diam saja tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Natalie menganggukan kepalanya kepada Jodie tanda bahwa dia mengerti. Dia duduk di sofa dan meminta Jodie membawakannya teh. Dia tidak punya baju ganti dan dia hanya memakai baju pengantin saat ini. Dia bahkan belum sempat menghapus make-up nya dan dia juga seharusnya ada di tempat resepsi dan merayakan bukannya menangis tersedu-sedu di dalam kamar sendirian. Dia menyesal karena hidup, seharusnya dia mati saja tertembak daripada harus hidup dengan Darren, pria yang baru dia kenal kemaren.
"Natalie, aku sudah menyuruh asisten kamu untuk membawa baju kamu kesini. Kamu bis__" Darren mendekat kepada istrinya yang masih duduk di sofa dan menghadap ke jendela, "Natalie, apa yang terjadi????" Darren panik seketika melihat istrinya bersimbah darah di pergelangan tangannya. Baju pengantin yang tadinya putih bersih pun kini jadi merah karena terlumuri dengan darah.
Darren yang panik pun segera membawa Natalie ke rumah sakit. Dia sama sekali tak mengerti apa yang terjadi dengan istrinya. Apakah istrinya baru saja melakukan percobaan bunuh diri?? Pertanyaan itu membuat Darren semakin tersiksa karena dia merasa bersalah meskipun bukan dia yang menjebak Natalie dalam pernikahan ini. Darren juga tak bisa merasa tenang dan duduk dia menyuruh pengawal di rumahnya untuk memeriksa setiap sudut rumah apakah ada sesuatu yang mencurigakan atau tidak.
Darren mondar-mandir kesana kemari karena dia khawatir dengan keadaan istrinya. Dia melihat dari jendela dan melihat Natalie masih dalam perawatan. Darren merasa bersalah akan tetapi, jika dia mengakhiri pernikahannya lebih cepat dan tidak sesuai dengan kontrak yang tertera maka, tidak akan terjadi hal baik. Darren bisa saja melakukan itu akan tetapi, semua itu tidak akan sah dimata hukum karena Darren telah melanggar kontrak yang dia tandatangani bersama dengan Natalie.
"Tuan Darren, istri anda baik-baik saja. Dia bisa pulang besok akan tetapi, tolong jaga kesehatan mental dan pikirannya karena dia sepertinya sengaja melakukan percobaan bunuh diri." saran sang dokter. Natalie segera dipindahkan ke kamar pribadi dan Darren berserta pengawalnya menjaga istrinya yang masih belum tersadarkan diri.
Darren menunggu sampai pagi dan dia masih melihat istrinya terbaring lemah. Natalie juga sempat demam semalam akan tetapi, dokter mengatakan demannya sudah turun pagi ini. Darren melihat ke luar balkon sembari menunggu istrinya terbangun. Ketika Darren sudah bosan dan dia menoleh ke istrinya, dia melihat Natalie sudah bangun dan masih terpaku tak mau berucap sekecap katapun.
"Natalie, apa yang terjadi??"
"Apa yang terjadi, Darren? Siapa musuh kamu? Siapa yang ingin membunuh aku??? Aku tidak segila itu untuk melakukan percobaan bunuh diri hanya karena aku menikah dengan kamu. Seseorang sengaja membiusku dan melakukan semua ini. Siapa Darren???" Natalie menangis dan membuat Darren memeluknya dengan erat. Kali ini Natalie tidak menolak pelukan Darren karena dia butuh seseorang untuk bersandar.
"Shhh, kamu tenang. Aku akan menghukum siapa pun yang melakukan semua ini." ucap Darren
"Bukan kamu, kan?" Natalie melepaskan pelukan Darren dan menatap mata suaminya dalam, "Tentu bukan aku, karena jika kamu berpikir aku naksir sama kamu dan merencanakan semua pernikahan ini lalu, untuk apa aku membunuh kamu, Natalie?" tegas Darren karena dia tidak mungkin membunuh seseorang yang tidak bersalah.
"Lalu, siapa yang melakukan semua ini kepada kita? Kenapa mereka melakukan ini semua???" teriak Natalie yang membuat Darren tidak bisa berkata-kata karena dia benar-benar tidak mengerti siapa dalang dibalik semua ini.
"Natalie, apa yang terjadi?" Grace yang datang pun panik seketika melihat putrinya terbaring di atas rumah sakit.
