Seperti sinar mentari yang membangunkanku di pagi hari, cerah, indah, nyaman namun setelah aku menghampiri pintu untuk keluar aku mala disambut dengan badai hujan. Ini membuatku kaget. Kenapa di saat aku berfikir inilah waktuku untuk berbahagia dengan sang mentari tapi lagi-lagi dunia tak berpihak padaku. Aku hanya bisa berharap pada diriku sendiri. Tak ingin lagi berharap pada yang belum jelas.
"Din gimana udah belajar semalam?" Tanya Fina yang duduk di kelas sambil menunggu jam ujian dimulai.
Wajah Dinda terlihat pucat tak bersemangat seperti biasanya. Di bawah kelopak matanya ada lingkaran hitam seperti bak mata panda. Fina terkejut mendapati wajah sahabatnya yang sangat aneh. Ia berdiri menatap wajah Dinda.
"Are you okay?" Tanya Fina lagi.
"Nanti aku ceritakan Fin, sekarang aku mau belajar sebentar ya? Aku belum sempat membaca apapun tadi malam." Jawab Dinda dengan lesu namun berusaha tegar.
"Aku gak boleh kehilangan beasiswa ini. Fokus D
Di dalam gudang Desi mencoba menceritakan kebenaran yang terjadi. Dia melihat-lihat sekitar untuk memastikan tidak ada orang di sana. Dengan mata yang sedikit bergenang air, Ia mulai menceritakannya."Din, bukan Pak Adit yang ambil uangnya."Dinda terdiam keheranan tanpa ekspresi."Jadi siapa yang ngambilnya Des?" Tanya Dinda.Desi menunduk sejenak, Ia merasa gugup dan takut untuk mengatakan yang sebenarnya."I...Itu aku yang ambil uangnya, maafin aku Din.. Maaf." Ucap Desi dengan memohon pada Dinda.Ini benar-benar di luar dugaan Dinda, Ia terhuyung ketika mendengar kebenaran itu."Din, maaf.. Aku janji bakal balikin uangnya sama Pak Adit.""Sudahlah Des, aku butuh waktu untuk menenangkan diri. Jadi kamu gantikan shift malamku kalau kamu benar-benar merasa bersalah. Aku pergi dulu." Ucap Dinda lalu pergi meninggalkan Desi.Isi kepala Desi rasanya buyar, Ia belum menceritakan semuanya tapi Dinda sudah pergi b
"Dinda? Abang kenal dengan kak Dinda?" Tanya Desi penasaran pada Aldy."Hem.. Dia teman satu jurusanku."Desi mengangguk-angguk mengerti sambil scan belanjaan Aldy."Oh.. Ini totalnya Rp.45.500,- Bang. Kak Dinda gak masuk kerja hari ini." Ucap Desi sambil menatap wajah tampan milik Aldy.Keduanya sama-sama tersenyum satu sama lain, hanya saja wajah Aldy terlihat rada kaku."Yaudah saya pergi dulu ya." Ucap Aldy."Iya, Terima kasih.. Silahkan datang kembali." Jawab Desi sambil menatap kepergian Aldy.Desi tersenyum sendiri melamunkan wajah Aldy yang barusan berhadapan dengannya."Kenapa Des, kok senyum-senyum sendiri?" Tanya Hery yang kesal sambil melirik kepergian Aldy."Gak apa-apa Ri, Aku hanya menemukan seseorang yang bisa membukakan kembali pintu hatiku." Jawab Desi yang masih tersenyum.Air muka Hery seketika menjadi lesu mendengar jawaban dari Desi."Des, apa kamu gak sadar aku selalu ada untukm
"Ternyata Dia masih mencintaiku, maafkan aku Dit.. Aku benar-benar menyesal." Ucap Rinda dalam hati yang masih duduk di taman.Air mata yang jatuh ke pipi kian mengalir dengan deras, hidung yang tengah bernapas seketika memerah dan tersendak seolah merasakan betapa pedihnya relung hati Adit. Namun tangan selalu sedia untuk menghapus cairan bening yang sedang mengalir itu. Ia berjalan dengan kaki yang tak bersemangat sama sekali, tapi ini adalah langkah yang tak ia sadari."Kenapa aku kesini?" Ucap Adit.Dia berdiri di depan danau, dimana tempat ia bertemu dengan Dinda sebelumnya. Bayangan Dinda yang sedang memotret sunset terus bermunculan di hadapan sekarang. Senyumannya yang menawan pun hadir dalam imajinasi Adit. Pria itu berdiri tegap diam tak bergerak. Bagaimana mungkin ini bisa terjadi?"Kenapa aku memikirkan Dinda? Jelas-jelas hatiku sedang menahan sakit karena Rinda." Ucap Adit dalam kesendirian.Rinda yang masih terduduk di kursi mer
