Di kantin yang sedang riuh dengan suara yang begitu bising, Dinda dan Fina sedang menikmati hidangan Bu kantin yaitu ayam penyet bersanding dengan es teh manis. Dinda benar-benar bersyukur memiliki sahabat seperti Fina, disaat ia tak lagi punya sepeser uang Finalah yang memberinya pinjaman uang. Dan lagi sekarang Fina tak tanggung-tanggung ia juga sering mentraktir Dinda. Walau kadang Dinda merasa tak enak tapi mau tak mau dia harus menerimanya karena kondisi keuangan.
Sementara Fina yang masih penasaran dengan hubungan Dinda dan Adit, Dia merayu Dinda untuk menceritakan semuanya. Berkat rayuan-rayuan Fina yang mentraktir makanan yang enak, akhirnya Dinda menceritakan semuanya. Jikalau Adit adalah atasannya di tempat kerjanya, dan dia akan berurusan dengan Adit setiap harinya kecuali hari libur.
Uhuk.. Fina keselek saking kagetnya mendengar cerita dari Dinda.
"Jadi dia? dia atasanmu? Weh bisa cuci mata dong tiap hari." Ejekan Fina pada Dinda
"Duh, udahlah Fin.. kalau kamu tau gimana sifat dia pasti gak akan tahan didekat dia. Dia itu gila plus galak pake banget. Tampan si tampan tapi ngeri pas lihat dia marah." Jelas Dinda.
"Oh ya?" Sahut seorang lelaki yang dengan santainya menjawab.
Dinda dan Fina kaget bukan main, ketika yang menyahut adalah orang yang sedang dibicarakan. Mata Adit menatap dengan dingin tapi menampilkan senyuman manisnya. Kira-kira sejenis sok cool tapi emang cool. Adit melihat makanan yang dimakan oleh Dinda yang ternyata sudah habis tak tersisa. Ditariknya tangan Dinda menuju ke parkiran.
"Aduh sakit woi.. Main seret aja, emang saya karung goni apa hah?"
Dinda mencoba melepas tangannya dari Adit.
"Lihat ni? Baru juga sehari kerja udah dapat komplain dari konsumen, bukannya diurus mala santai-santai dikantin ghibahin orang."
Deg! Jantung Dinda seakan mau berhenti mendengar ucapan Adit. Dia lupa masalah komplainan konsumen kemarin dan sekarang komsumen itu benaran komplain via website dan w******p. Dinda jadi tak karuan entah apa yang harus dia lakukan sekarang. Melihat hal itu Adit makin geram melihatnya. Ia menarik napas dengan panjang dan mengeluarkannya dengan kesal.
"Kemarin udah hubungi pihak EDC?" Tanya Adit.
"Belum karena kemarin gak diangkat." Jawab Dinda.
"Bodoh dipelihara, hubungi sekarang dan ayo naik ke motorku, Mana alamat yang dikasih Ibu itu kemarin?"
Dinda langsung mengeluarkan ponselnya dari tas dan menghubungi pihak EDC tak lupa sambil mencari kertas yang diberikan konsumen itu kemarin. Namun sayang kertas itu ketinggalan dikosnya. Adit rasanya mau ngamuk liat tingkah Dinda.
"Sayang.. Kosanmu dimana biar kita kesana sekarang." Adit geram namun ingin menaklukkan gadis itu.
Dengan lesu Dinda menjawab. "Jalan mawar Blok M no 1. "
Setelah keteteran ambil kertas alamat dikos Dinda kini keduanya keliling perumahan untuk mencari alamat konsumen itu. Waktu pun menunjukkan pukul 14:30 namun rumah ibu komplain belum ketemu juga.
"Bakal telat kerja nih." Gumam Dinda dalam hati.
Selang waktu 30 menit kemudian, keduanya menemukan rumah Ibu tukang komplain. Akhirnya meski bakal telat kerja, mereka berdua menemukan rumah Ibu itu.
Tok..Tok..Tok..
Adit mengetuk pintu, Cklek! Terlihat seorang lelaki paruh baya membuka pintu.
"Maaf siapa?" Tanya Lelaki paruh baya itu.
"Maaf pak kita dari pihak superindah mau klarifikasi tentang kejadian kesalahan kemarin."
