Edo segera keluar dari ruangan Remy demi jengah melihat kedua orang itu tarik ulur dalam hubungan mereka yang unik. Atau aneh?“Kamu benar tak bisa main ponsel?” tanya Remy menoleh pada Nesia yang duduk mematung di sebelahnya.“Tuan Remy yang baik, mungkin Anda sebaiknya melihat bagaimana kamar kost saya yang yang menyedihkan agar Anda melihat bagaimana mungkin saya bisa membeli barang semewah itu,” jawab Nesia dengan kesal.Remy tersenyum dan mengangguk-angguk kecil.“Boleh juga. Mungkin nanti kalau aku ada waktu longgar, kita akan jalan-jalan ke rumah kost kamu,” ujar Remy dengan senyum mengejutkan.Nesia tertegun menatap Remy. Tangannya dengan spontan meraba kening Remy, membuat pria itu spontan memundurkan kepalanya. Tidak hanya itu, karena tidak terbiasa diperlakukan seperti itu, dengan sigap Remy menerkam Nesia hingga gadis itu terdorong ke sofa, sementara Remy nyaris menelungkup di atasnya. Mata Nesia terbelalak terkejut dan seketika dia berdebar kencang.“Apa … apa yang akan A
Keluar dari ruangannya, Remy mendadak menjadi laki-laki menyebalkan karena tak sedetik pun dia melepaskan genggaman tangannya pada tangan Nesia. Padahal gadis itu jelas-jelas ingin sekali menarik tangannya. Melewati meja kerja Livi, jelas Nesia memerah mukanya karena malu dengan sikap Remy.Namun, bukannya Remy melepaskannya. Dia malah semakin erat menggenggamnya. Melewati ruang berisi karyawan yang sebagian besar pekerjanya masih di kubikelnya masing-masing, Remy acuh tak acuh menarik tangan Nesia.Tentu saja hal ini menarik perhatian para karyawan yang lantas mengambil ponsel masing-masing untuk bergosip mengenai betapa kecilnya istri bos mereka. Tak luput juga bahwa bos mereka banyak berubah menjadi sedikit ramah, bahkan sudah membawa gadis ke kantor. Namun yang membuat mereka —para karyawan itu— heran adalah bahwa istri bos mereka yang sangat sederhana.“Nggak nyangka, ya? Bu bos kita masih belia banget?” ujar salah seorang pegawai di room chat kantor.“Iya. Pantesan sama pak bos
Seperti yang selalu Remy lakukan, dia yang selalu lepas kendali itu tak juga menahan dirinya untuk memagut bibir Nesia ketika dia menginginkannya. Nesia yang selalu tak siap itu juga tak bisa mengelak lagi. Meski sekuat tenaga dia berusaha mendorong tubuh lelaki itu, nyatanya Reny tetap saja menang dan dominan atas dirinya. Berada di dekat Remy lama-lama bisa membuat Nesia mati mendadak karena jantungan dengan sikap dadakan Remy.Baru setelah Nesia bisa menguasai keadaan, dengan serta merta dia menggigit bibir Remy yang terus memagutnya tanpa henti, sehingga membuat laki-laki itu mengerang kesakitan.“Sial!” umpat Remy sambil melepaskan pagutannya. Remy memegang bibirnya dengan tangannya, merasakan perih atas gigitan Nesia yang sejujurnya mendebarkan itu. Entahlah, rasa sakit itu menyulut sesuatu yang lama terdiam di lorong hatinya.Nesia yang terengah lemas kehabisan oksigen hanya bisa berdiam diri di tempatnya, menghela napas untuk menghirup udara sebanyak-banyaknya agar paru-paruny