"Apa si yang mereka bicarakan? kok lama kali." Gerutu Dinda saat menunggu Adit dan Aldi.Kring..Kring..Kring..Bunyi ponsel yang ingin di angkat telponnya. Tangan Dinda segera beralih mencari ponsel yang sedang berbunyi itu. Belanjaan yang di pegang tadi seketika berpindah tempat, dari tangan ke kursi yang ada di depan minimarket."Iya halo Fin, kenapa?" Ucap Dinda yang sudah mengangkat telpon dari Fina."Woi Din.. Lama amat! kamu beli apa aja dah sama Aldy? Diborong semua isi minimarket?" Teriak Fina melalui telpon."Ih.. Aku juga nungguin si Aldi lama amat ngobrolnya sama Pak Adit. Gak tau tu ngapain? Mojok kali ya?" Jawab Dinda yang ikutan kesal."Hah.. Adit? Emang dia ikut?" Tanya Fina."Gak tau tu, diajak juga kagak. Masa dia ikut." Jawab Dinda.Saat teriak-teriak mengeluarkan kekesalan lewat Fina yang kebetulan lagi nelpon, sepasang mata Dinda memandang kedatangan dua pria tampan yang sedang berjalan menghapirinya.
Sebelumnya__ "Udahlah, gak usah dilihat.. Biarin ajalah! Kita kan kesini untuk melepas stres, ya kan?" Ucap Fina pada Dinda. "Iya.. Ayo kita berenang lagi." Jawab Dinda dengan nada yang agak lesu. ____ Dinda dan Fina melanjutkan main air atau berenangnya. Terlihat sekilas Dinda sama sekali tak memikirkan apa yang Ia lihat barusan. Tapi siapa yang menyangka di dalam pikirannya Ia terus-terusan bertanya siapa perempuan yang bersama Adit itu? "Din? Mau kemana?" Tanya Fina melihat Dinda yang berjalan menuju ke daratan. "Udah yuk, kita makan cemilan dulu. Kasian si Aldy sendirian di sana." Elak Dinda. Raut muka Dinda yang tadinya biasa aja kini menjadi sedikit agak suram. Ia tak lagi bisa menahan sebuah perasaan yang aneh hinggap di hatinya itu. "Kenapa aku jadi gak mood gini ya?" Ucap batin Dinda. "Eh.. kok cepat kali kalian mandinya? Nanti kurang, kesini lagi pula besoknya. Kan bahaya nih?" Ejek Aldy yang sedari tadi
Dinda dan Fina pun menoleh ke arah Adit yang sedang berdiri tegap sambil membawa kantong plastik yang berisikan sate juga.Kini Aldy dan Adit saling berhadapan dengan tatapan yang sama-sama tajam. Keduanya memang temanan tapi ini menyangkut Dinda."Suka-suka sayalah, mau kesini atau tidak." Jawab Adit dengan nada yang ditekan.Aldy menaikkan alisnya sebelah, ini manusia gak tau malu atau gimana? bisa-bisanya dia bilang kalau suka-suka dia? Wah kurang piknik beneran ini si Adit, pikir Aldy."Ya, emang suka-suka kamulah Dit." Teriak Aldy."Tapi kita gak ngajak kamu kesini ya." Sambung Aldy.Mendengar perdebatan Adit dan Aldy, Dinda merasa tak enak. Ini lagi si Adit kenapa harus kesini segala. Ia pun beranjak dari duduknya."Dit, Aldy. Udah, ngapain si kalian dari tadi debat gak jelas. Malu dilihat orang, udah sini duduk." Sahut Dinda menengahi dua pria yang sedang beradu omongan itu.Aldy menatap Dinda tak senang sera