"Gak apa-apa, Ma. Ada seseorang yang sengaja ingin membunuh aku." Natalue melirik ke arah Darren seolah Darren lah dalang dibalik semua ini. "Kalau kamu mau pulang, kamu bisa pulang." ucap Grace yang tidak mau melihat anaknya menderita, "Tidak, dia tidak bisa pergi kemanapun karena dia adalah istriku. Aku yang harus melindunginya dan dia berada di bawah tanggungjawabku selama pernikahan ini berlansung." ucap Darren memaksa.
"Darren benar, Grace. Natalie tidak akan pergi kemanapun. Kami akan menjaga Natalie, dia bisa tinggal di rumah kami sementara." ucap Stacy yang datang membawa buket bunga tulip. "Baiklah, Mama pergi dulu, ada rapat. Jangan lupa makan dan kamu jaga diri. Jika Darren tidak melindungi kamu, Mama janji akan bawa kamu pulang. Goodbye Stacy." pamit Grace kepada putri dan besannya.
Natalie jadi berpikir mungkin saja orangtuanya yang sengaja melakukan hal ini. Karena melihat hubungan mereka yang dekat dan mungkin saja mereka menjodohkan Darren dan Natalie secara paksa. Namun, jika memang itu keinginan mereka, mengapa tidak sejak awal saja? Maksudnya mengapa orangtua Natalie harus setuju dengan pernikahan dirinya dan Cavero jika mereka ingin dia menikah dengan Darren.
"Mama tau kamu tidak mencintai Darren, akan tetapi, kamu masih punya waktu untuk belajar menerima bahwa Darren adalah suami kamu dan Cavero sudah meninggal." ucap Stacy yang membuat keduanya terkejut bukan main. Darren melihat Fransisca masih hidup dan bagaimana bisa Cavero sudah mati.
"Itu tidak mungkin, kan tante? Tante pasti bohong!!!" teriak Natalie kepada Stacy. "Sayang, panggil Mama ya...ini videonya." Stacy menunjukkan sebuah video dari ponselnya.
Natalie dan Darren yang melihat itupun terkejut bukan main...
To be continued...
Dalam video itu jelas menunjukkan bahwa Cavero diracuni dan dia kesulitan bernapas. Dia terlihat begitu kesakitan dan mencoba untuk bernapas akan tetapi, ketika dia mencoba untuk meraih suatu botol berisi cairan. Salah seorang pria bertopeng hitam yang berbentuk karakter seperti ksatria baja hitam pun muncul dan menjauhkan botol yang mungkin saja berupa cairan penawar racun jauh dari jangkauan Cavero.Cavero semakin menderita dan kehabisan nafas. Hidungnya mulai mengeluarkan darah dan dalam video itu tidak ada suara sama sekali. Bahkan percakapan pria bertopeng dengan Cavero yang entah apa isinya pun tidak terdengar. Mungkin pengirim sengaja mematikan suara di video demi menjaga privasi dan keamaan si pria topeng hitam.Di video yang berdurasi selama 10 menit itu juga menunjukkan bagaimana mereka memandikan serta
Darren melihat pria itu memberontak agar dilepaskan akan tetapi, pria bertopeng itu sangat tidak peduli. Dia justru duduk di sofa yang terletak di sudut ruangan. Dia membiarkan pria itu terus memberontak sampai dia mengambil sebuah suntikan yang lagi-lagi membuat wajah pria yang dirantai di atas ranjang rumah sakit pun memasang wajah berteriak.Darren tak mau berlama-lama karena dia merasa ngilu melihat hal tersebut. Dia sejenak berpikir mungkin itu hanya bayangannya saja. Ketika dia menjauh dia merasa seolah seluruh ruangan ini gelap, tidak ada cahaya apa pun. Dia mencoba mencari cara untuk keluar dari ruangan ini dengan meraba ke setiap dinding. Dia berhasil keluar dan apa yang dilihatnya mungkin saja hanya bayangannya."Besok ada rapat dengan Perusahaan Stanfield jam 7 pagi, online. Jangan lupa siap-siap. Awasi
