"Kamu tau apa saja yang akan dikerjakan?" Tanya senior tampan.
Dinda tak menyangka kalau senior yang dikatakannya gila tadi pagi adalah atasannya ditempat kerjanya.
"Aku harus gimana?" Gumam Dinda dalam hati.
"Hei saya bertanya? Hah sudahlah, mari ikut saya biar saya training kamu yang bodoh ini!"
Kata pasrah gak bisa dipisahkan dari kehidupan Dinda kali ini. Bagaimana mungkin kali pertama kerja di swalayan mala dikatain bodoh.
Sebelum mengajari Dinda pria tampan ini memperkenalkan diri terlebih dahulu pada karyawan baru.
"Semua mari kita berkumpul diruang istirahat dulu sebelum ganti shift." Panggil pria itu pada semua karyawan yang ada.
Mulai dari kasir, crew dan si pria tampan itu sebagai kepala kasir serta supervisor berkumpul disana.
Perkenalan pada karyawan baru pun dimulai.
"Semangat pagi! saya Aditya Perwira sebagai kepala kasir akan membimbing kasir baru dengan sangat baik. Selamat berjuang, Semangat!"
"Perkenalkan saya karyawan baru yang akan menjadi kasir disini, nama saya Dinda."
Perkenalan terus berlanjut hingga semua karyawan mulai saling mengenal satu sama lain.
"Adit kamu ajari dulu kasir barunya ya, saya masih banyak yang mau diurus. Saya Pergi dulu." Ucap supervisor swalayan itu.
"Baik pak Jaya." Jawab Adit.
Sebelum menuju ke kasir Adit mengajak Dinda melihat barang-barang yang ada disana. Mengajarkan jika lagi sepi pengunjung Dinda harus sambil merapikan barang-barang yang mungkin bakal berantakan.
Pergantian shift kerja dimulai, hari pertama kerja Dinda langsung melayani konsumen sebagai kasir dengan didampingi oleh Adit.
Sebenarnya Dinda tak perlu diberi pelatihan lagi karena dia sudah biasa menjadi kasir di minimarket dekat kosnya, hanya saja post yang ada disana agak berbeda hingga membuat Dinda sedikit bodoh dan linglung didepan Adit yang mengajarinya cara penggunaan post.
Beberapa menit berlalu, sedikit pelatihan diberikan oleh Adit. Konsumen pun mulai berdatangan. Dilihatnya Dinda sudah mulai mahir dalam memainkan post dan melayani konsumen yang ada.
"Dinda, saya kebelakang sebentar ya! Jangan buat masalah." Belum sempat Dinda menjawab Aditya sudah berlalu dibelakangnya.
"Baik pak." Jawab Dinda, meski Aditya sudah tak ada dibelakangnya.
Entah kenapa di hari pertama Dinda kerja konsumen begitu ramai berkunjung diswalayan itu. Dinda mulai keteteran tapi masih bisa ia tanggulangi dengan lancar.
Setelah antrian panjang tiba konsumen terakhir yang antri menuju kearah Dinda.
"Silahkan bu! Ucap Dinda dengan hangat.
"Saya pakai debit ya mbak" Ucap konsumen.
"Ya bu!"
Awalnya menggunakan debit berjalan lancar tapi entah kenapa kertas edc tak kunjung keluar ketika pinnya sudah dimasukkan oleh konsumen itu.
"Kenapa mbak?" Tanya konsumen itu.
Dinda bingung harus gimana.
"Maaf bu, kertasnya edcnya gak keluar boleh diulang aja?" Pinta Dinda pada konsumen itu.
"Iya mbak gak apa-apa."
Tiba-tiba Adit datang, dia bingung dengan kejadian apa hingga membuat antrian kembali panjang.
"Kenapa din?" Tanya Adit.
"Maaf ya Bu/Pak, Boleh yang dibelakang kesebelah sini aja."
Aditya langsung ambil alih kasir cadangan untuk mengurangi terjadinya antrian yang panjang. Keadaan pun sudah sepi, kini Aditya mengintrogasi Dinda.
"Kenapa jadi panjang kali antriannya?" Tanya Adit dengan sedikit galak.