"Hah! Apakah dunia sebercanda ini denganku?" Ucap seorang mahasiswi semester 5 yang sedang duduk dibawah pohon sambil menghembuskan napas dan mendongakkan kepala kearah langit.Mahasiswi ini bernama Dinda Oktaviani, ia sedang mengalami kesulitan keuangan. Beberapa Bulan yang lalu ia tak sengaja dipecat dan kemarin ia kehilangan uang karena kena hipnotis. Semua uang yang ia miliki sekarang ludes begitu saja.Dibawah pohon yang tak jauh dari gedung fakultas ekonomi, Dinda meneteskan air mata dan tak menyadari jikalau ada seseorang yang memperhatikannya dan mengejeknya. "Lemah, nangis disiang bolong." Suara lelaki itu terdengar oleh telinga Dinda dan ia menoleh, tapi yang terlihat hanyalah punggung lelaki yang tak dikenalinya.Tanpa menggubris perkataan yang barusan lewat ditelinganya. Dinda menghapus setiap rintikan air diwajahnya lalu bangkit."Baiklah, gak ada kata menyerah! huh!"Tersimpul senyum terpaksa diwajah Dinda, ia menyib
Setelah bermalam dirumah Fina, Dinda merasa gak enakan dengan sahabatnya itu. Pagi-pagi buta Dinda bangun dan mencoba untuk pergi namun tak disangka Fina terjaga dari tidurnya ketika ia hendak membuka pintu kamar."Din?" Panggil Fina sambil memicingkan mata dan tangan kanannya menggosok-gosok mata sebelah kanannya juga.Deg! Dinda kaget, tiba-tiba suara Fina memanggilnya. Dia pun menoleh."Hah!" Sambil menyengir,"Eh Fin udah bangun? Aku Ke kamar mandimu ya? mau mandi.""Oh oke, buruan mandi aku juga mau mandi, Ingat kan hari ini ada makul Bapak galak, kalau telat gak bisa masuk kelas kita. Buruan-buruan." Ucap Fina.Dinda mengangguk dan mengurungkan niatnya untuk pergi diam-diam.Beberapa menit kemudian keduanya siap untuk berangkat kekampus dan telah sarapan. Fina dan Dinda mengendarai motor masing-masing. Walau Dinda menyarankan untuk bawa motor satu aja tapi Fina menolaknya.Kampus tercinta sudah didepan m
Dinda dan Fina pun menoleh ke arah Adit yang sedang berdiri tegap sambil membawa kantong plastik yang berisikan sate juga.Kini Aldy dan Adit saling berhadapan dengan tatapan yang sama-sama tajam. Keduanya memang temanan tapi ini menyangkut Dinda."Suka-suka sayalah, mau kesini atau tidak." Jawab Adit dengan nada yang ditekan.Aldy menaikkan alisnya sebelah, ini manusia gak tau malu atau gimana? bisa-bisanya dia bilang kalau suka-suka dia? Wah kurang piknik beneran ini si Adit, pikir Aldy."Ya, emang suka-suka kamulah Dit." Teriak Aldy."Tapi kita gak ngajak kamu kesini ya." Sambung Aldy.Mendengar perdebatan Adit dan Aldy, Dinda merasa tak enak. Ini lagi si Adit kenapa harus kesini segala. Ia pun beranjak dari duduknya."Dit, Aldy. Udah, ngapain si kalian dari tadi debat gak jelas. Malu dilihat orang, udah sini duduk." Sahut Dinda menengahi dua pria yang sedang beradu omongan itu.Aldy menatap Dinda tak senang sera
Sebelumnya__ "Udahlah, gak usah dilihat.. Biarin ajalah! Kita kan kesini untuk melepas stres, ya kan?" Ucap Fina pada Dinda. "Iya.. Ayo kita berenang lagi." Jawab Dinda dengan nada yang agak lesu. ____ Dinda dan Fina melanjutkan main air atau berenangnya. Terlihat sekilas Dinda sama sekali tak memikirkan apa yang Ia lihat barusan. Tapi siapa yang menyangka di dalam pikirannya Ia terus-terusan bertanya siapa perempuan yang bersama Adit itu? "Din? Mau kemana?" Tanya Fina melihat Dinda yang berjalan menuju ke daratan. "Udah yuk, kita makan cemilan dulu. Kasian si Aldy sendirian di sana." Elak Dinda. Raut muka Dinda yang tadinya biasa aja kini menjadi sedikit agak suram. Ia tak lagi bisa menahan sebuah perasaan yang aneh hinggap di hatinya itu. "Kenapa aku jadi gak mood gini ya?" Ucap batin Dinda. "Eh.. kok cepat kali kalian mandinya? Nanti kurang, kesini lagi pula besoknya. Kan bahaya nih?" Ejek Aldy yang sedari tadi