"Dia tidak ada di tempat itu? Bagaimana bisa?" tanya Darren memastikan, "Iya benar, tempat ini bersih setelah pembunuhan Feni." jawab pria itu singkat. "Ya sudah, cari di tempat lain. Jika perlu cari di tempat ini." Darren memijat keningnya sembari memerintahkan anak buahnya. "Baik, boss. Kami akan memanggil Nino." Darren menganggukan kepalanya dan mengiyakan hal tersebut.Tempat itu sepertinya tidak asing. Pembunuhan Feni bukanlah hal yang dia tidak tau. Dia tau apa alasan dibalik semua itu akan tetapi, itu tidak penting. Dia tidak ingin apabila kehidupan pribadinya sampai tercampur dengan kasus-kasus yang sama sekali tidak memberikan keberuntungan untuknya. Dia lebih baik fokus dengan kehidupan keluarganya dan mencoba mendapatkan hati Natalie.Terus terang Darren tidak mengerti kenapa dia begitu khawatir dan peduli ke
Mentari pagi menyambut hari Natalie yang indah. Dia berjalan melewati lorong rumah sakit, melewati taman bunga lili yang indah dan mawar merah merona yang mempesona hatinya. Dia seketika mengingat ucapan dari Darren waktu itu. Dia mempertanyakan kepada dirinya sendiri apakah dia bisa bertahan hidup bersama dengan pria yang selalu memiliki hasrat untuk mencintanya?Natalie selalu berpikir bahwa yang diucapkan Darren adalah sekumpulan kata palsu tanpa makna. Namun, dia menyadari beberapa hal, tatapan Darren, cara Darren menyentuhnya dan memberinya kasih sayang. Semua itu terasa berbeda bagi Natalie. Dia sudah melupakan Cavero sepenuhnya akan tetapi, dia juga tidak bisa jatuh cinta dengan begitu cepat.Dia ingin memberi jarak antara luka dan cinta yang baru. Dia ingin memberi jeda atas waktu yang telah dia lewati dengan apa yang akan dia lewati. Dia sedang berada di tengah-tengah kebingungan antara apakah dia sedang jatuh cinta dengan Darren atau tidak namun, jantungnya selalu berdetak k
Jika mengenal Darren bisa membuat Natalie begitu candu karena dia bisa melupakan masa lalunya dengan cepat. Dia tak bisa menolak ajakan Darren untuk liburan sekaligus bulan madu di Eropa. Bukan hal yang sulit untuk pria kaya seperti Darren mengajak istrinya untuk berlibur apalagi cuma sekedar bulan madu di Eropa selama 2 minggu. Pasangan itu bisa saja menghabiskan uangnya untuk berlibur mengunjungi seluruh dunia akan tetapi, mereka tidak punya waktu untuk berlibur lama-lama. Natalie masih jual mahal meskipun dia mengistirahatkan pikirannya sejenak dari misteri pembunuhan Cavero yang kasusnya kini ditutup. Dia tak ingin apabila terus bertanya akan tetapi, tidak mendapatkan jawaban atau clue dari pertanyaanya.Dia menyiapkan barang-barangnya untuk bulan madu. Dress, sweater, jaket, lingerie dan perlengkapan kosmetik yang di bantu oleh asistennya. Dia juga menyiapkan koper Darren yang terlihat lebih sederhana daripada miliknya. "Jadi gimana, Nat? udah siap semua kan?" tanya Devina di t
"Siapa?" Natalie bertanya ketika Darren selesai bicara di telpon. "Mama. Dean katanya dipindahkan tugas jadi pengawal Fransisca karena previous bodyguard dia just died.""Haaa?" Natalie memelototkan matanya terkejut. "Kok bisa gitu, kenapa?" "Karena Fransisca diserang dan pengawalnya mencoba menyelamatkannya. Dia justru mati karena tertikam oleh pisau beracun. Dean baru saja mengirim pesan dan menjelaskan semuanya." jelas Darren sembari membaca pesan yang dikirim oleh Dean."Apa ini ada hubungannya dengan pernikahan kita? Aku sempat melawan kamu dengan tidur di kamar tamu dan tidak tidur di samping kamu?" Natalie mendekat dan menatap Darren yang terlihat bingung sendiri. "Kalau memang benar begitu, apakah mereka mengawasi gerak-gerik kita selama ini?" "Semua ini terdengar tidak masuk akal. Apa manfaatnya kita menikah dan memenuhi semua aturan itu?" Darren bertanya-tanya kepada dirinya sendiri. Banyak yang terlintas di pikirannya. Jika pernikahan ini adalah sebuah jebakan untuk balas