Dinda pun menceritakan kejadian tadi yang ia alami. Adit hanya diam sejenak sambil memandang Dinda dengan sinis.
Belum lama usai Dinda menceritakan kejadian itu. Konsumen yang tadi datang kembali.
"Mbak kok ini saya dapat notif kalau saldo saya kepotong dua kali. Gimana ini?"
"Hah?" Dinda kaget bukan main, di hari pertama kerja udah ada aja masalah yang datang. Sementara Adit hanya geleng-geleng sambil menatap Dinda.
"Kamu selesaikan sendiri masalahmu itu! biar belajar bagaimana menjadi bertanggung jawab." Ucap Adit pada Dinda.
"Tapi Pak?" Jawab Dinda dengan mata yang setengah berair.
"Ini ponsel perusahaan, kamu hubungi pihak EDC (Electronic Data Capture) sekarang juga dan cari solusinya."
"Jahat kali Pak Adit senior gila ini." Gumam Dinda dalam hati.
"Mbak saya harus kerja sekarang jadi besok mbak harus hubungi saya gimana kelanjutannya. Kalau tidak saya akan mengajukan komplain ke perusahaan ini. Besok saya tunggu." Sambil memberikan alamat rumahnya dengan secarik kertas.
Dinda lagi lagi hanya pasrah.
"Baik bu." Jawab Dinda dengan wajah yang agak pucat.
Dinda melihat ke arah Adit. Tapi Adit tak menghiraukannya.
"Lihat apa? Terpesona dengan ketampanan saya?"
"Cih.. Pede kali jadi orang"
Jam kerja pun berakhir, rasanya hari kian hari tak ada kata tenang untuk Dinda.
"Sudah tutup ini transaksi dan setelahnya pulang. Semua udah dihitung kan? Tanya Adit"
"Lagi proses Pak. Sabarlah." Jawab Dinda dengan agak kesal.
Menghitung uang mah gampang bagi Dinda karena sudah terbiasa, tapi entah kenapa kali ini hitungannya sudah pas tapi tidak pas dengan data yang ada. Dinda merasa heran, kenapa kurang Rp.100.000?
Adit yang memainkan ponsel seketika bingung melihat ekspresi Dinda.
"Kenapa lagi dengan tu anak?" ucapnya dalam hati.
Dilihatnya ada uang yang nyelip di dekat meja kasir senilai Rp.100.000,_ Dengan berdiri sok gaya pura-pura menguap lalu mengambil uang yang terselip itu.
"Hihihi.. Rasakan apa itu kebingungan." Gumam Adit dalam hati.
"Pak, gak balance." Ucap Dinda dengan lesu.
"Makanya jangan sembarang kalau ambil uangnya. Disusun yang bener." Teriak Adit pada Dinda.
"Ma.. maaf Pak, Saya akan ganti pas gajian."
"Coba kamu berbalik lihat disana ada gak?" Tanya Adit.
Dinda heran maksudnya apa? Dengan segera ia berbalik namun tak ada apa-apa, gak ada uang yang terjatuh.
"Dasar tukang ngibul, ngeselin. Kirain ada uangnya terjatuh gitu." Gumam Dinda dalam hati.
Sementara Adit tersenyum tipis karena bisa menjahili partner barunya. Dikeluarkannya uang dari sakunya lalu dengan pelan ia selipkan uang senilai 100ribu itu ke saku belakang Dinda yang lagi mencari-cari uang hilang itu.
Dinda berbalik dan menghadap ke arah Adit. Menatap dengan kesal. Tapi Adit masih senyum-senyum.
"Huh!" Keluh Dinda.
"Jangan ngeluh teruslah." Ucap Adit.
"Gimana gak ngeluh, saya kerja untuk cari uang bukan untuk hilangin uang." Teriak Dinda
Adit semakin menjadi-jadi tertawanya yang tadi hanya senyum mala ngakak dengan sangat puas.
"Coba.. coba kamu cek disaku celanamu bagian belakang, ada gak? Pinta Adit."
"Dasar atasan gila, emangnya saya maling apa?" Gumam Dinda dalam hati.
