Mata Nesia seketika terbelalak lebar mendengar pertanyaan konyol Remy itu. Bagaimana mungkin lelaki yang dulu bermulut pedas itu sekarang menjadi bermulut manis penuh godaan itu? Benarkah ini Remy yang kemarin dulu itu?Dengan wajah horor, Nesia menjauhi Remy dengan cepat. Namun jelas Remy tidak berbaik hati untuk melepaskan Nesia begitu saja. Lelaki itu meraih Nesia dan memeluknya erat sambil tertawa.“Remy? Apa-apaan, sih?” sungut Nesia masih dengan gerakan ingin melepaskan diri.“Hei, kamu tenang dulu. Memangnya kamu pikir aku mau mengajakmu berbuat apa? Aku hanya ingin berbincang,” ujar Remy menegaskan dengan serius.Seketika Nesia memilih diam tan berontak lagi. Ditatapnya wajah Remy dengan serius. Karenanya Remy kemudian membawa Nesia agar duduk di sampingnya. Mereka menyandarkan tubuh di kepala ranjang.“Bicara? Memangnya apa yang harus kita bicarakan?” tanya Nesia dengan serius.“Soal di kantin tadi.” Remy menjawab singkat dan serius membuat Nesia berpikir apa yang kira-kira a
Dan begitulah kehidupan mereka sekarang. Tak ada lagi keinginan Remy untuk menceraikan Nesia meskipun mereka memang terikat dalam sebuah perjanjian pernikahan. Namun, Remy bisa merasakan betapa damainya hidup bersama dengan Nesia, perempuan bermulut pedas namun sangat menggoda ketika dia membawanya ke ranjang.Perempuan yang menghangatkan ranjangnya yang selama ini terasa dingin dan cukup mengerikan untuk seorang lelaki tampan dan mapan seperti dirinya. Perempuan yang belakangan menjadi atraktif dan penuh hasrat asal Remy bisa memandunya untuk menikmati indahnya malam.Rutinitas paginya juga jauh lebih menyenangkan dengan mengantar Nesia pergi kursus kepribadian sebelum dia sendiri berangkat ke kantor. Kalau biasanya Remy sering duduk manis di jok penumpang, sekarang dia lebih senang menyetir sendiri dengan Nesia yang duduk manis —meskipun kadang juga cerewet— di sampingnya. Tapi itu jelas sebuah nuansa tersendiri bagi Remy.Namun, hal itu jelas menjadikan sebuah masalah tersendiri b
Entah apa yang ada di dalam pikiran Rosa melihat kelakuan Remy yang absurd dan penuh dengan kesengajaan malah mencium Nesia dengan setengah memaksa karena sebenarnya Nesia ingin menghindar. Namun, demi mengimbangi sikap Rosa tadi yang juga sengaja melakukan sabotase di hadapan Nesia, juga demi menghindari rona kecemburuan di wajah dan pikiran Nesia, Remy nekat melakukannya.Dan ini benar-benar bukan sikap Remy yang biasa.“Stop, Remy! Malu!” Nesia terpaksa berbisik sambil mendorong Remy yang tak tahu malu menciumnya di teras college milik Rosa ini.Remy terpaksa menjauh dengan menjilat bibirnya sendiri. Kelihatan sekali lelaki itu hanyut dan merasa tak cukup dengan semuanya.“Mengapa harus malu? Bukankah kamu menyukai setiap ciumanku?” tanya Remy dengan sengaja untuk menunjukkan pada Rosa bahwa dia benar-benar mencintai Nesia.Spontan, Nesia membekap mulut Remy dengan tangannya yang kecil itu dengan muka yang memerah karena Remy terlalu vulgar. Tanpa banyak bicara lagi, Nesia mendoron