Bapak itu hanya mengangguk dan mempersilahkan Adit dan Dinda untuk masuk serta duduk. Bapak itu menceritakan kalau dirinyalah yang mengkomplain pada website secara langsung karena pulang-pulang istrinya ngoceh gak jelas dan menyalahkan pihak superindah. Belum lagi kata istrinya pihak Superindah tak bertanggung jawab mengenai masalah itu. Mendengar itu Adit ingin tertawa tapi ditahannya dahulu karena itu akan menjadi sangat fatal jika ia tertawa bisa-bisa makin ribet urusannya.
Dinda yang sudah menghubungi pihak EDC dan sudah mendapatkan penjelasan dari mereka. Ia pun menjelaskan pada Bapak itu.
"Jadi gini pak, untuk masalah ini saya sudah hubungi pihak EDC dan katanya Bapak besok pergi ke bank lalu tunjukkan dan jelaskan masalah saldo yang terpotong itu nanti saldonya akan kembali lagi. Dan untuk masalah komplainnya bisa saya mengajukan beberapa pertanyaan agak urusan komplain ini selesai?" Ucap Dinda dengan hati-hati.
"Baik dek, makasih ya. Maaf saya salah sangka dengan kalian, Maaf ya dek mungkin gara-gara komplainan ini kalian bisa kena pecat."
Semua urusan komplain berjalan dengan lancar dan sudah tuntas. Tapi melihat waktu yang terus berjalan dan jam menunjukkan diangkat 16:40 Dinda rasanya hendak pingsan melihat jam ditangannya.
Di atas motor menuju perjalanan ke tempat kerja, Dinda yang berada dibelakang bergumam sendiri dalam hati. "Ternyata Pak Adit lumayan baik ya? Dia mau tolongin aku menyelesaikan masalah komplain ini, bahkan dia rela telat kerja dan dipotong gaji. Lah kenapa aku ngomongin dia ya? Udah ah, sadar Din sadar." "Kayaknya ini moment yang tepat untuk membuat si Dinda bodoh ini untuk jatuh hati padaku. Aku harus lakukan sesuatu." Ujar Adit dalam hati yang sedang membawa motor dengan laju. Diperjalanan akan melewati lampu merah, dari kejauhan sudah terlihat lampu lalu lintas berwarna hijau dan seharusnya masih bisa untuk dikejar. Tapi karena ulah Adit dia pelankan laju motornya supaya kena di lampu merah. Tiba didepan perempatan lalu lintas lampu hijau berubah jadi merah. Srekk... Motor yang dikendarai berhenti secara mendadak. Dinda yang berada dibelakang langsung terdorong kedepan hingga menghempas belakang Adit. "Aduh pelan sedikit kenapa si pak?" Teri
Pagi hari di kampus, Dinda dan Fina berjalan menuju gedung fakultas ekonomi. Fina melihat Dinda yang senyum-senyum sendiri heran, ada apa dengannya?"Din? kamu bahagia kali ya? sampai-sampai senyum terus dari tadi?" Tanya Fina.Dinda masih tersenyum dan melihat mata Fina."Haduh kalau ketahuan sama Fina kacau nih." Ucap Dinda dalam hati.sIa pun segera mengubah ekspresinya menjadi biasa aja."Em.. gak juga si Fin, cuma bahagia aja kemarin ditempat kerja aku gak ada masalah lagi."Fina mendengar ucapan Dinda hanya mengangguk-anggukan kepalanya seakan masih ada kejanggalan yang terjadi.Mereka berdua terus berjalan hingga memasuki gedung fakultasnya dan akan menuju ke kelas mereka. Ketika hendak menaiki tangga, ada seorang pria yang sedang berdiri seolah sedang menunggu kekasihnya dengan memegang setangkai bunga mawar merah ditangannya. Sementara dibelakangnya ada banyak para mahasiswi yang berkerumun memandanginya ber