Setelah mendapatkan sebuah cincin belah rotan yang pas dengan jari Nesia, Remy kembali menggenggam tangan istri kecilnya itu keluar dari toko berlian. Meskipun Nesia sebenarnya keberatan dengan pegangan tangan Remy itu, namun lagi-lagi Remy selalu dominan.Remy bukannya tak tahu dengan usaha melepaskan diri Nesia, tetapi pria itu memang sengaja mengeratkan pegangannya, membuat Nesia semakin cemberut.“Saya juga nggak bakal melarikan diri lagi, Om?” seru Nesia dengan suara tertahan.Spontan Remy menoleh dan menunduk untuk menatap Nesia sambil berjalan itu.“Eh, aku suami kamu, ya? Kenapa manggilnya om?” Remy bertanya dengan penekanan suara.“Sepertinya kesimpulan pelayan tadi masuk akal, kan? Apa salahnya saya panggil dengan sebutan om? Bukannya Anda meminta saya untuk tidak memanggil tuan?” Nesia tak mau kalah adu argumen.“Ya, tapi nggak harus om juga, kan? Kamu bisa panggil aku dengan sayang, dengan mas, dengan abang atau dengan sebutan honey mungkin?”Spontan Nesia mencibir.“Honey
Sepanjang perjalanan menuju pulang, Nesia memilih untuk lebih banyak diam. Demikian juga dengan Remy. Laki-laki itu sedang menelaah hatinya, mengapa begitu kesal saat mendengar nama Vino yang setiap saat datang ke kontrakan Nesia hanya untuk menanyakan kabar perempuan ini.‘Siapa Vino? Apakah mereka sepasang kekasih?’Dan hati Remy mendadak cemburu ketika membayangkan bahwa Nesia memiliki kekasih, bahwa Nesia mungkin saja masih mencintai laki-laki bernama Vino itu.Sementara itu, pikiran Nesia juga berkelana dan rumit. Dia memang tak sempat mengatakan apapun pada Tita mengenai pernikahan sialan yang membuatnya terbelenggu seperti ini karena memang dia tak pernah bisa menemui Tita. Dan untuk menghubungi Tita, ponsel jadul Nesia entah dimana rimbanya karena saat pernikahan dan pingsan itu, Nesia kehilangan ponselnya.Namun, untuk saat ini Remy tidak akan bertanya mengenai siapa Vino. Dia tahu bahwa hati Nesia sedang tidak baik-baik saja. Maka Remy berniat memberi waktu pada perempuan it
Beberapa menit sebelumnya …Remy usai membersihkan diri kemudian turun untuk makan malam. Ketika keluar dari kamarnya, dia menatap pintu kamar Nesia yang masih tertutup. Bahkan semenjak tadi dia tak mendengar adanya aktivitas di kamar sebelahnya itu. Lukas berjalan pelan menuju ke kamar Nesia. Tangannya bahkan sudah terulur hendak mengetuk pintunya, namun tiba-tiba Remy mengurungkan niatnya.Setelah berpikir sejenak, Remy melangkah meninggalkan depan kamar Nesia menuju ke bawah. Seperti biasa, Lukas sudah menunggu di sana bagaikan hidangan di atas meja yang selalu ada sebelum dia datang.“Nyonya Nesia tidak turun, Tuan?” tanya Lukas.“Tidak. Mungkin belum.” Remy menjawab singkat.“Apa perlu saya panggil untuk makan malam?” Lukas menawarkan solusi.Remy terdiam sesaat kemudian menggeleng. “Tidak perlu. Nanti biar aku yang membawakan makanannya,” jawab Remy dengan datar.Mendengar hal ini tentu saja Lukas tertegun. ‘Remy mengantar makanan lagi? Hei, apa yang terjadi dengan abang tirinya
Ditatap dengan demikian intens, tentu saja Remy merasa canggung meskipun jelas dia bukan laki-laki yang minder. Tapi jelas tatapan Nesia yang seperti ini menimbulkan tanda tanya besar di kepala Remy. Kalau saja tatapan itu bermakna kagum dan jatuh cinta, sepertinya bukan hal yang aneh.Tapi tatapan ini? Maknanya beda, hingga Remy terpaksa bertanya dengan wajah yang dibuat datar.“Mengapa kamu menatapku seperti itu? Apa kamu tak punya cara lain untuk menutupi rasa terpesonamu itu?” Remy bertanya dengan penuh percaya diri, membuat Nesia hampir saja menyemburkan makanan yang ada di mulutnya.“Saya? Kagum sama Anda, Tuan Remy?” Nesia balik bertanya dengan nada mencemooh.Seketika wajah Remy memerah.‘Sialan betul gadis ini. Dia selalu punya cara yang tepat untuk menjatuhkanku,’ batin Remy kesal sekaligus malu.“Memangnya makna apalagi yang membuat kamu menatapku seperti orang lapar begitu?” Remy jelas tak mau kalah, apalagi mengalah.Nesia tersenyum geli sekaligus kesal melihat rasa perca