Beberapa siswa kelas kepribadian itu saling pandang, sementara Rosa sengaja memberi ruang pada mereka untuk membully Nesia. Rosa jelas senang melihat beberapa siswanya hendak mengejek Nesia. Itu artinya, dia tak harus melakukan apapun untuk menjatuhkan perempuan sialan yang membuatnya kehilangan kans untuk merebut hati Remy kembali itu.“Dulu? Apakah itu artinya … dia sudah membuangmu? Menceraikanmu?” tanya salah seorang dari mereka.Sejujurnya Nesia kesal dengan dugaan buruk itu. Bagaimana mungkin Remy menceraikannya sementara perjanjian mereka masih beberapa bulan lagi.“Tentu saja tidak, Nona. Saya dan Remy tidak bercerai. Mungkin lain kali kalian harus datang lebih awal agar tahu bahwa Remy yang mengantarkan aku setiap hari ke sini.” Kali ini Nesia tak ingin direndahkan lagi. Apapun kejadian besok pagi —entah Remy mengantarnya atau tidak— yang pasti Nesia tidak akan menyerah begitu saja dengan ucapan teman-teman barunya itu.Mereka saling pandang, sementara Rosa juga terkejut deng
Remy tentu saja mengabaikan panggilan Lukas yang hendak mencegahnya itu. Memangnya siapa yang akan bertanggung jawab kalau Rosa melakukan sesuatu yang tidak baik pada Nesia? Bukankah nantinya Remy yang akan merugi?Maka tanpa menunggu lama, Remy segera melaju ke jalanan menuju ke college milik Rosa. Bukan karena Remy terlalu posesif dengan Nesia, tetapi lebih karena Remy mengenal siapa Rosa. Perempuan itu bisa saja melakukan apapun yang dia inginkan jika itu menguntungkan menurutnya. Termasuk meninggalkan Remy hanya demi mengejar karirnya.Lalu ketika sekarang Remy sudah memiliki pasangan, terlepas apapun jenis hubungan Remy dengan Nesia, yang jelas Rosa sungguh tak terima jika pasangan yang dipilih oleh Remy adalah perempuan seperti Nesia. Sejujurnya Rosa tak masalah jika pada akhirnya Remy menemukan pasangannya. Akan tetapi, entah mengapa Rosa menjadi tak punya malu dan dengan terang-terangan ingin merebut Remy kembali setelah tahu perempuan seperti apa yang akhirnya Remy pilih seba
Rosa berdiri di ambang pintu ruang kelas ini, mengawasi Nesia dengan senyum sinis penuh rasa puas karena akhirnya dia punya alasan untuk menghukum perempuan itu. Ya, akhirnya Rosa mengambil kepitusan untuk menghukum Nesia karena sudah membuat Monik basah kuyup. Rosa menilai ini sebagai sebuah tindakan tidak benar.“Saya masih manusia, Nona Rosa. Saya tak akan tinggal diam jika ada orang yang merendahkan saya tanpa melihat kenyataan yang sebenarnya,” ujar Nesia beberapa sat tadi, membela diri.“Saya tidak mau mendengar penjelasan apapun dari Anda, Nona Nesia. Yang pasti, setiap lembaga pendidikan baik formal maupun non formal memiliki aturannya sendiri-sendiri. Dan di sini, di lembaga ini, saya yang memiliki hak sepenuhnya dalam pengelolaannya. Ketika Anda memutuskan untuk masuk ke sini maka Anda harus mematuhi semua peraturan di college ini. Termasuk menerima hukuman karena sudah membuat kegaduhan di sini.” Rosa tak ingin dibantah oleh Nesia.Bukan karena Rosa tak tahu kebenaran bahw
Namun, Rosa tidak kehilangan akal untuk menetralkan suasana hatinya yang terkejut dengan kehadiran Remy yang tak terduga itu. Dalam hati Rosa mengumpat, mengapa dia tak menyadari kehadiran Remy.“Oh, eh, Remy? Kamu … kamu sudah datang menjemput istrimu?” tanya Rosa kemudian mendekati Remy dengan raut wajah yang tiba-tiba berubah dengan sangat drastis. Dari wajah sinis menjadi penuh keramahan. “Dia tertidur, mungkin kelelahan karena menerima banyak materi hari ini. Atau mungkin otaknya belum terbiasa menerima materi pelajaran yang tidak sesuai dengan kesehariannya.”Remy hanya mengangguk kecil tapi memilih sedikit menghindar ketika Rosa mendekat. Remy bukan tak tahu apa yang Rosa ucapkan tadi, tetapi Remy memilih untuk diam.“Aku tahu. Karenanya aku akan membawanya pulang tanpa harus membangunkannya,” ujar Remy yang kemudian mendekati Nesia, menyisihkan anak rambut yang sebagian menutup kening Nesia dan menyingkirkannya dengan pelan.Rosa bukan tak tahu apa yang Remy lakukan ini hanya