Di swalayan SuperIndah, Dinda melayani konsumennya dengan muka datar karena terpikirkan ucapan Rinda tadi siang. "Kenapa dengan wajahmu? Kamu harus professional kalau lagi kerja." Ucap Supervisor yang menghampiri Dinda. "Iya Pak, maaf." Ucap Dinda. Hari ini adalah hari libur bagi Adit karena swalayannya buka setiap hari jadi liburnya secara bergantian. Dinda merasa hening disaat Adit tidak ada. Biasanya Ia yang selalu ngomel gak jelas, marah-marah belum lagi kejahilannya. Tapi kali ini ada yang ingin ia tanyakan pada pacarnya tanpa melibatkan perasaan itu. Dreenn.. Bunyi suara motor, Adit tiba didepan swalayan. Dinda yang baru keluar kaget dengan kedatanganan Adit. "Din, ayo aku antar kamu pulang." Ucap Adit. "Gak, Bapak pulang aja dengan pacarmu yang cantik itu." Jawab Dinda dengan kesal. Adit merasa bingung dengan ucapan Dinda. "Iya aku mau pulang dengan pacarku yang cantik ini." Jawab Adit. "Pacar kamu
"Eh Din, semester ini kita langsung ambil mata kuliah metode penelitian yuk?" Tanya Fina.Dinda dan Fina sedang duduk di perpustakaan untuk belajar karena sebentar lagi akan ujian semester."Yakin langsung ambil mata kuliah itu? kita kan baru mau masuk semester 6?" Jawab Dinda."Ya paslah Din, biar sekalian kita tentuin judul untuk skripsi. Biar cepat." Ucap Fina."Kalian tu udah kuliah 2 tahun setengah masih belum tau peraturan kampus kita. Kampus kita gak ada skripsi adanya cuma karyailmiah." Ucap Aldi tiba-tiba menyahut.Dinda dan Fina merasa malu karena gak mencari tau tentang kampusnya."Hehehe sorry lah Al, kami mah gitu. Udah Din ayo kita ke kampus sebelah." Ucap Fina.Aldi mengernyitkan dahinya kenapa dua temannya pergi ke kampus sebelah?Mereka tiba di kampus sebelah yang lebih terkenal itu. Aldi yang penasaran memutuskan untuk mengikuti Dinda dan Fina."Mumpung masih pagi dan gak ada kelas jadi kita
Jangankan untuk berbicara rasanya jantung pun seolah berhenti. Napasku tak beraturan lagi hingga darah yang mengalir tak lagi terasa ditubuh. Beban kehidupan yang tadinya mulai ringan namun hanya angan. Mencoba untuk tegar, melerai diri dari perdebatan dalam hati dan pikiran untuk menyadari bahwa kenyataan tak pernah berpihak kepadaku. Namun kenapa rasanya begitu sakit. Aku selalu mempercayai orang namun aku lalai.Kesedihan yang dirasakan Dinda benar-benar membuatnya ambruk. Ia terdiam di atas motor bersama Adit, memikirkan kesialan yang Ia alami. Mereka berdua menuju kantor Superindah untuk mencari tau kebenaran.Tiba di kantor Superindah, langkah kaki Adit bergerak dengan cepat dan membuat Dinda yang berada dibelakang ketinggalan jauh.Dinda mengusap air mata, Ia berlari mengikuti kecepatan langkah Adit."Pak saya dari swalayan wilayah E ingin melihat data keuangan dari swalayan kami pada hari rabu kemarin." Ucap Adit pada seorang karyawan kantor.
Seperti sinar mentari yang membangunkanku di pagi hari, cerah, indah, nyaman namun setelah aku menghampiri pintu untuk keluar aku mala disambut dengan badai hujan. Ini membuatku kaget. Kenapa di saat aku berfikir inilah waktuku untuk berbahagia dengan sang mentari tapi lagi-lagi dunia tak berpihak padaku. Aku hanya bisa berharap pada diriku sendiri. Tak ingin lagi berharap pada yang belum jelas."Din gimana udah belajar semalam?" Tanya Fina yang duduk di kelas sambil menunggu jam ujian dimulai.Wajah Dinda terlihat pucat tak bersemangat seperti biasanya. Di bawah kelopak matanya ada lingkaran hitam seperti bak mata panda. Fina terkejut mendapati wajah sahabatnya yang sangat aneh. Ia berdiri menatap wajah Dinda."Are you okay?" Tanya Fina lagi."Nanti aku ceritakan Fin, sekarang aku mau belajar sebentar ya? Aku belum sempat membaca apapun tadi malam." Jawab Dinda dengan lesu namun berusaha tegar."Aku gak boleh kehilangan beasiswa ini. Fokus D