Awalnya, tawaran Remy memang cukup menggiurkan untuk diterima. Namun permintaan lelaki itu untuk dipanggil ‘sayang’ membuat Nesia cemberut sekaligus kesal. Nesia menyesal mengapa harus bertemu dengan pria yang memiliki rasa percaya diri sedemikian tinggi.“Eh, Tuan Remy. Saya masih berencana untuk setuju. Tapi panggilan sayang ini ….” Nesia tidak meneruskan kalimatnya.Remy tersenyum melihat Nesia yang terlihat kesal tetapi tak bisa melanjutkan kalimatnya, bahkan terlihat putus asa. Remy benar-benar gemas dibuatnya. Ingin rasanya Remy menerkam gadis di depannya itu dan merasakan lagi kelembutan bibirnya yang memabukkan. Dan kali ini Remy benar-benar sedang berencana untuk menjerat gadis ini untuk tetap berada di sisinya, mewarnai hidupnya yang selama ini selalu sama.“Baiklah. Jadi kamu ingin memanggil aku dengan sebutan apa?” tanya Remy mencoba berkompromi.Seketika wajah Nesia menjadi cerah.‘Bagaimana jika saya memanggil dengan sebutan om?” Mata Nesia yang berbinar benar-benar memb
Wajah Remy dan Nesia seketika bersemu merah ketika mereka melihat siapa yang sudah membuka pintu dan menampakkan wajahnya. Tak lain dan tak bukan adalah dokter Ilham bersama seorang suster yang menjadi asisten dokter Ilham pagi ini. Apalagi ketika mereka melihat bahwa dokter dan suster itu tersenyum karena memergoki ulah Remy. “Ehem!” Remy berdehem menghadap ke arah dokter Ilham untuk menetralkan suasana yang mendadak canggung. Tak sedikit pun Remy merasa ingin memperbaiki keadaan. Dia bahkan tak menjauh dari Nesia. “Sebaiknya kamu mulai belajar menahan diri terhadap keinginan apapun pada istrimu, Remy. Kehamilannya masih sangat muda. Aku khawatir akan membahayakan kondisi janinnya.” Dokter Ilham memberikan nasehat seolah mengerti apa yang Remy rasakan. “Berapa lama, Dok?” tanya Remy yang tahu kemana arah pembicaraan dokter Ilham. Pertanyaan sigap yang diajukan Remy membuat dokter Ilham tertawa kecil. Sambil memeriksa tekanan darah Nesia, dokter Ilham tersenyum. Suster yang berada d
Suasana di sebuah ruang rawat di klinik ini terasa begitu heboh dan penuh kegugupan serta kekhawatiran yang berlebihan. Remy terlihat begitu sibuk mengemas semua barang yang kemarin terbawa ke klinik ini meskipun barang itu tak begitu diperlukan karena fasilitas di klinik sudah sangat memadai. Setelah semua barang terkemas rapi, terlihat Remy yang tersenyum lega seolah baru saja menyelesaikan sebuah proyek besar dan bernilai milyaran.Nesia yang sudah siap pulang, kini duduk di sisi ranjang rumah sakit, mengawasi Remy yang sibuk sendirian. Namun, kali ini Nesia memilih diam tanpa banyak tanya karena sejauh ini dia masih belum yakin dengan sikap penerimaan yang dilakukan Remy atas kehadiran bayi di dalam perutnya itu.Awalnya, Nesia mengira bahwa Remy akan marah besar dan menceraikan dirinya kemudian mengusirnya dari rumah itu. Dan untuk semua praduga buruk itu, Nesia bahkan sudah menyiapkan banyak rencana jika memang dia harus terusir dari rumah Remy karena kehamilannya.Tapi siapa sa