Makan malam kali ini berlangsung agak kaku dan janggal. Beberapa percakapan yang Remy ungkapkan tak ditanggapi Nesia dengan baik. Perempuan itu terlihat lelah dan tidak bersemangat sama sekali. Lukas sebenarnya juga merasakan hal yang sama. Namun, tentu saja dia tidak berani mengatakan apapun atas keanehan malam ini. Dia hanya mengamati sikap Nesia yang tidak biasa.Bahkan, Nesia hanya makan beberapa suap. Perutnya terasa penuh padahal hanya makan beberapa sendok saja, sehingga dia terpaksa pamit untuk istirahat lebih cepat. Sebenarnya Remy ingin mencegah, namun dia tahu bahwa Nesia sedang tidak baik-baik saja.“Apakah kamu sakit, Nes?” tanya Remy sesaat setelah Nesia berdiri dari duduknya.Nesia menoleh, menatap Remy dan Lukas kemudian menggeleng. “Tidak, Remy. Aku hanya lelah. Mungkin karena sudah lama aku tidak beraktivitas berat di luar karena kamu terlalu memanjakan aku.” Nesia tersenyum kemudian berdiri meninggalkan ruang makan dan kedua lelaki yang terlihat penuh tanya itu.Mer
Wajah Remy dan Nesia seketika bersemu merah ketika mereka melihat siapa yang sudah membuka pintu dan menampakkan wajahnya. Tak lain dan tak bukan adalah dokter Ilham bersama seorang suster yang menjadi asisten dokter Ilham pagi ini. Apalagi ketika mereka melihat bahwa dokter dan suster itu tersenyum karena memergoki ulah Remy. “Ehem!” Remy berdehem menghadap ke arah dokter Ilham untuk menetralkan suasana yang mendadak canggung. Tak sedikit pun Remy merasa ingin memperbaiki keadaan. Dia bahkan tak menjauh dari Nesia. “Sebaiknya kamu mulai belajar menahan diri terhadap keinginan apapun pada istrimu, Remy. Kehamilannya masih sangat muda. Aku khawatir akan membahayakan kondisi janinnya.” Dokter Ilham memberikan nasehat seolah mengerti apa yang Remy rasakan. “Berapa lama, Dok?” tanya Remy yang tahu kemana arah pembicaraan dokter Ilham. Pertanyaan sigap yang diajukan Remy membuat dokter Ilham tertawa kecil. Sambil memeriksa tekanan darah Nesia, dokter Ilham tersenyum. Suster yang berada d
Suasana di sebuah ruang rawat di klinik ini terasa begitu heboh dan penuh kegugupan serta kekhawatiran yang berlebihan. Remy terlihat begitu sibuk mengemas semua barang yang kemarin terbawa ke klinik ini meskipun barang itu tak begitu diperlukan karena fasilitas di klinik sudah sangat memadai. Setelah semua barang terkemas rapi, terlihat Remy yang tersenyum lega seolah baru saja menyelesaikan sebuah proyek besar dan bernilai milyaran.Nesia yang sudah siap pulang, kini duduk di sisi ranjang rumah sakit, mengawasi Remy yang sibuk sendirian. Namun, kali ini Nesia memilih diam tanpa banyak tanya karena sejauh ini dia masih belum yakin dengan sikap penerimaan yang dilakukan Remy atas kehadiran bayi di dalam perutnya itu.Awalnya, Nesia mengira bahwa Remy akan marah besar dan menceraikan dirinya kemudian mengusirnya dari rumah itu. Dan untuk semua praduga buruk itu, Nesia bahkan sudah menyiapkan banyak rencana jika memang dia harus terusir dari rumah Remy karena kehamilannya.Tapi siapa sa