"Cek aja."
Dengan ekspresi kesel luar biasa, Dinda meronggoh sakunya.
Slet. Ada kertas yang ia pegang dengan kaget. Dinda langsung mengeluarkannya dan benar uang 100ribu yang dipegangnya.
"Alhamdulillah." Dinda hanya berucap itu saja namun merasa malu dengan Adit..
Pagi-pagi di kampus dengan mata panda setengah berlarian Dinda menuju ke kelas. Tak sengaja ia menabrak seorang lelaki."Maaf.. maaf.. saya buru-buru."Tanpa melihat siapa yang ia tabrak, Dinda beranjak berjalan tapi lelaki itu menghalanginya. Dengan kesal Dinda mendongak ke atas melihat wajah siapa si yang menghalangi jalannya."Astaga!" Teriak Dinda dan menutup mulut setelahnya.Dinda menunduk dan meminta maaf. Tapi lelaki itu hanya memandang dingin. Lelaki itu ialah Aditya seniornya sekalian atasannya ditempat kerja."Hem kalau dilihat-lihat dia lucu juga kalau dimainin seru juga kayaknya." Gumam Adit dalam hati."Hei mana ponselmu?" Tanya Adit."Pak saya udah telat ini, tolong nanti aja kalau ada kepentingan lainnya." Pinta Dinda dengan tergesah."Baiklah nanti jam 1 siang saya tunggu di kantin."Adit pun membiarkan Dinda untuk pergi.2 mata kuliah yang dijalani hari ini akhirnya
Di kantin yang sedang riuh dengan suara yang begitu bising, Dinda dan Fina sedang menikmati hidangan Bu kantin yaitu ayam penyet bersanding dengan es teh manis. Dinda benar-benar bersyukur memiliki sahabat seperti Fina, disaat ia tak lagi punya sepeser uang Finalah yang memberinya pinjaman uang. Dan lagi sekarang Fina tak tanggung-tanggung ia juga sering mentraktir Dinda. Walau kadang Dinda merasa tak enak tapi mau tak mau dia harus menerimanya karena kondisi keuangan.Sementara Fina yang masih penasaran dengan hubungan Dinda dan Adit, Dia merayu Dinda untuk menceritakan semuanya. Berkat rayuan-rayuan Fina yang mentraktir makanan yang enak, akhirnya Dinda menceritakan semuanya. Jikalau Adit adalah atasannya di tempat kerjanya, dan dia akan berurusan dengan Adit setiap harinya kecuali hari libur.Uhuk.. Fina keselek saking kagetnya mendengar cerita dari Dinda."Jadi dia? dia atasanmu? Weh bisa cuci mata dong tiap hari." Ejekan Fina pada Dinda
Di atas motor menuju perjalanan ke tempat kerja, Dinda yang berada dibelakang bergumam sendiri dalam hati. "Ternyata Pak Adit lumayan baik ya? Dia mau tolongin aku menyelesaikan masalah komplain ini, bahkan dia rela telat kerja dan dipotong gaji. Lah kenapa aku ngomongin dia ya? Udah ah, sadar Din sadar." "Kayaknya ini moment yang tepat untuk membuat si Dinda bodoh ini untuk jatuh hati padaku. Aku harus lakukan sesuatu." Ujar Adit dalam hati yang sedang membawa motor dengan laju. Diperjalanan akan melewati lampu merah, dari kejauhan sudah terlihat lampu lalu lintas berwarna hijau dan seharusnya masih bisa untuk dikejar. Tapi karena ulah Adit dia pelankan laju motornya supaya kena di lampu merah. Tiba didepan perempatan lalu lintas lampu hijau berubah jadi merah. Srekk... Motor yang dikendarai berhenti secara mendadak. Dinda yang berada dibelakang langsung terdorong kedepan hingga menghempas belakang Adit. "Aduh pelan sedikit kenapa si pak?" Teri