Mendengar pertanyaan Lukas, Edo sedikit gelagapan. Namun bukan Edo namanya kalau dia tak bisa mengelak dari cercaan Lukas. “Hei, apakah aku mengatakan bahwa kehidupan seks Remy tidak normal?” tanya Edo merasa tak bersalah. Lukas yang sudah hafal dengan kelakuan Edo hanya tersenyum masam. “Tak perlu berpura-pura lupa dengan ucapanmu sendiri Edo. Jelas-jelas kamu mengatakan bahwa kehidupan seks Remy sekarang berjalan normal. Bukankah itu artinya dia tidak normal sebelumnya?” Edo tergelak. “Aku hanya menduga, Luke. Bagaimana mungkin Remy mengumbar kehidupan seksnya pada orang lain? Sudahlah, habiskan kopimu dan pulanglah. Rumahku tak cukup cocok dengan bujang sepertimu!” ujar Edo kemudian berdiri, mengambil jas kerjanya yang ada di sampiran kursi makan dan mengenakannya dengan santai. “Aku tak mau pulang hanya untuk melihat mereka kasmaran,” jawab Lukas dengan santai, mengabaikan pengusiran yang diucapkan Edo dengan terus terang tadi. Edo tersenyum miris melihat Lukas yang kelihatan s
Sudah dua hari ini Lukas menginap di rumah Edo. Selain sebagai sesama pegawai di perusahaan yang ditangani Remy dengan tangan dinginnya, Lukas, Remy dan Edo adalah juga teman dekat. Nyaris tak ada rahasia di antara mereka, kecuali Remy yang memang sangat tertutup terutama soal perempuan.Remy sangat berbanding terbalik dengan Edo. Kalau Remy memilih tertutup mengenai perempuan, termasuk hubungannya dengan Nesia yang tak mudah ditebak, maka Edo memilih jalan vulgar untuk menunjukkan eksistensinya sebagai lelaki tampan dan mapan.“Kamu tak kerja lagi pagi ini, Luke?” tanya Edo ketika pagi ini dia masih melihat Lukas yang malas-malasan menikmati secangkir kopi yang dibuatnya sendiri tadi. Tentu saja Lukas harus membuatnya sendiri karena Edo seorang lajang yang tak memiliki seorang pembantu.Lukas hanya tersenyum kecil dan hambar, membuat Edo semakin penasaran dengan kelakuan Lukas yang tiba-tiba saja minggat ke rumahnya itu.“Memangnya kamu tak takut Remy akan menendangmu dari pekerjaan
Pemeriksaan pagi oleh Dokter Ilham sudah selesai. Seorang suster mengambil sampel urine Nesia dan hanya dalam beberapa menit saja sudah bisa dipastikan bahwa Nesia memang hamil. Setelah Dokter Ilham dan suster keluar, semua terdiam. Bu Maryam, Nesia, dan juga Remy. Tak ingin ikut larut dalam suasana canggung, Bu Maryam mengambil inisiatif untuk pulang dengan alasan sudah ada Remy sekalian membawa pulang tas yang semalam dibawa Remy.Remy yang gamang, tak tahu harus bagaimana, hanya mengangguk sehingga Bu Maryam kemudian segera keluar. Meski dalam hati was-was dengan apa yang akan terjadi pada Nesia ketika Remy tahu akhirnya Nesia hamil, tetapi dalam hati Bu Mar bersyukur bahwa akhirnya Nesia hamil. Pembantu itu hanya bisa berharap bahwa keberadaan anak mereka akan membuat pernikahan ini berjalan sebagaimana seharusnya.Bu Mar sudah menutup pintu, dan Nesia hanya menatap selimut yang menutupi tubuhnya. Keduanya masih sama-sama terdiam, tak tahu harus berbuat apa dan bagaimana. Bahkan,
Pagi menunjukkan pukul enam ketika Nesia menggeliat dan membuka matanya. Namun, ada yang membuatnya tak nyaman di bagian tangan. Nesia lalu melihat tangannya dan terkejut mendapati jarum infus terpasang di sana. Dia mencari-cari ke sekeliling untuk mencari tahu apa yang terjadi ketika matanya melihat Remy yang duduk dengan mata terpejam di sisi ranjangnya. Bu Maryam tak terlihat di ruangan itu karena beberapa saat tadi dia pamit untuk mencari kopi di kantin bawah.Nesia mengerutkan keningnya. “Remy?” Tanpa bisa dicegah, Nesia menyebut nama lelaki itu.Merasa ada yang memanggilnya meskipun pelan, Remy segera membuka matanya dan mendapati Nesia sudah terbangun.“Hei, Nes? Kamu sudah bangun?” tanya Remy yang bergegas mendekat pada Nesia, menyambut uluran tangan perempuan itu, dan menciumnya dengan lembut. Entahlah, dia lupa dengan kalimatnya bahwa dia tidak mencintai Nesia, bahwa dia hanya butuh perempuan itu tetap sehat agar bisa bercinta kapanpun dia mau. Tapi nyatanya? Nyawa Remy sepe