Mendengar pertanyaan Lukas, Edo sedikit gelagapan. Namun bukan Edo namanya kalau dia tak bisa mengelak dari cercaan Lukas. “Hei, apakah aku mengatakan bahwa kehidupan seks Remy tidak normal?” tanya Edo merasa tak bersalah. Lukas yang sudah hafal dengan kelakuan Edo hanya tersenyum masam. “Tak perlu berpura-pura lupa dengan ucapanmu sendiri Edo. Jelas-jelas kamu mengatakan bahwa kehidupan seks Remy sekarang berjalan normal. Bukankah itu artinya dia tidak normal sebelumnya?” Edo tergelak. “Aku hanya menduga, Luke. Bagaimana mungkin Remy mengumbar kehidupan seksnya pada orang lain? Sudahlah, habiskan kopimu dan pulanglah. Rumahku tak cukup cocok dengan bujang sepertimu!” ujar Edo kemudian berdiri, mengambil jas kerjanya yang ada di sampiran kursi makan dan mengenakannya dengan santai. “Aku tak mau pulang hanya untuk melihat mereka kasmaran,” jawab Lukas dengan santai, mengabaikan pengusiran yang diucapkan Edo dengan terus terang tadi. Edo tersenyum miris melihat Lukas yang kelihatan s
Sudah dua hari ini Lukas menginap di rumah Edo. Selain sebagai sesama pegawai di perusahaan yang ditangani Remy dengan tangan dinginnya, Lukas, Remy dan Edo adalah juga teman dekat. Nyaris tak ada rahasia di antara mereka, kecuali Remy yang memang sangat tertutup terutama soal perempuan.Remy sangat berbanding terbalik dengan Edo. Kalau Remy memilih tertutup mengenai perempuan, termasuk hubungannya dengan Nesia yang tak mudah ditebak, maka Edo memilih jalan vulgar untuk menunjukkan eksistensinya sebagai lelaki tampan dan mapan.“Kamu tak kerja lagi pagi ini, Luke?” tanya Edo ketika pagi ini dia masih melihat Lukas yang malas-malasan menikmati secangkir kopi yang dibuatnya sendiri tadi. Tentu saja Lukas harus membuatnya sendiri karena Edo seorang lajang yang tak memiliki seorang pembantu.Lukas hanya tersenyum kecil dan hambar, membuat Edo semakin penasaran dengan kelakuan Lukas yang tiba-tiba saja minggat ke rumahnya itu.“Memangnya kamu tak takut Remy akan menendangmu dari pekerjaan
Pemeriksaan pagi oleh Dokter Ilham sudah selesai. Seorang suster mengambil sampel urine Nesia dan hanya dalam beberapa menit saja sudah bisa dipastikan bahwa Nesia memang hamil. Setelah Dokter Ilham dan suster keluar, semua terdiam. Bu Maryam, Nesia, dan juga Remy. Tak ingin ikut larut dalam suasana canggung, Bu Maryam mengambil inisiatif untuk pulang dengan alasan sudah ada Remy sekalian membawa pulang tas yang semalam dibawa Remy.Remy yang gamang, tak tahu harus bagaimana, hanya mengangguk sehingga Bu Maryam kemudian segera keluar. Meski dalam hati was-was dengan apa yang akan terjadi pada Nesia ketika Remy tahu akhirnya Nesia hamil, tetapi dalam hati Bu Mar bersyukur bahwa akhirnya Nesia hamil. Pembantu itu hanya bisa berharap bahwa keberadaan anak mereka akan membuat pernikahan ini berjalan sebagaimana seharusnya.Bu Mar sudah menutup pintu, dan Nesia hanya menatap selimut yang menutupi tubuhnya. Keduanya masih sama-sama terdiam, tak tahu harus berbuat apa dan bagaimana. Bahkan,
Pagi menunjukkan pukul enam ketika Nesia menggeliat dan membuka matanya. Namun, ada yang membuatnya tak nyaman di bagian tangan. Nesia lalu melihat tangannya dan terkejut mendapati jarum infus terpasang di sana. Dia mencari-cari ke sekeliling untuk mencari tahu apa yang terjadi ketika matanya melihat Remy yang duduk dengan mata terpejam di sisi ranjangnya. Bu Maryam tak terlihat di ruangan itu karena beberapa saat tadi dia pamit untuk mencari kopi di kantin bawah.Nesia mengerutkan keningnya. “Remy?” Tanpa bisa dicegah, Nesia menyebut nama lelaki itu.Merasa ada yang memanggilnya meskipun pelan, Remy segera membuka matanya dan mendapati Nesia sudah terbangun.“Hei, Nes? Kamu sudah bangun?” tanya Remy yang bergegas mendekat pada Nesia, menyambut uluran tangan perempuan itu, dan menciumnya dengan lembut. Entahlah, dia lupa dengan kalimatnya bahwa dia tidak mencintai Nesia, bahwa dia hanya butuh perempuan itu tetap sehat agar bisa bercinta kapanpun dia mau. Tapi nyatanya? Nyawa Remy sepe