"Apa si yang mereka bicarakan? kok lama kali." Gerutu Dinda saat menunggu Adit dan Aldi.Kring..Kring..Kring..Bunyi ponsel yang ingin di angkat telponnya. Tangan Dinda segera beralih mencari ponsel yang sedang berbunyi itu. Belanjaan yang di pegang tadi seketika berpindah tempat, dari tangan ke kursi yang ada di depan minimarket."Iya halo Fin, kenapa?" Ucap Dinda yang sudah mengangkat telpon dari Fina."Woi Din.. Lama amat! kamu beli apa aja dah sama Aldy? Diborong semua isi minimarket?" Teriak Fina melalui telpon."Ih.. Aku juga nungguin si Aldi lama amat ngobrolnya sama Pak Adit. Gak tau tu ngapain? Mojok kali ya?" Jawab Dinda yang ikutan kesal."Hah.. Adit? Emang dia ikut?" Tanya Fina."Gak tau tu, diajak juga kagak. Masa dia ikut." Jawab Dinda.Saat teriak-teriak mengeluarkan kekesalan lewat Fina yang kebetulan lagi nelpon, sepasang mata Dinda memandang kedatangan dua pria tampan yang sedang berjalan menghapirinya.
"Ternyata Dia masih mencintaiku, maafkan aku Dit.. Aku benar-benar menyesal." Ucap Rinda dalam hati yang masih duduk di taman.Air mata yang jatuh ke pipi kian mengalir dengan deras, hidung yang tengah bernapas seketika memerah dan tersendak seolah merasakan betapa pedihnya relung hati Adit. Namun tangan selalu sedia untuk menghapus cairan bening yang sedang mengalir itu. Ia berjalan dengan kaki yang tak bersemangat sama sekali, tapi ini adalah langkah yang tak ia sadari."Kenapa aku kesini?" Ucap Adit.Dia berdiri di depan danau, dimana tempat ia bertemu dengan Dinda sebelumnya. Bayangan Dinda yang sedang memotret sunset terus bermunculan di hadapan sekarang. Senyumannya yang menawan pun hadir dalam imajinasi Adit. Pria itu berdiri tegap diam tak bergerak. Bagaimana mungkin ini bisa terjadi?"Kenapa aku memikirkan Dinda? Jelas-jelas hatiku sedang menahan sakit karena Rinda." Ucap Adit dalam kesendirian.Rinda yang masih terduduk di kursi mer
"Dinda? Abang kenal dengan kak Dinda?" Tanya Desi penasaran pada Aldy."Hem.. Dia teman satu jurusanku."Desi mengangguk-angguk mengerti sambil scan belanjaan Aldy."Oh.. Ini totalnya Rp.45.500,- Bang. Kak Dinda gak masuk kerja hari ini." Ucap Desi sambil menatap wajah tampan milik Aldy.Keduanya sama-sama tersenyum satu sama lain, hanya saja wajah Aldy terlihat rada kaku."Yaudah saya pergi dulu ya." Ucap Aldy."Iya, Terima kasih.. Silahkan datang kembali." Jawab Desi sambil menatap kepergian Aldy.Desi tersenyum sendiri melamunkan wajah Aldy yang barusan berhadapan dengannya."Kenapa Des, kok senyum-senyum sendiri?" Tanya Hery yang kesal sambil melirik kepergian Aldy."Gak apa-apa Ri, Aku hanya menemukan seseorang yang bisa membukakan kembali pintu hatiku." Jawab Desi yang masih tersenyum.Air muka Hery seketika menjadi lesu mendengar jawaban dari Desi."Des, apa kamu gak sadar aku selalu ada untukm