Pagi hari di kampus, Dinda dan Fina berjalan menuju gedung fakultas ekonomi. Fina melihat Dinda yang senyum-senyum sendiri heran, ada apa dengannya?"Din? kamu bahagia kali ya? sampai-sampai senyum terus dari tadi?" Tanya Fina.Dinda masih tersenyum dan melihat mata Fina."Haduh kalau ketahuan sama Fina kacau nih." Ucap Dinda dalam hati.sIa pun segera mengubah ekspresinya menjadi biasa aja."Em.. gak juga si Fin, cuma bahagia aja kemarin ditempat kerja aku gak ada masalah lagi."Fina mendengar ucapan Dinda hanya mengangguk-anggukan kepalanya seakan masih ada kejanggalan yang terjadi.Mereka berdua terus berjalan hingga memasuki gedung fakultasnya dan akan menuju ke kelas mereka. Ketika hendak menaiki tangga, ada seorang pria yang sedang berdiri seolah sedang menunggu kekasihnya dengan memegang setangkai bunga mawar merah ditangannya. Sementara dibelakangnya ada banyak para mahasiswi yang berkerumun memandanginya ber
Di swalayan SuperIndah, Dinda melayani konsumennya dengan muka datar karena terpikirkan ucapan Rinda tadi siang. "Kenapa dengan wajahmu? Kamu harus professional kalau lagi kerja." Ucap Supervisor yang menghampiri Dinda. "Iya Pak, maaf." Ucap Dinda. Hari ini adalah hari libur bagi Adit karena swalayannya buka setiap hari jadi liburnya secara bergantian. Dinda merasa hening disaat Adit tidak ada. Biasanya Ia yang selalu ngomel gak jelas, marah-marah belum lagi kejahilannya. Tapi kali ini ada yang ingin ia tanyakan pada pacarnya tanpa melibatkan perasaan itu. Dreenn.. Bunyi suara motor, Adit tiba didepan swalayan. Dinda yang baru keluar kaget dengan kedatanganan Adit. "Din, ayo aku antar kamu pulang." Ucap Adit. "Gak, Bapak pulang aja dengan pacarmu yang cantik itu." Jawab Dinda dengan kesal. Adit merasa bingung dengan ucapan Dinda. "Iya aku mau pulang dengan pacarku yang cantik ini." Jawab Adit. "Pacar kamu
"Eh Din, semester ini kita langsung ambil mata kuliah metode penelitian yuk?" Tanya Fina.Dinda dan Fina sedang duduk di perpustakaan untuk belajar karena sebentar lagi akan ujian semester."Yakin langsung ambil mata kuliah itu? kita kan baru mau masuk semester 6?" Jawab Dinda."Ya paslah Din, biar sekalian kita tentuin judul untuk skripsi. Biar cepat." Ucap Fina."Kalian tu udah kuliah 2 tahun setengah masih belum tau peraturan kampus kita. Kampus kita gak ada skripsi adanya cuma karyailmiah." Ucap Aldi tiba-tiba menyahut.Dinda dan Fina merasa malu karena gak mencari tau tentang kampusnya."Hehehe sorry lah Al, kami mah gitu. Udah Din ayo kita ke kampus sebelah." Ucap Fina.Aldi mengernyitkan dahinya kenapa dua temannya pergi ke kampus sebelah?Mereka tiba di kampus sebelah yang lebih terkenal itu. Aldi yang penasaran memutuskan untuk mengikuti Dinda dan Fina."Mumpung masih pagi dan gak ada kelas jadi kita
Jangankan untuk berbicara rasanya jantung pun seolah berhenti. Napasku tak beraturan lagi hingga darah yang mengalir tak lagi terasa ditubuh. Beban kehidupan yang tadinya mulai ringan namun hanya angan. Mencoba untuk tegar, melerai diri dari perdebatan dalam hati dan pikiran untuk menyadari bahwa kenyataan tak pernah berpihak kepadaku. Namun kenapa rasanya begitu sakit. Aku selalu mempercayai orang namun aku lalai.Kesedihan yang dirasakan Dinda benar-benar membuatnya ambruk. Ia terdiam di atas motor bersama Adit, memikirkan kesialan yang Ia alami. Mereka berdua menuju kantor Superindah untuk mencari tau kebenaran.Tiba di kantor Superindah, langkah kaki Adit bergerak dengan cepat dan membuat Dinda yang berada dibelakang ketinggalan jauh.Dinda mengusap air mata, Ia berlari mengikuti kecepatan langkah Adit."Pak saya dari swalayan wilayah E ingin melihat data keuangan dari swalayan kami pada hari rabu kemarin." Ucap Adit pada seorang karyawan kantor.