“Kalau Bu Maryam mengantuk, Bu Maryam bisa tidur di kasur itu. Biar saya yang berjaga.” Lukas yang menunggui Nesia di ruang rawat inap bersama Bu Mar menyuruh wanita itu tertidur. Lukas tahu kalau Bu Mar pasti lelah.“Lalu Tuan bagaimana?” Bu Mar menatap lesu lelaki itu. Memang dibandingkan dengan Remy, Lukas jauh lebih manusiawi dan lunak serta ramah. Meskipun sekarang Bu Mar mengakui bahwa Remy jauh lebih lunak dan manusiawi.“Saya bisa tidur di sofa.”Bu Maryam mengangguk kemudian menuju ke sebuah kasur kecil yang memang disediakan bagi keluarga pasien yang menjaga. Sebelum dia merebahkan diri, Bu Mar berpesan, “Nanti kalau Nyonya bangun, Tuan Lukas bangunkan saya saja.”Lukas mengangguk. Lelaki itu memilih duduk di sofa, menyelonjorkan kakinya yang panjang ke atas meja yang ada di depannya. Matanya menatap Nesia yang tertidur lelap di atas ranjang rumah sakit. Selang infus terlihat terpasang di tangan kanannya.Jam sudah menunjukkan pukul tiga dini hari, tetapi Lukas tak juga bis
Di kamar hotel tempat Remy menginap, laki-laki itu geram bukan kepalang melihat keberadaan Dona di rumahnya. Rasa rindunya pada Nesia yang beberapa saat tadi sempat terobati, kini menguap begitu saja dan berganti dengan rasa marah dan kesal karena ternyata Dona datang ke rumahnya pada saat dia tidak ada di rumah.“Hallo, Remy? Apa kabar, Sayang?” Sapaan Dona benar-benar membuat Remy ingin muntah mendengarnya.Remy tersenyum sinis. “Mengapa kamu ada di rumahku?” tanya Remy dengan sadis dan tegas.“Hei? Mengapa kamu bertanya seperti itu? Bukankah aku sudah biasa datang dan bahkan menginap di sini?” Dona balik bertanya dengan suara keras seolah menegaskan dan memberitahu pada Nesia yang ada di ruangan itu mengenai bagaimana dia dulu begitu bebas ke sini.“Sial!” Entah mengapa Remy menyesali jawaban Dona yang pasti terdengar oleh Nesia.“Apa kamu tidak memberitahu istri kontrakmu ini bahwa aku dulu sering menginap di sini? Atau jangan-jangan kamu menyembunyikan hubungan kita dulu, seperti
Mengabaikan panggilan Remy, Lukas bergegas ke lantai atas. Di ruangan luas yang ada di depan kamar Remy, Lukas bertemu dengan Bu Maryam yang membawa nampan berisi minuman. Lukas mengerutkan keningnya kemudian mendekati Bu Maryam.“Minuman untuk siapa, Bu Mar?”“Untuk Nyonya Nesia, Tuan Lukas.”“Memangnya mengapa harus diantar ke kamarnya?”Bu Mar berhenti menghadap Lukas. Matanya celingukan seolah waspada akan ada orang lain yang melihat keberadaan mereka berdua. Lukas heran sekaligus curiga dengan gerak gerik Bu Mar.“Ada apa, Bu Mar? Apakah ada sesuatu yang gawat?”“Sssttt … Nyonya Nesia sedang tidak enak badan, Tuan. Tadi siang muntah-muntah, makanya saya suruh istirahat. Ini saya buatkan minuman agar nyonya sedikit lega.”“Astaga, Bu Mar? Mengapa tidak menghubungi saya kalau Nesia sakit? Kalau terjadi apa-apa kita yang akan kena salah sama Tuan Remy,” jawab Lukas dengan panik dan bergegas menuju ke pintu kamar Remy yang sekarang juga menjadi kamar Nesia.Bu Mar berjalan mengikuti