Di dalam gudang Desi mencoba menceritakan kebenaran yang terjadi. Dia melihat-lihat sekitar untuk memastikan tidak ada orang di sana. Dengan mata yang sedikit bergenang air, Ia mulai menceritakannya."Din, bukan Pak Adit yang ambil uangnya."Dinda terdiam keheranan tanpa ekspresi."Jadi siapa yang ngambilnya Des?" Tanya Dinda.Desi menunduk sejenak, Ia merasa gugup dan takut untuk mengatakan yang sebenarnya."I...Itu aku yang ambil uangnya, maafin aku Din.. Maaf." Ucap Desi dengan memohon pada Dinda.Ini benar-benar di luar dugaan Dinda, Ia terhuyung ketika mendengar kebenaran itu."Din, maaf.. Aku janji bakal balikin uangnya sama Pak Adit.""Sudahlah Des, aku butuh waktu untuk menenangkan diri. Jadi kamu gantikan shift malamku kalau kamu benar-benar merasa bersalah. Aku pergi dulu." Ucap Dinda lalu pergi meninggalkan Desi.Isi kepala Desi rasanya buyar, Ia belum menceritakan semuanya tapi Dinda sudah pergi b
Seperti sinar mentari yang membangunkanku di pagi hari, cerah, indah, nyaman namun setelah aku menghampiri pintu untuk keluar aku mala disambut dengan badai hujan. Ini membuatku kaget. Kenapa di saat aku berfikir inilah waktuku untuk berbahagia dengan sang mentari tapi lagi-lagi dunia tak berpihak padaku. Aku hanya bisa berharap pada diriku sendiri. Tak ingin lagi berharap pada yang belum jelas."Din gimana udah belajar semalam?" Tanya Fina yang duduk di kelas sambil menunggu jam ujian dimulai.Wajah Dinda terlihat pucat tak bersemangat seperti biasanya. Di bawah kelopak matanya ada lingkaran hitam seperti bak mata panda. Fina terkejut mendapati wajah sahabatnya yang sangat aneh. Ia berdiri menatap wajah Dinda."Are you okay?" Tanya Fina lagi."Nanti aku ceritakan Fin, sekarang aku mau belajar sebentar ya? Aku belum sempat membaca apapun tadi malam." Jawab Dinda dengan lesu namun berusaha tegar."Aku gak boleh kehilangan beasiswa ini. Fokus D
Jangankan untuk berbicara rasanya jantung pun seolah berhenti. Napasku tak beraturan lagi hingga darah yang mengalir tak lagi terasa ditubuh. Beban kehidupan yang tadinya mulai ringan namun hanya angan. Mencoba untuk tegar, melerai diri dari perdebatan dalam hati dan pikiran untuk menyadari bahwa kenyataan tak pernah berpihak kepadaku. Namun kenapa rasanya begitu sakit. Aku selalu mempercayai orang namun aku lalai.Kesedihan yang dirasakan Dinda benar-benar membuatnya ambruk. Ia terdiam di atas motor bersama Adit, memikirkan kesialan yang Ia alami. Mereka berdua menuju kantor Superindah untuk mencari tau kebenaran.Tiba di kantor Superindah, langkah kaki Adit bergerak dengan cepat dan membuat Dinda yang berada dibelakang ketinggalan jauh.Dinda mengusap air mata, Ia berlari mengikuti kecepatan langkah Adit."Pak saya dari swalayan wilayah E ingin melihat data keuangan dari swalayan kami pada hari rabu kemarin." Ucap Adit pada seorang karyawan kantor.
"Eh Din, semester ini kita langsung ambil mata kuliah metode penelitian yuk?" Tanya Fina.Dinda dan Fina sedang duduk di perpustakaan untuk belajar karena sebentar lagi akan ujian semester."Yakin langsung ambil mata kuliah itu? kita kan baru mau masuk semester 6?" Jawab Dinda."Ya paslah Din, biar sekalian kita tentuin judul untuk skripsi. Biar cepat." Ucap Fina."Kalian tu udah kuliah 2 tahun setengah masih belum tau peraturan kampus kita. Kampus kita gak ada skripsi adanya cuma karyailmiah." Ucap Aldi tiba-tiba menyahut.Dinda dan Fina merasa malu karena gak mencari tau tentang kampusnya."Hehehe sorry lah Al, kami mah gitu. Udah Din ayo kita ke kampus sebelah." Ucap Fina.Aldi mengernyitkan dahinya kenapa dua temannya pergi ke kampus sebelah?Mereka tiba di kampus sebelah yang lebih terkenal itu. Aldi yang penasaran memutuskan untuk mengikuti Dinda dan Fina."Mumpung masih pagi dan gak ada kelas jadi kita