Natalie dan Darren bersiap sebentar setelah itu mereka segera turun ke lantai pertama untuk makan malam bersama dengan Lincoln Carter. Setelah melewati tangga dan lorong yang cukup panjang, mereka sampai juga di sebuah ruang makan dengan suasana yang agak gelap. Tidak ada lampu melainkan lilin yang dihidupkan di sepanjang sisi ruangan. Terdapat foto Dinda dan Lincoln yang terpajang. Meja makan di ruang makan ini cukup besar karena memiliki jumlah 12 kursi di samping dan depannya. Mungkin saja Lincoln masih memiliki tamu, Lincoln memilih mengasingkan diri dari keluarga dan pekerjannya dan tinggal di Italy untuk alasan yang tidak diketahui. Louis dan Stacy juga jarang pergi kesini. Mereka datang ketika Fransisca memaksa ingin liburan ke kastil ini saja karena menurut Fransisca tempat ini sangat indah dan menenangkan. Lincoln juga menyayangi cucu perempuan satu-satunya itu. Natalie dan Darren duduk bersebelahan sedangkan, Lincoln duduk di samping mereka. Hidangan masakan khas Italia di
Setelah dekorasi pernikahan selesai. Semua persiapan selesai, menjelang malam mereka berdua agak kelelahan dan tertidur tanpa ada romansa percintaan. Stacy menelpon bahwa dia tidak bisa datang karena Fransisca tiba-tiba sakit jadi, yang datang cuma Elvin dan tunangannya, Irene. Darren merasa sedih karena orangtuanya tidak bisa hadir. Namun, setidaknya mereka akan hadir ketika makan malam tiba."Kenapa?" Natalie yang baru bangun pun kebingungan dengan ekspresi suaminya yang tampak sedih. "Mama sama Papa gak bisa datang karena Fransisca lagi sakit dan mereka cuma bisa datang nanti pas dinner..." jawab Darren terdenga sendu.Natalie mendekat dan mencium pipi suaminya. "Bisa postpone besok kok, ada berapa tamu memangnya?" tanya Natalie penasaran karena dia tidak mendapatkan informasi jumlah tamu yang diundang oleh Lincoln. "Ada sekitar 500 orang dan mereka semua rekan bisnis..." Natalie seketika terkejut mendengar jawaban Darren. Dia memelototkan matanya ke arah Darren dengan serius. "It
"Lihatlah video ini!!" Natalie duduk di samping suaminya dan memperlihatkan video yang dikirim oleh Christoper melalui ponselnya. Darren juga sama terkejutnya melihat hal itu akan tetapi, dia tau beberapa alasan mengapa semua ini bisa terjadi dan dia tak yakin jika istrinya mau menerima fakta ini. "Aku tau, kamu pasti frustasi akan tetapi, dia tak memiliki hubungan dengan Arslan. Semua ini murni niatnya sendiri. Jika kamu terima fakta tersebut, aku tidak keberatan menceritakan semuanya dan aku mohon kamu lupakan saja. Demi aku, Nat?" Darren memegang kedua telapak tangan istrinya dan memelas. Namun, Natalie justru berkaca-kaca dan berat sepertinya mengabulkan keinginan istrinya. "Natalie, kalau kamu di posisiku. Apakah kamu mau jika orang yang kamu sayang terluka dan menderita? seperti aku yang tak ingin kamu untuk terluka. Tolonglah, kali ini saja." Darren terus memelas akan tetapi, Natalie justru tak bisa menahan tangis air matanya. Tangisnya pecah di hadapan suaminya.Dia bukan ha
"Natalie Carter. Senang sekali bisa melihatmu lagi." Natalie tak sadar ada yang datang dari belakangnya dan menaruh pisau di lehernya sebagai ancaman. Dia tidak bisa bergerak karena tangan sebelah pria itu menahan badannya sementara satu tangannya yang tadinya memegang ponsel mencoba untuk melawan akan tetapi, dia kalah cepat dengan pria yang memakai baju hitam dan bertopeng. Arslan datang dengan kejutan dari depan pintu. Dia tak menggunakan topeng, hanya saja menggunakan cincin yang memiliki mata biru beda dengan anggota yang lain yang memiliki mata hijau. Dia tersenyum lebar dan tatapannya benar-benar menakuti Natalie. Dia berteriak dan minta untuk dilepaskan serta bertanya apa mau Arslan dengan datang kemari. "Jika aku hancur, kalian juga akan hancur. Perdagangan senjata dan obat-obatan illegal yang dikirim Victor melalui kapal Carter. Semuanya akan terbongkar." ucap Arslan dengan memasang wajahnya yang menyeringai mendekat ke hadapan Natalie. "Kamu tentunya sudah tau siapa aku,