Di dalam gudang Desi mencoba menceritakan kebenaran yang terjadi. Dia melihat-lihat sekitar untuk memastikan tidak ada orang di sana. Dengan mata yang sedikit bergenang air, Ia mulai menceritakannya."Din, bukan Pak Adit yang ambil uangnya."Dinda terdiam keheranan tanpa ekspresi."Jadi siapa yang ngambilnya Des?" Tanya Dinda.Desi menunduk sejenak, Ia merasa gugup dan takut untuk mengatakan yang sebenarnya."I...Itu aku yang ambil uangnya, maafin aku Din.. Maaf." Ucap Desi dengan memohon pada Dinda.Ini benar-benar di luar dugaan Dinda, Ia terhuyung ketika mendengar kebenaran itu."Din, maaf.. Aku janji bakal balikin uangnya sama Pak Adit.""Sudahlah Des, aku butuh waktu untuk menenangkan diri. Jadi kamu gantikan shift malamku kalau kamu benar-benar merasa bersalah. Aku pergi dulu." Ucap Dinda lalu pergi meninggalkan Desi.Isi kepala Desi rasanya buyar, Ia belum menceritakan semuanya tapi Dinda sudah pergi b
"Dinda? Abang kenal dengan kak Dinda?" Tanya Desi penasaran pada Aldy."Hem.. Dia teman satu jurusanku."Desi mengangguk-angguk mengerti sambil scan belanjaan Aldy."Oh.. Ini totalnya Rp.45.500,- Bang. Kak Dinda gak masuk kerja hari ini." Ucap Desi sambil menatap wajah tampan milik Aldy.Keduanya sama-sama tersenyum satu sama lain, hanya saja wajah Aldy terlihat rada kaku."Yaudah saya pergi dulu ya." Ucap Aldy."Iya, Terima kasih.. Silahkan datang kembali." Jawab Desi sambil menatap kepergian Aldy.Desi tersenyum sendiri melamunkan wajah Aldy yang barusan berhadapan dengannya."Kenapa Des, kok senyum-senyum sendiri?" Tanya Hery yang kesal sambil melirik kepergian Aldy."Gak apa-apa Ri, Aku hanya menemukan seseorang yang bisa membukakan kembali pintu hatiku." Jawab Desi yang masih tersenyum.Air muka Hery seketika menjadi lesu mendengar jawaban dari Desi."Des, apa kamu gak sadar aku selalu ada untukm
Dinda dan Fina pun menoleh ke arah Adit yang sedang berdiri tegap sambil membawa kantong plastik yang berisikan sate juga.Kini Aldy dan Adit saling berhadapan dengan tatapan yang sama-sama tajam. Keduanya memang temanan tapi ini menyangkut Dinda."Suka-suka sayalah, mau kesini atau tidak." Jawab Adit dengan nada yang ditekan.Aldy menaikkan alisnya sebelah, ini manusia gak tau malu atau gimana? bisa-bisanya dia bilang kalau suka-suka dia? Wah kurang piknik beneran ini si Adit, pikir Aldy."Ya, emang suka-suka kamulah Dit." Teriak Aldy."Tapi kita gak ngajak kamu kesini ya." Sambung Aldy.Mendengar perdebatan Adit dan Aldy, Dinda merasa tak enak. Ini lagi si Adit kenapa harus kesini segala. Ia pun beranjak dari duduknya."Dit, Aldy. Udah, ngapain si kalian dari tadi debat gak jelas. Malu dilihat orang, udah sini duduk." Sahut Dinda menengahi dua pria yang sedang beradu omongan itu.Aldy menatap Dinda tak senang sera
Sebelumnya__ "Udahlah, gak usah dilihat.. Biarin ajalah! Kita kan kesini untuk melepas stres, ya kan?" Ucap Fina pada Dinda. "Iya.. Ayo kita berenang lagi." Jawab Dinda dengan nada yang agak lesu. ____ Dinda dan Fina melanjutkan main air atau berenangnya. Terlihat sekilas Dinda sama sekali tak memikirkan apa yang Ia lihat barusan. Tapi siapa yang menyangka di dalam pikirannya Ia terus-terusan bertanya siapa perempuan yang bersama Adit itu? "Din? Mau kemana?" Tanya Fina melihat Dinda yang berjalan menuju ke daratan. "Udah yuk, kita makan cemilan dulu. Kasian si Aldy sendirian di sana." Elak Dinda. Raut muka Dinda yang tadinya biasa aja kini menjadi sedikit agak suram. Ia tak lagi bisa menahan sebuah perasaan yang aneh hinggap di hatinya itu. "Kenapa aku jadi gak mood gini ya?" Ucap batin Dinda. "Eh.. kok cepat kali kalian mandinya? Nanti kurang, kesini lagi pula besoknya. Kan bahaya nih?" Ejek Aldy yang sedari tadi