“Kalau Bu Maryam mengantuk, Bu Maryam bisa tidur di kasur itu. Biar saya yang berjaga.” Lukas yang menunggui Nesia di ruang rawat inap bersama Bu Mar menyuruh wanita itu tertidur. Lukas tahu kalau Bu Mar pasti lelah.“Lalu Tuan bagaimana?” Bu Mar menatap lesu lelaki itu. Memang dibandingkan dengan Remy, Lukas jauh lebih manusiawi dan lunak serta ramah. Meskipun sekarang Bu Mar mengakui bahwa Remy jauh lebih lunak dan manusiawi.“Saya bisa tidur di sofa.”Bu Maryam mengangguk kemudian menuju ke sebuah kasur kecil yang memang disediakan bagi keluarga pasien yang menjaga. Sebelum dia merebahkan diri, Bu Mar berpesan, “Nanti kalau Nyonya bangun, Tuan Lukas bangunkan saya saja.”Lukas mengangguk. Lelaki itu memilih duduk di sofa, menyelonjorkan kakinya yang panjang ke atas meja yang ada di depannya. Matanya menatap Nesia yang tertidur lelap di atas ranjang rumah sakit. Selang infus terlihat terpasang di tangan kanannya.Jam sudah menunjukkan pukul tiga dini hari, tetapi Lukas tak juga bis
Di kamar hotel tempat Remy menginap, laki-laki itu geram bukan kepalang melihat keberadaan Dona di rumahnya. Rasa rindunya pada Nesia yang beberapa saat tadi sempat terobati, kini menguap begitu saja dan berganti dengan rasa marah dan kesal karena ternyata Dona datang ke rumahnya pada saat dia tidak ada di rumah.“Hallo, Remy? Apa kabar, Sayang?” Sapaan Dona benar-benar membuat Remy ingin muntah mendengarnya.Remy tersenyum sinis. “Mengapa kamu ada di rumahku?” tanya Remy dengan sadis dan tegas.“Hei? Mengapa kamu bertanya seperti itu? Bukankah aku sudah biasa datang dan bahkan menginap di sini?” Dona balik bertanya dengan suara keras seolah menegaskan dan memberitahu pada Nesia yang ada di ruangan itu mengenai bagaimana dia dulu begitu bebas ke sini.“Sial!” Entah mengapa Remy menyesali jawaban Dona yang pasti terdengar oleh Nesia.“Apa kamu tidak memberitahu istri kontrakmu ini bahwa aku dulu sering menginap di sini? Atau jangan-jangan kamu menyembunyikan hubungan kita dulu, seperti
Mengabaikan panggilan Remy, Lukas bergegas ke lantai atas. Di ruangan luas yang ada di depan kamar Remy, Lukas bertemu dengan Bu Maryam yang membawa nampan berisi minuman. Lukas mengerutkan keningnya kemudian mendekati Bu Maryam.“Minuman untuk siapa, Bu Mar?”“Untuk Nyonya Nesia, Tuan Lukas.”“Memangnya mengapa harus diantar ke kamarnya?”Bu Mar berhenti menghadap Lukas. Matanya celingukan seolah waspada akan ada orang lain yang melihat keberadaan mereka berdua. Lukas heran sekaligus curiga dengan gerak gerik Bu Mar.“Ada apa, Bu Mar? Apakah ada sesuatu yang gawat?”“Sssttt … Nyonya Nesia sedang tidak enak badan, Tuan. Tadi siang muntah-muntah, makanya saya suruh istirahat. Ini saya buatkan minuman agar nyonya sedikit lega.”“Astaga, Bu Mar? Mengapa tidak menghubungi saya kalau Nesia sakit? Kalau terjadi apa-apa kita yang akan kena salah sama Tuan Remy,” jawab Lukas dengan panik dan bergegas menuju ke pintu kamar Remy yang sekarang juga menjadi kamar Nesia.Bu Mar berjalan mengikuti