Seperti sinar mentari yang membangunkanku di pagi hari, cerah, indah, nyaman namun setelah aku menghampiri pintu untuk keluar aku mala disambut dengan badai hujan. Ini membuatku kaget. Kenapa di saat aku berfikir inilah waktuku untuk berbahagia dengan sang mentari tapi lagi-lagi dunia tak berpihak padaku. Aku hanya bisa berharap pada diriku sendiri. Tak ingin lagi berharap pada yang belum jelas."Din gimana udah belajar semalam?" Tanya Fina yang duduk di kelas sambil menunggu jam ujian dimulai.Wajah Dinda terlihat pucat tak bersemangat seperti biasanya. Di bawah kelopak matanya ada lingkaran hitam seperti bak mata panda. Fina terkejut mendapati wajah sahabatnya yang sangat aneh. Ia berdiri menatap wajah Dinda."Are you okay?" Tanya Fina lagi."Nanti aku ceritakan Fin, sekarang aku mau belajar sebentar ya? Aku belum sempat membaca apapun tadi malam." Jawab Dinda dengan lesu namun berusaha tegar."Aku gak boleh kehilangan beasiswa ini. Fokus D
Dinda dan Fina pun menoleh ke arah Adit yang sedang berdiri tegap sambil membawa kantong plastik yang berisikan sate juga.Kini Aldy dan Adit saling berhadapan dengan tatapan yang sama-sama tajam. Keduanya memang temanan tapi ini menyangkut Dinda."Suka-suka sayalah, mau kesini atau tidak." Jawab Adit dengan nada yang ditekan.Aldy menaikkan alisnya sebelah, ini manusia gak tau malu atau gimana? bisa-bisanya dia bilang kalau suka-suka dia? Wah kurang piknik beneran ini si Adit, pikir Aldy."Ya, emang suka-suka kamulah Dit." Teriak Aldy."Tapi kita gak ngajak kamu kesini ya." Sambung Aldy.Mendengar perdebatan Adit dan Aldy, Dinda merasa tak enak. Ini lagi si Adit kenapa harus kesini segala. Ia pun beranjak dari duduknya."Dit, Aldy. Udah, ngapain si kalian dari tadi debat gak jelas. Malu dilihat orang, udah sini duduk." Sahut Dinda menengahi dua pria yang sedang beradu omongan itu.Aldy menatap Dinda tak senang sera
Sebelumnya__ "Udahlah, gak usah dilihat.. Biarin ajalah! Kita kan kesini untuk melepas stres, ya kan?" Ucap Fina pada Dinda. "Iya.. Ayo kita berenang lagi." Jawab Dinda dengan nada yang agak lesu. ____ Dinda dan Fina melanjutkan main air atau berenangnya. Terlihat sekilas Dinda sama sekali tak memikirkan apa yang Ia lihat barusan. Tapi siapa yang menyangka di dalam pikirannya Ia terus-terusan bertanya siapa perempuan yang bersama Adit itu? "Din? Mau kemana?" Tanya Fina melihat Dinda yang berjalan menuju ke daratan. "Udah yuk, kita makan cemilan dulu. Kasian si Aldy sendirian di sana." Elak Dinda. Raut muka Dinda yang tadinya biasa aja kini menjadi sedikit agak suram. Ia tak lagi bisa menahan sebuah perasaan yang aneh hinggap di hatinya itu. "Kenapa aku jadi gak mood gini ya?" Ucap batin Dinda. "Eh.. kok cepat kali kalian mandinya? Nanti kurang, kesini lagi pula besoknya. Kan bahaya nih?" Ejek Aldy yang sedari tadi
"Apa si yang mereka bicarakan? kok lama kali." Gerutu Dinda saat menunggu Adit dan Aldi.Kring..Kring..Kring..Bunyi ponsel yang ingin di angkat telponnya. Tangan Dinda segera beralih mencari ponsel yang sedang berbunyi itu. Belanjaan yang di pegang tadi seketika berpindah tempat, dari tangan ke kursi yang ada di depan minimarket."Iya halo Fin, kenapa?" Ucap Dinda yang sudah mengangkat telpon dari Fina."Woi Din.. Lama amat! kamu beli apa aja dah sama Aldy? Diborong semua isi minimarket?" Teriak Fina melalui telpon."Ih.. Aku juga nungguin si Aldi lama amat ngobrolnya sama Pak Adit. Gak tau tu ngapain? Mojok kali ya?" Jawab Dinda yang ikutan kesal."Hah.. Adit? Emang dia ikut?" Tanya Fina."Gak tau tu, diajak juga kagak. Masa dia ikut." Jawab Dinda.Saat teriak-teriak mengeluarkan kekesalan lewat Fina yang kebetulan lagi nelpon, sepasang mata Dinda memandang kedatangan dua pria tampan yang sedang berjalan menghapirinya.