"Apa si yang mereka bicarakan? kok lama kali." Gerutu Dinda saat menunggu Adit dan Aldi.Kring..Kring..Kring..Bunyi ponsel yang ingin di angkat telponnya. Tangan Dinda segera beralih mencari ponsel yang sedang berbunyi itu. Belanjaan yang di pegang tadi seketika berpindah tempat, dari tangan ke kursi yang ada di depan minimarket."Iya halo Fin, kenapa?" Ucap Dinda yang sudah mengangkat telpon dari Fina."Woi Din.. Lama amat! kamu beli apa aja dah sama Aldy? Diborong semua isi minimarket?" Teriak Fina melalui telpon."Ih.. Aku juga nungguin si Aldi lama amat ngobrolnya sama Pak Adit. Gak tau tu ngapain? Mojok kali ya?" Jawab Dinda yang ikutan kesal."Hah.. Adit? Emang dia ikut?" Tanya Fina."Gak tau tu, diajak juga kagak. Masa dia ikut." Jawab Dinda.Saat teriak-teriak mengeluarkan kekesalan lewat Fina yang kebetulan lagi nelpon, sepasang mata Dinda memandang kedatangan dua pria tampan yang sedang berjalan menghapirinya.
"Ternyata Dia masih mencintaiku, maafkan aku Dit.. Aku benar-benar menyesal." Ucap Rinda dalam hati yang masih duduk di taman.Air mata yang jatuh ke pipi kian mengalir dengan deras, hidung yang tengah bernapas seketika memerah dan tersendak seolah merasakan betapa pedihnya relung hati Adit. Namun tangan selalu sedia untuk menghapus cairan bening yang sedang mengalir itu. Ia berjalan dengan kaki yang tak bersemangat sama sekali, tapi ini adalah langkah yang tak ia sadari."Kenapa aku kesini?" Ucap Adit.Dia berdiri di depan danau, dimana tempat ia bertemu dengan Dinda sebelumnya. Bayangan Dinda yang sedang memotret sunset terus bermunculan di hadapan sekarang. Senyumannya yang menawan pun hadir dalam imajinasi Adit. Pria itu berdiri tegap diam tak bergerak. Bagaimana mungkin ini bisa terjadi?"Kenapa aku memikirkan Dinda? Jelas-jelas hatiku sedang menahan sakit karena Rinda." Ucap Adit dalam kesendirian.Rinda yang masih terduduk di kursi mer
"Dinda? Abang kenal dengan kak Dinda?" Tanya Desi penasaran pada Aldy."Hem.. Dia teman satu jurusanku."Desi mengangguk-angguk mengerti sambil scan belanjaan Aldy."Oh.. Ini totalnya Rp.45.500,- Bang. Kak Dinda gak masuk kerja hari ini." Ucap Desi sambil menatap wajah tampan milik Aldy.Keduanya sama-sama tersenyum satu sama lain, hanya saja wajah Aldy terlihat rada kaku."Yaudah saya pergi dulu ya." Ucap Aldy."Iya, Terima kasih.. Silahkan datang kembali." Jawab Desi sambil menatap kepergian Aldy.Desi tersenyum sendiri melamunkan wajah Aldy yang barusan berhadapan dengannya."Kenapa Des, kok senyum-senyum sendiri?" Tanya Hery yang kesal sambil melirik kepergian Aldy."Gak apa-apa Ri, Aku hanya menemukan seseorang yang bisa membukakan kembali pintu hatiku." Jawab Desi yang masih tersenyum.Air muka Hery seketika menjadi lesu mendengar jawaban dari Desi."Des, apa kamu gak sadar aku selalu ada untukm