Beberapa tahun yang lalu....flashback.Dia dilahirkan di sebuah rumah kecil di tengah hutan. Pakaiannya terbuat dari baju yang sudah tak terpakai dan banyak tambalan di bajunya yang terlihat lusuh. Dia bermain bersama teman sebayanya dan bahagia di saat itu. Namun, masalah uang selalu menjadi hal utama yang ingin diselesaikan. Ada banyak kebutuhan dalam hidup ini sehingga harus bijak dalam mengelola keuangan. Dia kehilangan kedua orangtuanya dan tinggal sendiri dalam panti asuhan. Dia memutuskan untuk keluar dari panti asuhan dan bekerja di kapal yang berlayar dari tempat ke tempat. Dia menemukan sebuah ide dan berbisnis dari temannya yang sempat meninggal dan dia iseng membelah dadanya, menyimpan organ itu rapi di dalam pendingin kemudian menjualnya. Penjualan itu tentu membuahkan hasil yang tak sedikit. Seiring berjalannya waktu, dia memiliki klinik sendiri setelah salah seorang pria kaya memesan organ jantung untuk anak-anak untuk menyelamatkan anak mereka. Saat itu, dia memiliki
Natalie terkejut ketika dia sudah sampai di bandara dan dia menerima telpon dari Nolan yang mengabarkan bahwa kondisi suaminya saat ini sedang kritis karena tertembak. Dia segera menuju ke rumah sakit dan menangis khawatir di sepanjang perjalanan. Dia tak tau harus mengatakan apa akan tetapi, dia hanya berharap kepada yang Maha Kuasa agar suaminya baik-baik saja dan dapat melewati masa-masa buruk ini. "Apa yang terjadi, Nolan?" Natalie berlari ke arah Nolan dan memegang erat kerah baju Nolan yang memerah karena ada noda darah. Dia berteriak khawatir dan Nolan hanya bisa menenangkan Natalie dalam pelukannya. "Darren akan baik-baik saja, percayalah. Dia hanya terkena 2 peluru." Natalie spontan melepaskan pelukan Nolan dan menatap mata Nolan dengan serius."Apa katamu, bagaimana bisa hal itu terjadi? bukankah dia mengatakan dia akan mundur dan berhenti saat itu. Apa akibatnya jika membunuh Ford. Mereka sama bahayanya dengan Liam." sekarang Nolan yang menatap Natalie serius sementara Nat
Natalie mencoba menelpon suaminya akan tetapi, tak ada jawaban lagi sementara mobilnya sudah terparkir di depan rumah seseorang. Rumah itu memiliki desain sederhana dan minimalis tak terletak di suatu komplek akan tetapi, berada di desa dan dekat dengan kearifan lokal dapat dibuktikkan dengan masyarakatnya yang masih berkeliling mengenakan baju adat untuk merayakan sesuatu. "Dok, kita sudah sampai di lokasi." ucap Shena sembari melihat ponsel yang menunjukkan petanya. "Kamu yakin dia mau bertemu disini?" tanya Natalie yang tak begitu yakin dengan tempatnya. "Ini sudah sesuai dengan mapnya. Kita masuk saja." Natalie masih ragu sehingga dia tak mau keluar dari mobil."Telpon dia terlebih dahulu, aku ingin tau apakah dia benar-benar disini atau tidak." perintah Natalie karena dia ingin memastikan bahwa tempat ini aman. Shena pun menelpon pria tersebut dan pria itu menegaskan dia sedang menunggu di dalam. Bahkan, dia melambaikan tangannya melalui jendela agar Natalie percaya bahwa tempat