"Ternyata Dia masih mencintaiku, maafkan aku Dit.. Aku benar-benar menyesal." Ucap Rinda dalam hati yang masih duduk di taman.Air mata yang jatuh ke pipi kian mengalir dengan deras, hidung yang tengah bernapas seketika memerah dan tersendak seolah merasakan betapa pedihnya relung hati Adit. Namun tangan selalu sedia untuk menghapus cairan bening yang sedang mengalir itu. Ia berjalan dengan kaki yang tak bersemangat sama sekali, tapi ini adalah langkah yang tak ia sadari."Kenapa aku kesini?" Ucap Adit.Dia berdiri di depan danau, dimana tempat ia bertemu dengan Dinda sebelumnya. Bayangan Dinda yang sedang memotret sunset terus bermunculan di hadapan sekarang. Senyumannya yang menawan pun hadir dalam imajinasi Adit. Pria itu berdiri tegap diam tak bergerak. Bagaimana mungkin ini bisa terjadi?"Kenapa aku memikirkan Dinda? Jelas-jelas hatiku sedang menahan sakit karena Rinda." Ucap Adit dalam kesendirian.Rinda yang masih terduduk di kursi mer
"Dinda? Abang kenal dengan kak Dinda?" Tanya Desi penasaran pada Aldy."Hem.. Dia teman satu jurusanku."Desi mengangguk-angguk mengerti sambil scan belanjaan Aldy."Oh.. Ini totalnya Rp.45.500,- Bang. Kak Dinda gak masuk kerja hari ini." Ucap Desi sambil menatap wajah tampan milik Aldy.Keduanya sama-sama tersenyum satu sama lain, hanya saja wajah Aldy terlihat rada kaku."Yaudah saya pergi dulu ya." Ucap Aldy."Iya, Terima kasih.. Silahkan datang kembali." Jawab Desi sambil menatap kepergian Aldy.Desi tersenyum sendiri melamunkan wajah Aldy yang barusan berhadapan dengannya."Kenapa Des, kok senyum-senyum sendiri?" Tanya Hery yang kesal sambil melirik kepergian Aldy."Gak apa-apa Ri, Aku hanya menemukan seseorang yang bisa membukakan kembali pintu hatiku." Jawab Desi yang masih tersenyum.Air muka Hery seketika menjadi lesu mendengar jawaban dari Desi."Des, apa kamu gak sadar aku selalu ada untukm
Di dalam gudang Desi mencoba menceritakan kebenaran yang terjadi. Dia melihat-lihat sekitar untuk memastikan tidak ada orang di sana. Dengan mata yang sedikit bergenang air, Ia mulai menceritakannya."Din, bukan Pak Adit yang ambil uangnya."Dinda terdiam keheranan tanpa ekspresi."Jadi siapa yang ngambilnya Des?" Tanya Dinda.Desi menunduk sejenak, Ia merasa gugup dan takut untuk mengatakan yang sebenarnya."I...Itu aku yang ambil uangnya, maafin aku Din.. Maaf." Ucap Desi dengan memohon pada Dinda.Ini benar-benar di luar dugaan Dinda, Ia terhuyung ketika mendengar kebenaran itu."Din, maaf.. Aku janji bakal balikin uangnya sama Pak Adit.""Sudahlah Des, aku butuh waktu untuk menenangkan diri. Jadi kamu gantikan shift malamku kalau kamu benar-benar merasa bersalah. Aku pergi dulu." Ucap Dinda lalu pergi meninggalkan Desi.Isi kepala Desi rasanya buyar, Ia belum menceritakan semuanya tapi Dinda sudah pergi b