Di dalam gudang Desi mencoba menceritakan kebenaran yang terjadi. Dia melihat-lihat sekitar untuk memastikan tidak ada orang di sana. Dengan mata yang sedikit bergenang air, Ia mulai menceritakannya."Din, bukan Pak Adit yang ambil uangnya."Dinda terdiam keheranan tanpa ekspresi."Jadi siapa yang ngambilnya Des?" Tanya Dinda.Desi menunduk sejenak, Ia merasa gugup dan takut untuk mengatakan yang sebenarnya."I...Itu aku yang ambil uangnya, maafin aku Din.. Maaf." Ucap Desi dengan memohon pada Dinda.Ini benar-benar di luar dugaan Dinda, Ia terhuyung ketika mendengar kebenaran itu."Din, maaf.. Aku janji bakal balikin uangnya sama Pak Adit.""Sudahlah Des, aku butuh waktu untuk menenangkan diri. Jadi kamu gantikan shift malamku kalau kamu benar-benar merasa bersalah. Aku pergi dulu." Ucap Dinda lalu pergi meninggalkan Desi.Isi kepala Desi rasanya buyar, Ia belum menceritakan semuanya tapi Dinda sudah pergi b
Seperti sinar mentari yang membangunkanku di pagi hari, cerah, indah, nyaman namun setelah aku menghampiri pintu untuk keluar aku mala disambut dengan badai hujan. Ini membuatku kaget. Kenapa di saat aku berfikir inilah waktuku untuk berbahagia dengan sang mentari tapi lagi-lagi dunia tak berpihak padaku. Aku hanya bisa berharap pada diriku sendiri. Tak ingin lagi berharap pada yang belum jelas."Din gimana udah belajar semalam?" Tanya Fina yang duduk di kelas sambil menunggu jam ujian dimulai.Wajah Dinda terlihat pucat tak bersemangat seperti biasanya. Di bawah kelopak matanya ada lingkaran hitam seperti bak mata panda. Fina terkejut mendapati wajah sahabatnya yang sangat aneh. Ia berdiri menatap wajah Dinda."Are you okay?" Tanya Fina lagi."Nanti aku ceritakan Fin, sekarang aku mau belajar sebentar ya? Aku belum sempat membaca apapun tadi malam." Jawab Dinda dengan lesu namun berusaha tegar."Aku gak boleh kehilangan beasiswa ini. Fokus D
Jangankan untuk berbicara rasanya jantung pun seolah berhenti. Napasku tak beraturan lagi hingga darah yang mengalir tak lagi terasa ditubuh. Beban kehidupan yang tadinya mulai ringan namun hanya angan. Mencoba untuk tegar, melerai diri dari perdebatan dalam hati dan pikiran untuk menyadari bahwa kenyataan tak pernah berpihak kepadaku. Namun kenapa rasanya begitu sakit. Aku selalu mempercayai orang namun aku lalai.Kesedihan yang dirasakan Dinda benar-benar membuatnya ambruk. Ia terdiam di atas motor bersama Adit, memikirkan kesialan yang Ia alami. Mereka berdua menuju kantor Superindah untuk mencari tau kebenaran.Tiba di kantor Superindah, langkah kaki Adit bergerak dengan cepat dan membuat Dinda yang berada dibelakang ketinggalan jauh.Dinda mengusap air mata, Ia berlari mengikuti kecepatan langkah Adit."Pak saya dari swalayan wilayah E ingin melihat data keuangan dari swalayan kami pada hari rabu kemarin." Ucap Adit pada seorang karyawan kantor.
"Eh Din, semester ini kita langsung ambil mata kuliah metode penelitian yuk?" Tanya Fina.Dinda dan Fina sedang duduk di perpustakaan untuk belajar karena sebentar lagi akan ujian semester."Yakin langsung ambil mata kuliah itu? kita kan baru mau masuk semester 6?" Jawab Dinda."Ya paslah Din, biar sekalian kita tentuin judul untuk skripsi. Biar cepat." Ucap Fina."Kalian tu udah kuliah 2 tahun setengah masih belum tau peraturan kampus kita. Kampus kita gak ada skripsi adanya cuma karyailmiah." Ucap Aldi tiba-tiba menyahut.Dinda dan Fina merasa malu karena gak mencari tau tentang kampusnya."Hehehe sorry lah Al, kami mah gitu. Udah Din ayo kita ke kampus sebelah." Ucap Fina.Aldi mengernyitkan dahinya kenapa dua temannya pergi ke kampus sebelah?Mereka tiba di kampus sebelah yang lebih terkenal itu. Aldi yang penasaran memutuskan untuk mengikuti Dinda dan Fina."Mumpung masih pagi dan gak ada kelas jadi kita