Natalie tak tau siapa yang harus dipercaya saat ini apalagi ada kenjanggalan di rumah sakitnya sehingga, dia hanya berdiskusi dengan para teknisi mengenai pintu itu dan dia meminta kepada mereka untuk membuka pintu itu. Karena Natalie adalah petinggi rumah sakit sehingga mereka tak berani menolak permintaan Natalie."Salah satu dari kalian pasti tau kenapa ruangan itu di dirikan?" tanya Natalie menatap semua orang yang ada di ruang rapatnya dengan tatapan tajam. "Ini adalah file otopsi Bella Carter dan dia di otopsi oleh dokter Clinton lalu, mengapa file ini ada di klinik pribadi milik saya?" Natalie melemparkan dokumen itu tepat ke hadapan Clinton. Dia sedang emosi kali ini akan tetapi, dia sudah memeriksa siapa mereka sehingga dia tau tidak akan ada keterlibatan dari pelaku. "Kami diperintah, Dokter. Kami diperintah 20 tahun yang lalu untuk membangun tempat itu dengan cepat. Kami terima karena kami dibayar 2x lipat dari gaji kami biasanya. Mereka juga memberi kami bonus dan rumah b
Darren berangkat dengan jet pribadi bersama dengan Nolan. Dia sudah merencanakan semuanya bersama Nolan. Mereka diundang Lincoln untuk makan malam di kastil Lincoln karena dia ingin mengumumkan hal penting. Tentu saja, hal tersebut bukanlah sebuah kebetulan. Louis telah menghubungi ayahnya dan pembunuhan itu tentu saja bukan rencana Louis melainkan rencana Lincoln yang sudah lelah dengan kehadiran polisi yang ingin menggeledah rumahnya. Darren termenung memikirkan istrinya yang sudah pasti khawatir tentang dirinya. Namun, hidup istri dan anaknya jauh lebih penting ketimbang hidupnya. Dia menatap ke arah jendela dan melupakan satu hal bahwa dia adalah puitis yang hebat. Setiap kata di setiap sajaknya begitu bermakna khususnya untuk istrinya yang sangat menyukai sajaknya. "Ada yang mengatakan lebih baik menjadi pujangga daripada sakit hati karena jatuh cinta." ucap Nolan menghampiri Darren yang sedang menikmati kesendiriannya. "Jatuh cinta dan sakit hati itu adalah hal biasa. Namun,
"Kamu mengatakan aku menikah untuk alasan lain. Alasan apa selain menyelamatkan reputasi orangtuaku dan aku?" Karena suaminya sempat terdiam beberapa saat. Dia tak punya pilihan lain selain mengulangi apa yang sempat Darren ucapkan ketika mereka berada di mobil."Karena aku mencintaimu, Natalie. Sejak malam itu sehingga takdir mempertemukan kita dalam pelaminan itu. Bukankah kamu percaya bahwa keajaiban takdir itu ada?" Darren tersenyum manis karena otaknya bekerja di tengah malam."Tentu saja, aku percaya. Takdir tidak pernah salah dan aku beruntung menikah dengan pria yang tulus mencintai aku." Natalie mengelus telapak tangan suaminya seperti biasa. Dia juga menggandeng suaminya untuk pergi ke ranjang dan istirahat karena mereka akan kembali bekerja besok."Aku tidak tau jika selama ini keluarga kita adalah penipu. Aku sangat kecewa sebetulnya mendengar semua itu. Aku merasa mereka tidak menganggap aku ada sehingga mereka harus menyembunyikan semuanya dariku." Gumam Natalie sembari
Natalie mengenakan dress warna hitam yang elegan dan suaminya juga serba hitam kecuali baju hemnya yang berwarna putih. Mereka menghadiri acara makan malam yang diadakan oleh Louis dan Stacy. Meskipun Natalie masih kesal dia tak sengaja bertemu dengan kerabat Doni yang kini menjabat sebagai manajer di butik yang sempat dia dan suaminya kunjungi sebelum pulang ke rumah Darren. Natalie kini menerima permintaan suaminya untuk kembali tinggal bersamanya."Kenapa kebetulan sekali kamu memiliki bukti transfer itu?" tanya Natalie di sepanjang perjalanan menuju ke ruang makan. "Jika kamu berpikir itu sebuah kebetulan, tentu saja itu bukan sebuah kebetulan, Natalie." Natalie mengernyitkan dahinya mendengar jawaban suaminya.Lantas dia bertanya lagi karena penasaran, "Jadi, kamu sudah merencanakan semua ini dan kamu yang membunuh mereka, begitu." Darren berhenti mendengar tuduhan istrinya. "Karena aku tau ini akan terjadi. Siapapun yang ikut campur dalam urusan mereka pasti akan terbunuh." jela