Seperti sinar mentari yang membangunkanku di pagi hari, cerah, indah, nyaman namun setelah aku menghampiri pintu untuk keluar aku mala disambut dengan badai hujan. Ini membuatku kaget. Kenapa di saat aku berfikir inilah waktuku untuk berbahagia dengan sang mentari tapi lagi-lagi dunia tak berpihak padaku. Aku hanya bisa berharap pada diriku sendiri. Tak ingin lagi berharap pada yang belum jelas."Din gimana udah belajar semalam?" Tanya Fina yang duduk di kelas sambil menunggu jam ujian dimulai.Wajah Dinda terlihat pucat tak bersemangat seperti biasanya. Di bawah kelopak matanya ada lingkaran hitam seperti bak mata panda. Fina terkejut mendapati wajah sahabatnya yang sangat aneh. Ia berdiri menatap wajah Dinda."Are you okay?" Tanya Fina lagi."Nanti aku ceritakan Fin, sekarang aku mau belajar sebentar ya? Aku belum sempat membaca apapun tadi malam." Jawab Dinda dengan lesu namun berusaha tegar."Aku gak boleh kehilangan beasiswa ini. Fokus D
Jangankan untuk berbicara rasanya jantung pun seolah berhenti. Napasku tak beraturan lagi hingga darah yang mengalir tak lagi terasa ditubuh. Beban kehidupan yang tadinya mulai ringan namun hanya angan. Mencoba untuk tegar, melerai diri dari perdebatan dalam hati dan pikiran untuk menyadari bahwa kenyataan tak pernah berpihak kepadaku. Namun kenapa rasanya begitu sakit. Aku selalu mempercayai orang namun aku lalai.Kesedihan yang dirasakan Dinda benar-benar membuatnya ambruk. Ia terdiam di atas motor bersama Adit, memikirkan kesialan yang Ia alami. Mereka berdua menuju kantor Superindah untuk mencari tau kebenaran.Tiba di kantor Superindah, langkah kaki Adit bergerak dengan cepat dan membuat Dinda yang berada dibelakang ketinggalan jauh.Dinda mengusap air mata, Ia berlari mengikuti kecepatan langkah Adit."Pak saya dari swalayan wilayah E ingin melihat data keuangan dari swalayan kami pada hari rabu kemarin." Ucap Adit pada seorang karyawan kantor.
"Eh Din, semester ini kita langsung ambil mata kuliah metode penelitian yuk?" Tanya Fina.Dinda dan Fina sedang duduk di perpustakaan untuk belajar karena sebentar lagi akan ujian semester."Yakin langsung ambil mata kuliah itu? kita kan baru mau masuk semester 6?" Jawab Dinda."Ya paslah Din, biar sekalian kita tentuin judul untuk skripsi. Biar cepat." Ucap Fina."Kalian tu udah kuliah 2 tahun setengah masih belum tau peraturan kampus kita. Kampus kita gak ada skripsi adanya cuma karyailmiah." Ucap Aldi tiba-tiba menyahut.Dinda dan Fina merasa malu karena gak mencari tau tentang kampusnya."Hehehe sorry lah Al, kami mah gitu. Udah Din ayo kita ke kampus sebelah." Ucap Fina.Aldi mengernyitkan dahinya kenapa dua temannya pergi ke kampus sebelah?Mereka tiba di kampus sebelah yang lebih terkenal itu. Aldi yang penasaran memutuskan untuk mengikuti Dinda dan Fina."Mumpung masih pagi dan gak ada kelas jadi kita